Oleh :
Aminudin
Nawangwulan Widyastuti
2014
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk hortikultura setelah dipanen masih tetap hidup dan
meneruskan proses metabolisme.
laju
respirasi
melalui
pengaturan
kondisi
lingkungan
produk
seperti:
suhu
lingkungan,
gas
oksigen,
gas
2006).
Bahan-bahan
pembuat
Edible
coating
tersebut
daun lidah buaya, ekstrak daun randu dan ekstrak daun cincau. Untuk
kemudian dicobakan pada buah atau sayuran sebagai treatment pelilinan,
sehingga diharapkan penggunaan edible coating yang dikombinasikan
dengan penyimpanan dengan suhu rendah pada buah-buahan ataupun
sayur-sayuran dapat menjadi solusi untuk memperpanjang umur simpan
karena sifat edible coating yang dapat berfungsi sebagai penahan (barrier)
laju transpirasi; dengan demikian kesegarannya dapat dipertahankan lebih
lama.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah diperolehnya sumber bahan
pembuat edible coating yang aman, mudah diperoleh dan mudah
diaplikasikan, dapat mempertahankan mutu serta mampu meningkatkan
umur simpan komoditas hortikultura.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, ruang lingkup
penelitian ini mencakup:
1. Analisis bahan dasar pembuat edible coating dari ekstrak daun lidah
buaya, ekstrak daun randu dan ekstrak daun cincau sebagai pengganti
lapisan lilin alami buah atau sayuran yang hilang akibat perlakuan
pascapanen.
2. Membandingkan efektivitas ketiga bahan ekstrak edible coating
terhadap mutu dan umur simpan mentimun.
A. Edible Coating
Edible coating atau edible film adalah suatu lapisan tipis yang
dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan
(coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (kelembaban,
oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) atau sebagai pembawa aditif serta
untuk meningkatkan penanganan suatu produk pangan (Krochta, 1994).
Penggunaan edible coating dewasa ini dapat sebagai pendekatan inovatif
untuk memperpanjang masa simpan buah-buahan dan sayuran (Moldao,
et al., 2003 dalam Miskiyah, dkk., 2011). Pelapisan lilin dapat dilakukan
dengan cara pembusaan, penyemprotan, pencelupan, atau pengolesan
pada produk (Krochta, et al.,1994 dan Pardede, 2009).
Edible coating menyediakan barrier semi-permeabel terhadap gas
(O2, CO2) uap air dan pergerakan larutan. Karena bersifat barrier, edibel
coating dapat memperlambat transfer gas, uap air dan senyawa volatil,
kemudian
memodifikasi
komposisi
atmosfer
sehingga
mengurangi
pelilinan
dikombinasikan
gelatin
dengan
14%
dan
penyimpanan
0,9%
pada
asam
suhu
sitrat
10 oC,
yang
dapat
dan
mampu
menyembuhkan
luka
pada
jaringan
dkk
(2010),
sebagian
besar
masyarakat
telah
(Artha, 2007
dalam Rachmawati,
2009). Pektin
tersebut
pembuatan edible coating ekstrak daun randu yaitu dipilih daun randu
yang seragam kemudian dicampur dengan satu bagian aquades atau (1
kg daun randu : 1 liter aquades). Campuran daun randu dan aquades
diremas-remas dengan jari tangan sampai membentuk gel kemudian
disaring. Gel hasil penyaringan disebut ekstrak konsentrasi 100%. Untuk
membuat ekstrak daun randu konsentrasi 50%, caranya adalah dengan
menuangkan aquades 500 ml ke dalam ekstrak daun randu konsentrasi
100%. Pembuatan edible coating daun cincau sama dengan pembuatan
edible coating daun randu.
2. Aplikasi Pelilinan (coating)
Aplikasi pelilinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pelilinan dengan cara pencelupan sampel mentimun ke dalam ekstrak
ketiga bahan tersebut. Kemudian ditempatkan di atas wadah berlubang
(anyaman bambu). Agar cepat kering, sampel diberikan tiupan angin dari
kipas. Selanjutnya disimpan sesuai dengan perlakuan.
D. Populasi dan Sampel
Sampel yang dijadikan sebagai bahan yang dililin adalah
mentimun segar. Sebelum dililin, mentimun terlebih dahulu dipilih yang
seragam dan tidak cacat; kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Jumlah
mentimun yang dijadikan sampel sebanyak 108 buah.
E. Instrumen Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar total
padatan terlarut (TPT), derajat keasaman (pH), susut bobot dan
10
mutu
obyektif
adalah
pengamatan
dengan
Konsentrasi
Ruang
(27-29oC)
Rendah
(8-10oC)
% Perubahan Berat
H3
H6
100%
5,6
50%
6,3
0%
Perubahan pH
H9
H3
11,6
17,5
10,3
15,25
7,65
11,8
100%
7,4
50%
8,55
0%
8,45
Perubahan TPT
H6
H9
H3
H6
H9
5,5
4,7
4,7
0,8
0,6
0,95
5,5
4,85
4,6
0,1
1,45
13,9
5,5
4,85
4,55
0,9
0,2
0,6
14,35
15,45
5,5
4,8
4,9
0,8
0,7
1,1
16,95
19,4
5,5
4,85
4,7
0,55
0,75
1,75
12,15
19,85
5,5
4,85
4,5
0,9
0,6
1,85
Keterangan: H3 pengamatan hari ke-3, dan seterusnya; pH awal (H0) 5,32 dan TPT awal (H0) 2,00
Konsentrasi
H3
H6
100%
3,2
50%
4,7
Ruang (27-29oC)
Perubahan pH
H9
H3
H6
5,6
7,8
5,15
5,9
11,4
4.9
Perubahan TPT
H9
H3
H6
H9
4,85
4,7
1,3
0,7
0,7
4,95
4,85
1,6
0,8
0,3
0%
12,6
9,3
19,3
4,7
1,4
1,0
0,5
100%
17,6
18,8
18,1
5,25
4,9
4,7
1,9
1,0
1,6
50%
12,7
16,9
43,3
5,15
5,3
5,75
1,8
1,3
2,0
0%
7,2
11,1
32,3
5,4
5,15
1,9
1,1
1,5
Rendah (8-10 C)
Keterangan: H3 pengamatan hari ke-3, dan seterusnya; pH awal (H0) 5,32 dan TPT awal (H0) 2,00
Rendah
(8-10oC)
Konsentrasi
% Penurunan Berat
Perubahan pH
Perubahan TPT
H3
H6
H9
H3
H6
H9
H3
H6
H9
100%
3,42
3,23
9,38
5,5
4,83
4,56
0,85
0,18
0,2
50%
4,84
4,39
8,60
5,5
5,0
5,0
0,16
0,11
0%
6,32
6,36
7,89
5,5
5,5
5,0
2,0
1,45
1,1
100%
2,64
2,62
4,5
5,5
5,5
5,0
2,0
2,0
1,7
50%
4,91
4,66
6,72
5,5
5,5
5,0
2,0
2,0
1,55
0%
4,06
4,03
8,72
5,5
5,5
4,0
0,92
0,6
0,75
Keterangan: H3 pengamatan hari ke-3, dan seterusnya; pH awal (H0) 5,32 dan TPT awal (H0) 2,00
11
1. Penurunan Berat
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis statistik, pengaruh
suhu penyimpanan yang berbeda (suhu rendah dan suhu ruang) sangat
nyata (significant) terhadap perubahan berat pada pelakuan ekstrak daun
cincau dan lidah buaya; sementara perlakuan ekstrak daun randu tidak
nyata. Untuk pengaruh coating yang nyata hanya pada ekstrak lidah
buaya. Pengamatan lebih jauh untuk kombinasi perlakuan (suhu dan
coating) secara umum menunjukkan tren yang menurun. Penurunan berat
mentimun yang paling tinggi adalah pada penyimpanan suhu ruang. Jika
dibandingkan diantara ketiga macam bahan coating, yang memberikan
pengaruh positif terhadap upaya menekan penurunan berat mentimun
adalah bahan dari ekstrak lidah buaya konsentrasi 100% dan disimpan
pada suhu rendah.
2. Perubahan pH
Secara umum rata-rata pH mentimun mengalami perubahan
selama penyimpanan pada semua perlakuan bahan coating. Perubahan
pH yang menurun menunjukkan mentimun menjadi masam, sedangkan
perubahan
yang
meningkat
menunjukkan
mentimun
telah
rusak.
12
3. Penurunan TPT
Pada pengamatan penurunan TPT terlihat bahwa suhu dan
coating berpengaruh sangat nyata secara statistik. Penurunan TPT ini
menunjukkan mentimun telah mengalami lonyoh akibat penurunan turgor
sel. Dari ketiga konsentrasi yang dicobakan ternyata konsentrasi coating
100% yang mampu menekan secara maksimal penurunan TPT mentimun.
Menurut Muchtadi (1992), turgor sel dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: (1) konsentrasi bahan-bahan di dalam sel yang akan menentukan
tekanan osmotis, (2) permeabilitas protoplasma, dan (3) elastisitas dinding
sel. Dengan adanya coating, elastisitas dinding sel dapat meningkat yang
berarti bahwa dinding sel menjadi lebih kuat dan kaku. Keseluruhan faktor
tersebut dapat diminimalisir pengaruhnya melalui pelapisan (coating).
B. Perbandingan Mutu Subyektif Mentimun
Perubahan mutu subyektif adalah perubahan mutu yang ditinjau
dari tampilan fisik luar mentimun. Perubahan-perubahan ini diukur melalui
uji organoleptik. Data hasil pengamatan parameter mutu subyektif
mentimun tersaji pada Tabel 4, 5 dan 6.
Tabel 4. Pengamatan mutu subyektif coating ekstrak daun randu
Suhu
Penyimpanan
Ruang
(27-29oC)
Rendah
(8-10oC)
Perubahan
Kekerasan
Konsentrasi
Perubahan
Warna
Perubahan
Kebusukan
H3
H6
H9
H3
H6
H
9
H3
H6
H9
100%
0%
25%
50%
50%
0%
25%
25%
0%
0%
25%
25%
100%
0%
0%
0%
50%
0%
0%
0%
0%
0%
25%
50%
Keterangan: kondisi awal mutu (level): kekerasan (5), warna (5) dan busuk (0%)
13
Ruang
(27-29oC)
Rendah
(8-10oC)
Perubahan
Kekerasan
Konsentrasi
Perubahan
Warna
Perubahan
Kebusukan
H3
H6
H9
H3
H6
H9
H3
H6
H9
100%
0%
0%
25%
50%
0%
25%
50%
0%
0%
50%
100%
100%
0%
0%
0%
50%
0%
0%
50%
0%
0%
25%
50%
Keterangan: kondisi awal mutu (level): kekerasan (5), warna (5) dan busuk (0%)
Konsentrasi
Ruang
(27-29oC)
Rendah
(8-10oC)
Perubahan
Kekerasan
Perubahan
Warna
Perubahan
Kebusukan
H3
H6
H9
H3
H6
H9
H3
H6
H9
100%
0%
20%
40%
50%
4,5
20%
60%
80%
0%
0%
40%
60%
100%
0%
0%
20%
50%
3,5
0%
0%
20%
0%
3,5
2,5
0%
20%
40%
tekstur
dan
Keterangan: kondisi awal mutu (level): kekerasan (5), warna (5) dan busuk (0%)
1. Perubahan Kekerasan
Kekerasan
komoditas
erat
kaitannya
dengan
warna
buah
selama
waktu
tertentu
setelah
dipanen
Pigmen
flavanoid
yang
dominan
adalah
tanin
yang
15
menunjukkan
degradasi
warna
akibat
proses
metabolik
selama
Senescence
adalah suatu tahap normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan
tanaman (Winarno, 2002). Kehilangan klorofil, perubahan permeabilitas
membran sel dapat pula digunakan sebagai tanda terjadinya senescence
(Winarno, 2002). Data perubahan warna dan kekerasan mentimun selama
penyimpanan seperti pada Tabel 4, 5 dan 6 di atas, dapat menjelaskan
adanya perubahan fisik mentimun selama penyimpanan.
Pengamatan hari ke-9, terlihat mentimun telah mengalami
penurunan tampilan fisik (Gambar 1). Atribut mutu seperti penurunan
berat, penurunan pH, penurunan TPT, perubahan warna, dan penurunan
16
Suhu ruang
suhu rendah
(0%, 50%, 100%) (0%, 50%, 100%)
Suhu ruang
suhu rendah
(0%, 50%, 100%) (0%, 50%, 100%)
Suhu ruang
suhu rendah
(0%, 50%, 100%) (0%, 50%, 100%)
C. Umur Simpan
Penentuan umur simpan erat kaitannya dengan interpretasi dari
kombinasi atribut atau parameter mutu sampel serta daya terima panelis.
Gambar 1 memperlihatkan tampilan fisik dan kondisi bagian daging
mentimun setelah disimpan selama 9 hari dimana dari gambar tersebut
terlihat adanya perbedaan yang mencolok dari segi warna antara
perlakuan coating dan tidak di-coating. Walaupun disimpan pada suhu
17
Selanjutnya
untuk
ketiga
macam
bahan
coating
yang
diaplikasikan, yang terbaik adalah ekstrak randu, diikuti ekstrak cincau dan
ekstrak lidah buaya.
Kombinasi suhu rendah dan coating ini diduga dapat memberikan
umur simpan mentimun lebih lama lagi (>9 hari) apabila diamati lebih
lanjut. Hal ini tercermin dari masih segarnya mentimun yang di-coating
konsentrasi 100%. Menurut Darsana, dkk (2003), pada suhu ruang umur
simpan mentimun hanya 6 hari. Pada suhu rendah lebih lama yaitu suhu
12oC selama 11,33 hari, suhu 14oC selama 12,22 hari dan suhu 16oC
selama 9,56 hari. Hasil penelitian lainnya bahwa umur simpan mentimun
sampai 14 hari pada kondisi penyimpanan suhu 8-10oC dan 5 hari pada
suhu penyimpanan 28oC (Hardenburg, Watada dan Wang,1968; Winarno,
2002).
18
A. Simpulan
Daun randu, daun cincau dan lidah buaya dapat digunakan
sebagai bahan pembuat edible coating melalui proses ekstraksi. Hasil
aplikasi coating pada mentimun menghasilkan respon yang baik pada
konsentrasi 100% yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu
rendah.
Aplikasi
coating
ini
dapat
mempertahankan
mutu
dan
B. Saran
Hasil penelitian ini masih perlu ditindaklanjuti untuk dicobakan
pada komoditas selain mentimun agar dapat memberikan gambaran yang
lebih luas mengenai efektivitas ketiga bahan edible coating ini terutama
ekstrak daun randu dan daun cincau yang belum pernah diteliti
sebelumnya. Dan, akan lebih baik lagi apabila bahan edible coating ini
dibuat tepung sehingga lebih mudah diaplikasikan hanya dengan
pengenceran.
19
DAFTAR PUSTAKA
Baker JE. 1989. Fisiologi Pascapanen: Perubahan-perubahan Morfologi Selama
Pematangan dan Penuaan. Penerbit UGM Press. Yogyakarta.
Darsana L, Wartoyo dan T Wahyuni. 2003. Pengaruh Saat Panen dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Umur Simpan dan Kualitas Mentimun Jepang
(Cucumis sativus L.). J. Agrosains Vol. 5 No. 1. Penerbit UNS. Surakarta.
Donhowe, IG dan O Fenema. 1994. Edible Films and Coatings: Characteristics,
Formation, Definitions and Testing Methods. Technomic Publishing
Company, Inc. Lancaster, Pennyslavania 17604 USA.
Hardenburg, RE., AE Watada dan CY Wang. 1968. The Commercial Storage of
Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery Stocks. Agriculture Hand Book
Number 66. Agricultural Research Service, United States Department of
Agriculture.USA.
Kismaryanti A. 2007. Aplikasi Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai
Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon ssculentum Mill.).
[Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Bogor.
Krochta JM., EA Baldwin and Myrna ONC. 1994. Edible Coatings and Films to
Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, Inc. Lancaster,
Pennyslavania 17604 USA.
Marchaban, CJ Soegihardjo dan FE Kusmarawati. 2012. Uji Aktivitas Sari Daun
Randu (Ceiba pentandra Gaertn) sebagai Penumbuh Rambut.
http://home.mywebsearch.com/index.jhtml?ptb=BDF26DDB-CBBA-44BAA27DEAFD520792BC&n=77fc6b92&p2=^Y6^xdm042^YY^id&si=swissconv
erter.html. [diunduh tanggal 7 Desember 2012].
Miskiyah, Widaningrum dan C Winarti. 2011. Aplikasi Edible Film Berbasis Pati
Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika. J. Hortikultura Nomor
21 Volume I, hal: 68-76. Diterbitkan oleh BB Litbang Pascapanen. Bogor.
Muchtadi, D. 1992. Fisiologi Pascapanen Sayuran dan Buah-buahan [Petunjuk
Praktikum]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Pardede E. 2009. Edible Coating for Fruit and Vegetables. [Makalah]. Fakultas
Pertanian Univiersitas Nomensen, Medan.
Rachmawati. 2010. Pelapisan Chitosan pada Salak Pondoh (Salacca edulis
Reinw.) sebagai Upaya Memperpanjang Umur Simpan dan Kajian Sifat
Fisiknya Selama Penyimpanan. J. Teknologi Pertanian Vol 6 No. 2, Maret
2010. Diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Univ Mulawarman, Samarinda.
Rudito. 2010. Perlakuan Komposisi Gelatin dan Asam Sitrat dalam Edible
Coating yang Mengandung Gliserol pada Berbagai Tingkat Suhu
Penyimpanan Tomat Tingkat Kematangan Breaker. [pdf file:
365_umm_scientific_journal. Diunduh tanggal 31 Oktober 2012].
Saltveit, ME. 2006. Edible Films, Coatings and Processing Aids. Mann
Laboratory, Department of Plan Sciences, University of California, USA.
Utama IMS. 2006. Peranan Teknologi Pascapanen untuk Fresh Produce
Retailing. Makalah Seminar: Pentingnya Teknologi Pascapanen Dalam
Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura Indonesia. Diterbitkan oleh
Fakultas Teknologi Pertanian ke 22 dan Dies Natalis Unud ke 44 di
Kampus Bukit-Jimbaran, Badung, 28 Agustus 2006. Denpasar.
Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Penerbit M-Brio
Press. Bogor.
20