Struktur Baja 1 PDF
Struktur Baja 1 PDF
(Created 24/1/07)
Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080
(Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta
sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap
berbagai kombinasi pembebanan.
Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban
terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat
berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.
Waktu:
Tempat:
Mulai kuliah:
UTS:
Akhir kuliah:
5 Februari 2007
26 ~ 30 Maret 2007 (minggu ke 8)
18 Mei 2007
Handout:
KT
(2007)
14/2
21/2
28/2
14/3
28/3
25/4
9/5
16/5
TU
Presence Ticket:
Nilai:
Tatap Muka
(minggu ke & tgl)
1(5/2, 9/2)
2(12/2, 16/2)
2(16/2), 3(19/2)
3(23/2), 4(26/2)
4(2/3), 5(5/3, 9/3)
6(12/3, 16/3), 7(23/3)
9(2/4), 10(9/4)
10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4)
11(20/4), 12(23/4)
12(27/4), 13(30/4, 4/5)
14(7/5)
14(11/5), 15(14/5)
UAS
Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%)
A92
92<B82
82<C72
72<D62
Rujukan lainnya:
1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) optional]
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042).
3. AISC
Asisten:
Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi
H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf
BAB I
Pengantar
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang
menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan
pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis
struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa
layannya.
Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam
proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta.
Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi
dasar poses pengambilan keputusan yang baik.
Struktur optimum dicirikan sebagai berikut:
a. biaya minimum,
b. bobot minimum,
c. periode konstruksi minimum,
d. kebutuhan tenaga kerja minimum,
e. biaya manufaktur minimum,
f. manfaat maksimum pada saat layan.
Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan
pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul
secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang
berlaku.
Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut:
1. Perancangan. Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan
yang optimum.
2. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1.
3. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul.
4. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur
berdasarkan Step 1, 2, 3.
5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan.
6. Evaluasi perancangan struktur optimum.
7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6.
8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7.
Beban
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan
peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban mati adalah bebanbeban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain
berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup
Pengantar
Sindur P. Mangkoesoebroto
Sindur P. Mangkoesoebroto
mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan
(R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi
distribusi tipikal sebagai berikut,
Frekuensi
Tahanan (R)
Beban (Q)
Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan
ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,
Frekuensi
ln (R/Q)
Gagal
ln ( R/Q )
0
ln ( R/Q )
Rn i Qi
Pengantar
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana
Sindur P. Mangkoesoebroto
ln (R/Q) = ln R
ln R
Q
=
VR2 + VQ2
dimana
VR = R
VQ =
R
Q
D&L
D&L&W
D&L&E
Indeks Keandalan,
Peluang Kegagalan, pf
()
~ 1,35
~ 0,0034
~ 6,2
~ 40
2,33
3,09
3,72
4,26
Pengantar
Peluang Kegagalan, pf
()
10
1
0,1
0,01
Sindur P. Mangkoesoebroto
BAB II
MATERIAL
Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis:
rendah ( 0,15%)
800
700
Baja aloi
Kuat leleh minimum
fy = 700 MPa
Tegangan (MPa)
Tipi
500
400
fy = 350 MPa
300
200
Baja karbon;
BJ 37
fy = 240 MPa
100
10
15
20
25
30
35
Regangan (%)
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa)
atau baut mutu tinggi (fub=725825 MPa; fyb=550650 MPa).
Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345
MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).
Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada
gambar dibawah ini.
5 regangan, fy = 700 MPa
800
(c)
Tegangan (MPa)
600
500
2 tangens
(b)
400
(a)
300
Est
Kuat leleh
Daerah elastis
Daerah plastis
200
Penguatan regangan
hingga regangan kuat tarik
100
E
st
5
10
15
20
25
Regangan ()
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
1
( 1 2 )2 + ( 2 3 )2 + ( 3 1 )2 f y 2
2
dimana e adalah tegangan efektif.
e2 =
e 2 = 1 2 + 2 2 1 2 f y 2
atau
12
fy
22
fy
1 2
fy
2 = 1
= 1
2 = 1
fy
1
2 = 1
+1,0
Keadaan tegangan
geser murni
45o
-1,0
+1,0
1
fy
2 = 1
-1,0
1
2 = 1
Keadaan tegangan
hidrostatis
Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut
max
max =
Material
1 2
2
Sindur P. Mangkoesoebroto
2 = |1|
1
max
2 = -|1|
2 = |1|
dan
max =
1 + 1
= 1
2
e = 3 12 = 3 2y = f y2
y =
1
f y 0,6 f y
3
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
f
.
y
Tegangan
Kuat tarik
A
Peningkatan kuat leleh
karena penguatan regangan
Kemiringan
elastis
Kuat fraktur
D
Daerah plastis
Regangan
Penguatan regangan
Daerah elastis
Regangan
permanen
Tegangan
Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian
dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan
hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut
telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan
memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang
lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya
lebih kecil.
Peningkatan tegangan
akibat strain aging
E
C
Regangan
Daerah regangan setelah
penguatan regangan dan
strain aging
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
Keruntuhan Getas
Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas
akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil.
Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya < y maka beban
layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam
sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak
lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada y. Hal ini yang
sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
Buruk
Baik
Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbedabeda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat
baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah
transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun,
daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila
proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka
daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan;
bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.
Transversal
Arah gilas
Z = ketebalan
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
Keruntuhan Lelah
Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat
leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan
terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang
terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.
Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Jumlah siklus pembebanan
2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh)
3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan
pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting.
Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan
kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.
Material
Sindur P. Mangkoesoebroto
6.2.2
Kombinasi pembebanan
(6.2-1)
(6.2-2)
(6.2-3)
(6.2-4)
(6.2-5)
(6.2-6)
Keterangan:
D
Pengantar
Sindur P. Mangkoesoebroto
BAB III
KOMPONEN STRUKTUR TARIK
Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat (
siku (
), siku bintang (
), kanal tunggal/dobel (
), siku (
,
), dobel
Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur
pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c)
keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.
Untuk kasus (a) berlaku, tahanan tarik nominal
Nn = fy Ag ..
yang mana
(1)
< fy
T1
fy
T1
T2 > T1
T2 > T1
< y y
fy
T3 > T2
T3 > T2
Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi
konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.
Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya
fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,
Nn = fu Ae ..
yang mana
(2)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Perhatikan bahwa fu telah digunakan dalam Pers. (2) untuk daerah lokal
sedangkan fy digunakan pada Pers. (1) untuk daerah yang lebih panjang.
Sebetulnya fu juga dapat digunakan pada Pers. (1) namun hal ini akan
menyebabkan perpanjangan total yang cukup besar sehingga menimbulkan
redistribusi gaya yang berlebihan kepada komponen-komponen struktur lainnya.
Karena koefisien variasi dari fu lebih besar daripada koefisien variasi dari fy maka
faktor tahanan = f (untuk fu) juga lebih kecil daripada faktor tahanan = y
(untuk fy).
Luas neto
Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan
termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm
lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut
akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis
diameter lubang diambil sebagai diameter lubang + 1,5 mm atau diameter alat
pengencang + 3 mm.
Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang
lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga
mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih
baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.
Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter
alat pengencang + 0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat
yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.
Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung)
tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, An0,85 Ag.
Contoh:
l = 10 mm (punching)
d = 75 mm
t = 6 mm
Ag = t . d = 6 * 75 = 450 mm2
An = [d (l + 1,5)] * t
= [75 (10 + 1,5)] * 6
b
T
sg
e
f
d
sp
Sindur P. Mangkoesoebroto
s 2p
4s g
Contoh:
a
b
100
400
100
f
d
30 30
l = 17,5 mm (punching)
sg1
t
sg2
Contoh:
60.60.6
27
60
33
t
33
27
sp
Sindur P. Mangkoesoebroto
sg1 = sg2 = 33 mm
sg = sg1 + sg2 t = 33 + 33 6 = 60 mm
l = 10 mm (punching)
Ag = 691 mm2
60
27
sg = 60
c
27
sp = 30
Panjang
a-b-c-d :
(60 + 54 ) (l + 1,5)
= 114 (10 + 1,5) = 102,5 mm
Panjang
a-b-e-f :
(60 + 54 ) 2 (l + 1,5) +
= 114 2 * 11,5 +
30 2
4 * 60
30 2
= 94,75 mm
4 * 60
(~ 83% Ag)
Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas
penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga
didapat
Ae = U An
yang mana
x
L
0,9
Sindur P. Mangkoesoebroto
x
x = max ( x 1 , x 2 )
x2
c.g
x1
c.g dari penampang I
l 2w
1,5w l 2w
w l < 1,5w
U = 1,0
U = 0,87
U = 0,75
Akontak
T/2
WF 300.300.10.15
T/2
50
50
L = 50 + 50 = 100 mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
300
15
135
+ 15
300 * 15 * 7,5 + 135 * 10 *
2
x =
300 * 15 + 135 * 10
150
10
= 24,80 mm
Penampang I
U = 1
24,80
= 0,75
100
Ae = 0,75 An
Geser Blok
b
tarik
c
Contoh:
tarik
Tn
60
80
60
l = 23,5 mm (punching)
t = 6 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
tarik
80
geser
1
60
200
Sindur P. Mangkoesoebroto
Blok geser c:
Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 6 * (80 + 60)
+ 370 * 6 * [60 (23,5 + 1,5)] = 120960 + 105450
= 22,6 ton
atau
Tn
(menentukan)
: 0,6 fy Agv
geser
fraktur : 0,6 fu Anv
leleh
: fy Agt
tarik
fraktur : fu Ant
Kriteria Kelangsingan Komponen Struktur Tarik
Kelangsingan komponen struktur tarik, = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang
tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak
berlaku untuk profil bulat.
Sindur P. Mangkoesoebroto
Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama
akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris
terhadap garis netral komponen struktur tarik.
Contoh:
60
1
2
40
300
80
3
Tn
40
80
2
1
t = 8 mm
l = 23,5 mm (punching)
BJ 37: (fy = 240, fu = 370)
60
30 30
1
Tn
10
Potongan 1-3-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% Tn
An = 8 [300 3 (23,5 + 1,5)] = 1800 mm2 (75% Ag)
Tn = Ae fu = U An fu
U = 1
4
= 0,96 0,9
3 * 30
U = 0,9
Potongan 1-2-3-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% Tn
30 2
* 4] = 1580 mm2 (66% Ag)
An = 8 [300 5(23,5 + 1,5) +
4 * 40
Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1580 * 370 = 52,6 ton (menentukan)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Potongan 1-2-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-2-1 sebesar 90% Tn
An = 8 [300 4(23,5 + 1,5) +
30 2
* 2] = 1690 mm2 (70% Ag)
4 * 40
90% Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1690 * 370 = 56,3 ton
Tn = 62,5 ton
t Tn Tu
(1)
y Tn = 0,9 fy Ag
(2)
f Tn = 0,75 fu Ae
(3)
Tn = 0,75 fu Ant
(5)
Kombinasi geser-tarik:
a) Bila
Keruntuhan
blok geser
Sindur P. Mangkoesoebroto
Contoh:
Bila D = 2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur
tarik berikut.
L = 180
30
120.120.8
120
60
Tu(D,L)
30
30 30 30
x = 32,4 mm
Ag = 1876 mm
30 2
*8
4 * 60
30 2
*8
4 * 60
An
U = 1
= 1
= 1594 mm2
x
0,9
L
32,4
= 0,82
180
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
L + 1,6 L = 2,4 L
Td
= 15 ton
2,4
2
2
L = *15 = 10 ton
3
3
D + L = 10 + 15 = 25 ton
Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap
profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.
30
50
30
70.70.6
50
50
geser
70
40
Tu
tarik
X = 19,3 mm
2
Ag = 813 mm
x
0,9
L
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
= 1
f Tn
19,3
= 0,89
50 * 3
(menentukan)
Jadi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
R, normal
S, normal
Sn
Rn
Sindur P. Mangkoesoebroto
R, S
fG (g)
g = R S (normal)
G
gagal
g=RS
Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua
besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi
nilai rerata, dan indeks keandalan () adalah invers dari koefisien variasi, atau
Indeks keandalan, = V -1 =
Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S
adalah dua varibel acak yang tak-bergantung),
G = R - S
2
G = R + S
= G =
.................................................. (1)
2
2
G
+
R
p f = f G (g ) dg
-
- - G
0 - G
-
=
G
G
- +
R
S
=
-0
2
2
R
S
p f = 1 - ( )
R = S + R + S
Sindur P. Mangkoesoebroto
= S +
atau
R + S
R + S
( R + S )
R (1 - VR ) = S + S ........................................... (2)
dimana
=
2R + S2
R + S
VR = R
R
2D + 2L
D + L
atau
2D + 2L
R - S
-
1 VD D
VR R = 1 + R S
R + S D + L
R + S
2D + 2L
-
VL L ....................... (3)
+ 1 + R S
R + S D + L
Jadi
-
= 1 - R S VR
R + S
D =1+
2
2
R - S D + L
VD
R + S D + L
L =1+
2
2
R - S D + L
VL
R + S D + L
Sindur P. Mangkoesoebroto
Dn
D
L
L = n
L
D =
R - S D + L
R - S
VR
1+
VD
1
R + S D + L
R + S
R =
Dn
n
R
D
2
2
1 + R - S D + L V
L
R + S D + L
+
Ln
L
L = L
L
dan angka kemanan tunggal (SF) adalah:
Rn
SF =
Dn + Ln
(1 VR ) R
R
(1 + VD ) D
D
(1 + VL ) L
L
dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal = 0,75 dan
= 0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi.
Untuk contoh diatas diberikan
TD = Dn = 9,75 * 104 N
TL = Ln = 14,6 * 104 N
Rn = 240 * 2 * 812,7 = 39 * 104 N
Sindur P. Mangkoesoebroto
Anggap
R = 0,952
D = 1,05
L = 1,00
VR = 0,11
VD = 0,1
VL = 0,3
R =
R n 39 * 10 4
=
= 40,97 * 10 4 N
R
0,952
D =
D n TD 9,75 * 10 4
=
=
= 9,28 * 10 4 N
D D
1,05
L =
L n 14,6 * 10 4
=
= 14,6 * 10 4 N
L
1
S = 2D + 2L = (0,928 * 10 4 ) + (4,38 * 10 4 )
= 4,5 * 104 N
4,5 * 10 4
= 0,19
VS = S =
S 23,9 * 10 4
2
R - S = 17,07 * 104 N
R + S = 9,01 * 104 N
D + L = 5,31 * 104 N
2D + 2L = 4,48 *10 4 N
2R + S2 = 6,37 * 10 4 N
2D + 2L
D + L
VD = 1 +
Sindur P. Mangkoesoebroto
L =1+
R - S
R + S
2D + 2L
D + L
VL = 1 +
- < y <
Y = mY
y = ln x
m Y adalah median, m Y = y FY (y ) =
2
dimana : FY (y ) = f Y () d
-
Sindur P. Mangkoesoebroto
f X (x )
Y = ln X , 0 < x <
normal
mean , X
median , m X
mod e
Median:
1
= F [Y m Y ] = F [X m X ] = F [Y ln m X ]
2
maka m Y = Y = ln m X
dan Y ln X
Fungsi kerapatan normal adalah:
1
f Y (y ) =
1 y-
Y
exp -
2
2 Y
1 y - 2
dy 1
1
Y
f X (x ) = f Y ( y )
exp -
=
dx x Y 2
2
Y
2
1 1
1
x
=
ln
exp -
m X
2 Y
x Y 2
Momen ke-r:
[ ]
E X r = x r f X (x )dx
0
1
x r-1
=
exp 2
0 Y 2
2
1
x
ln
dx
m
X
Y
gunakan
p =
e p Y
1
x
ln
Y
mX
x
=
mX
x 0
p-
x = m X e p Y dx = m X Y e p Y dp
diperoleh:
[ ]
E Xr =
m rX
2
1 2
- p + rp Y
2
dp
Sindur P. Mangkoesoebroto
Catatan:
b2
exp 2 , a > 0
a
4a
2
2
exp (- a x bx )dx =
untuk
1
1
a=
2
2
b = r Y
1 2
1 2 2
exp - 2 x + Y rx dx = exp 2 Y r 2
a2 =
sehingga
[ ]
E X r = m rX exp ( 12 r 2 2Y )
untuk
r = 1 E[X ] = X = m X exp ( 12 2Y )
[ ]
= E X =m
2
X
[ ]
exp (2 ) - m
r = 2 E X 2 = m 2X exp (2 2Y )
2
X
2
X
2
Y
2
X
2
Y
= m 2X e Y e Y 1 = 2X e Y 1
mX = X e
12 2Y
2
2X
V = 2 = e Y 1
X
atau
2Y = ln VX2 + 1
2
X
Y = ln m X = l n X -
1 2
Y
2
ln 1 + x 2 ~ x 2 untuk x 0,3
Catatan:
sehingga bila VX 0,3 maka
2Y ~ VX2 atau Y ~ VX
dan
Y ~ ln X
Bila R adalah tahanan dan S = D + L adalah beban maka bila R, S lognormal dan
tak-bergantung maka
R
g (R, S) =
lognormal
S
ln g = ln R - ln S normal
ln g = ln R - ln S
Sindur P. Mangkoesoebroto
Untuk lognormal
ln R = l n R -
l2n R
1
2
l2n R = ln 1 + VR2
Sehingga
ln g = l n R -
1
2
l2n R - ln S +
= ln R +
S
1
2
= ln R +
S
1
2
= ln R
S
1 2
2 ln S
[ln (1 + V ) - ln (1 + V )]
2
S
2
R
1 + VS2
ln
1 + V2
R
1 + VS2
1 + VR2
dan
(
)
)(
= ln 1 + VR2 1 + VS2
)(
ln 1 + VR2 1 + VS2
ln g =
sehingga
ln g
ln R
S
ln g
1 + VS2
1 + VR2
)(
ln 1 + VR2 1 + VS2
............................. (4a)
............................................................... (4b)
1 + VR2
R = S
1 +
atau
)(
VS2
exp ln 1 + VR2
exp ln 1 + VS2
R
S
1 + VR2
1 + VS2
exp ln 1 + VD2
= D
1 + VD2
+ L
exp ln 1 + VL2
..... (5)
1 + VL2
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana
=
)(
ln 1 + VR2 1 + VS2
ln 1 + VR2 +
ln 1 + VS2
exp ln 1 + VS2
exp ln 1 + VD2
exp ln 1 + VL2
= D
+ L
1 + VS2
1 + VD2
1 + VL2
exp ln 1 + VR2
exp ln 1 + VD2
exp ln 1 + VL2
R =
Dn +
Ln
n
2
2
2
R 1 + VR
D 1 + VD
L 1 + VL
exp ln 1 + VR2
=
1 + VR2
exp ln 1 + VD2
=
1 + VD2
exp ln 1 + VL2
=
2
1 + VL
D = D
D
L = L
L
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
SF = 1,60
SF = D = L
sehingga akan timbul D dan L yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan
yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati.
Pada contoh sebelumnya (lognormal)
D = 4,0 pf ~ 0,03
L = 2,1 pf ~ 18
Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 ) jauh lebih besar daripada
peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 ).
Pada perencanaan LRFD untuk batang tarik digunakan (leleh lapangan)
0,9 Rn = 1,2 Dn + 1,6 Ln
Rn
L
= 1,33 + 1,78 n
atau
........................................................ (6)
Dn
D
n
Dn
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
1.625
SF
1.6
1.575
1.55
1
1.25
1.5
1.75
L n / Dn
Ln
< 2 , sedangkan pada struktur beton,
Dn
Ln
< 1,5 .
Dn
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
Biaya Struktur
Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan.
Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka
makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil
biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian
akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik
stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya
struktur menurut persamaan berikut ini.
Ct = Ci() + Pf() Cf
atau
dimana
C t C i ( )
=
+ Pf ( )
Cf
Cf
C t a(1 + b )
=
+ c exp(- / d)
Cf
Cf
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
Ct/Cf
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
1
1.5
2.5
3.5
Nilai (Ct/Cf)min= 0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target T= 2,0 dengan
peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah Ct= 0,32 x Cf= 0,32 x
Rp. 25 M= Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya.
Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks
keandalan, , sama dengan T. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk >T
kurva Ct/Cf adalah linier sedangkan untuk <T kurva Ct/Cf adalah exponensial.
Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat
daripada untuk yang terlalu besar.
Level dalam Metode Perencanaan Struktur
Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut
sofistikasinya sebagai berikut:
Level 1: Adalah metode perencanaan menggunakan cara deterministik. Dalam
cara ini termasuk metode perencanaan menggunakan angka keamanan
tunggal (ASD) atau angka keamanan parsial (LRFD). Metode LRFD
diturunkan menggunakan konsep perencanaan Level 2.
Level 2: Metode perencanaan dengan kriteria kedekatan indeks keandalan
perencanaan terhadap suatu indeks keandalan target atau parameter
keamanan lainnya.
Level 3: Metode perencanaan menggunakan analisis keandalan secara penuh
untuk mendapatkan peluang keruntuhan struktur akibat berbagai-bagai
kombinasi pembebanan. Kriteria perencanaan didasarkan pada kedekatan
indeks keandalan aktual terhadap indeks keandalan optimum.
Level 4: Metode perencanaan dimana biaya total menjadi kriteria optimasi.
Metode ini memaksimumkan fungsi kinerja yang membedakan
keuntungan dan biaya sehubungan dengan perencanaan struktur tertentu.
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
BAB IV
KOMPONEN STRUKTUR TEKAN
Analisis tekuk elastis dilakukan sebagai berikut:
L
P
u(x)
x
M(x)
M(x)
x
M(x) = P u(x)
u(x)
d2u
M(x)
P u(x)
= = 2
dx
EI
EI
d 2 u(x)
P
+
u(x) = 0
2
dx
EI
saat
P
EI
x = 0 u(x = 0) = 0 = . 0 + . 1 = 0
x = L u(x = L) = 0 = sin kL
n 2 2
L2
dan P =
n 2 2
L2
EI, n = 1, 2, ..
2
EI
2
EA
dimana
M(x) = P u(x) = P sin nx/L
M2(x) = P2 2 sin2 nx/L
Sindur P. Mangkoesoebroto
Energi,
U =
P 2 2 sin 2 nx/L
dx +
2EI
P2 2 L
1 P2L
P2L
+
=
4EI
2 EA
2EA
P2
dx
2EA
2r 2 + 1
4 1 EI
2 2 L
yang mana = L
2 EA
2
Pcr
2 E
lebih kecil daripada fy. Hal
A
2
ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( > 110). Untuk nilai yang
cukup kecil ( < 110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh
pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang
terjadi adalah tekuk in-elastis.
Sindur P. Mangkoesoebroto
P/A
Py /A
Pp /A
elastis ( > 110)
fy
in-elastis: cr =
2 E '
2
fy
fy /2
elastis:
fy
cr =
2 E
2
<fy
(fy = 240)
20
110
90
y 1
1/
M(x)
d2u 1
= 2
E' I
dx
du
0,2
dx
u,y
M(x) =
y dA = y (1- 2E3)
t
dA = - y
Lihat catatan
E t dA
1
M(x)
E t y 2 dA
= E t y 2 dA = +
E' I
E' =
1
2
E t y dA
I
Sindur P. Mangkoesoebroto
Catatan:
1. Penyerdahanaan dari hubungan tersebut telah menimbulkan ketidaktelitian
dalam hasilnya, namun, dalam konteks praktis hal tersebut dapat diterima.
2. Dalam bahasan diatas Et adalah point-to-point tangent modulus dan E adalah
sectional modulus of elasticity.
Untuk material elasto-plastis berlaku berikut
E
(A) y, elastis
Et (A) =
E' =
E
I
cr =
2
y dA = E
elastis
2 E'
2
Ie
I
2 E Ie
fy
2 I
lim cr = f y
2 E
2y
= fy
y =
2 E
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
Contoh:
Sumbu tekuk (lemah)
diabaikan
b/4
b/4
b/2
fy /2
fy /2
Namakan f = P
fy/2
= fy/2 = P/A
fy
2 E
cr =
fy/2
21
fy
P
=
A
2
2 E
fy
1 =
Ie
=
I
cr =
t f (b / 2) 3
1
12
1
12
fy
2
tf b
=
cr = fy =
Namakan c =
2 E I e /I
22
2 E I e /I
23
fy
E
1
8
2 =
3 =
1
2
1
2 2
2 E
fy
2 E
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
1 = 128,
c1 = 1,4
cr = fy /2
2 = 45,
c2 = 0,5
cr = fy /2
3 = 32,
c3 = 0,35
y = 91,
cy = 1
cr = fy
fy
Reduksi akibat
tegangan sisa
2
fy/c
fy /2
3 = 32
2 = 45
0,35
y = 91
1 = 128
1,4
0,5
Contoh:
web diabaikan
fy /2
fy /2
+
b/4
b/4
fy /2
b/4 b/4
fy /2
cr =
2 E
21
fy
1 =
2 E
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
Ie = ? , f = P/A
x0 = (1 - f /fy) b
fy
cr =
2 E Ie
= f
22 I
Ie
=
I
1
12
t f (2 x 0 ) 3
1
12
t f b3
= 8 (1 - f f y ) 3
2 E
2 E Ie
8 (1 - f/f y ) 3
=
=
fy f / fy
f I
2
2
=
atau
3
2 E 8 (1 - f/f y )
fy
f / fy
2 =
Bila c =
2 E
fy
fy
E
8 (1 - f/f y ) 3
f/f y
maka c1 =
c2 =
dan
8 (1 - f/f y ) 3
f / fy
f
fy
Reduksi akibat
tegangan sisa
0,5
Sindur P. Mangkoesoebroto
(0.9,1)
cr 1
=
fy
(1,1)
(1.4,0.5)
(1.2,0.56)
Leleh
In-elastik
1
2c
Elastik
1,6 0,67 c
1,43
SNI
c =
Komponen Struktur Tekan
AISC
1 1
1,25 2c
fy
E
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana y =
2E
; c =
y
fy
Nn = Ag fy
cr
1
= Ag fy
fy
c 0,25
Untuk
=1
=
(leleh)
1,43
1,6 0,67 c
= 1,25 2c
(tekuk in-elastis)
(tekuk elastis)
fy / E
y > x di
y
h
a
r
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana
2
21y
2
1+
ry
1 adalah perbandingan separasi
r1y
Panjang Tekuk
Dalam perhitungan kelangsingan, = Lk/r , harus digunakan panjang tekuk, Lk,
yang sesui dengan kondisi ujung-ujung batang tekan. Panjang tekuk di tentukan
berikut ini.
Lk = 0,65L
(Teoritis: 0,5)
Lk = 0,8L
(0,7)
Lk = 1,0L
(1,0)
Lk = 2,1L
(2,0)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Lk = 2L
(2,0)
10
I
L
k
b
IWF
300.300.10.15
L = 4000 mm
h = d 2 (tf + r0)
d = 300 mm
b = 300 mm
tw = 10 mm
tf = 15 mm
Nu = 200 t
r0
h
rx
ry
=
=
=
=
18 mm
234 mm
131 mm
75,1 mm
Flens
bf 2
300 2
=
= 10
tf
15
p =
170
fy
bf / 2
170
<
tf
fy
170
240
h
234
=
= 23,4
tw
10
= 10,97
p =
Pen. kompak
500
fy
h
500
<
tw
fy
500
240
= 32,27
Pen. kompak
Penampang kompak
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
Panjang tekuk:
kc = 0,8
L
= 4000 mm
Lk
3200
= 24,42
=
rx
131
y =
Lk
3200
= 42,6
=
75,1
ry
fy
24,42
240
= 0,27
200 *10 3
x =
=
cr =
fy
x
1,43
1,6 - 0,67 cx
1,43
= 1,01
1,6 - 0,67 * 0,27
240
= 238 MPa
1,01
OK
fy
fy
y
42,6
240
= 0,47
200 * 10 3
y =
1,43
= 1,11
1,6 - 0,67 * 0,47
240
= 216 MPa
1,11
OK
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
Contoh:
y
8 mm
Nu
100.100.10
x
y
L = 4000
Untuk 1 profil:
rx = ry = 30,4 mm
r = 19,5 mm
Ag1 = 1900 mm2
Nu = 40 t
b = 100 mm
t = 10 mm
I1y = I1x = 175 * 104 mm4
200
240
= 12,9
200
b
(= 10) <
(= 12,9)
t
fy
Penampang tak-kompak
L = 4000 mm
x =
Lk
3200
=
= 105
rx
30,4
cx =
fy
E
105
240
= 1,16
200 * 10 3
x =
1,43
1,43
= 1,74
=
1,6 - 0,67 *1,16
1,6 - 0,67 cx
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
cr =
fy
240
= 138 MPa
1,74
= 2 * 1900 * 138 = 52 ton
x
Nn = Ag cr
Nu
40
=
= 0,90 < 1
0,85 * 52
c N n
OK
8 mm
1y
ry =
2 Iy
A1
372 *10 4
= 44 mm
1900
1y
y
s
0 =
s = 32,2 mm
Lk
3200
=
= 73
ry
44
a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,
a
L/3
4000/3
=
=
= 68
r
r
19,5
2m = 20 + 2 = 73 2 + 68 2 = 9953
a
L/3
4000/3
=
=
= 44
r1y
30,4
30,4
h/2
2s/2
s
32,2
=
=
=
= 1,06
r1y
r1y
r1y
30,4
2m = 20 + 0,82
2
1,06 2
2
2
=
73
+
0,82
* 44 2 = 6169
1y
2
2
1 + 1,06
1+
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
Contoh:
y
Nu
300
tf = 15 mm
x
150
tw = 10 mm
L = 4000 mm
T 150.300
y
b = 300 mm
d = 150 mm
tw = 10 mm
tf = 15 mm
Nu = 80 t
Web
d
150
=
= 15
tw
10
335
fy
335
240
= 21,62
335
d
(= 21,62)
(= 15) <
tw
fy
Penampang tak-kompak
Sindur P. Mangkoesoebroto
15
fy
cr =
fy
x
88
240
= 0,97
200 * 10 3
x =
1,43
= 1,51
1,6 - 0,67 * 0,97
240
= 159 MPa
1,51
OK
fy
43
240
= 0,47
200 * 10 3
y =
1,43
= 1,12
1,6 - 0,67 * 0,47
cr =
240
= 215 MPa
1,12
OK
Sindur P. Mangkoesoebroto
16
Tabel 7.5-1
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen
Perbandingan
lebar terhadap
tebal
()
(tak-kompak)
(kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur
b/t
b/t
b/t
250 /
fy
b/t
200 /
fy
d/t
335 /
fy
b/t
170 /
f y [c]
170 /
f yf
370 /
f y f r [e]
420
( f yf f r ) / k e
290 /
f y / k e [f]
b
< p ;
t
b
< r ;
t
b
> r .
t
Sindur P. Mangkoesoebroto
[e][f]
17
Perbandingan
lebar
terhadap tebal
()
p
(kompak)
b/t
500 /
b/t
h/tw
h/tw
(tak-kompak)
625 /
fy
fy
830 /
1.680 /
f y [c]
Untuk
Nu /bNy<0,125 [c]
2.550 /
fy
f y [g]
[g]
2.550 0,74 Nu
1
b N y
f y
1.680 2,75 N u
1
b N y
f y
Untuk Nu/bNy>0,125
[c]
500
N 665
2,33 u
b N y
f y
fy
b/t
Elemen-elemen lainnya yang
h/tw
diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya
D/t
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh
pelat sayap fyf sebagai ganti fy.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3.
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.
[e] fr
665 /
fy
[d]
22.000/fy
14.800/fy
62.000/fy
= tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang gilas
= 115 MPa untuk penampang tersusun
[f] k e =
4
h / tw
Sindur P. Mangkoesoebroto
18
tf
tf
hc
tw
hw
hw
hc
Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Gambar 7.6-1
Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.
Sindur P. Mangkoesoebroto
19
Gambar 7.6-2
(a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk komponen struktur bergoyang.
Sindur P. Mangkoesoebroto
20
BAB V
KOMPONEN STRUKTUR LENTUR
(Flens Tekan Terkekang Penuh Secara Lateral)
Komponen struktur lentur adalah komponen stuktur yang menggabungkan batang
tarik dan batang tekan dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat
bersifat tetap atau berubah sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang
komponen struktur lentur yang memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan
terbebas dari semua jenis tekuk serta dibebani pada pusat gesernya, tegangan
lentur dapat ditentukan dengan cara berikut ini,
Mx My
=
+
Sx
Sy
Mx cy
Ix
M y cx
Iy
yang mana:
Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x
dan sumbu-y,
Ix, Iy adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan
sumbu-y,
cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem
masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,
cy
cy
cx
Sx =
Ix
cy
Sy =
Iy
Sx =
cx
Ix
cy
Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan
elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada p, berlaku berikut ini,
< y, < fy
= y, = fy
> y, = fy
>> y, = fy
cy
z
M
M < My
M = My
My < M < Mp
Sindur P. Mangkoesoebroto
M = Mp
4
Kondisi c: M = z dA =
z 2 dA =
I x = S x ( < f y )
c
cy
cy
y
f
I
z
d : M = f y z dA = y z 2 dA = f y x = f y S x = M yx
cy
cy
cy
f : M = Mpx = f y z dA = f y z dA = f y Z x
yang mana Zx =
Mp
My
M px
M yx
adalah:
Zx
Sx
Faktor penampang terhadap sumbu-x, x, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~
1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y, y, dapat mencapai 1,5.
Contoh:
Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y, y, dari profil IWF berikut:
tf
tf
tw
b
y
t t
b b
Zy = 2 2 t f + (d - 2t f ) w w 2
2 4
2 4
1
1
= t f b 2 + (d - 2t f ) t 2w
2
4
1
1
Iy =
t f b 3 2 + (d - 2t f ) t 3w
12
12
1
1
= t f b 3 + (d - 2t f ) t 3w
6
12
Iy 1
2 1
2
= t f b 3 + (d - 2t f ) t 3w
Sy =
b
6
b 12
b
2
1
1 d - 2 tf 3
= t f b2 +
tw
3
6 b
Sindur P. Mangkoesoebroto
y =
Zy
Sy
1
2
tf b2 +
1
4
(d - 2t f ) t 2w
d - 2t f 3
1
t b + 16
t
3 f
b w
3
= 1,5
2
Sendi Plastis
Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang
balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan
tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram
momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami
plastifikasi adalah sebagai berikut:
M
Plastifikasi
Mp
Daktilitas kelengkungan,
= u
p
My
Mr
y p
Agar suatu penampang dapat mencapai u maka harus dipenuhi tiga persyaratan
yaitu kekangan lateral balok, b t pada flens tekan, dan h w t w pada web.
Balok yang Terkekang Secara Lateral
Syarat tahanan,
b M n M u
yang mana,
Penampang
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mn
kompak
tak kompak
langsing
Mp
Mr
(= b/t)
- p
r -
Mp +
Mr , p < < r
r - p
r - p
yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web), p, r lihat
Tabel 7.5 1 (Peraturan Baja Indonesia).
Untuk penampang balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus
berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (fyf fr) dan fyw.
Contoh:
Rencanakan balok berikut dengan beban mati D = 300 kg/m dan L = 1200 kg/m.
Bentang balok adalah l = 10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral.
Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.
Jawab:
qn
l = 10.000
Sindur P. Mangkoesoebroto
1
* q u * l2
8
1
N
*10.000 2 mm 2 = 28,5 t - m
* 22,8
mm
8
b M n M u
atau Mn
M u 28,5 t - m
=
= 31,7 t - m
b
0,9
Flens =
2t f
170
h
Web = w
tw
1680
370
fy
fy - fr
2550
fy
fy
Zx = b tf (d tf) + tw (
d
d
- tf)2
2
1
1
tf b2 + (d 2tf) tw2
2
4
hw = d 2 (ro + tf)
Zy =
tw
BJ 37 :
(ro = 18 mm)
p
300
f =
=
= 10
2t f 2 * 15
10,97
28,4
108
165
Penampang kompak.
Sindur P. Mangkoesoebroto
Zx = b t f (d - t f ) + t w - t f
2
300
- 15
= 300 *15 (300 - 15) + 10
2
3
= 1.464.750 mm
l 10.000
=
= 33
d
300
BJ 55 :
r
20
126
p
8,4
83
f (= 10)
w (= 23,4)
(ro = 18 mm)
Mp = fy . Zx = 410 * 1.464.750 = 60 t m
I
Mr = (fy fr) Sx = (fy fr) x
d
2
= (410 70)
20,4 * 10 7
= 46 t-m terlalu kuat
300
2
f
w
125
= 8,9
=
14
190
= 21
=
9
8,4
20
83
126
Zx = b tf (d tf) + tw - t f
2
250
3
= 936.889 mm
(ro = 16 mm)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Sx =
I x 10,8 * 10 7
= 864.000 mm3
=
250
d
2
2
Mp = fy Zx = 410 * 936.889 = 38 t m
Mr = (410 70) * 864.000 = 29,4 t m
Mn =
=
- p
r -
Mr
Mp +
r - p
r - p
20 - 8,9
8,9 - 8,4
* 38 +
* 29,4 = 37,6 t - m
20 - 8,4
20 - 8,4
Mn (= 37,6 t m) >
Mu
(= 31,7 t-m) . OK
b
Lendutan Balok
s = -
M1 l 2
16 EI
M1
qo
l/2
s =
l/2
5 qo l
5 1
5 Mo l2
2 l
q
l
=
=
o
384 EI
48 8
EI 48 EI
4
1
dimana M o = q o l 2
8
a
b
P
S
l/2
s =
Pb
(3l 2 - 4b 2 )
48 EI
l/2
b< l
Sindur P. Mangkoesoebroto
qo
M2
M1
1
qo l2
8
M1
M2
Mo
Ms
M2
M1
s =
5 M o l 2 M1 l 2 M 2 l 2
48 EI
16 EI 16 EI
=
Karena
1 l2
(5M o - 3M1 - 3M 2 )
48 EI
Mo = M s +
s =
M1 + M 2
2
maka
1 l2
5
5
5M s + M 1 + M 2 - 3M 1 - 3M 2
48 EI
2
2
5 l2
(M s - 0,1 M1 - 0,1 M 2 )
48 EI
Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.
V Q( y )
I t (y )
Sindur P. Mangkoesoebroto
dA
y
garis netral
V
d tw
yang mana
atau
Vn = y d tw = 0,58 fyw d tw
~ 0,6 fyw d tw . (*)
tw
f yw
yang mana
v = 0,9 ,
Vn adalah tahanan geser nominal,
Vu adalah gaya lintang terfaktor.
Contoh:
Tentukan tahanan geser rencana profil IWF 300.300.10.15
d = 300 mm
BJ 37: fu = 370 MPa
tw = 10 mm
fy = 240 MPa
tf = 15 mm
r0 = 18 mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
Jawab :
h = d 2 (ro + tf) = 300 2 (18 + 15) = 234 mm
h 234
=
= 23,4
t w 10
1100
f yw
1100
240
h 1100
<
tw
f yw
= 71
Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur
pada bidang berikut ini,
y
My
M
Mz
My
tan = -
Mz
Bidang
y
z
My = M cos
Mz = M sin
tan =
Mz
My
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
Bidang netral adalah suatu bidang dimana lenturan terjadi tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Bidang netral dianggap bersudut terhadap sumbu z. Berikut
adalah beberapa tinjauan untuk kasus = 0, = 2 , dan sembarang.
Kasus = 0: (Lentur terjadi pada bidang xy)
Dalam kasus tersebut tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:
x = -k1 y
Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x dA = k1 y dA = 0 ..................................... (4)
My = - x z dA = k1 yz dA = k1 Iyz ............... (5)
Mz = - x y dA = k1 y2 dA = k1 Iz ................. (6)
Persamaan (4) menyatakan bahwa sumbu z adalah garis berat.
Persamaan (5) dan (6) memberikan
My Mz
=
k1 =
I yz
Iz
Mz Iz
=
= tan
M y I yz
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka Iyz 0 dan 2 , artinya garis netral tidak tegak lurus
bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri
penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 2 , dan My =
0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.
atau
M z I yz
=
= tan
My Iy
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka Iyz 0 dan 0, artinya garis netral tidak tegak lurus bidang
kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang
dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 0, dan Mz = 0, artinya
garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xz.
Kasus sembarang:
Tegangan x dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus
sebelumnya,
x =-k1 y - k2 z
My = k1 Iyz + k2 Iy
Mz = k1 Iz + k2 Iyz
atau
M y I y
=
M z I yz
I yz k 2
I z k 1
Iz
- I
yz
k 2
1
=
2
k
1 I y I z - I yz
k2 =
dan
M y I z - M z I yz
x = -
I y I z - I yz
; k1 =
M z I y - M y I yz
I y I z - I yz
- I yz M y
I y M z
M z I y - M y I yz
I y I z - I yz
M y I z - M z I yz
I y I z - I yz
z ..... (10)
yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat
dalam menurunkan Persamaan (10) adalah:
a) balok adalah lurus
b) prismatis
c) sumbu y dan z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus
d) material adalah elastis linier
e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser)
f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.
Bila sumbu y dan z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau
bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu
sumbu simetri maka Iyz = 0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,
My
M
x = - z y
z (pada sumbu utama)
Iz
Iy
Bila pada serat-serat extreem dibatasi x fy maka berlaku:
My
Mz
+
1
f y Sz f y S y
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
adalah persamaan interaksi untuk Mz, My dan berlaku untuk daerah elastis linier
saja.
Garis netral adalah tempat kedudukan titik material dengan tegangan x = 0.
Dengan me-nol-kan Persamaan (10) dan disusun kembali diperoleh,
Mz
Iz - M
I yz
y
y
= tan = M z
z
I - I yz
My y
I z - I yz tan
I y tan - I yz
Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling
tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0 diperoleh,
I
1
tan = z
I y tan
artinya bila =/2 maka =0 terlepas dari nilai Iz dan Iy. Namun bila /2 maka
nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai Iz dan Iy; dalam hal ini bidang
beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan Iz = Iy,
seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus
bidang netral.
Persamaan-persamaan yang dikembangkan diatas hanya berlaku untuk material
elastis linier (x < fy). Bila material telah mencapai daerah plastis seperti halnya
untuk perencanaan lapangan maka persamaan berikut dapat digunakan untuk
profil-profil yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri,
M uy
M uz
+
1,0
b M ny b M nz
yang mana Mu adalah momen terfaktor,
Mn adalah tahanan lentur nominal,
b = 0,9 adalah faktor tahanan.
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
BAB VI
BEBAN TERPUSAT PADA PROFIL
Tekuk Torsi
Lateral
Lipat
Tekuk Vertikal
1)
tf
stiffener
las
stiffener
Tepi
terbuka
j
Pu
Pu
Pu Rn
= 0,9
Rn = 6,25 t f2 fyf
j > 10 tf
j 10 tf
=
Bila 0,15 b
Sindur P. Mangkoesoebroto
Ru
k
d
N + 5k
Tepi terbuka
tw
fyw
N+2,5k
k
j
tf
Ru
N
Ru Rn = ( k + N) fyw tw
dimana
= 1,0
N k , pada tumpuan
5
bila j > d
=
2,5 bila j d
3) Lipat pada Web (gambar sama dengan di atas)
1,5
tw
t
2
t f
dimana = 0,75
N
355
bila j > d/2 ; = 3
d
=
= 3
175
bila j d/2
N
d
bila
N
0,2
d
4N
- 0,2 bila
=
d
N
> 0,2
d
(a)
Ru
(b)
Sindur P. Mangkoesoebroto
a) Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
Untuk
h bf
2,3 maka
t w Lb
3
h bf
C r t 3w t f
+
1
0,4
t L
h2
w b
h bf
> 2,3 Rn
Untuk
t w Lb
Rn =
[=N]
Solusi:
b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
h bf
Untuk
1,7 maka
t w Lb
C t3 t
Rn = r w2 f 0,4
h
h bf
> 1,7
Untuk
t w Lb
3
h bf
t w L b
Rn
Solusi:
dimana Lb
bf
Ru
Tepi terbuka
tw
j
Ru
Ru
Sindur P. Mangkoesoebroto
Ru Rn tanpa stiffener
= 0,9
t 3w
Rn = 10.750
f yw
h
1 bila j > d/2
=
0,5 bila j d/2
[=N]
bcf
tcf
fy
pelat terusan
tw
pelat diagonal
db
pelat pengganda
dc
Nu
Vn = 0,60 fy dc tw
Nu > 0,4 Ny ,
N
Vn = 0,60 fy dc tw 1,4 - u
N y
Vn = 0,6 fy dc tw 1 +
d
d
t
b
c
w
3 b cf t cf
1,2 N u
1,9 Vn = 0,60 fy dc tw 1 +
Ny
db dc t w
Nu 0,75 Ny ,
Nu > 0,75 Ny ,
dimana Ny = fy Ag
Sindur P. Mangkoesoebroto
Pengaku
vertikal
tw
Pengaku
vertikal
tw
Pengaku
vertikal
25 tw
12 tw
Interior
Exterior
8) Lain-lain
a)
Pu1 = 50 ton
Pu2 = 50 ton
Pu2 = 50 ton
2500
5000
2500
300
Sindur P. Mangkoesoebroto
300
k = 52 mm
13
N = 150 mm
24
Rn = ( k + N) fyw tw
(j > d)
Tumpuan:
OK
Rn = ( k + N) fyw tw
(j < d)
Rn = (6,25 t f2 fyf)
= 0,9 * 1,0 * (6,25 * 242 * 240)
(j > 10 tf)
OK
= 3
t 2w
t
1 + w
tf
1,5
t
f yw w
tf
N
150
9
= 3
=
d
700 14
= 355
1,5
9 13
24
Rn = 0,75 * 355 * 132 1 + 240 *
13
14 24
j = 300
OK
d/2 = 350
Sindur P. Mangkoesoebroto
N
3
N
=
~ 0,21 > 0,2 = 4 - 0,2
d
14
d
= 4 - 0,2 = 0,66
14
Rn
1,5
24
13
= 0,75 * 175 * 13 1 + 0,66 240 *
13
24
2
- 52
2
300 = 2,75 > 2,3
=
5000
13
h bf
t w Lb
Rn
OK
Sindur P. Mangkoesoebroto
Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini
dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila
suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah
bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai
berikut:
P
l/2
l/2
(1- ) l/2
l
My
Pl
Mp
Mp
l
My
My
Mp
y
p
4
l
S l
=
Z
(1 ) l 2
l
My
Mp
=1-
Sindur P. Mangkoesoebroto
Untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu kuat penampang ~ 1,13 maka
1
=1= 0,12 ; dan untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu lemah ~ 1,5
1,13
1 1
maka = 1 = . Meskipun demikian, didalam praktek sendi plastis umumnya
1,5 3
dianggap berupa titik.
Lendutan di tegah bentang adalah
1 Pl 3
=
48 EI
Pada saat leleh
4M y
1
4 Pl = M y P =
l
2
3
1 My l
1 l 4M y
y =
=
l
EI
12
48 EI
Pada saat plastis
2
1 My l
p = y
=
EI
S 12
Mp
My
Pengaruh geometri
penampang
y p
Redistribusi Gaya-dalam
Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk
mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat
khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh
sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme
keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu.
Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi
plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya
mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.
Sindur P. Mangkoesoebroto
a = 2000
b = 4000
l = 6000
P a b 2 P * 2000 * 4000 2
=
= 889 P
6000 2
l2
2P a 2 b 2 2P * 2000 2 * 4000 2
MB =
=
= 593 P
6000 3
l3
P a 2 b P * 2000 2 * 4000
MC =
=
= 444 P
6000 2
l2
P a 3 b 3 P 2000 3 * 4000 3
P
B =
=
= 790 *10 6
3
3
EI 3 * 6000
EI
3EI l
MA =
MP
889
Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Zx = 1.464.750 mm3, Ix = 20,4 * 107 mm4,
dan MP = 35 * 107 N-mm
Maka
35 * 10 7
P=
= 39 ton
889
P
39 * 10 4
B = 790 * 10 6
= 790 * 10 6
EI
2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 7,55 mm
Mp = 35 t-m
Sindur P. Mangkoesoebroto
dengan
a = 2000
b = 4000
P' ab 2
(a + 2 l )
MB ' =
2 l3
P' * 2000 * 4000 2
(2000 + 2 * 6000) = 1037 P'
=
2 l3
P' a b
(a + l )
MC ' =
2 l2
P' * 2000 * 4000
(2000 + 6000) = 889 P'
=
2 * 6000 2
P' a 2 b 3
(3l + a )
B ' =
12 EI l 3
P' * 2000 2 * 4000 3
(3 * 6000 + 2000) = 1,975 * 10 9 P'
=
3
EI
12 * EI * 6000
Saat titik B mencapai plastifikasi maka
M B ' = M B
1037 P = 12 * 107
P = 11,6 ton
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mp
Mp
b = 4000
MC = P" 4000
1 b 3 1 4000 3
P"
P" = 2,13 *1010
B " = P" =
3 EI 3 EI
EI
Saat titik C mencapai plastifikasi maka
M C = M C '
4000 P" = 7,4 * 107 P" = 1,85 * 104 N
P"
1,85 * 10 4
B " = 2,13 * 1010
= 2,13 * 1010 *
EI
2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 9,67 mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
Ringkasan:
P3 = 52,45
P2 = 50,6
runtuh
P1 = 39
0
0
B1 = 7,55 B2 = 13,17
B3 = 22,84
Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P = 39 ton, namun
dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P
= 52,45 ton.
Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan
beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan
konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut
lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang
menyebabkan mekanisme.
Sindur P. Mangkoesoebroto
Contoh:
P
A
1)
l
MA =
1
Pl = M p
4
P=
4M p
l
P
2)
B
P
a
b
B
Mp
Mp
Pb
l
MB =
P =
Pba
- Mp = Mp
l
l
6000
2M p =
* 2 * 35 *10 7
2000 * 4000
ab
= 52,5 ton
P
3) PR:
1000
2000
3000
6000
Sindur P. Mangkoesoebroto
Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah
energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme
keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan
rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban
plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang
menentukan.
Contoh
1)
P
2/l
2/l
Mp
2
P = M p
2
l
P=
Mp
4 Mp
l
P
a
2)
b/a
b
Mp
Mp
Mp
Mp
b
P b = Mp 2 + Mp 2
a
1 1
P = 2M p +
a b
1
1
= 2 * 35 *10 7
+
= 52,5 ton
2000 4000
P
3) PR:
1000
2000
3000
6000
Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus
dipenuhi.
Sindur P. Mangkoesoebroto
BAB VII
SAMBUNGAN
7.1 BAUT DAN KELING
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal.
Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal.
Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan
memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya
tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis
ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan
tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state).
Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu.
Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat
membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya
dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk
kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling.
Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga
sambungan akan menjadi sangat fit.
Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan
mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran
setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi
demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan.
Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan
keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,
Baut
Mutu
db
(mm)
Proof Stress
(70% fu, MPa)
Kuat Tarik
(fu, MPa)
A307
A325
Normal
Tinggi
6,4 10,4
12,5 25,4
28,6 38,1
Keling
Normal
585
510
-
410
825
725
370
As =
4
dimana
Sambungan
0,9743
d b - n
mm2
Sindur P. Mangkoesoebroto
Dimana
Karena
0,9743
2
d b - n mm
n adalah jumlah ulir per mm
As = 0,75 0,79 Ab maka
As =
Rn = f ub (0,75 Ab)
dimana Ab adalah luas bruto satu baut
= m Ab u * faktor reduksi
m Ab (0,6 f ub ) * 0,8 tanpa ulir pada bidang geser
=
m (0,75 Ab) (0,6 f ub ) * 0,8 dengan ulir pada bidang geser
0,50 m f ub Ab tanpa ulir pada bidang geser
~
0,40 m f ub Ab dengan ulir pada bidang geser
Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto, u = 0,60 f ub , dan m adalah
jumlah bidang geser.
Tahanan Tumpu
t
Tu
pu = 0,6 f up
p
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
Tu
Rn = 2 t [L d/2] pu
= 1,2 f up dt [L/d ]
L
= 2 2 3 Rn = 2,6 f up dt
d
Untuk baut tepi Rn = L t f up
Untuk
Lubang Tersusun
Potongan 1 leleh Ag = b t
A
B
g1
Pu
D
I
g2
H
s1
s2
s2
s2
Potongan ABFDE fraktur An = t b - 3 (d l + 1 1 2 mm) + 1 + 1
4g 1 4g 2
s12
s 22
1
Potongan ABFGH fraktur An = t b - 3 (d l + 1 2 mm) +
+
4g 1 4g 2
geser
tarik
fraktur
geser
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
ta
t
+ gb - b
2
2
= ga + gb (ta + tb)
ta
g = ga -
umumnya ta = tb = t
g = ga + gb - t
ga
tb
gb
geser
tarik
Contoh:
75/2
75
75/2
60
80 200
T
60
18
T
Baut: jumlah 4
db = 22 mm
f ub = 825 MPa
jumlah bidang geser, m = 1
Pelat: tebal = 18 mm
lebar = 200 mm
lubang standar
fy = 240 MPa
f up = 370 MPa
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
47 ton 2,2 L
L 21,4 ton
D 10,7 ton
Vu Vn
Vn = 1,13 * Proof load * m untuk satu baut
dimana m adalah jumlah bidang geser.
= 0,35
Pada kombinasi geser + tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:
Vu
Vn
n
Tu n
1
1,13 Proof Load
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
fuv =
Vu
n Ab
Rn = ft Ab
dimana
A325: ft
Tu
n
R ut R uv
+
1
R nt R nv
dimana
Rut , Ruv
Rnt , Rnv
t , v
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
R ut
t R nt
1,0
lingkaran
linier
R uv
v R nv
1,0
R uv
t Rnt
v R nv
atau fut t ft
dimana,
fut =
R ut
Ab
ft = 1,3
fuv =
mengingat,
R nt
R nt
fuv
Ab
v R nv
R uv
Ab
R nt
= 0,75 f ub dan
Ab
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
maka
0,75
fuv dengan ulir pada bidang geser
0,4 m v
ft = 1,3 * 0,75 f ub
0,75
fuv tanpa ulir pada bidang geser
0,5 m v
ft 0,75 f ub
atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (fub = 825 MPa (untuk diameter baut
25,4 mm), v = 0,75 dan m = 1)
1,9 fuv dengan ulir pada bidang geser
ft = 807
ft 621 MPa
0,4 m f ub dengan ulir pada bidang geser
fuv =
R uv
Ab
4
3
PW
D + L = 3 L = 30 ton L = 10 ton
D = 20 ton
Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 20 + 1,6 * 10 = 40 ton
Tu = 4
Vu = 3
Sambungan
* 40 = 32 ton
* 40 = 24 ton
Sindur P. Mangkoesoebroto
(a)
Tarik:
Rn
(b)
Proof Load
32 6
Tu n
1
1,13 Proof Load
OK
Contoh:
200
410
370
260
Vu
Mu
150
40
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
Vu = 6,5 * 104 N
Mu = 6,3 * 107 N-mm
Proof Stress = 585 MPa
fuv =
Geser:
db = 16 mm
n = 8
Tanpa ulir pada bidang geser
f ub = 825 MPa
Vu
6,5 * 10 4
= 40 MPa
=
n Ab
8 * 1 4 * 16 2
b = 200
370
410
260
Mu = 6,3 t-m
150
40
a
fy
a fy b = nl * (ni Ab ft)
4 * (2 * 14 * * 16 2 * 621)
n * (n i A b f t )
a = l
= 20,8 mm
=
240 * 200
fy b
Mn
Md
a
2
Geser Eksentris
P
c.g
+
M=P.e
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
a) Analisis Elastis
y
Rxi
Ryi
Ri
eyi
c.g
exi
(+ R xi e yi + R yi e xi )
= M
i =1
Asumsi:
e xj
e xi
Ryi
Rx1 =
Sambungan
e 2y 2
e y1
+ .. + Rx1
e 2yn
e y1
e 2x 2
e2
+ .. + Ry1 xn = M
e x1
e x1
e y1
e x1
Ry1
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
[(e
R y1
Jadi,
e x1
R y1 =
R x1 =
2
y1
= M
M e x1
(e + ...... + e ) + (e 2x1 + ...... + e 2xn )
2
y1
2
yn
M e y1
(e + ...... + e ) + (e 2x1 + ...... + e 2xn )
Rv =
2
y1
2
yn
P
n
(R y1 + R v ) 2 + R 2x1
R1 =
Ryi =
M e xi
e 2xj + e 2yj
M e yi
Rxi =
e 2xj + e 2yj
(R yi + R v ) 2 + R 2xi
Ri =
Contoh:
50
50
75
Pu = 11 ton
75
75
Baut 4:
Ry4 =
Rx4 =
Rv =
R4u
M u e x4
1,375 * 10 7 * 50
=
= 1,8 ton
37500
15000 + 22500
M u e y4
15000 + 22500
1,375 * 10 7 * 75
= 2,75 ton
37500
110.000
= 1,8 ton
6
R4n = 0,5 f ub Ab m
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
Pu
Rdi
i
r0
yi
di
c.g
-yp
prs
xi
- xp
sin i =
yi - y p
di
cos i =
xi - xp
di
(1)
(2)
(3)
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
Pu =
Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55
.............
cos
di
(4)
yi - y p
di
xi - xp
di
= 0 .................
(5)
(6)
Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:
yi - y p
(8)
Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu diperoleh melalui
Persamaan (4).
di
di
Catatan: i =
* max =
8,6
d max
d max
dmax = max {di}
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
Contoh:
Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada
bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan db = 14 mm.
Pu
xi
1
yi
75
2
=0
75
50
75
50
Rni = 0,5 f ub Ab m
untuk i = 1, , 6
xp = -51,46 mm
Pers. (7) = 0
= 0 rad
yp = 0 mm
e = 125 mm
dmax = 126
r1 = 0,5
Rdi = 4,76E+04 N
f = 0,75
Pu,geser = 1,31E+05 N
tp = 12 mm
Pu,tumpu = 6,71E+05 N
fu = 370 MPa
Pu = 1,31E+05 N
No.
baut
xi
yi
di
-50
75
75,01
-50
-50
Sambungan
Pers. (7)
Pers. (8)
Sum 1
Sum 2
Sum 1
Sum 2
5,11
0,93
0,02
69,51
0,02
1,46
0,10
0,00
0,17
0,25
0,17
-75
75,01
5,11
-0,93
0,02
69,51
0,02
50
75
126,17
8,60
0,58
0,79
123,93
0,79
50
101,46
6,92
0,00
0,96
97,90
0,96
50
-75
126,17
8,60
-0,58
0,79
123,93
0,79
0,00
2,75
485,03
2,75
Sindur P. Mangkoesoebroto
15
(1)
(2)
M = 0 Rn hi di Pu (e + r0) = 0 ............................
(3)
dimana hi =
di
adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.
(d i ) max
Pu =
(xi xp) ...................................
cos (d i ) max
(4)
(5)
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
16
xp = -50 mm
yp = 0 mm
Pu = 6,48E+04 N
dmax = 125,00 mm
No.
baut
xi
yi
di
hi
-50
75
75,00
-50
-50
Pers. (5) = 0
Pers. (6) = -0
Pers. (5)
Pers. (6)
Sum 1
Sum 2
Sum 1
Sum 2
0,60
75,00
0,00
5625,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
-75
75,00
0,60
-75,00
0,00
5625,00
0,00
50
75
125,00
1,00
75,00
100,00
15625,00
100,00
50
100,00
0,80
0,00
100,00
10000,00
100,00
50
-75
125,00
1,00
-75,00
100,00
15625,00
100,00
0,00
300,00
52500,00
300,00
plastis
friksi:
Sambungan
geser eksentris
elastis
friksi:
Ci = Tb
t
Ab
Ap
Eb
Ep
p =
Ci
t
Ap Ep
b =
Tb
t
Ab Eb
p
b
Sambungan
Tb
Ci
Sindur P. Mangkoesoebroto
17
P/2
Tf = Cf + P
Cf 0
p
b
Cf
Tf
Tf
Tb = Ci
Ci = Tb
Cf
P>0
P=0
P>0
P=0
pelat
baut
baut
Tf
Tf
Ab/Ap Tb
~ b
T b = Ci
~ p
P
P
Cf
pelat
Cf = 0
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
18
Kasus 1)
Cf > 0
Tf - Tb
t
Ab Eb
b =
b = p
C -C
p = i f t
Ap Ep
Tf - Tb =
Kasus 2)
P >
A E
Tf 1 + b b
A E
p
p
= Tb 1 + A b E b
A E
p
p
Tf = Tb +
Ab Eb
P
Ap Ep + Ab Eb
Cf = 0
P Tb =
Ab Eb
Tb
Ap Ep
Resume:
Ab Eb
(Tb Tf + P)
Ap Ep
P =
Ab Eb
+
P
A E
p
p
------- Cf > 0
Tf = P
Ab Eb + Ap Ep
Ap Ep
Tb
(Eb = Ep)
Ab + Ap
Ap
Ab + Ap
Ap
Tb
Tf = Tb +
Tb
Tf = P
Ab
P
Ab + Ap
Contoh:
Suatu sambungan tarik dengan baut A325, db = 22 mm, jumlah baut 4 buah, Ap =
25000 mm2. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum
terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = L
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
19
f ub = 825 MPa
Jawab:
Ab + Ap
Ap
Tb
4 * 14 22 2 + 25000
=
* 67 = 71 ton
25000
71 = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 ( L) + 1,6 L = 1,9 L
L = 37
D = 9
W = 46 ton
7.2
SAMBUNGAN LAS
Las:
Ukuran las adalah seperti ditunjukkan berikut ini:
t < 6,4 mm
amax = t
t1
t2
te = t1
Bila t = t1 = t2
Sambungan
maka te = t
Sindur P. Mangkoesoebroto
20
te = 0,707a
te
a
a
maka te = D 3 mm
maka te = D
Las tumpul:
Tarik/tekan:
Geser:
Rnw = te fy per mm
Rnw = te (0,6 fy) per mm
las
bahan dasar
Rnw Ru
= 0,90
untuk leleh
= 0,75
untuk fraktur
Sambungan
bahan dasar
las
bahan dasar
las
Sindur P. Mangkoesoebroto
21
Las Sudut:
las
bahan dasar
Contoh:
20
Pu = 60 ton
70
t = 7 mm
las
bahan dasar
Lw = 390 mm
Lw1 = 244
Lw2 = 70
x = 20
70
Lw3 = 76
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
22
x =
L w2 * L w2 2 + L w3 * 70
=
L w1 + L w2 + L w3
* 70 2 + 70 L w3
= 20
390
Lw3 = 76 mm
Lw1 = 390 70 76 = 244 mm
Sambungan Geser Eksentris
Cara Elastis
y
L1
te
Puy
L2
c.g
Pux
T
te
te
L1
Prosedur:
1) Tentukan Ix , Iy Ip
2) Tentukan A
Puy
P
3) Hitung 'ux = ux dan 'uy =
A
A
4) Tentukan titik terjauh dari c.g xmax , ymax dan hitung
5)
"ux =
Tu y max
Ip
"uy =
Tu x max
Ip
0,6 fuw
dimana = 0,75
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
23
Contoh:
x
y
te
305
100
x
200
Pu = 11,2 ton
100
45
2 *150 * 75
t e = 45 mm
500 t e
D=L
x=
Pw = D + L = 2L = 8 ton
L = 4 ton
D = 4 ton
105
150
1
* t e * 200 3 + 150 * t e *100 2 * 2 = 3,67 *10 6 t e mm 4
12
1
2
I y = 200 * t e * 45 2 + * t e *150 3 + t e *150 * (75 - 45) * 2
12
= 1,24 *10 6 t e mm 4
I p = I x + I y = 4,91 * 10 6 t e mm 4
x ' = 0
y ' =
x " =
y" =
Sambungan
1182
0,6 f uw
te
te 5,34 mm
atau a 7,58 mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
24
Cara Plastis
Pu
y Lw
Rdi
c.g
di
-yp
prs
-xp
Lw
e
0 < i <
r0
r0 = - x p cos - y p sin
H = 0 R di sin i - Pu sin = 0 ..................................................
V = 0 R di cos i - Pu cos = 0 .................................................
M = 0 R di d i - Pu (e + r0 ) = 0 ..................................................
dimana hi = i
mi
1,9 - 0,9 i
mi
mi = 8,23 * 10 -3 ( i + 2 )
=
0 , 32
1,5
(1)
(2)
(3)
i ) t e h i
0,3
te
0 , 32
* 8,23 * 10 -3 ( i + 2 )
0,707
= 0,0116 t e ( i + 2 )
ui = 0,0428 ( i + 6 )
0 , 32
0 , 65
= 0,0605 t e ( i + 6 )
( i dalam derajat )
0 , 65
9,47 * 10 -3 t e
uj
i = di
dj
min
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
25
dj
dj
t e
min
min
Rdi
i - i
di
yi
i + i - i =
i =
prs
c.g
+ i - i
0 i
yp
xi
xp
sin i =
cos i =
yi - yp
di
d i = (x i - x p ) + (y i - y p )
xi - xp
di
di te
i
=
mi 0,0116 t e ( i + 2 )0,32
di
0,0116 ( i + 2 )
0 , 32
0,0605 j + 6 0, 65 9,47 * 10 -3
dj
min
dj
min
(4)
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
26
] cos1
R di cos i = 0
yi - yp
di
1,5
i h i
xi - xp
di
= 0 .. (5)
1
cos
xi - xp
= 0 ........................................................... (6)
di
Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk xp, yp, dan Pu diperoleh dari Persamaan
(4) atau
{(
L
} cos
Contoh:
Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (te = 5,34 mm, Lw = 50
mm).
Pu = 20 ton 100 %
4
100
Cara elastis:
Pu = 11,2 ton 56 %
y
5
305
x
Pu = ?
6
45
100
105
7
8
10
150
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
27
e
te
Lw
= 0,75
= 490 MPa
= 0 rad
= 305 mm
= 5,34 mm
= 50 mm
xp = -41,73 mm
yp = 0 mm
Pu = 202,243 N
Persamaan (5) =
Persamaan (6) =
1.1102E-16
- 0.0151
Persamaan (5)
Persamaan (6)
xi
yi
0<i<1,57
di
0<i<1,57
i/mi
hi
Sum 1
Sum 2
Sum 1
Sum 2
80
100
0.0000
157.54
0.8831
0.6877
1.34
0.98
0.831
1.01
206.32
1.01
30
100
0.0000
123.07
0.6222
0.9486
0.94
1.00
0.991
0.71
150.07
0.71
-20
100
0.0000
102.83
0.2140
1.3568
0.58
0.93
0.957
0.21
100.21
0.21
-45
75
1.5708
75.07
1.5272
1.6144
0.76
0.98
1.463
-0.06
109.92
-0.06
-45
25
1.5708
25.21
1.4407
1.7009
0.25
0.77
1.141
-0.15
29.02
-0.15
-45
-25
1.5708
25.21
1.4407
-1.7009
0.25
0.77
-1.14
-0.15
29.02
-0.15
-45
-75
1.5708
75.07
1.5272
-1.6144
0.76
0.98
-1.46
-0.06
109.92
-0.06
-20
-100
0.0000
102.33
0.2140
-1.3568
0.58
0.93
-0.96
0.21
100.21
0.21
30
-100
0.0000
123.07
0.6222
-0.9486
0.94
1.00
-0.99
0.71
150.07
0.71
10
80
-100
0.0000
157.54
0.8831
-0.6877
1.34
0.98
-0.83
1.01
206.32
1.01
0.00
3.44
1191.08
3.44
Sambungan
Sindur P. Mangkoesoebroto
28
2te
Vu
Vu
Lw
Mu
u, max
u , max =
Pu
3
2 2t e L w
Pu
2t e L w
u =
u =
uR
Lw
Mu
1
12
2 = 3 Pu e
(2 t e ) L w 3 t e L w 2
Pu
= + =
te Lw
2
e
1
+ 9
4
Lw
0,6 f uw
dan a = te / 0,707
= 0,75
fuw adalah kuat tarik material las
Contoh:
Pw = 20 t
100
300
Pu = (1,2 + 1,6)
1
2
Pw = 28 ton
D=L
Pu
te Lw
e
1
+ 9
4
Lw
Sambungan
0,6 f uw
Sindur P. Mangkoesoebroto
29
Pu
te
0,6 f uw L w
e
1
+ 9
4
Lw
28 * 10 4
=
0,6 * 0,75 * 490 * 300
1
100
+9
4
300
= 4,73 mm
a
4,73
0,707
Sambungan
a 6,7 mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
30
fcr = k
dimana
kaku
kaku
sendi
sendi
kaku
14
sendi
bebas
12
a
sendi
E
bebas
Koefisien Tekuk k
10
sisi beban kaku
sisi beban sendi
8
A
kmin = 6,97
6
B
kmin = 5,42
C
kmin = 4,00
2
D
kmin = 1,277
E
0
a/b
5
kmin = 0,425
Grafik A
Sindur P. Mangkoesoebroto
Elemen pelat yang tertekan dari suatu komponen struktur pada umumnya dikategorikan
dalam dua kelas yaitu elemen dengan pengaku (elemen yang ditumpu pada kedua
sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, kasus A s/d C), dan elemen tanpa pengaku
(elemen yang ditumpu pada salah satu sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya,
sedang sisi lainnya berada pada posisi bebas, kasus D & E).
b
b
t
t
b
b
t
t
b
b
<<
t
P
fy
Pasca tekuk
fcr
b
>>
t
Pasca tekuk
Sendi
fcr
P
b
aksial
Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar.
Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh
elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain hardening
sehingga fcr/fy > 1.
Persamaan kuat tekuk elastis dapat ditulis sebagai berikut:
f cr
1
2 Ek
=
= 2
2
2
fy
12 (1 - ) (b/t) f y
c
Elemen Pelat Tipis
Sindur P. Mangkoesoebroto
2
b 12 (1 - ) f y
c =
2 Ek
t
atau
f cr
Strain hardening
fy
kolom
1,0
0,5
Tekuk elastis
1
2c
r
c
0,17
0,46 0,58
1,0
0,70
1,5
fy
Daerah plastis
sh ~ 15 ~ 20 y
Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:
1) Strain hardening untuk c <<
2) Leleh pada c ~ 0,5 ~ 0,6
3) Tekuk inelastis
4) Tekuk elastis, c ~ 1,4
5) Pasca tekuk, c > 1,5
Batasan r:
Batas kelangsingan r adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila fcr = fy
atau c = 1 yaitu pada titik A, atau
f cr =
2 Ek
fy
12 (1 - 2 ) (b/t) 2
425
k
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mengingat adanya tegangan sisa dan cacat maka c umumnya diambil < 1, dan c = 0,7
dianggap cukup mewakili.
Jadi
425 c
k
= 297,5
fy
k
fy
Perbandingan
lebar terhadap
tebal
()
(kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur
b/t
b/t
b/t
b/t
170 /
f y [c]
170 /
f yf
(tak-kompak)
370 /
f y f r [e]
420
( f yf f r ) / k e
290 /
[e][f]
f y / k e [f]
250 /
fy
(k = 0,70)
b/t
200 /
fy
(k = 0,425)
d/t
335 /
fy
(k = 1,277)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Perbandingan
lebar
terhadap tebal
()
(tak-kompak)
(kompak)
b/t
500 /
625 /
fy
fy
(k = 4,4)
b/t
830 /
fy
(k = 6,97)
h/tw
h/tw
1.680 /
f y [c]
Untuk
Nu /bNy<0,125 [c]
2.550 /
f y [g]
[g]
2.550 0,74 N u
1
b N y
f y
1.680 2,75 N u
1
b N y
f y
Untuk Nu/bNy>0,125
[c]
500
fy
b/t
h/tw
N 665
2,33 u
fy
bN y
665 /
fy
(k = 5,0)
[e] fr
[d]
22.000/fy
62.000/fy
14.800/fy
= tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 115 MPa untuk penampang dilas
[f] k e =
h / tw
Sindur P. Mangkoesoebroto
tf
tf
hc
tw
hc
Batasan p:
Batas kelangsingan p adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai penguatan regangan atau strain hardening (sh ~ 15 ~ 20 y) tanpa terjadi tekuk
lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya
dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada
batang tekan.
Untuk elemen tanpa pengaku diambil c = 0,5 dan k = 0,425 sehingga diperoleh,
b
138
fy
170
fy
Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil c = 0,6 dan k = 4 sehingga diperoleh,
b
500
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
simetri
f(x)
fmax
fmax
X
be /2
be /2
=
sendi
tak simetri
fmax
=
sendi
bebas
sendi
bebas
A ef
fmax Ag = Qa Ag fmax
Ag
Aef
dimana, Qs =
f rerata
fmax Ag = Qs fmax Ag
f max
f rerata
f rerata
1
f max
Sindur P. Mangkoesoebroto
Untuk suatu penampang tekan yang mengandung pelat dengan pengaku dan pelat tanpa
pengaku,
Pn = f rerata Aef =
f rerata A ef
fmax Ag
f max A g
= Qs Qa fmax Ag = Q fmax Ag
dimana Q = Qs Qa 1
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih
besar daripada nilai r pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur
tekan dihitung sebagai berikut:
Nd = c Nn
dimana
c = 0,85
Nn = Ag fcr = Ag f y
atau fcr = f y
untuk c 0,25
untuk 0,25
untuk c 1,2
dimana
maka = 1
maka =
1,43/Q
1,6 - 0,67 c Q
maka = 1,25 2c
1.0
Q=1.00
Q=0.90
fcr /fy=1/
Q=0.80
Q=0.70
0.5
Q=0.60
Q=0.50
Q=0.40
Q=0.30
0.0
0
Sindur P. Mangkoesoebroto
Hasil perhitungan tekuk lentur tersebut harus dibandingkan dengan hasil perhitungan
tekuk lentur torsi dan/atau tekuk torsi (lihat topik bahasan selanjutnya), serta
tahanannya diambil yang terkecil diantara ketiganya.
Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen dengan Pengaku
Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani
secara seragam melebihi r, maka lebar efektif, be, harus digunakan untuk menghitung
besaran-besaran penampang komponen struktur.
a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:
bila b
625
f
maka
be = 855
t
f
170 1
1 b
f (b / t )
665
f
maka
be = 855
dimana
t
f
150 1
1 b
f (b / t )
dan Qa =
7600
2
+
f y (D / t )
3
Sindur P. Mangkoesoebroto
200
fy
fy
fy
106.000 1
fy
(b/t) 2
b) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat (projecting) pada profil rol atau
komponen struktur tekan lainnya,
bila
250
fy
fy
fy
138.000 1
fy
(b/t) 2
c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen
struktur tekan lainnya,
bila
285
b/t 525
fy ke
fy ke
Qs = 180.000
fy ke
ke
1
f y (b/t) 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
4
h / tw
0,35 ke 0,763
335
fy
b/t 460
Qs =
dimana
fy
fy
138.000 1
fy
(b/t) 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
Contoh:
Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki
200.100.10 di bawah ini.
Pd
10
A.
Data material:
z
L = 2000 mm
B.
Data penampang
200.100.10
h=200
A = 2920 mm2;
Pd
c.g.
10
C.
b=100
k z * l z 0,8 * 2000
=
= 74,766 200 OK
rz
21,4
k y * l y 0,8 * 2000
y =
=
= 24,024 200 OK
ry
66,6
z =
h 200
200
200
=
= 20
=
= 12,91 Penampang langsing
t
10
fy
240
200
200
h
400
400
=
= 12,91 = 20
=
= 25,82
t
fy
240
fy
240
200
h
* 240 = 0,813
Q s = 1,340 1,7 *10 3 * * f y = 1,340 1,7 *10 3 *
10
t
D.
cz =
f y 74,766
z
240
= 0,824 ;
*
=
*
200.000
z =
1,43
1,43
1
1
*
*
=
= 1,596
Q s 1,6 0,67 * cz * Q s 0,813 1,6 0,67 * 0,824 * 0,813
Pd = Pn = 0,85 * A g *
fy
z
= 0,85 * 2920 *
0,25
1,2
cz = 0,824
Qs
Qs
240 ~
= 37,3 ton
1,596
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
BAB VIII
TORSI
Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balokbalok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama
panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul
torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang
tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi.
Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama
bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping.
Pengaruh torsi murni (Saint Venant)
Torsi
Pengaruh warping
d adalah perubahan
sudut pada selang dx
d
x
=
serta dx = r d atau = r
d
dx
d
= r ( adalah regangan geser)
dx
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
atau T = rdA = G r dA = r 2 G dA
= G r 2 dA = GJ
d
dx
dimana
d
T
==
dan tegangan geser, , menjadi
dx
GJ
= G =rG =
Tr
J
artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
1 3
b t , dan untuk penampang I,
3
, T nilai
1
J = b t3 .
3
Contoh:
2
J = r 2 dA = 0
r2
r 3 dr d
r1 < r2
r1
r2
r1
1
= 2 r 4
4
r2
=
r1
1
4
4
r2 - r1
2
)(
1
2
2
2
2
2
2
r2 - r1 r2 + r1 = (r2 - r1 )(r2 + r1 ) r2 + r1
2
2
t
2
2
(r2 + r1 ) r2 + r1
J=
2
=
1
t 3 t 4
untuk r1 = 0 J =
=
d4
(2t)4 =
t =
2
2
32
32
maka J =
Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari
penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu
sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
max =
Td
J
2=
Td
1
32
2 = 16 T
d4 d3
t 0 maka J =
Untuk:
t
t 2
t t2
r1 2 + r1 2 + 2 + 2
2
r1
r1 r1
= t r1 [2 + 0 ( )] [1 + 0 ( )]
3
= 2 t r1 [1 + 0 ( )] ~ 2 t
3
max
(2r1 )3
8
1
t d3
4
d
d
T + t T + t
2T
2
2
~
=
= 1
3
J
t d2
4td
t
ds
x
y,v
+ ds
s
ds
c.g
x +
d2v 1
M
=
=- z
dx 2 y
EI z
x
dx
x
dx
Mz
Mz
atau
Torsi
ds dx + t
dx ds = 0
s
x
x
( t )
=-t
s
x
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana x =
M z I y - M y I yz
Iy Iz - I
2
yz
y+
M y I z - M z I yz
I y I z - I 2yz
Catatan: Pada persamaan diatas, tanda negatif pada Pers. (10) Bab 8 telah berubah
menjadi positif karena disini perjanjian sumbu-s mengikuti arah jarum
jam, sedangkan Pers. (10) sesuai vektoral.
dan
Vz I z - Vy I yz
x Vy I y - Vz I yz
=
y
+
z
x
I y I z - I 2yz
I y I z - I 2yz
sehingga t = -
Vy I y - Vz I yz
I y I z - I 2yz
dimana
yt ds
Vz I z - Vy I yz
I y I z - I 2yz
Vy =
zt ds
My
Mz
dan Vz =
x
x
zo
s=
Vz
sc
t
yo
r
0 (cg)
s=0
Titik (yo, zo) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi
dr
- Vy z o + Vz y o - r x t ds = 0
ds
0
dimana
r =yj+zk
dr = dy j + dz k
sehingga
r x dr = (y j + z k) x (dy j + dz k)
= (y dz z dy) i
dan
Vy z o - Vz y o = - t (y dz - z dy )
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
s
s
+1
s
V
I
yt
ds
I
zt
ds
V
I
zt
ds
I
+
y y
yz
z z
yz yt ds
2
0 I y I z - I yz
0
0
0
* ( y dz - z dy )
Jadi,
zo =
s
s
1
I
yt
ds
I
yz zt ds ( y dz - z dy )
2 y
I y I z - I yz 0 0
0
yo =
s
-1
s
I
zt
ds
I
yz yt ds (y dz - z dy )
2 z
I y I z - I yz 0 0
0
zo
s=
sc
yo
z
cg
s=0
(1 - ) b
s3
d/2
xo = q + b
sc
b tf
2 b tf + d tw
1 - 2 =
d tw
2 b tf + d tw
c.g
d/2
s2
b
xo =
1
I y I x - I 2xy
s1
s
s
1
I
yt
ds
I
xy xt ds (y dx - x dy ) =
y
Ix
0
0
0
yt ds (y dx - x dy )
0 0
Ixy = 0
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
Hitung yt ds
0
1) 0 < s < b:
s1
yt ds = - 2 t
0
ds1 = -
d
t f s1
2
s1 = 0 x = - (1 - ) b
s1 = b x = b
x = s1 (1 - ) b
s1 = x + (1 - ) b
d
yt ds = - 2 t [x + (1 - ) b]
f
Untuk x = b yt ds = 0
d
tf b
2
1 s
yt ds (y dx - x dy )
0 0
-(1 - )b
d
d
t f [x + (1 - ) b] - dx
2
2
d2 1 2
=+
t f x + (1 - ) bx
4
2
b
- (1 - ) b
d 2 1
2
2
t f ( b ) - (1 - ) b 2 + (1 - ) b 2
4
2
d2
1
t f b 2 2 - 1 + 2 - 2 + (1 - )
4
2
1
= d2 tf b2
8
2) b < s < b + d:
s
yt ds =
0
Torsi
s2
d
t f b + y t w ds 2
2
0
Sindur P. Mangkoesoebroto
s2 = + y +
d
y = s2 - d
2
2
s2
d
t f b + s 2 - d t w ds 2
2
2
0
t
d
d
2
tf b + w s2 - t w s2
2
2
2
2
tw
d
d d tw
d
yt ds = - 2 t f b + 2 y + 2 - 2 y + 2
0
s
d
Untuk y = d yt ds = - t f b
2
2
0
s
2 s
yt ds (y dx - x dy )
1 0
d
2
2
d
tw
d d tw
t
b
y
+
+
f
2
2
2
2
y + (- b ) dy
2
d
d
d
2
2
2
3
2
d tw 1
tw 1
d
d
d
= b t f b y
+
y +
y +
2
2 3
2
2 2
d
d
d
2
2
2
2
1
1
1
= b d 2 t f b - t w d 3 + t w d 3
4
2
6
1
1
= b d 2 t f b + d 3 t w
12
2
Karena I x =
maka
1
1
d
d
t w d3 + 2 tf b =
t w d3 + t f b
12
2
2 12
2 s
yt ds (y dx - x dy ) = b I x
1 0
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
3) b + d < s < 2b + d:
s
yt ds 3 =
0
s3
d
d
t f b + t f ds 3
2
0 2
d
d
t f b + t f s3
2
2
s3 = - x + b
s
yt ds = - 2 t f
0
b+
d
t f ( b - x )
2
3 s
yt ds (y dx - x dy )
2 0
- (1 - ) b
- 2 t f b + 2 t f ( b - x ) 2 dx
b
d
1
d
2
= t f - bx - ( b - x )
2
2
- (1 - ) b
b
1 1
d
= t f + b 2 - b 2 = t f b 2 d 2
2 8
2
yt ds (y dx - x dy ) = b I x + 4 d
tf b2
0 0
xo =
1
Ix
tf d2 b2
1 2
2
b
I
d
t
b
=
b
+
x
f
4
4 Ix
t f d2 b2
x o - b = q =
4 Ix
yo =
s
1
s
I
xt
ds
I
yt ds (y dx - x dy )
x
yx
2
I y I x - I yx 0 0
0
-1 s
= xt ds (y dx - x dy )
Iy 0 0
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
Hitung
xt ds
0
1) 0 < s < b:
s1
xt ds = x t f ds1
s1 = x + (1 - ) b x = s1 (1 - ) b
s1
1 2
2
= t f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b]
2
s
2
1
b tf
(2 - 1)
Untuk x = b x t ds = t f b 2 - (1 - ) b 2 =
2
2
xt ds (y dx - x dy)
0 0
( )
- 1 -
1
d
2
t f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b] - dx
2
2
b
d t 1
1
3
2
= - f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b]
2 6
2
=-
Torsi
d t f 1 3 1
d t f b3
3
(
)
b
1
b
=
2 6
2
2
d t f b 3 1 d t f b 3
- =
2 3 2
12
4 b tf + 2 d tw - 3 b tf
1
d t f b 3
12
2 b tf + d tw
b t + 2 d tw
1
d t f b 3 f
12
2 b tf + d tw
- (1 - ) b
1 1
- +
6 2 2
b tf
2 - 3
2 b tf + d tw
Sindur P. Mangkoesoebroto
2
b2 tf
(
)
xt
ds
=
2
1
+
0
0 x t w ds 2
2
2) b < s2 < b + d:
b2 tf
(2 - 1) + b t w s 2
2
dimana y = s 2 -
d
d
atau s 2 = + y
2
2
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + y
2
2
untuk y =
s
b2 tf
d
(2 - 1) + b t w d
xt ds =
2 0
2
xt ds (y dx - x dy )
0 0
b2 tf
(2 - 1) + b t w
d 2
2
2
y + (- b ) dy
2
2
2
b2 tf
d
1
(
)
(
)
= - b
2 - 1 y + b t w y +
2 d
2
2
- 2
b2 t f d
(2 - 1) + b t w 1 d 2
= (- b )
2
2
Torsi
=-
b2 d
[b t f (2 - 1) + t w d ]
2
=-
b2 d
2
b t f
- d tw
b tf d tw
=0
2 b t f + d t w 2 b t f + d t w
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
3) b + d < s3 < 2b + d:
s
xt ds =
0
s3
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + x t f d s 3
2
0
s3 = b - x x = b - s 3
=
s3
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + ( b - s 3 ) t f d s 3
2
0
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + b s 3 - 1 s 3 2 t f
2
2
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + t f b (b - x ) - 1 (b - x )2
2
2
xt ds (y dx - x dy)
0 0
- (1 - )b
d
=
2
Torsi
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + t f
2 d
b (b - x ) - 2 (b - x ) 2 dx
2
- (1 - )b
1
1
b tf
2
3
(2 - 1)(- b ) + b t w d (- b ) + t f - b (b - x ) + (b - x )
2
6
2
d b3 t f
(2 - 1) b 2 t w d + t f
2
2
d 2
1
1
1
b b t f + b t f - t w d - b t f + b t f
2
2
2
6
d 2
b (- 1 12 b t f + 23 b t f - t w d )
2
d 2 1
b -1 2 b t f
2
d b3 t f
1
(- b t f - 2 d t w )
12 2 b t f + d t w
b tf
2 b tf + d tw
1 3
1
3
- 2 b + 6 b
2
b tf
+ b t f - d t w
2 b tf + d tw
3
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
1) + 2) + 3):
b t + 2 d tw
1
d t f b 3 f
12
2 b tf + d tw
1 d b3 t f
+ 0 +
12 2 b t f + d t w
(- b t f - 2 d t w ) = 0
Jadi y o =
-1
xt ds (y dx - x dy )
I y 0 0
1
0=0
Iy
Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi
warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan
rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, Ts, sebanding
dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ, atau
Ts = GJ
yang mana
d
dx
untuk profil I, , T
Torsi
Ts r
J
maka J = 13 bt 3 .
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
Vf
wf
wf =
d - tf
2
z
Tw
d - tf
dan
d - tf
2
d - tf
2
untuk kecil
d 3 w f d - t f d 3
=
2 dx 3
dx 3
Vf
Tw = + Vf (d-tf)
Untuk flens atas berlaku,
d2 wf
Mf
d3 w f
V
=
atau
=- f
2
3
EI f
EI f
dx
dx
d - t f d3
dan diperoleh, Vf = - EI f
3
2 dx
sehingga torsi warping, Tw, menjadi
Tw = - EI f
dimana C w = I f
(d - t f )2
2
(d - t f )2
2
d3
d3
EC
=
w
dx 3
dx 3
total Tx menjadi:
Tx = Ts + Tw = GJ
d3
d
- EC w
dx 3
dx
T
d 3 GJ d
=- x
3
EC w
dx EC w dx
atau
0<x<l
0<x<l
GJ
EC w
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
Jadi
r (r2 k2) = 0
r1 = 0; r2 = k; r3 = -k
h = A ekx + B e-kx + C
dan
2
x
T
Z
x=l
x=0
=0
= 0
dTx
= 0 ii = 0
dx
Tx
2
=0
dTx
= 0 ii = 0
dx
p = C1 + C2 x
pi = C2 ; pii = 0
d3 p
dx
- k2
0-
d p
dx
=-
T
GJ
C2 = - 2
EC w
EC w
C2 =
Torsi
Tx
EC w
0<x<l
0< x <l/2
2 =C + T x
p
1
GJ
2GJ
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
dan
= A e kx + B e -kx + C +
i = Ak e kx - Bk e -kx +
T
x
2GJ
T
2GJ
ii = Ak 2 e + kx + Bk 2 e -kx
iii = Ak 3 e kx - Bk 3 e -kx
(x = 0 ) = 0 = A + B + C C = 0
ii (x = 0 ) = 0 = A + B A = - B
= A (e kx - e -kx ) +
i x = l
)=Ak e
2
A=-
kl
+e
T
x
2GJ
- kl
+ T = 0
2GJ
T
1
kl
2GJk e 2 + e kl 2
T e kx - e -kx
=kx
2GJk e kl 2 + e kl 2
Catatan:
Jadi
Torsi
sinh z =
e z - e -z
2
cosh z =
e z + e -z
2
T
sinh kx
kx
2GJk
cosh kl 2
i=
T cosh kx
1
2GJ cosh kl 2
ii =
T k sinh kx
2GJ cosh kl 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
15
iii =
Jadi
T 2 cosh kx
- k
2GJ
cosh kl 2
Ts = GJ i = GJ
T cosh kx
1
2GJ cosh kl 2
T cosh kx
1
2 cosh kl 2
Tw = -ECw iii = - EC w
dan Tx = Tw + Ts =
T 2 cosh kx
- k
2GJ
cosh kl 2
T cosh kx
2 cosh kl 2
T
2
Ts
T
2
+1
Tw
T
2
0
-1
x=l
x=0
x=l
Tegangan Torsi
Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi, s, pada satu flens adalah sebagai
berikut:
s =
Ts t f
d
= Gt f
J
dx
Akibat torsi warping, tegangan torsi, w, pada satu flens adalah sebagai berikut
(lihat geser pada balok):
w =
dan
Torsi
Vf S
If t f
w , max =
Vf Smax
If t f
Sindur P. Mangkoesoebroto
16
d - t f d3
Vf = - EI f
3
2 dx
dimana
b b b2 t f
tf =
2 4
8
Smax =
w , max = - EI f
=E
sehingga
b/2
tf
d - tf d3 b2 tf 1
2 dx 3
8 If t f
b2 d - tf d3
8
2 dx 3
max = s + w, max = Gt f
d
b2 d - tf d3
+E
dx
8
2 dx 3
Mf x
If
dimana
Mf
d2 wf
d - tf
=dan w f =
2
EI f
2
dx
atau
M f = - EI f
d - tf d2
2 dx 2
Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping, fw,max terjadi pada x =
b/2 atau
fw, max =
Mf b
=-
Torsi
b
2
2 = - EI d - t f d 2
f
If
2 dx 2 I f
Eb(d - t f ) d 2
4
dx 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
17
Sekarang perhatikan berikut ini. Torsi warping pada penampang profil I adalah:
Tw =
T cosh kx
2 cosh kl 2
Tw
T
cosh kx
=
d - t f 2(d - t f ) cosh kl
2
Tw
Vf =
Tw
T
cosh kx
=
d - t f 2(d - t f ) cosh kl 2
d - tf
Vf =
Tw
d - tf
Tw
T
=
d - tf d - tf
Vf =
T
2( d - t f
T
2(d - t f )
cosh kx
cosh kl
Mf =
Vf dx =
Torsi
2(d - t )
0
=
M f (d - t f ) =
cosh kx
dx
cosh kl 2
T
1 sinh kl 2
2(d - t f ) k cosh kl 2
T 1 sinh kl 2 Tl 2
kl
tanh
=
k
l
2 k cosh 2 4 kl
2
Sindur P. Mangkoesoebroto
18
atau M f (d - t f ) =
dimana =
1
kl
Tl
4
tanh kl
2
2
T
l/2
l/2
kl/2
0,25
0,50
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
4,0
5,0
0,98
0,92
0,76
0,60
0,48
0,39
0,33
0,25
0,20
Cari
2.
Hitung Mf (d-tf) = * M0
(M0 = Tl atau
3.
4.
Mf =
Mf b 2
If
Hitung pengaruh-pengaruh fw, max terhadap tahanan penampang.
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
19
2. Tentukan Vf =
Tw
V S
dan hitung = w = f max .
d tf
t f If
Contoh:
Suatu profil IWF 300x300x10x15 dengan panjang l = 8 m dibebani oleh D = 400
kg/m dan L = 600 kg/m terhadap sumbu kuatnya. Kedua beban D dan L
tersebut membuat eksentrisitas sebesar 100 mm terhadap sumbu y-y sebagai
berikut:
D&L
y
100 mm
D&L
x
l = 8000
y
y
Tu
qu
Tu
Torsi
Cw = If
(d t f )2
2
G =
E
2 (1 + )
Sindur P. Mangkoesoebroto
J =
b t3
20
b2 tf 1
* 300 2 * 15 = 168.750 mm 2
=
8
8
If = 112 tf b3 = 112 * 15 * 3003 = 33,75 * 106 mm4
S max =
J =
b t3 = 2 * [ 13 * 300 * 153] +
* (300 2 * 15 ) * 103
k2 =
(d t f )2
= 33,75 * 106 *
285 2
= 1,37 * 1012 mm6
2
1
J
1
1
0,765 *10 6 mm 4
=
= 2,15 * 10 -7
12
6
2 (1 + ) C w
2 (1 + 0,3) 1,37 * 10 mm
mm 2
k = 4,63 * 10-4
1
mm
kl = 4,63 * 10-4
1
* 8000 mm = 3,7065
mm
3,0
4,0
0,88
0,81
Mf (d-tf) =
kl = 3,7065
= 0,83
1 T
12 u
l2
N - mm
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
21
Mux
Muy
Sx
un
7,68 * 10 7 N mm
1360 *103
mm 3
4,48 * 10 7 N - mm
450 * 103 mm 3
= (56,47 + 99,56) MPa = 156,03 MPa < (0,9 * 240 = 216 MPa)
OK
Tengah flens:
un =
ux
+
2
ux
+ 2w b fy
2
ux M ux
7,68 * 10 7 N - mm
=
=
= 28,24 MPa
2
2 S x 2 *1360 * 103 mm 3
Vf =
Tw
1.440 N mm / mm' * 8.000 / 2 mm
=
= 20.210 N
(300 15) mm
d tf
= w =
un
= 28,24 +
(28,24)2 + 6,74 2
OK
EI
1
= -M(x) = -P u(x)
x
Torsi
V
M x
M x 2
, qx = x =
x
x
x 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
22
dr
dx
x
t
x
u(x,r) = r
t
z
y
q(x,r) = -P
d 2 u (x, r)
d2
d2
=
-
t
dr
t
r
dr
(r)
=
-
x
x
dx 2
dx 2
dx 2
-d2 Tx = q(x,r) dx r = -x t r2
dTx = x
d2
dx
d2
dx dr
dx 2
dx A tr 2 dr (*)
Torsi
d2
dx
2
A tr dr
[dari (*)]
Sindur P. Mangkoesoebroto
23
2
d4
2 d
+
p
= 0
dx 4
dx 2
sehingga didapat,
dimana
p2 =
x A tr 2 dr - GJ
E Cw
Solusinya adalah,
d2
= A1* sin px + A2* cos px
dx 2
A*
A *
d
= - 1 cos px + 2 sin px + A3
p
p
dx
= atau
A1*
p2
sin px -
A 2*
p2
cos px + A3 x + A4
pl = n ,
2
p =
Untuk n = 1
n 22
l 2Kx
x A tr 2 dr - GJ
=
E Cw
x = e =
dimana Ips =
n = 1, 2,
1 2 E Cw
+ GJ
2
I ps l Kx
...................................(1)
2
A tr dr = Izs + Iys terhadap pusat geser.
Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk
penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan
umumnya digunakan untuk penampang langsing, > r. Dalam hal ini tekuk torsi
terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat.
Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi
terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya
terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk
lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu
sumbu simetri digunakan,
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
24
e =
ex + ey
4 ex ey H
1 - 1 2H
( ex + ey ) 2
ex
...................................(2)
2 E C
1
= 2 w + GJ
l Kx
I ps
ey =
sc
y0
l Ky
E
; y =
2
iy
y
2
z 02
y 02
cg
z 02 + y 02 I pc
=
I ps
r02
H = 1
r02
y
sc
Iz + I y
y0
cg
Ips = A r02
dimana A adalah luas penampang,
z0, y0 adalah koordinat pusat geser terhadap sumbu utama yang melalui
pusat berat,
Iz, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu utama yang melalui pusat
berat,
r0 adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser,
Sumbuy adalah sumbu simetri.
Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi
pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini,
dengan e adalah akar terkecilnya:
2
( e ex )( e ey )( e ez ) ( e ey ) z 0 e2 ( e ez ) y 0 = 0 ......(3)
r0
r0
l
2E
dimana ez = 2 ; z = Kz .
z
iz
2
e
Tahanan Tekan
Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi
dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini,
e =
1)
Torsi
f y e
0,25
Q
maka = 1/Q
Sindur P. Mangkoesoebroto
25
0,25
2)
< e <
3)
1,2
dan
1,2
maka
1,43 / Q
1,6 - 0,67 e Q
maka = 1,25 2e
Q
fcr =
fy
Nn = Ag fcr = Ag fy/
Contoh:
Nu
b=300
tf = 15
Q
y0 = 17,31
z
z
150
h = 142,5
tw = 10
L = 4000 mm
T 150.300
y
A = 5.990 mm2
rz = 36,4 mm
ry = 75,1 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
Nu = 80 t
J=
1 3
bt f + ht 3w ;
3
CW =
1 b 3 t 3f
+ h 3 t 3w ;
36 4
Web
d
150
=
= 15
tw
10
335
335
=
= 21,62
fy
240
d
335
(= 15) <
(= 21,62)
tw
fy
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
26
fy
88
Lk
3200
=
= 88
rz
36,4
240
= 0,97
E
200 *103
80
=
= 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
0,85 * 96
Nu
c N n
fy
43
Lk
ry
3200
= 43
75,1
240
= 0,47
200 *10 3
E
80
= 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
=
0,85 *129
Arah x: (torsi)
Lkx = kcx L = 1,0 * 4000 = 4000 mm
2 E C
1
ex = 2 w + GJ
l Kx
I ps
ey
H=
1
3
80
*
10
*
385
.
000
=
+
=710 MPa
2
4.000
5.990 * 7.264,61
2 E 2 200.000
=
=
= 1.068 MPa
432
y2
I pc
I ps
A ry 2 + rz 2
A ry 2 + rz 2 + y 0 2
75,12 + 36,4 2
= 0,9588
7.264,61
ex + ey
4 ex ey H
1 - 1
2H
( ex + ey ) 2
710 + 1.068
4 * 710 * 1.068 * 0,9588
=
=665 MPa
1 - 1 2 * 0,9588
(710 + 1.068) 2
fy
1,43
240
= 1,19
0,25< e =
=
= 0,6 <1,2 x =
665
e
240
= 200 MPa; Nn = 5.990 * 200 = 120 ton
cr =
1,19
Nu
80
=
= 0,78 < 1 OK
c N n
0,85 * 120
e =
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
27
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang tak-kompak (dan kompak)
tekuk lentur torsi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu kuat.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama
kaki 200.100.10 di bawah ini.
10
Pd
L = 2000 mm
t2
h=195
h
h
c.g.
z0 = 58.26
Pd
14.9
10
Q
y0 = 31.12
J=
1 3
bt 1 + ht 32
3
CW
1 3 3
=
b t 1 + h 3 t 32
36
69.3
c.g.
t1
Q: shear center
20.1
b=95
A.
Data material:
fy = 240 MPa
B.
= 0,3
E = 200.000 MPa
Data penampang
200.100.10
A = 2920 mm
rz = 21,34 mm
Iz = 1,33 * 10 mm
ry = 66,72 mm
z0 = 58,26 mm
y0 = 31,12 mm
C.
Perhitungan G, J, Cw, r0 2
G=
E
200.000
=
= 7,692 *10 4 MPa
2 * (1 + ) 2 * (1 + 0,3)
1
1
J = * b * t 3 + h * t 3 = * 95 *10 3 + 195 *10 3 = 9,667 * 10 4 mm 4
3
3
Cw =
2
r0 = z 0 + y 0 +
Torsi
1
1
* b 3 * t 3 + h 3 * t 3 = * 953 *10 3 + 1953 *10 3 = 2,298 * 108 mm 6
36
36
Iz + Iy
A
= 58,26 2 + 31,12 2 +
Sindur P. Mangkoesoebroto
28
D.
z =
k z * l z 0,8 * 2000
=
= 74,97 200 OK
rz
21,34
y =
ky *l y
ry
0,8 * 2000
= 23,98 200 OK
66,72
h ' 200
200
200
=
= 20
=
= 12,91 Penampang langsing
t
10
fy
240
200
200
h'
400
400
=
= 12,91
= 20
=
= 25,82
t
fy
240
fy
240
Q s = 1,340 1,7 *10 3 *
E.
h'
200
* f y = 1,340 1,7 *10 3 *
* 240 = 0,813
t
10
ez =
2 * E
z2
2 * 200.000
74,97 2
= 351,20 MPa ey =
2 * E
y2
2 * 200.000
23,98 2
= 3432,81 MPa
2 * E * Cw
1
ex =
+ G * J *
2
2
A * r0
(k x * l )
2 * 200.000 * 2,298 *108
1
=
+ 7,692 *10 4 * 9,667 *10 4 *
2
(0,8 * 2000)
2920 * 9270,22
= 281,25 MPa
Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:
y
2
- e ( e - ez ) 0 = 0
r0
r0
( e - ex ) ( e - ey ) ( e - ez ) - e 2 ( e - ey ) z 0
e - a * e + b * e - c = 0
dimana:
y 2
z 2
ex + 02 + H * ez + 02 + H * ey
r0
r0
a=
H
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
29
ex * ez + ex * ey + ez * ey
b=
c=
H
ex * ey * ez
H=
H
I pc
I ps
I y + Iz
I y + Iz + A * y02 + z02
1,433 *10 7
2,707 *10 7
= 0,529
1
e1 = 2S cos + a
3 3
Q
= cos -1
2T
1
e 2 = 2S cos + 120 o + a
3
3
1
R = a2 - b
3
1
e3 = 2S cos + 240 o + a
3
3
1
2 3
Q = .a .b - c a
3
27
S=
1
R
3
T=
1 3
R
27
58,26 2
31,12 2
281,25 +
+ 0,529 * 351,20 +
+ 0,529 * 3432,81
9270,22
9270,22
a=
= 5,236 *10 3
0,529
b=
c=
1
1
R = a 2 b = 5,236 *10 3
3
3
Torsi
S=
1
1
R=
* 4,850 *10 6 = 1,271 *10 3
3
3
T=
1
1
*R3 =
* 4,850 *10 6
27
27
= 2,055 *10 9
Sindur P. Mangkoesoebroto
30
1
2
Q = * 5,236 *10 3 * 4,288 *10 6 6,405 *108 * 5,236 *10 3 = 3,788 *10 9
3
27
3,788 *10 9
= 22,831o
= cos 1
2 * 2,055 *10 9
22,831o 1
+ * 5,236 *10 3
e1 = 2 *1,271*10 3 * cos
3
3
= 4265,65 MPa
22,831o
1
e 2 = 2 *1,271*10 3 * cos
+ 120 o + * 5,236 *10 3 = 193,34 MPa
3
3
22,831o
1
e3 = 2 *1,271*10 3 * cos
+ 240 o + * 5,236 *10 3 = 776,63 MPa
3
3
e = 193 MPa
e =
fy
e
240
= 1,11
193
1,2
1,2
=
= 1,331
Qs
0,813
0,25
e = 1,11
Qs
Pd = Pn = 0,85 * A g *
G.
0,25
0,25
=
= 0,277
Qs
0,813
1,2
Qs
fy
1,43
1
*
Q s 1,6 0,67 * e * Q s
1,43
1
=
*
= 0,85 * 2920 *
240 ~
= 31,4 ton
1,895
Pd = Pn = 0,85 * A g *
fy
z
= 0,85 * 2920 *
240 ~
= 37,3 ton
1,596
Kesimpulan
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
31
Resume
Profil dengan dua sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan
yang memiliki dua sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil I dan
palang, maka Q=1 dan gejala tekuk torsi tidak perlu diperhatikan. Bila
penampangnya langsing ( > r) maka gejala tekuk torsi harus diperhitungkan
menggunakan Pers. (1). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab
Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil
dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk torsi.
Profil dengan satu sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan
yang memiliki satu sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku ganda
sama kaki dan profil T sama kaki, maka Q=1; gejala tekuk lentur torsi
diperhitungkan menggunakan Pers. (2). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah
sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya
diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan
tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh
warping dapat diabaikan (Cw=0).
Profil tanpa sumbu simetri
Untuk penampang komponen struktur tekan yang tak memiliki sumbu simetri,
termasuk didalamnya adalah profil siku tak sama kaki, profil Z dan profil T tak
sama kaki, maka gejala tekuk lentur torsi harus diperhatikan menggunakan Pers.
(3). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur
Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan
antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila
penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan
(Cw=0).
Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan
diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur
terhadap sumbu lemah z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu
kuat y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.
Torsi
Sindur P. Mangkoesoebroto
32
tekan
Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya. Titik-titik pada
potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan
sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus
pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral.
Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk
lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi
tekuk torsi lateral.
Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh:
1) Tekuk lokal flens akibat tekan
2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur
3) Tekuk torsi lateral
Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan
Gambar 1 berikut ini:
(R 1) p
Mp
Plastis
My
Momen
Inelastis
3
Mr
4
b
M
Elastis
M
tw
tf
d
Lb
max
0
Defleksi
Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh
kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.
Sindur P. Mangkoesoebroto
Bila Lb cukup kecil, Lb Lpd, maka M dapat mencapai Mp dengan deformasi yang besar
yang ditunjukkan oleh kapasitas rotasi R p dimana faktor daktilitas R 3. Hal tersebut
digambarkan oleh kurva 1.
Bila Lb diperbesar Lpd < Lb < Lp maka besar M dapat mencapai Mp namun dengan
kapasitas rotasi yang lebih kecil, R < 3. Lihat kurva 2. Bila Lp < Lb < Lr maka M hanya
dapat mencapai Mr = Sx (fy fr) < My dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3.
Bila Lb > Lr maka M < Mr dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas kurva 4.
Tekuk torsi lateral elastis (Lb Lr).
dw
dx
x
Tampak atas
x
z
Mz
M0
Mx
dv
dx
y
M0
M0
z
-v
x
x
Tampak samping
Mz = M0 cos
My M0
w
M0
-v
M0
x
x
y
z
M0
1
dv
dx
dw
dx
M0 cos M0
y
dv
dx
z
dw
dx
M0 sin
Sindur P. Mangkoesoebroto
M0
E Iy
1
= - M y' = - M 0
z
E Iy
d2w
= -M 0 ................................................................. (1)
dx 2
atau
- = 0 ......................................................... (2)
2
dx 2
dx 4
2
dengan
M
GJ
dan = 2 0
2 =
E Cw
E Iy Cw
r2 = 2 +
r = 2 +
Sindur P. Mangkoesoebroto
r1 = + 2 + riil, positif
r2 = 2 + = i
2 + - imajiner, positif
r3 = - + 2 + riil, negatif
r4 = - 2 + = - i
2 + - , imajiner, negatif
dan
= A 1 e r1x + A 2 e r2 x + A 3 e r3x + A 4 e r4 x
Karena harmonik maka A1 = A3 = 0 = A 2 e iqx + A 4 e -iqx
q=
dimana
2 + -
=
L
2 + -
2
= 2 + -
L2
GJ
=
2EC w
M
GJ
+ 2 0
E I y C w 2EC w
2
GJ GJ
-
M 0 = M cr = 2 +
2EC w 2EC w
L
E2 Iy Cw
4 2 GJ
+
L4 L2 EC w
= E Iy Cw
I y C w + GJ I y E
L L
2
M cr =
Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi
I y C w + E I y GJ
L L
2
M cr = C b
atau
f cr = C b
2 E
L
i
y
1+
J
1
L2
* (1~1,5)
C w 2(1 + ) 2
(buktikan)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Momen
Mp
Kapasitas
rotasi
perlu
(R 1) p
Mp
Awal
penguatan
regangan
(R 1) y
sh
Rotasi
sh
Gambar 2
Bila Lb < Lr pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga > y =
fy / E dan M > Mr. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral
inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun
tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini
tahanan momen elastis maksimum Mr menjadi,
Mr = Sx (fyf fr)
dimana Sx adalah modulus penampang
fyf adalah kuat leleh flens
fr adalah tegangan sisa
Panjang bentang tak terkekang
Bila diharapkan tahanan lentur balok dapat mencapai Mp dengan kapasitas rotasi yang
tidak terlalu besar (R ~ 1) maka pada keadaan ini M0 = Mcr = Mp. Pada situasi ini
umumnya pengaruh kekakuan torsi murni dapat diabaikan terhadap pengaruh warping
sehingga diperoleh
M0 = Mp =
2
E Cw Iy
L2b
untuk Mp = Zx fy
Cw = If (d tf)2 / 2 = Iy (d tf)2 / 4
dan substitusikan diperoleh
I 2y (d - t f )
2
Zx f y = 2 E
4
Lb
=
(d - t f ) = 2 E A i 2 (d - t f )
2
E
I
y
y
2
2
L2b
L2b
Sindur P. Mangkoesoebroto
dan
Lb
2 E (d - t f ) A
=
Zx
iy
2 fy
2
d
Z x = b t f (d - t f ) + t w - t f
2
A = 2 b t f + t w (d - 2t f )
[2 b t f + t w (d - 2t f )] (d - t f )
A (d - t f )
=
Zx
b t f (d - t f ) + t w d - t f d - t f
2
2
( )( )]
= 2 ~ 2,7
A (d - t f )
= 1,5 sehingga
Zx
Lb
2 * 200.000 * 1,5 1200
=
=
iy
2f y
fy
Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 < R < 3) maka nilai E pada
persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan
Lp
iy
790
f yf
Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis
plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/fy (untuk fy = 240
MPa) sehingga diperoleh
L pd
iy
2
E
9500
60 2 1,5 =
2
fy
fy
Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas
menjadi
L pd
iy
25000 + 15000 M 1 M 2
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
Bila karena sesuatu dan lain hal hanya diperlukan tahanan momen M = Mr maka hal ini
dapat dicapai dengan mengatur panjang tak terkekang Lb = Lr dengan
M cr = M r = S x (f yf - f r ) =
Lr
2 E 2
I y C w + GJ I y E
L2r
S 2x (f yf - f r )
L4r
- GJ I y E L2r - 2 E 2 I y C w = 0
2
GJ I y E 2
4 E 2 I y Cw
1 4
2
Lr L
=0
r
2
2
2
2 S 2x (f yf - f r )
2 S 2x (f yf - f r )
2
atau
atau
GJ I y E 2
4 E 2 I y Cw
L =
+
+
2
2
2
2
2 S 2x (f yf - f r )
S 2x (f yf - f r )
2 S x (f yf - f r )
E
maka
karena I y = A i 2y dan G =
2 (1 + )
2
r
GJ I y E 2
Lr
i
y
E
JA
=
2 S x (f yf - f r ) 1 +
atau
Lr
= X 1* 1 + 1 + X *2
iy
4 S 2x (f y - f r ) (1 + )
C
1 + 1 + 4 (1 + ) w 2
JA
i 2y J
2 E 2
C
X = 4 (1 + ) 2 w * .
i y J X1
E
JA
;
dimana X =
2 S x (f yf - f r ) 1 +
*
1
*
2
Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (Lb) terhadap tahanan lentur balok
diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,
Teori
W16 x 26
Mp
Perencanaan
M
0.5 M
Cb = 1.3
Mr
M
0,5 Mp
Cb = 1.0
I
Plastis
II
Inelastis
Lps Lpd Lp
0
III
Elastis
Lr
8
16
24
Lb
Gambar 3
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mp
Mr
Kasus
2
Lps Lpd
Kasus
3a & 3b
Kasus
4a & 4b
inelastis
elastis
Lp
Lr
Gambar 4
8500
fy
25.000 + 15.000 M 1 M 2
fy
Sindur P. Mangkoesoebroto
790
f yf
Lb - Lp
Mr < Mp
Mp +
M n = Cb r
Lr - Lp
L r - L p
dimana
Cb =
2,5 M max
12,5 M max
+ 3 MA + 4 MB + 3 MC
dan
Lr
= X 1* 1 + 1 + X *2
iy
315.000
JA
;
X =
S x (f yf - f r ) 1 +
*
1
X *2 = 4 (1 + )
Cw
i 2y J X 1*
dan
M r = S x (f yf - f r )
Cb
MA
MB
MC
Mmax
Sx
fyf
fr
Sindur P. Mangkoesoebroto
1
adalah konstanta torsi, J = bt 3
3
adalah konstanta Poisson
Cw
A
Iy
iy =
(d t f )2 =
1
t f b3 (d t f )2 ]
24
2
adalah luas penampang profil-I,
adalah momen inersia dua flens profil-I terhadap sumbu-y,
Iy
adalah jari-jari giras terhadap sumbu-y.
A
M n1 =
- p
r -
Mp +
Mr < Mp
r - p
r - p
L - Lb
Lb - Lp
M n2 = Cb r
Mp +
Mr < Mp
Lr - Lp
L r - L p
Mn = min {Mn1, Mn2}
Kasus 4a (Lb > Lr):
Mn < Mr
Penampang tak kompak (p < < r)
M n = Cb
Lb
I y C w + E I y GJ
Lb
Perencanaan bresing
Bresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N = 0,02 P dimana P adalah gaya
axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
C b=1
Mr
Lb
iy
=
p =
790
r =
yf
Lr
iy
tak kompak
Mp
kompak
Mr
=
p =
3)
170
r =
yf
420
bf / 2
tf
( yf 115) k e
langsing
(Balok pelat berdinding penuh)
5250
kompak
yf
Mr
bila
a
1,5
h
= h / t
p =
1680
y
r =
2550
y
95000
yf ( yf + 115)
bila
a
> 1,5
h
Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat
web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:
1)
Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;
2)
3)
Sindur P. Mangkoesoebroto
Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk
meningkatkan tahanan geser pelat web.
Tekuk vertikal
f =
h d
2 dx
Af f
Af f
h/2
dx = d
h/2
Af f
Af f
Af f
Af f
d
Af f d
A f f d
A
= f f
dx t w
tw
2 f
h
Sindur P. Mangkoesoebroto
cr =
k 2E
12 1 2 (h/t w )
sendi
bebas
h
sendi
dx
atau
h
2E A w 1
=
tw
24 1 - 2 A f f f
dimana Aw = h tw
Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa r dan f = yf maka
f = (r + yf)/E
sehingga
2E 2 A w
h
=
tw
24 1 - 2 A f yf yf + r
................................................................
(1)
untuk
a
> 1,5
h
Sindur P. Mangkoesoebroto
dan
h 5250
a
untuk
=
1,5
tw
h
yf
Pada saat balok pelat berdinding penuh memikul lentur maka bagian pelat web yang
dekat dengan flens tekan cenderung mengalami tekuk seperti skema dibawah ini.
web tekan
h
tw
2 k E
12 1 2 (h / t w )
sendi
sendi
Nilai k
39.6
44
= 100
36
= 10
=3
28
= 0 (sendi)
23.9
0.3
0.7
1.1
1.5
1.9
2.3
a/h
cr =
4.320.000
(h / t w )2
7.158.000
(h / t w )2
Sindur P. Mangkoesoebroto
Karena kondisi jepitan pelat web sangat bervariasi dari kasus-ke-kasus dan kondisi jepit
ini hampir sunguh-sunguh terjadi pada pelat web yang dilas terhadap flens maka
umumnya diambil kondisi 90% kearah jepitan,
6.450.000
cr =
(h / t w )2
tw
6.450.000 2550
=
cr
cr
2550
y
Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya
memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan Mn/My versus = h/tw untuk BJ
37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,
y
Mn
My
daerah perencanaan
balok pelat minimum
1,0
tekuk lentur web
Penguatan
regangan
2550
BJ 37
cr
= h/tw
p = 108
1680
240
r = 165
2550
240
l = 325
a
> 1,5
untuk
h
l = 339
a
1,5
h
untuk
Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok
pelat maka
Mn
= 1 ( r )
My
r < < l
dimana
ar
1200 + 300 a r
ar =
Aw
10
A fc
Sindur P. Mangkoesoebroto
r =
2550
y
h
tw
5250
yf
l =
95000
yf ( yf + 115)
a
1,5
h
a
bila > 1,5
h
bila
My = Sx y
Sehingga diperoleh,
ar
Mn = Sx y 1
1200 + 300 a r
h
2550
tw
yf
Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis
akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat
ar
Mn = Sx cr 1
1200 + 300 a r
h 2550
tw
yf
= Sx cr RPG
dimana
cr ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk
lokal flens tekan.
RPG = 1-
ar =
h 2550
ar
1,0
1200 + 300 a r t w
yf
Aw
A fc
10
Jadi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama
dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada
web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah
daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga
Mn = Sx cr RPG Re
Balok Pelat Berdinding Penuh
Sindur P. Mangkoesoebroto
0 Re =
dimana
12 + a r (3m m 3 )
1,0 . Untuk balok homogen Re=1.
12 + 2 a r
yw
m =
yfc
Tegangan normal kritis untuk pelat tipis ditentukan oleh persamaan berikut ini:
cr =
2 k E
12 1 2 (b t )
2k v E
12 1 2
dengan kv = 5 +
) (h/t )
.........................................................................
(2)
5
.
(a / h ) 2
304.000 k
(h / t w ) 2 yw
Tegangan geser batas proporsional diambil sebesar 0,8 yw dan cr ,el = C v ,el yw
sehingga
cr ,inel
yw
0,8
490
h / tw
304.000 k
(h / t w ) 2 yw
k
yw
Sindur P. Mangkoesoebroto
cr
y
C, inel=
490
h / tw
k
yw
0,8
C, el=
leleh
inelastis
304.000 k
(h / t w ) 2 yw
elastis
h / tw
490
k
yw
610
k
yw
cr
y A w
y
= C y Aw = C (0,6 yw)Aw
dan
Vd = Vn = 0,9 C v (0,6 yw )A w
= 0,54 C yw Aw
dengan
C = 1
C =
Cv =
bila
k
yw
490
h / tw
304.000 k
(h/t w ) yw
Catatan: Bila
h
kv
< 490
tw
yw
bila 490
bila
(web leleh)
k
k
h
610
(tekuk web inelastis)
yw t w
yw
h
k
> 610
tw
yw
h
> 260 maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.
tw
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi
medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web
sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.
Kurva Cv vs h/tw dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:
C =
cr
y
penguatan regangan
dapat tanpa
pengaku vertikal
perlu pengaku
vertikal
1,0
Pasca tekuk Aksi Medan Tarik
(perlu pengaku vertikal)
0,8
Tanpa tekuk
akibat geser
260
610
490
k
yw
k
yw
h/tw
Tahanan geser Vn yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, Vcr, dan tahanan medan
tarik, Vtf, adalah sebagai berikut:
Vn = Vcr + Vtf
dimana Vcr = Cv y Aw sedangkan Vtf didapat berikut ini.
tw
h cos
Vtf
Sindur P. Mangkoesoebroto
Vtf = T sin
T = t tw h cos
t
h a tan
T
a tan
Vtf
S = (h - a tan ) cos
= h cos - a sin
T = t t w S
Vtf = T sin = t t w S sin
= t t w sin (h cos - a sin )
h
= t t w sin 2 - a sin 2
2
Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga Vtf maximum
atau
d Vtf
= 0 = h cos 2 - 2a sin cos
d
= h cos 2 - a sin 2
atau
tan 2 =
sin 2 =
h 1
=
a a
h
( h)
1+ a
( h)
1+ a
1
2
a/h
a
1 - cos 2 1
h
= 1 sin =
2
2
1+ a
h
( )
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
a/2
a/2
PS
Vtf
2
Fw
a sin
t
Vtf
2
Ff + Ff
Fw
h/2
Ff
a
1
t t w a sin 2
2
h Vtf
a =0
2 2
Vtf = Ff
h
a
1
t h t w sin 2
2
1
t h t w
2
( h)
1+ a
Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):
12 + 22 - 1 2 = 2y ...........................................................................
(3)
1
y
1 1
1 = -2 = cr
(geser murni)
tan =
y/ 3
A
-y
y
- y / 3
3
3
3 -1
-y
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
1
t
cr
cr
cr
cr
cr
1 = t + cr
t
2
2 = cr
1 = y +
atau
3 -1 2
t + cr = y -
3 - 1 cr
t = y - 3 cr
maka
dan
t
=1y
( 3 )
cr
cr
=1- CV
y
=1-
t = (1 - C V ) y
1
t h t w
2
( h)
1+ a
1
1
(1 - Cv ) yw h t w
2
2
1 + (a/h )
1
(1 - C v ) yw A w
2
3 (1 - C v )
= y A w C v +
2
2 1+ a
h
( )
Vn = 0,6 yw
( h)
1+ a
1- Cv
Aw Cv +
1,15 1 + a
h
( )
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
a
1
h
t w a 1 2
1+ a
h
( )
Ps = 0,15 yw (1 - C v ) a t w
dan luas pengaku vertikal Ast
A st =
0,15 yw (1 - C v ) a t w
Ps
=
yst
yst
di peraturan di syaratkan
A st
dimana:
yw
Vu
- 18 t 2w 0
0,15 D h t w (1 - C v )
yst
v Vn
Bila
balok
pelat
berdinding
penuh
direncanakan
memikul
geser
dengan
1,0
0,75
0,6
Vu
Vn
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
atau
Vu
<1
Vn
Jadi bila
0,6 <
dan
0,75 <
atau
0,6
dan
Mn
0,75 M n
M
< u <
Vu
Vu
Vu
Mu
<1
M n
Vn
V
Vn
< u <
............................................................
Mu
Mu
Mu
Vu
V
Vu
....................................................................
< u <
M n M u 0,75 M n
0,6
Vu
Mu
0,6
Vn
Mu
(5)
Vn
0,75 M n
Vn
Mu
Vu
M n
Vn
Mn
(4)
Vu
0,75 M n
Vn
Mn
Persamaan (4)
Persamaan (5)
Persamaan (6)
atau bila
0,6
V
Vn
Vn
..........................................................
u
M n M u 0,75 M n
(6)
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
dan
Balok Biasa
Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.
Penghapusan tersebut dilakukan bila h/tw 260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.
Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai kv = 5.
1. Rezim penguatan regangan
kv
h
1100
490
=
tw
yw
yw
h 1380
tw
yw
Vn = 0,6 yw A w C v
1100
Cv =
3.
tw
yw
h
1380
>
tw
yw
Vn = 0,6 yw A w C v
Cv =
Bila h
tw
1.520.000
2
h
t yw
w
dan
1)
h
260
tw
2)
Vn 0,6 yw A w C v
Sindur P. Mangkoesoebroto
15
tw
dan bila
Vu
1- Cv
0,6 yw A w C v +
1,15 1 + a
h
( )
260
a
Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila
min
h
h t w
2
, 3 . Bila
5
; bila
(a / h ) 2
(a / h ) > 3 maka kv = 5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau
panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel
pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai Vn = C v (0,6 yw ) A w .
Flens tekan
Las intermiten
tw
Flens tarik
6 tw maksimum
4 tw minimum
Sindur P. Mangkoesoebroto
16
a) Bila
a
h 5250
1,5 maka
h
tw
yf
b) Bila
a
h
95.000
> 1,5 maka
h
tw
yf yf + 115
dimana:
a
h
260
tw
Lb
rT
790
yf
2000
yf
C PG = 1.970.000 C b
Cb =
2,5 M max
12,5 M max
+ 3 M A + 4 M B + 3M C
Sindur P. Mangkoesoebroto
17
Lb
A
Lb / 4
Lb / 4
Lb / 4
Lb / 4
Mmax
rT adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan + 1/3 dari pelat badan tertekan
terhadap sumbu T.
T
1/6 h
Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu
balok.
b) Tekuk lokal pelat sayap
=
p =
bf 2
tf
170
yf
r = 600
ke
yf
CPG = 180.000 ke
Cb = 1
dimana k e =
4
h tw
Sindur P. Mangkoesoebroto
18
Kuat kritis
Bila < p maka
cr = yc
1 - p
cr = C b yc 1 yc
2 r - p
> r maka
cr =
C PG
2
Kuat kritis, cr, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.
ar
1200 + 300 a r
h c 2550
1,0
cr
t w
12 + a r 3m - m 3
1 . Untuk balok homogen Re=1.
12 + 2a r
Aw
10 , adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas
A fc
yc cr
cr adalah kuat kritis pelat sayap tekan
yt adalah kuat leleh pelat sayap tarik
yc adalah kuat leleh pelat sayap tekan
Sindur P. Mangkoesoebroto
19
Untuk
kv
h
490
tw
yw
Vd = v Vn = (0,9 ) (0,6 A w yw )
b. Untuk
kv
h
> 490
tw
yw
1- Cv
Vd = v Vn = (0,9 ) 0,6 A w yw * C v +
1,15 1 + a
h
( )
dimana C v =
Bila 490
cr
dihitung sebagai berikut:
y
kv
kv
h
610
yw t w
yw
Cv =
Bila
490 k v yw
h tw
kv
h
> 610
tw
yw
C v = 304.000
k v yw
(h
tw )
(a h )
Sindur P. Mangkoesoebroto
20
Untuk panel-panel ujung balok pelat berdinding penuh homogen, semua panel pada
balok hibrida dan balok dengan perubahan pelat badan (web-tapered), serta bila a/h > 3
atau a/h > [ 260 / (h/tw)]2, aksi medan tarik tidak boleh diperhitungkan, dan
Vd = v Vn = (0,9) (0,6 Aw yw Cv)
dimana
Cv dihitung dengan kv = 5 +
5
, kecuali bila a/h>3 maka kv = 5.
(a / h ) 2
Pengaku Vertikal
Pengaku vertikal tidak diperlukan bila
dan
a)
h
260
tw
b)
Vu 0,6 v yw A w C v
5
dan v = 0,9.
(a / h ) 2
tw
I a tw3 j
j=
tw
2,5
- 2 0,5
2
a
h
( )
Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal Ast ditentukan sebagai
berikut:
A st
yw
y st
[0,15 D h t
(1 - C v ) - 18 t w 2 ] 0
dimana:
y st adalah kuat leleh pengaku vertikal
Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan
ditambah untuk meningkatkan kv dalam upaya menaikkan tahanan geser.
Balok Pelat Berdinding Penuh
Sindur P. Mangkoesoebroto
21
V
Vn
Vn
u
untuk balok-balok pelat berdinding penuh dengan pelat
M n M u 0,75 M n
badan yang direncanakan terhadap aksi medan tarik harus memenuhi persyaratan
tambahan dibawah ini
Mu
V
+ 0,625 u 1,375
Mn
Vn
dimana
bf 2
~ p pada posisi momen
tf
w = h
Tinggi Optimum,
h=3
tw
tetap
3 Mu w
2 cr
cr y
Sindur P. Mangkoesoebroto
22
At = Aw + Af =
= 3 18
h2 h2 2 h2
+
=
w w
w
M 2u
2 2 w
[ = mm ]
2
18
M 2u
2 2 w
= mm
Sindur P. Mangkoesoebroto
23
DIAGRAM ALIR
PERENCANAAN BALOK PELAT BERDINDING PENUH
Diberikan:
bt
bc
tt
tc
fyt
fyc
fyw
rT1
Mmax
MA
MB
MC
Lb
a
=
h
h
w =
tw
Vu
Mu
D
= L b /rT
= b c /(2t c )
p = 790/ f yc
p = 170/ f yc
r = 2000/ f yc
0,35 < k e =
Cb =
2,5 M max
12,5 M max
+ 3M A + 4M B + 3M C
4
w
b = 0,9
fyst
kb
0,763
r = 600 k e /f yc
C PG = 1.970.000 C b
C PG = 180.000k e
Cb = 1
Call fcr1
bc
h=3
tc
Ac
kb
tw
d h h x
Aw
hc/2
x
ycg
kb
At
tt
bt
At
Ac
tw
Aw
a
d
Call fcr2
3 M u w
2 f cr
= bt tt
= bc tc
= h/w
= tw h = h2/w
= h
= h + tt + tc
Sindur P. Mangkoesoebroto
A c (d - t c /2) + A w (h' /2 + t t ) + A t t t / 2
; hc = 2 (d - tc - kb - ycg)
Ac + A w + A t
AT = t c b c + h' /6 t w
IT = 1 t c b c 3 + 1 (h' /6) t w 3 ;
12
12
rT = I T
; is it close to rT1 ? write rT
AT
ycg =
f yc f cr
ar = Aw / Ac 10;
0 Re =
12 + a r (3m - m 3 )
1 ; untuk balok homogen Re=1.
12 + 2a r
RPG = 1 -
hc
2550
ar
1
1200 + 300 a r t w
fcr
Catatan:
1.
Bila
f cr C b
2E
L
i
y
1+
J
1
L2
C w 2(1 + ) 2
1.970.000 C b
J
0 untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka f cr
.
2
Cw
L
i
y
f yf f r k e
Lr
=
iy
2 * 1.970.000 2.000
.
fy
fy
420
(240 115)
240
600
f yf k e
ke
f yf
f cr
1
2
1
180.000 k e
.
= 2 =
Ek
=
2
f y c 12 1 2 f
(
b / t)
f y (b t )2
y
Sindur P. Mangkoesoebroto
Mu Md
revise
y
Untuk panel-panel ujung, panel
dekat lubang, panel balok
hibrida, web-tapered TFA=0;
untuk lainnya TFA=1.
Bila >3, TFA=0, kv=5; bila
3, kv= kv+5/2
5250
1,5
> 1,5
= a/h
f yc
t
revise
w > 490
95.000 t
f yc (f yc + 115)
kv
fyw
Call CV
t
0
revise
TFA
Cv=1
1
t
Vu Vd
y
(260/w)
Vd = 0,9 . 0,6 . Cv f yw h / w
2
Call PIGL
stop
Call pengaku
stop
TFA=0
Call pengaku
t
Vd = 0,9 . 0,6 . f yw h / w *
2
Vu Vd
1- C V
C V +
1,15 1 + 2
t
revise
Sindur P. Mangkoesoebroto
0,6Vn Vu
Vn
Mn
M u 0,75M n
return
revise
Mu
V
+ 0,625 u 1,375
Md
Vd
return
Subroutine Pengaku
w 260
TFA
kv
fyw
w < 490
1
y
2
f yw
h
Vu
2
Ast =
- 18
0,15 D h / w (1- C v )
f yst
Vd
w
kv=5
No need of vertical
stiffener
t
(no requirement on Ast
only on I)
j=
2,5
-2
2
j < 0,5
t
j = 0,5
I = h 4 j/w
Sindur P. Mangkoesoebroto
return
Subroutine fcr:
return
< p
fcr = fyc
> r
(kompak)
fcr =
(langsing)
C PG
2
return
p < < r
(non-kompak)
- p
f yc
f cr = C b f yc 1 - 12
r p
return
Subroutine Cv :
w 490
return
kv
w > 610
f yw
w
Cv = 1,0
490
kv
f yw < w 610
C v = 490
kv
kv
f yw
C v = 304.000
f yw
(k v / f yw )
w
return
k v / f yw
w
return
Sindur P. Mangkoesoebroto
Pendahuluan
Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar
perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana
terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan
plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya
mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat
deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar.
Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang
masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur
dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi
yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi
tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara
lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum Lb, adalah sesuai dengan
pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, Lb Lpd.
Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee)
untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang
lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk
sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan
yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI
1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-kekolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus
dapat mencapai 0,03 radian.
Disamping itu perencanaan sambungan harus memperhatikan tiga hal berikut:
1. Mampu mentransfer momen ujung balok dan kolom;
2. Mampu mentransfer geser ujung balok ke kolom;
3. Mampu mentransfer geser pada ujung kolom ke balok.
Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga
materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan
pengaku yang diperlukan.
Mekanisme Keruntuhan Plastis
Sebelum tahanan plastis struktur rangka ditentukan, terlebih dulu perlu diketahui
mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur. Pada umumnya masingmasing mekanisme keruntuhan akan menghasilkan beban batas yang berbeda-beda. Nilai
beban batas terkecil yang akan menentukan tahanan struktur.
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
(a)
Mekanisme balok
(b)
Mekanisme panel
(d)
Mekanisme gable
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
(c)
Mekanisme join
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
Wn
Wn
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
L
= M p ( + 2 + )
2
8M p
Wn =
L
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
Contoh 2
Wn
0,5Wn
2
h
4
L
Mekanisme 1
Mekanisme 2
Mekanisme 1
0,5 Wn h = M p ( + )
Wn =
(b)
4M p
h
Mekanisme 2
L
= M p (2 + 2)
2
8M p 4M p
2
Wn =
=
L
L+h
h
+1
h
0,5 Wn h + Wn
Contoh 3
Wn
Wn
0,5Wn
2,25 m
6
4,5 m
7
9m
Mekanisme 1
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
0
3
6
x
4,5
7
9
Mekanisme 2
0
18
x
4
5
3
2
3
3
3
Mekanisme 3
4,5
a. Mekanisme 1
0,5 Wn 4,5 = M p .2
M p = 1,125 Wn
b. Mekanisme 2
Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat
(instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga
benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-45 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmensegmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5 tegak lurus terhadap garis
1-5, dan titik 6 tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat
dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat
sesaatnya.
Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah
menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal
dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7
adalah:
x 5,625
=
9
6,75
; x = 7,5 m
Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme
2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 32. Segmen benda kaku
5-6 berotasi melalui sudut 32 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke
1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:
1
4 = , =
3 3
2
2
4
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 5 adalah:
3
+
= 2
2 2
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 6 adalah:
+
3
= 2,5
2
Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu
dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik
2.
Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke
3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:
(2,25) = 1,125 .
2
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
(6,75) = 3,375
2
Beban pada titik 2 bergerak horisontal sejarak:
(4,5) = 2,25
2
Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi:
Kerja eksternal = Kerja internal
0,5Wn (2,25 ) + Wn (1,125 ) + Wn (3,375 ) = M p (2 + 2,5)
Mp =
5,625
Wn = 1,25 Wn
4,5
c. Mekanisme 3
Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:
x 5,625
;
=
9 2,25
x = 22,5 m
Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0
adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga
kali jarak 3-1, sudut 3-1-3 adalah 3/4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).
Kerja eksternal yang dilakukan oleh berbagai beban adalah:
Beban pada 2,
6,75
3
0,5 Wn (4,5) =
Wn
4
4
Beban pada 3,
6,75
3
Wn (2,25) =
Wn
4
4
Beban pada 5,
2,25
Wn (2,25) =
Wn
4
4
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
3
M p + = M p
4 4
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
Momen pada 6,
Mp + = Mp
4
4
Wn
5
6,75 2,25
+
= M p 1 +
4
4
4
15,75
9
Wn
= Mp
4
4
Mp =
15,75
Wn = 1,75 Wn
9
Menentukan
Analisis plastis
7.5.1
Penerapan
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan
menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir 7.5.2 dipenuhi. Distribusi
gaya-gayadalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat batas.
7.5.2
Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi,
yaitu:
a)
b)
c)
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
d)
2100
e)
M1
r
25.000 + 15.000
M 2 y
Lpd =
fy
(7.5-1)
Keterangan:
fy
M1
M2
ry
(M1/M2)
Lpd
(ii)
M1
r
35.000 + 21.000
M 2 y 21.000 ry
Lpd =
fy
fy
f)
g)
(7.5-2)
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
7.5.3
Anggapan analisis
Gaya gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku.
Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat
memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama
kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan
selama:
a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen
sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponenkomponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui
pada saat terjadinya mekanisme;
b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas
momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponenkomponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk
terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan
pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan
10
M2
Mx
V
Kelengkungan
M
1
=- x
EI
1
EI
dan M x = M p + M s = M p + P . v = -
dimana
v ii
[1 + v ]
i2
1
v ii dan diperoleh
Mp
P
v ii +
v=EI
EI
ii
Mp
P ii
v iv +
v =EI
EI
ii
M
M
v ii = - x v iv = - x maka
EI
EI
ii
ii
M
Mx
P Mx
p
+ =EI
EI
EI EI
atau
Karena
atau
dimana
k2 =
P
d 2 M(x )
dan q(x ) = EI
dx 2
Sindur P. Mangkoesoebroto
dimana
P
EI
Kasus 1:
M1
M2
M2
M1
L
v
M p = M1 +
M 2 - M1
x
L
Mpii = 0
Jadi
Mx = A sin kx + B cos kx
x = 0 Mx = M1 = B
x = L Mx = M2 = A sin kL + B cos kL
M - M 1 cos kL
A= 2
sin kL
dan
M x = (M 2 - M 1 cos kL )
sin kx
+ M 1 cos kx
sin kL
dM x
=0
dx
dM x
cos kx
atau
= (M 2 - M 1 cos kL ) k
- k M 1 sin kx = 0
dx
sin kL
tan kx =
M 2 - M 1 cos kL
M 1 sin kL
(M 2 - M 1 cos
kL ) + M 1 sin 2 kL
2
M2 - M1 cos kL
kx
M1 sin kL
Kombinasi Lentur dan Tekan
Sindur P. Mangkoesoebroto
M 2 - M 1 cos kL
sin kx =
(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 1 sin kL
cos kx =
(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 2 - M 1 cos kL
sin kL
Jadi M x max =
M 2 - M 1 cos kL
(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 1 sin kL
+ M1
(M 2 - M 1 cos kL )2 + M1 2 sin 2 kL
(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
1
sin kL
1
2
2
M 2 - 2 M 1 M 2 cos kL + M 1
sin kL
M x max = M 2
M
1 - 2 1
M2
cos kL + 1
M2
M2
sin kL
M2
M2
Mp
P.v
Ms
Bila sin kL = 0 kL =
P=
P
L = n
EI
2 EI
L2
n = 1, 2,
(n = 1)
Mx max
Sindur P. Mangkoesoebroto
2 - 2 cos kL
.................................... (2a)
sin 2 kL
M
P
Mp
P.v
Ms
2 (1 - cos kL )
2
=M
2
1 + cos kL
1 - cos kL
=M
=M
1
= M sec kL 2 ........................ (2b)
cos kL 2
kL
= (n = 1) M x max
2 2
Kasus 2:
q
P
P
L
v
= Cx + D
=C
=0
Jadi 0 + k2 (Cx + D) = -q
C = 0 ; D = -q/k2
Mxk = -q/k2
dan Mx = A sin kx + B cos kx q/k2
pada x = 0 Mx = 0 = B q/k2 B = q/k2
x = L Mx = 0 = A sin kL + q/k2 cos kL - q/k2
A=
q
(1 - cos kL )
k sin kL
2
Sindur P. Mangkoesoebroto
dan
Mx =
q (1 - cos kL )
q
q
sin kx + 2 cos kx - 2
2
k sin kL
k
k
dM x
q (1 - cos kL )
q
=0=
cos kx - sin kx
dx
k sin kL
k
tan kx =
sin kx =
cos kx =
M x max =
q
k2
q
k2
q
k2
1 - cos kL
sin kL
1 - cos kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
sin kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
1 - cos kL
1 - cos kL
+
sin kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
- 1
sin kL
kL
sec 2 - 1
- 1
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
sin kL
1
M x max = qL2
( sec kL / 2 - 1 )
2
8
(kL )
Perbesaran Momen
Komponen struktur dengan satu kelengkungan tanpa translasi pada ujungnya
P
PO
P
V
SO
~ PO
Mp
P.v
P ( PO
SO )
Ms
SO
Sindur P. Mangkoesoebroto
Anggap, M s = P ( po + so ) sin
x
L
L2
M s dx =
P ( po + so ) sin
L2
= - P ( po + so )
= P ( po + so )
x
dx
L
x L 2
L
cos
L 0
Lendutan so adalah:
EI so = P ( po + so )
L L L2
L
- M s - x dx
o
2
2
= P ( po + so )
L2 L
LL
x
x
- P ( po + so )* sin
- x sin
dx
o
L
L
2
2
L2 L L L 2
x
= P ( po + so ) + x sin
dx
o
L
2 2
= P ( po + so )
=P
atau
L2
x L 2
sin
2
L 0
L2
( po + so )
2
so = ( po + so )
P
P
= ( po + so )
2
Pe
EI L
{
2
dimana Pe = 2 EI L2 dan =
P
Pe
po
1-
atau
so =
jadi
v = po + so = po +
1
po =
po
1-
1-
Sindur P. Mangkoesoebroto
dan M x max = M po + M so = M po + P ( po + so )
= M po +
dimana =
P po
1-
P
PL2
2
= 2
= 2
Pe EI E
P po 1
M x max = M po 1 +
M po 1 -
atau
2 EI po 1
= M po 1 +
M po 1 -
L2
= M po
2 EI po 1
- 1
1 + 2
1-
L
M
po
2 EI
1
po
- 1
B1* = 1 + 2
1 -
L M po
dimana
C*m
dan
2 EI po
=1+ 2
- 1 = 1 +
L M
po
dan
C*m
1-
2 EI po
L2 M po
-1
M2
M2 M1
M1
Mx max
M2
Sindur P. Mangkoesoebroto
Demikian sehingga Mx max > M 2 dan terjadi diantara kedua tumpuan. Akan di cari ME
demikian sehingga menjadi
Mx max
ME
ME
L/2
L/2
M
1 - 2 1
M2
M2
=
sin kL
ME
sin kL
ME = M2
M
cos kL + 1
M2
2 ( 1 - cos kL ) =
ME
cos kL/2
M
M
1 - 2 1 cos kL + 1
M2
M2
2 ( 1 - cos k L )
dimana
2 EI po 1
= 1 + 2
- 1
1-
L M po
Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen ME, po, ditentukan sebagai
berikut:
ME
ME
ME L
2
EI po = M E
ME L
2
L L
L L
- ME
= M E L2 / 8
2 2
2 4
2 1 1 + 0,2337
- 1
=
Sehingga B1* = 1 +
8
1
1-
P
PL2
k 2 L2 kL
= 2
=
= kL = 2
Pe EI
2
Sindur P. Mangkoesoebroto
kL
1
cos kL / 2
B1*
0,1
0,2
0,3
0,4
0,99
1,4050
1,7207
1,9869
1,137
1,3102
1,5333
1,8322
1,137
1,3084
1,5287
1,8225
Jadi Mx max =
ME
1 + 0,2337
~ ME
cos kL/2
1-
M
M
1 2 1 cos kL + 1
M2
M2
2 (1 - cos kL)
= M2
= M2
* 1 + 0,2337
1-
Cm
= M 2 B1
1-
2
dimana Cm =
B1 =
M
M
1 2 1 cos kL + 1
M2
M 2 * (1 + 0,2337 ) .................. (4)
14
4244
3
2 (1 - cos kL)
*
Cm
Cm
1-
0.05
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
M1/M2
kL
0.70
0.99
1.40
1.72
1.99
2.22
2.43
2.63
2.81
2.98
0.8
1.00
1.05
1.19
1.39
1.65
2.03
2.60
3.55
5.45
11.18
Persamaan (1)
0.5
0
-0.5
1.00
1.06
1.20
1.41
1.71
2.18
2.97
4.55
9.32
1.01
1.01
1.09
1.26
1.54
2.04
3.07
6.23
1.01
1.08
1.25
1.69
3.19
-0.8
0.8
1.01
1.10
1.54
1.00
1.04
1.19
1.38
1.64
2.01
2.57
3.49
5.34
10.89
Cm
:
1
Persamaan (4)
0.5
0
-0.5
1.00
1.05
1.19
1.40
1.70
2.15
2.92
4.46
9.08
1.01
1.01
1.09
1.25
1.52
2.00
3.01
6.07
1.00
1.06
1.23
1.66
3.11
-0.8
0.8
Persamaan (5)
0.5
0
-0.5
-0.8
0.99
1.07
1.50
0.97
1.02
1.15
1.31
1.53
1.84
2.30
3.07
4.60
9.20
0.89
1.00
1.14
1.33
1.60
2.00
2.67
4.00
8.00
0.93
1.40
2.80
Sindur P. Mangkoesoebroto
0.75
0.86
1.00
1.20
1.50
2.00
3.00
6.00
0.80
1.00
1.33
2.00
4.00
Mm ax/M2 = Cm/(1-)
5.00
0,8 0,5 0
Persamaan (4)
Persamaan (5)
4.50
Pu
M1
4.00
M1
= - 0,5
M2
M2 M1
3.50
M1
M2
3.00
Pu
M2
2.50
M1
= - 0,8
M2
M1
> 0 untuk kelengkungan tunggal
M2
2.00
M1
1.50
M2
1.00
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
=P
/Pee
Puu/P
Sindur P. Mangkoesoebroto
10
Kasus
L
2
Catatan:
L
2
L
2
1+ 0,2
1,0
1- 0,2
+
Mm
+
1- 0,3
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,3
Mm
Mm
+
Mm
+
Mm
Q
1- 0,6
1- 0,2
Mm
+
-
Pu
Pe
Sindur P. Mangkoesoebroto
11
Pu
Py
0.6
0.4
0= L
20 rx
40
60
80
100
120
M2 P
L
P
M2
40
60
0= L
80 rx
100
120
P 0.5 M
0.2
0
0.2
0.4
0.8
0.6
1.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Mu/ Mp
Mu / Mp
(M1 / M2 = 1)
(M1 / M2 = -0.5)
1.0
Sindur P. Mangkoesoebroto
12
Pu
Mu
+
1,0
Py 1,18 M p
dan
Mu
1,0
Mp
dimana
Py = A g y
1,0
Solusi eksak
Pu
Mu
+
1,0
Py 1,18 M p
Pu
Py
0,5
x
L
0
rx
Pu
1
=1Py
1,18
0,5
Mu Mp
1,0
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.
Pu
ME
+
1
Pn M p (1 - )
dimana
Sindur P. Mangkoesoebroto
13
1,0
Solusi eksak
M
M
Pu
M ui
+
= 1,0
Pn M p (1 - Pu Pe )
C m = 1,0
Pu
Pn
L
= 40
rx
80
0,5
120
0,5
M ui M p
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.
Pu
C m M ui
+
1
Pn M n (1 - Pu / Pe )
M uy C my
M ny 1 - Pu Pey
Pu
0,2
c Pn
M uy
Pu
8 M
+ ux +
c Pn 9 b M nx b M ny
2) Untuk
1,0
Pu
< 0,2
c Pn
Pu
+
2 c Pn
Kombinasi Lentur dan Tekan
M ux
M uy
+
b M nx b M ny
1,0
Sindur P. Mangkoesoebroto
14
dimana
Pu
Pn
Mu
Mn
B1 =
Cm
1,0
1 - Pu / Pe1
a)
Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal
diantara kedua tumpuannya,
P
Cm=coef x C*m dan C*m = 1 + u = 1 +
Pe 1
Cm = 1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi
= 0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi
b)
Pe1 adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.
Sindur P. Mangkoesoebroto
15
Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak
ditinjau.
P
u
OH
Mlt1
Pu
Hu
Hu
Hu
Hu
Mlt2
Pu
Pu
Mlt1 + Mlt2 = Hu L
OH = f h H u f h =
dan
OH
Hu
SH
B2 Mlt1
Pu
Hu
Hu +
Pu SH
L
Hu +
Hu
Pu SH
L
B2 Mlt2
Pu
Pu
SH = f h H u + u SH
L
P
= OH H u + u SH
L
Hu
P
= OH + u SH OH
L Hu
SH = OH
L Hu
L H u - Pu OH
Sindur P. Mangkoesoebroto
16
B2 =
B2 =
L Hu
L H u - Pu OH
L H u - Pu OH + Pu OH
L H u - Pu OH
1
Pu OH
1L Hu
Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka
Pu Pu dan H u H u
Sehingga
B2 =
1
Pu OH
1 Hu L
B2 =
1-
Pu
Pe2
adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh
kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
dalam keadaan bergoyang,
adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan OH pada tingkat
yang ditinjau,
adalah tinggi tingkat.
Sindur P. Mangkoesoebroto
17