Di dunia pangan, sudah diketahui bahwa zat gizi atau zat aktif yang terkandung
dalam bahan pangan memiliki sifat tertentu yang merugikan, antara lain mudah
rusak oleh lingkungan maupun dari sifat alami bahan itu sendiri, seperti kerusakan
akibat oksidasi, pH, yang tidak sesuai, maupun zat tersebut stabilitas
penyimpanannya rendah atau mudah menguap. Salah satu usaha untuk melindungi
dan menjaga zat gizi tersebut adalah dengan menggunakan teknologi
mikroenkapsulasi, yang dewasa ini banyak dilakukan pengembangan metode
dengan memanfaatkan teknologi nano yaitu nanoenkapsulasi.
Enkapsulasi merupakan teknik penjeratan bahan inti dalam bahan pengkapsul tertentu.
Keuntungan dari teknik enkapsulasi adalah melindungi dan mengontrol pelepasan bahan aktif.
Teknik coacervation adalah teknik enkapsulasi dengan prinsip pembentukan gelasi ionik
(Barbosa et al., 2005). Coacervation merupakan teknik enkapsulasi yang mudah karena bahan
pengkapsul yang digunakan mudah didapat, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, dan dapat
dilakukan pada suhu ruang. Selain itu pemilihan teknik coacervation juga dikarenakan efisiensi
enkapsulasi yang tinggi (Chanet et al., 2010)
Mikroenkapsulasi dan nanoenkapsulasi adalah metode untuk melindungi droplet
atau partikel kecil dengan cara membentuk kapsul. Komponen aktif dalam bahan
pangan yang nantinya akan terbungkus kapsul dapat terlindung dari pengaruh
lingkungan yang merugikan seperti kerusakan-kerusakan akibat oksidasi, hidrolisis,
penguapan, atau degradasi oleh panas. Dengan demikian, bahan tersebut akan
memiliki umur simpan lebih panjang serta mempunyai stabilitas proses yang lebih
baik dan dapat terlepas pada kondisi tertentu saat akan digunakan, selain itu
metode enkapsulasi dapat digunakan untuk menghindari rasa, bau, serta tekstur
yang kurang menyenangkan dari bahan.
Produk kapsul dari teknologi enkapsulasi terdiri dari bahan pelapis dan inti. Bahan
pelapis yang disebut juga sebagai enkapsulan, kulit, dinding, atau membran, dapat
berasal dari film-forming (pembuat lapisan tipis) polimer natural atau sintesis.
Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik bahan aktif, juga
proses yang digunakan untuk membuat mikrokapsul. Hal ini dikarenakan
mempengaruhi stablitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir, dan stabilitas fisik
dan daya simpan setelah pengkapsulan. Bahan pelapis harus tidak larut dan tidak
bereaksi terhadap zat aktif. Pelapis dapat rusak secara mekanik, misalnya akibat
dikunyah, pemanasan, terlarut dalam solvent (pelarut), perubahan pH, terdegradasi
oleh enzim contohnya pelapis dari lemak (lipid) dapat terdegradasi akibat enzim
lipase, dan bahan aktif berdifusi ke lingkungan. Gum arab, maltodekstrin, dan whey
merupakan beberapa jenis enkapsulan yang sering digunakan. Bahan di dalam
enkapsulasi disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi. Bahan inti dapat berupa
emulsi, kristal, suspensi padatan, atapun gas. Inti dalam mikrokapsul dilepaskan
http://jatp.ift.or.id/index.php/jatp/article/download/70/38.
EnkapsulasiCabaiMerahdenganTeknikCoacervationMenggunakan
AlginatyangDisubstitusidenganTapiokaTerfotooksidasi
NikenWidyaPalupi,PanduKhrisnaJuangSetiadi,SihYuwanti
http://www.ilmagiindonesia.org/?p=582