Anda di halaman 1dari 228

SI 3212: Struktur Baja (3 sks)

(Created 24/1/07)
Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080
(Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta
sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap
berbagai kombinasi pembebanan.
Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban
terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat
berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.
Waktu:
Tempat:

Senin: jam 09:00-10:40


Jumat: jam 09:00-10:40
3202

Mulai kuliah:
UTS:
Akhir kuliah:

5 Februari 2007
26 ~ 30 Maret 2007 (minggu ke 8)
18 Mei 2007

Prasyarat: Mekanika Teknik, Mekanika Bahan, Statistik & Probabilitas


Text: Salmon & Johnson, Steel Structures: Design and Behavior, 4th ed., HarperCollins, 1996.
Satuan Acara Perkuliahan:
Materi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Pengantar LRFD dan Material (2 x 100 mt)


Batang Tarik (LRFD) (1,5 x 100 mt)
Batang Tarik (Probabilistik) (1,5 x 100 mt)
Batang Tekan (2 x 100 mt)
Balok: Lentur, Geser, Beban Terpusat, & Analisis Plastis (3 x 100 mt)
Sambungan: Baut dan Las (3 x 100 mt)
Elemen Pelat Tipis (1,5 x 100 mt)
Torsi (3 x 100 mt)
Tekuk Torsi Lateral (1,5 x 100 mt)
Balok Pelat Berdinding Penuh (3 x 100 mt)
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana (100 mt)
Kombinasi Lentur-Tekan (2 x 100 mt)
Ujian Komprehensif

Handout:

KT
(2007)
14/2
21/2
28/2
14/3
28/3
25/4

9/5
16/5
TU

Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis).

Presence Ticket:
Nilai:

Tatap Muka
(minggu ke & tgl)
1(5/2, 9/2)
2(12/2, 16/2)
2(16/2), 3(19/2)
3(23/2), 4(26/2)
4(2/3), 5(5/3, 9/3)
6(12/3, 16/3), 7(23/3)
9(2/4), 10(9/4)
10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4)
11(20/4), 12(23/4)
12(27/4), 13(30/4, 4/5)
14(7/5)
14(11/5), 15(14/5)
UAS

One grade down on the upper bound for each missing-ticket.

Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%)
A92
92<B82
82<C72
72<D62

Rujukan lainnya:
1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) optional]
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042).
3. AISC
Asisten:
Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi

H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf

BAB I
Pengantar
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang
menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan
pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis
struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa
layannya.
Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam
proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta.
Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi
dasar poses pengambilan keputusan yang baik.
Struktur optimum dicirikan sebagai berikut:
a. biaya minimum,
b. bobot minimum,
c. periode konstruksi minimum,
d. kebutuhan tenaga kerja minimum,
e. biaya manufaktur minimum,
f. manfaat maksimum pada saat layan.
Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan
pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul
secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang
berlaku.
Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut:
1. Perancangan. Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan
yang optimum.
2. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1.
3. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul.
4. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur
berdasarkan Step 1, 2, 3.
5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan.
6. Evaluasi perancangan struktur optimum.
7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6.
8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7.
Beban
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan
peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban mati adalah bebanbeban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain
berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup
Pengantar

Sindur P. Mangkoesoebroto

lantai/atap, dan plafon.


Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa
layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah,
kendaraan, dan barang-barang lainnya.
Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin.
Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas
pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan.
Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah
dikombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur. Karena seringkali percepatan
horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara
umum lebih sensitif terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka
pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh
gempa vertikal.
Tahanan komponen struktur dalam memikul gaya mengikuti preferensi berikut
ini:
tarik:
baik keruntuhan leleh bersifat daktail
tekan: kurang baik stabilitas (tekuk lentur, tekuk lokal)
lentur: sedang stabilitas (tekuk torsi, tekuk lokal, tekuk lateral)
geser: lemah getas, tekuk lokal
torsi:
buruk getas, tekuk lokal
Belakangan ini komponen struktur tarik makin digemari mengingat efisiensinya
dalam memikul beban.
Etika profesi:

Perencana bertanggungjawab penuh dalam menghasilkan struktur


yang aman dan ekonomis.

Falsafah Perencanaan LRFD (Load And Resistance Factor Design)


Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun
terakhir telah bergeser ke perencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan
berdasakan konsep probabilitas.
Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam
memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu
tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah
perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan
gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan
penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan
permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan (acceptance criteria) harus
mencakup kedua keadaan batas tersebut.
Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan
Pengantar

Sindur P. Mangkoesoebroto

mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan
(R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi
distribusi tipikal sebagai berikut,
Frekuensi

Tahanan (R)
Beban (Q)

Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan
ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,

Frekuensi

ln (R/Q)

Gagal
ln ( R/Q )

0
ln ( R/Q )

Besaran ln(R Q ) menjadi definisi kegagalan. Varibel disebut indeks keandalan


(reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:
1. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai-bagai jenis komponen
struktur.
2. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan
komponen struktur.
3. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat faktor
keamanan komponen struktur.
Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila
hubungan berikut ini terpenuhi,

Rn i Qi
Pengantar

Sindur P. Mangkoesoebroto

dimana

adalah faktor tahanan,


Rn adalah tahanan nominal,
i adalah fakfor beban,
Qi adalah (pengaruh) beban,
Rn adalah tahanan rencana,
iQi adalah (pengaruh) beban terfaktor.

Kombinasi Pengaruh Beban


Kombinasi pengaruh beban ditentukan berikut ini,
1,4D
1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (L L atau 0,8 W)
1,2D + 1,3W + L L +0,5 (La atau H)
1,2D + 1,0E + L L
0,9D+ (1,3W atau 1,0E)
dimana D adalah pengaruh beban mati,
L adalah pengaruh beban hidup,
La adalah pengaruh beban hidup pada atap,
W adalah pengaruh angin,
E adalah pengaruh gempa,
H adalah pengaruh hujan.
Secara umum D, L, La, W, E, dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser,
aksial, dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap
semua kombinasi pembebanan tersebut diatas.
Faktor Tahanan-LRFD
Faktor tahanan berikut ini digunakan dalam perencanaan menggunakan metode
LFRD.
Komponen struktur tarik:
t = 0,9 keadaan batas leleh
t = 0,75 keadaan batas fraktur
Komponen struktur tekan:
c = 0,85
Komponen struktur lentur:
b = 0,9 untuk lentur
v = 0,9 untuk geser
Untuk las: mengikuti diatas.
Pengantar

Sindur P. Mangkoesoebroto

Alat pengencang (baut/keling): = 0,75


Dengan faktor beban dan faktor tahanan yang telah ditentukan diatas maka dapat
dihitung indeks keandalan berikut,

ln (R/Q) = ln R

ln R
Q
=
VR2 + VQ2
dimana

ln (R/Q) ~ VR2 + VQ2

VR = R
VQ =

R
Q

R , Q masing-masing adalah nilai-nilai rerata tahanan dan beban,


R , Q adalah standar deviasi untuk tahanan dan beban.
Kombinasi Beban

D&L
D&L&W
D&L&E

Indeks Keandalan,

3,0 untuk komponen struktur


4,5 untuk hubungan
2,5 untuk komponen struktur
1,75 untuk komponen struktur

Peluang Kegagalan, pf
()
~ 1,35
~ 0,0034
~ 6,2
~ 40

Hubungan/ nilai-nilai indeks keandalan ( ) versus peluang kegagalan (pf ) untuk


distribusi normal adalah sebagai berikut:
Indeks Keandalan,

2,33
3,09
3,72
4,26

Pengantar

Peluang Kegagalan, pf
()
10
1
0,1
0,01

Sindur P. Mangkoesoebroto

BAB II
MATERIAL
Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis:
rendah ( 0,15%)

sedang (0,150,29%) umum untuk


struktur bangunan (misalnya BJ 37)
medium (0,30 0,50%)

baja karbon (fy = 210250 MPa)

tinggi (0,60 1,70%)


Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar
karbon akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan
menyulitkan proses pengelasan.

baja mutu tinggi (fy = 275 480 MPa)


menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium,
dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang
lebih halus.

baja aloi (fy = 550 760 MPa)


tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2 atau
metode regangan 5.
Kuat tarik, fu

800
700

Baja aloi
Kuat leleh minimum
fy = 700 MPa

Tegangan (MPa)

Tipi

Baja mutu tinggi

500

400

fy = 350 MPa

300
200

Baja karbon;
BJ 37
fy = 240 MPa

100

10

15

20

25

30

35

Regangan (%)

Hubungan tegangan regangan tipikal.

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa)
atau baut mutu tinggi (fub=725825 MPa; fyb=550650 MPa).
Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345
MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).
Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada
gambar dibawah ini.
5 regangan, fy = 700 MPa

800

2 tangens, fy= 700 MPa


700

(c)

Tipikal untuk fy > 450 MPa

Tegangan (MPa)

600

500
2 tangens

(b)

Tipikal untuk fy < 450 MPa

400

(a)

300
Est
Kuat leleh
Daerah elastis
Daerah plastis

200

Penguatan regangan
hingga regangan kuat tarik

100
E
st
5

10

15

20

25

Regangan ()

Hubungan tegangan regangan pada daerah lebih rinci.


Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh
baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja.
Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah plastis. Namun, dalam
daerah plastis tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan.
Karena baja tersebut tidak memiliki daerah plastis yang betul-betul datar maka
baja tersebut (fy > 450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.
Tegangan Multiaksial
Teori keruntuhan Huber-von Mises-Hencky untuk kondisi tegangan triaksial
dinyatakan sebagai berikut:

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

1
( 1 2 )2 + ( 2 3 )2 + ( 3 1 )2 f y 2
2
dimana e adalah tegangan efektif.

e2 =

Untuk kondisi tegangan biaksial (3 = 0) persamaan tersebut menjadi,

e 2 = 1 2 + 2 2 1 2 f y 2
atau

12
fy

22
fy

1 2
fy

dengan ilustrasi gambar sebagai berikut:


2 = 1
1

2 = 1

= 1

2 = 1

fy

1
2 = 1

+1,0

Keadaan tegangan
geser murni

45o

-1,0

+1,0

1
fy

2 = 1

-1,0

1
2 = 1

Keadaan tegangan
hidrostatis

Kriteria leleh energi distorsi untuk tegangan bidang.

Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut
max

max =

Material

1 2
2

Sindur P. Mangkoesoebroto

untuk keadaan berikut ini berlaku

2 = |1|
1

max

2 = -|1|

2 = |1|

dan

max =

1 + 1

= 1
2
e = 3 12 = 3 2y = f y2

y =

1
f y 0,6 f y
3

Modulus geser dinyatakan sebagai berikut,


E
G=
2(1 + )
dengan Poissons ratio = 0,3 untuk daerah elastis [=0,5 untuk daerah plastis]
dan E = 200.000 MPa maka G 80.000 MPa.

Perilaku Baja pada Suhu Tinggi

Bila suhu mencapai 90 C, hubungan tegangan-regangan baja menjadi tidak lagi


proporsional dan peralihan kuat leleh menjadi tidak tegas. Modulus elastisitas, E,
kuat leleh, fy, dan kuat tarik, fu, tereduksi dengan sangat nyata. Reduksi tersebut
sangat besar pada rentang suhu 430 C ~ 540 C. Pada suhu sekitar 260 ~ 320 C,
baja memperlihatkan sifat rangkak.

Rasio kuat leleh atau modulus elastisitas

Kurva 1: Rasio kuat leleh


Kurva 2: Rasio modulus elastisitas

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

Pengerjaan Dingin dan Penguatan Regangan

Pengerjaan dingin terhadap baja akan menghasilkan regangan permanen.


Terjadinya regangan permanen akan mengurangi daktilitas baja. Daktilitas baja, ,
didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan fraktur, f , terhadap regangan
leleh, y, atau daktilitas =

f
.
y

Tegangan

Kuat tarik

Hubungan tegangan - regangan


elastis - plastis

A
Peningkatan kuat leleh
karena penguatan regangan

Kemiringan
elastis

Kuat fraktur

D
Daerah plastis

Regangan

Penguatan regangan

Daerah elastis
Regangan
permanen

Pengaruh peregangan diluar daerah elastis.


Strain Aging

Tegangan

Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian
dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan
hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut
telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan
memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang
lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya
lebih kecil.

Peningkatan kuat leleh


karena penguatan
regangan

Peningkatan tegangan
akibat strain aging

E
C

Regangan
Daerah regangan setelah
penguatan regangan dan
strain aging

Pengaruh strain aging akibat peregangan hingga mencapai daerah


penguatan regangan dan bebas beban.

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

Keruntuhan Getas

Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa


kondisi baja dapat mengalami keruntuhan secara getas. Keruntuhan getas adalah
jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastis dan terjadi
dalam waktu yang sangat singkat. Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu,
kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan geometri detailing.
Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan
tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tibatiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan
perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari
terjadinya keruntuhan getas.
Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas:
1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas
2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik
3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko
4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko
5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko
6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko
7. Sambungan las menimbulkan resiko
Sobekan lamelar

Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas
akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil.
Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya < y maka beban
layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam
sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak
lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada y. Hal ini yang
sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

Buruk

Baik

Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbedabeda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat
baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah
transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun,
daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila
proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka
daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan;
bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.

Transversal

Arah gilas

Z = ketebalan

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

Keruntuhan Lelah

Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat
leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan
terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang
terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.
Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Jumlah siklus pembebanan
2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh)
3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan
pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting.
Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan
kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.

Material

Sindur P. Mangkoesoebroto

6.2.2

Kombinasi pembebanan

Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu


memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W)
1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,0 E + L L
0,9D + (1,3 W atau 1,0E)

(6.2-1)
(6.2-2)
(6.2-3)
(6.2-4)
(6.2-5)
(6.2-6)

Keterangan:
D

adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi


permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap;
L
adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, hujan, dan lain-lain;
La
adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh
orang dan benda bergerak;
H
adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air;
W
adalah beban angin;
E
adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989,
atau penggantinya;
dengan,
L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa.
Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi
pembebanan pada Persamaan (6.2-3), (6.2-4), dan (6.2-5) harus
sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk
pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih
besar dari 5 kPa.

Pengantar

Sindur P. Mangkoesoebroto

BAB III
KOMPONEN STRUKTUR TARIK
Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat (
siku (

), siku bintang (

), kanal tunggal/dobel (

), siku (
,

), dobel

), dan lain lain.

Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur
pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c)
keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.
Untuk kasus (a) berlaku, tahanan tarik nominal
Nn = fy Ag ..
yang mana

(1)

fy adalah kuat leleh (MPa)


Ag adalah luas penampang bruto
fy

< fy

T1

fy

T1

T2 > T1

T2 > T1

< y y

fy

T3 > T2

T3 > T2

Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi
konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.
Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya
fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,
Nn = fu Ae ..
yang mana

Komponen Struktur Tarik

(2)

fu adalah kuat tarik


Ae adalah luas penampang efektif.

Sindur P. Mangkoesoebroto

Perhatikan bahwa fu telah digunakan dalam Pers. (2) untuk daerah lokal
sedangkan fy digunakan pada Pers. (1) untuk daerah yang lebih panjang.
Sebetulnya fu juga dapat digunakan pada Pers. (1) namun hal ini akan
menyebabkan perpanjangan total yang cukup besar sehingga menimbulkan
redistribusi gaya yang berlebihan kepada komponen-komponen struktur lainnya.
Karena koefisien variasi dari fu lebih besar daripada koefisien variasi dari fy maka
faktor tahanan = f (untuk fu) juga lebih kecil daripada faktor tahanan = y
(untuk fy).
Luas neto
Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan
termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm
lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut
akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis
diameter lubang diambil sebagai diameter lubang + 1,5 mm atau diameter alat
pengencang + 3 mm.
Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang
lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga
mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih
baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.
Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter
alat pengencang + 0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat
yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.
Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung)
tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, An0,85 Ag.
Contoh:

l = 10 mm (punching)

d = 75 mm

t = 6 mm

Ag = t . d = 6 * 75 = 450 mm2
An = [d (l + 1,5)] * t
= [75 (10 + 1,5)] * 6

= 381 mm2 (~ 85% Ag)

Luas Neto Akibat Lubang Selang-seling


a
diameter lubang = l (punching)

b
T

sg

e
f

d
sp

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

Panjang neto a d = (a d) 2 (l + 1,5)


Panjang neto a b e f = (a d) 2 (l + 1,5) +

s 2p
4s g

Contoh:
a

b
100

400

100
f

d
30 30

l = 17,5 mm (punching)

Garis a-b-c-d : 400 2 (17,5 + 1,5) = 362 mm


30 2
a-b-e-c-d : 400 3 (17,5 + 1,5) + 2
= 347,5 mm
4 *100
30 2
= 347,5 mm
a-b-f-g : 400 3 (17,5 + 1,5) + 2
4 * 100
menentukan (~ 86% Ag) OK
Untuk profil siku nilai sg = sg1 + sg2 t
t

sg1
t
sg2

Contoh:
60.60.6

27
60
33
t
33

27

Komponen Struktur Tarik

sp

Sindur P. Mangkoesoebroto

sg1 = sg2 = 33 mm
sg = sg1 + sg2 t = 33 + 33 6 = 60 mm
l = 10 mm (punching)
Ag = 691 mm2
60

27

sg = 60
c

27

sp = 30

Panjang

a-b-c-d :

(60 + 54 ) (l + 1,5)
= 114 (10 + 1,5) = 102,5 mm

Panjang

a-b-e-f :

(60 + 54 ) 2 (l + 1,5) +

= 114 2 * 11,5 +

30 2
4 * 60

30 2
= 94,75 mm
4 * 60

(~ 83% Ag)

Luas Neto Efektif

Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas
penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga
didapat
Ae = U An
yang mana

Ae adalah luas neto efektif


U adalah koefisien reduksi
An adalah luas neto penampang

Koefisien reduksi U untuk hubungan yang menggunakan baut atau keling


diperoleh dari persamaan berikut:
U = 1dimana

x
L

0,9

adalah jarak dari titik berat penampang yang tersambung secara


eksentris ke bidang pemindahan beban;
L adalah panjang sambungan dalam arah kerja beban

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

x
x = max ( x 1 , x 2 )
x2

c.g

x1
c.g dari penampang I

Untuk hubungan dengan las.


1) Bila komponen struktur tarik dilas kepada pelat menggunakan las longitudinal
di kedua sisinya,
Ae = U Ag l w

l 2w
1,5w l 2w
w l < 1,5w

U = 1,0
U = 0,87
U = 0,75

2) Bila komponen struktur tarik dihubungkan menggunakan las transversal saja,


Ae = U Ag = Akontak

Akontak

3) Bila komponen struktur tarik dihubungkan kepada baja bukan pelat


menggunakan las longitudinal/transversal
Ae = U Ag = Ag
Contoh:

T/2
WF 300.300.10.15

T/2
50

Komponen Struktur Tarik

50

L = 50 + 50 = 100 mm

Sindur P. Mangkoesoebroto

300
15

135

+ 15
300 * 15 * 7,5 + 135 * 10 *
2

x =
300 * 15 + 135 * 10

150

10

= 24,80 mm

Penampang I

U = 1

24,80
= 0,75
100

Ae = 0,75 An
Geser Blok

Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan kombinasi geser


dan tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada komponen struktur tarik
disebut keruntuhan geser blok. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada
sambungan dengan baut terhadap pelat badan yang tipis pada komponen struktur
tarik. Keruntuhan tersebut juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu
sambungan yang menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah dengan
bekerjanya gaya.
geser
a

b
tarik
c

Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok dapat dihitung dengan


menjumlahkan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan tahanan
geser fraktur (atau geser leleh) pada bidang lainnya yang saling tegak lurus.
Tahanan tarik blok geser nominal ditentukan oleh Pers. (a) atau (b) berikut ini,
dengan fraktur mendahului leleh atau rasio fraktur/leleh terbesar.
Tn = 0,6 fy Agv (leleh) + fu Ant (fraktur) .... (a)
Tn = 0,6 fu Anv (fraktur) + fy Agt (leleh) .... (b)
geser

Contoh:

tarik

Tn

60

80

60

l = 23,5 mm (punching)
t = 6 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)

tarik
80
geser
1

60

200

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

Blok geser c:
Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 6 * (80 + 60)
+ 370 * 6 * [60 (23,5 + 1,5)] = 120960 + 105450
= 22,6 ton
atau

Tn

= 0,6 fu Anv + fy Agt = 0,6 * 370 * 6 [80 + 60 1 (23,5 + 1,5)]


+ 240 * 6 * 60 = 136530 + 86400
= 22,3 ton

Tnc = 44,6 ton


Blok geser d:
Tn

= 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 2 * 6 * (80 + 60)


+ 370 * 6 * [80 (23,5 + 1,5)] = 241920 + 122100
= 36,4 ton

Tn = 0,6 fu Anv+fy Agt= 0,6 * 370 * 2 * 6 * [80 + 60 1 (23,5 + 1,5)]


+ 240 * 6 * 80 = 273060 + 115200
= 38,8 ton
Tnd = 38,8 ton

(menentukan)

Jadi tahanan nominal akibat blok geser adalah Tn = 38,8 ton


leleh

: 0,6 fy Agv

geser
fraktur : 0,6 fu Anv
leleh

: fy Agt

tarik
fraktur : fu Ant
Kriteria Kelangsingan Komponen Struktur Tarik

Kelangsingan komponen struktur tarik, = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang
tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak
berlaku untuk profil bulat.

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

Penyaluran Gaya pada Sambungan

Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama
akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris
terhadap garis netral komponen struktur tarik.
Contoh:

60
1
2

40

300

80
3

Tn

40
80

2
1

t = 8 mm
l = 23,5 mm (punching)
BJ 37: (fy = 240, fu = 370)

60

30 30

Satu alat pengencang menyalurkan

1
Tn
10

Potongan 1-3-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% Tn
An = 8 [300 3 (23,5 + 1,5)] = 1800 mm2 (75% Ag)
Tn = Ae fu = U An fu
U = 1

4
= 0,96 0,9
3 * 30

U = 0,9

Tn = 0,9 * 1800 * 370 = 60 ton

Potongan 1-2-3-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% Tn
30 2
* 4] = 1580 mm2 (66% Ag)
An = 8 [300 5(23,5 + 1,5) +
4 * 40
Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1580 * 370 = 52,6 ton (menentukan)

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

Potongan 1-2-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-2-1 sebesar 90% Tn
An = 8 [300 4(23,5 + 1,5) +

30 2
* 2] = 1690 mm2 (70% Ag)
4 * 40

90% Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1690 * 370 = 56,3 ton
Tn = 62,5 ton

Resume Komponen Struktur Tarik

t Tn Tu
(1)

Leleh pada penampang bruto,

y Tn = 0,9 fy Ag
(2)

Fraktur tarik pada penampang efektif,

f Tn = 0,75 fu Ae
(3)

Fraktur geser pada penampang neto,

Vn = 0,75 (0,6 fu) Anv


(4)

Fraktur tarik pada penampang neto,

Tn = 0,75 fu Ant
(5)

Kombinasi geser-tarik:
a) Bila

Keruntuhan
blok geser

fu Ant 0,6 fu Anv

Rbs = 0,75 (0,6 fy Agv + fu Ant)


b) Bila

0,6 fu Anv > fu Ant

Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

Contoh:
Bila D = 2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur
tarik berikut.

L = 180
30

120.120.8
120

60

Tu(D,L)

30
30 30 30

x = 32,4 mm

Ag = 1876 mm

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)


l = 18 mm (punching)
b = 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,

y Tn = y Ag fy = 0,9 * 1876 * 240 = 40 ton


(b) Tahanan pada penampang neto,
An1 = 1876 (l + 1,5) * 8
= 1876 (18 + 1,5) * 8 = 1720 mm2 (91% Ag)
An2 = 1876 2 (l + 1,5) * 8 +

30 2
*8
4 * 60

= 1876 2 (18 + 1,5) * 8 +

30 2
*8
4 * 60

= 1594 mm2 (85% Ag)

An

U = 1
= 1

= 1594 mm2
x
0,9
L
32,4
= 0,82
180

Ae = U An = 0,82 * 1594 = 1307 mm2

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

f Tn = f Ae fu = 0,75 * 1307 * 370 = 36,3 ton (menentukan)


Jadi nilai tahanan rencana, Td = 36,3 ton
Td Tu = 1,2 D + 1,6 L
= 1,2 *

L + 1,6 L = 2,4 L

Td
= 15 ton
2,4

2
2
L = *15 = 10 ton
3
3

D + L = 10 + 15 = 25 ton
Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap
profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.
30

50

30

70.70.6

50

50
geser
70

40

Tu

tarik

X = 19,3 mm
2

Ag = 813 mm

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)


l = 18 mm (punching)
b = 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,

y Tn = y Ag fy = 0,9 * 813 * 240 = 17,6 ton


(b) Tahanan pada penampang neto,
An = 813 (l + 1,5) * 6
= 813 (18 + 1,5) * 6 = 696 mm2 (86% Ag)
U = 1

Komponen Struktur Tarik

x
0,9
L

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

= 1
f Tn

19,3
= 0,89
50 * 3

= f U An fu = 0,75 * 0,89 * (0,85*813) * 370


= 17 ton

(c) Tahanan blok geser,


0,6 fu Anv = 0,6 * 370 * [180 3 * (l + 1,5)] * 6
Anv/t = 111,75
= 14,9 ton
fu Ant = 370 * [40 * (l + 1,5)] * 6 = 6,72 ton
Ant/t = 30,25
Karena 0,6 fu Anv > fu Ant maka
f Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)

= 0,75 (0,6 * 370 * 111,75 + 240 * 40) * 6


= 15,5 ton

(menentukan)

Jadi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).

Komponen Struktur Tarik

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

PENGANTAR ANALISIS KEANDALAN


Analisis keandalan berikut ini didasarkan pada mean value first order second
moment (MVFOSM). Pada dasarnya metode ini tidak terlalu teliti namun dapat
dianggap memadai untuk digunakan sebagai pengantar pada analisis yang lebih
canggih misalnya FORM (first order reliability method) dan SORM (second order
reliability method).
Contoh:
B

Akibat beban-beban hidup dan mati yang ditetapkan berdasarkan peraturan


muatan diketahui gaya-gaya tarik yang bekerja pada batang CE adalah TD = 9,75
* 104 N dan TL = 14,6 * 104 N. Batang CE terbuat dari 70.70.6 (A = 2 * 812,7
mm2) dengan kuat leleh fy = 240 MPa.
Tentukan indeks keandalan (), peluang kegagalan (pf), faktor-faktor beban (D,
L), faktor tahanan (), dan faktor keamanan tunggal (SF), batang CE tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas perlu pengetahuan mengenai
distribusi dari R, D, L. Dalam bahasan selanjutnya akan ditinjau bila R, D, L
adalah normal dan lognormal.
R, D, L Normal dan Tak-bergantung
Formulasinya adalah sebagai berikut:
g(R,S) = R S
dimana g(R,S) adalah fungsi kinerja
S = D + L adalah (pengaruh) beban luar
R adalah tahanan tarik batang CE
D adalah gaya tarik akibat beban mati
L adalah gaya tarik akibat beban hidup.
Karena R, D, L adalah normal maka g(R,S) juga normal seperti ditunjukan
gambar berikut.

R, normal
S, normal

Pengantar Analisis Keandalan

Sn

Rn

Sindur P. Mangkoesoebroto

R, S

fG (g)

g = R S (normal)

G
gagal

g=RS

Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua
besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi
nilai rerata, dan indeks keandalan () adalah invers dari koefisien variasi, atau

Koefisien variasi, V = , dan

Indeks keandalan, = V -1 =

Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S
adalah dua varibel acak yang tak-bergantung),
G = R - S
2

G = R + S

Sehingga indeks keandalan () menjadi


R - S

= G =
.................................................. (1)
2
2
G
+
R

dan peluang kegagalan (pf) adalah


0

p f = f G (g ) dg
-

- - G
0 - G
-
=
G
G
- +
R
S
=
-0

2
2

R
S

p f = 1 - ( )

dimana adalah fungsi peluang kumulatif normal standar.


Persamaan (1) dapat ditulis kembali sebagai
2

R = S + R + S

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

= S +

atau

R + S
R + S

( R + S )

R (1 - VR ) = S + S ........................................... (2)

dimana
=

2R + S2

R + S

VR = R
R

Karena S = 2D + 2L dan S = D + L maka Persamaan (2) menjadi


R (1 - VR ) = D + L + ( D + L )
= (1 + VD ) D + (1 + VL ) L
yang mana

2D + 2L
D + L

atau

2D + 2L
R - S

-
1 VD D
VR R = 1 + R S
R + S D + L

R + S

2D + 2L
-
VL L ....................... (3)
+ 1 + R S
R + S D + L

Jadi
-
= 1 - R S VR
R + S
D =1+

2
2
R - S D + L
VD
R + S D + L

L =1+

2
2
R - S D + L
VL
R + S D + L

dimana adalah faktor tahanan tengah


D adalah faktor keamanan tengah untuk D
L adalah faktor keamanan tengah untuk L
Faktor bias () didefinisikan sebagai berikut:
R
R = n
R

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Dn
D
L
L = n
L
D =

maka Persamaan (3) menjadi,


2
2

R - S D + L
R - S

VR
1+
VD
1
R + S D + L
R + S
R =

Dn

n
R
D

2
2

1 + R - S D + L V
L

R + S D + L
+
Ln
L

dan faktor keamanan nominal menjadi:


=
R
D = D
D

L = L
L
dan angka kemanan tunggal (SF) adalah:
Rn
SF =
Dn + Ln

Persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:

(1 VR ) R
R

(1 + VD ) D
D

(1 + VL ) L
L

dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal = 0,75 dan
= 0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi.
Untuk contoh diatas diberikan
TD = Dn = 9,75 * 104 N
TL = Ln = 14,6 * 104 N
Rn = 240 * 2 * 812,7 = 39 * 104 N

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Anggap

R = 0,952
D = 1,05
L = 1,00

VR = 0,11
VD = 0,1
VL = 0,3

R =

R n 39 * 10 4
=
= 40,97 * 10 4 N
R
0,952

D =

D n TD 9,75 * 10 4
=
=
= 9,28 * 10 4 N
D D
1,05

L =

L n 14,6 * 10 4
=
= 14,6 * 10 4 N
L
1

R = R . VR = 40,97 * 104 * 0,11 = 4,51 * 104 N


D = 0,928 * 104 N
L = 4,38 * 104 N
S = D + L = 23,9 * 104 N

S = 2D + 2L = (0,928 * 10 4 ) + (4,38 * 10 4 )
= 4,5 * 104 N

4,5 * 10 4
= 0,19
VS = S =
S 23,9 * 10 4
2

R - S = 17,07 * 104 N
R + S = 9,01 * 104 N
D + L = 5,31 * 104 N

2D + 2L = 4,48 *10 4 N
2R + S2 = 6,37 * 10 4 N

Indeks keandalan (),


-
17,07 *10 4
= R S =
= 2,68
6,37 *10 4
2R + S2
Peluang kegagalan, pf = 1 - () = 1 - (2,68)
= 3,68
Angka keamanan tengah,
-
17,07 *10 4
= 1 - R S VR = 1 0,11 = 0,79
R + S
9,01 *10 4
-
D =1+ R S
R + S

2D + 2L
D + L

Pengantar Analisis Keandalan

VD = 1 +

17,07 *10 4 4,48 *10 4


0,1 = 1,16
9,01 *10 4 5,31 *10 4

Sindur P. Mangkoesoebroto

L =1+

R - S
R + S

2D + 2L
D + L

VL = 1 +

17,07 *10 4 4,48 *10 4


0,3 = 1,48
9,01 *10 4 5,31 *10 4

Angka keamanan nominal,


0,79
=
=
= 0,83
R 0,952
1,16
=
= 1,10
D = D
D 1,05
1,48
L = L
=
= 1,48
L
1
Jadi Rn = D . TD + L . TL
0,83 Rn = 1,10 TD + 1,48 TL
atau 0,9 Rn = 1,20 TD + 1,60 TL
Angka keamanan tunggal (SF),
Rn
39 * 10 4
SF =
=
= 1,60
TD + TL 9,75 * 10 4 + 14,6 * 10 4

R, D, L Lognormal dan Tak-bergantung


Suatu variabel acak X terdistribusi lognormal bila Y = ln X terdistribusi normal,
jadi:
f Y (y )

- < y <

Y = mY

y = ln x

Y adalah mean value, Y = y f Y (y ) dy


-

m Y adalah median, m Y = y FY (y ) =
2

dimana : FY (y ) = f Y () d
-

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

f X (x )
Y = ln X , 0 < x <

normal

mean , X
median , m X
mod e

Median:
1
= F [Y m Y ] = F [X m X ] = F [Y ln m X ]
2
maka m Y = Y = ln m X
dan Y ln X
Fungsi kerapatan normal adalah:
1

f Y (y ) =

1 y-
Y
exp -
2
2 Y

1 y - 2
dy 1
1
Y

f X (x ) = f Y ( y )
exp -
=
dx x Y 2
2

Y
2
1 1
1
x

=
ln
exp -
m X
2 Y
x Y 2

Momen ke-r:

[ ]

E X r = x r f X (x )dx
0

1
x r-1
=
exp 2
0 Y 2

2
1
x

ln
dx

m
X
Y

gunakan
p =
e p Y

1
x
ln
Y
mX
x
=
mX

x 0

p-

x = m X e p Y dx = m X Y e p Y dp
diperoleh:

[ ]

E Xr =

m rX
2

Pengantar Analisis Keandalan

1 2

- p + rp Y
2

dp

Sindur P. Mangkoesoebroto

Catatan:
b2

exp 2 , a > 0
a
4a

2
2
exp (- a x bx )dx =

untuk
1
1
a=
2
2
b = r Y

1 2
1 2 2
exp - 2 x + Y rx dx = exp 2 Y r 2

a2 =

sehingga

[ ]

E X r = m rX exp ( 12 r 2 2Y )

untuk

r = 1 E[X ] = X = m X exp ( 12 2Y )

[ ]

= E X =m
2
X

[ ]
exp (2 ) - m

r = 2 E X 2 = m 2X exp (2 2Y )

2
X

2
X

2
Y

2
X

2
Y

= m 2X e Y e Y 1 = 2X e Y 1

mX = X e

12 2Y

2
2X
V = 2 = e Y 1
X
atau
2Y = ln VX2 + 1

2
X

Y = ln m X = l n X -

1 2
Y
2

ln 1 + x 2 ~ x 2 untuk x 0,3
Catatan:
sehingga bila VX 0,3 maka

2Y ~ VX2 atau Y ~ VX
dan
Y ~ ln X

Bila R adalah tahanan dan S = D + L adalah beban maka bila R, S lognormal dan
tak-bergantung maka
R
g (R, S) =
lognormal
S
ln g = ln R - ln S normal
ln g = ln R - ln S

l2n g = l2n R + l2n S

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Untuk lognormal
ln R = l n R -

l2n R

1
2

l2n R = ln 1 + VR2
Sehingga
ln g = l n R -

1
2

l2n R - ln S +


= ln R +
S

1
2


= ln R +
S

1
2


= ln R
S

1 2

2 ln S

[ln (1 + V ) - ln (1 + V )]
2
S

2
R

1 + VS2

ln
1 + V2
R

1 + VS2
1 + VR2

dan

(
)

l2n g = l2n R + l2n S = ln 1 + VR2 + ln 1 + VS2

)(

= ln 1 + VR2 1 + VS2

)(

ln 1 + VR2 1 + VS2

ln g =

sehingga

ln g

ln R
S

ln g

1 + VS2
1 + VR2

)(

ln 1 + VR2 1 + VS2

Untuk VR, VS 0,3 berlaku



ln R
S
~
2
VR + VS2

............................. (4a)

............................................................... (4b)

Persamaan (4a) dapat ditulis sebagai berikut

1 + VR2

R = S

1 +

atau

)(

exp ln 1 + VR2 1 + VS2

VS2

exp ln 1 + VR2
exp ln 1 + VS2

R
S
1 + VR2
1 + VS2

exp ln 1 + VD2

= D
1 + VD2

Pengantar Analisis Keandalan

+ L

exp ln 1 + VL2

..... (5)
1 + VL2

Sindur P. Mangkoesoebroto

dimana
=

)(

ln 1 + VR2 1 + VS2

ln 1 + VR2 +

ln 1 + VS2

dan nilai diperoleh dari persamaan berikut

exp ln 1 + VS2
exp ln 1 + VD2
exp ln 1 + VL2

= D
+ L
1 + VS2
1 + VD2
1 + VL2

Untuk keperluan perencanaan Persamaan (5) dapat ditulis

exp ln 1 + VR2
exp ln 1 + VD2
exp ln 1 + VL2

R =
Dn +
Ln
n
2
2
2
R 1 + VR
D 1 + VD
L 1 + VL

Sehingga angka keamanan tengah menjadi,

exp ln 1 + VR2

=
1 + VR2

exp ln 1 + VD2

=
1 + VD2

exp ln 1 + VL2

=
2
1 + VL

dan angka keamanan nominal adalah

D = D
D

L = L
L

dan angka keamanan tunggal


Rn
SF =
Dn + Ln

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

Kembali pada contoh sebelumnya dapat dihitung


= 2,54 atau p f ~ 5,54 0 00
= 0,73
= 0,85
= 0,81
= 0,85
D = 1,17 D = 1,11
L = 1,53 L = 1,53

SF = 1,60

atau 0,85 Rn = 1,11 Dn + 1,53 Ln


atau 0,9 Rn = 1,17 Dn + 1,61 Ln
Terlihat bahwa kedua jawaban tersebut tidak memberikan hasil yang identik untuk
satu persoalan yang sama. Hal ini karena digunakan fungsi distribusi yang
berbeda dan metode pendekatan mean value first order second moment
(MVFOSM). Bila digunakan metode yang lebih canggih seperti first order
reliability method (FORM) maka akan didapat hasil yang sama untuk persoalan
yang sama seperti contoh tersebut diatas. Penggunaan FORM memungkinkan
peninjauan terhadap semua variabel acak dengan fungsi distribusi yang berbeda
(normal, lognormal, Type I, Type II, dan seterusnya) dan fungsi kinerja g (R, S)
yang sedikit nonlinier.
Inkonsistensi pada Metode Faktor Keamanan Tunggal
Pada metode faktor keamanan tunggal berlaku

SF = D = L

sehingga akan timbul D dan L yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan
yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati.
Pada contoh sebelumnya (lognormal)
D = 4,0 pf ~ 0,03
L = 2,1 pf ~ 18
Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 ) jauh lebih besar daripada
peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 ).
Pada perencanaan LRFD untuk batang tarik digunakan (leleh lapangan)
0,9 Rn = 1,2 Dn + 1,6 Ln
Rn
L
= 1,33 + 1,78 n
atau
........................................................ (6)
Dn
D
n

Karena dalam metode ASD, Rn = SF (Dn + Ln)


Rn
L
........................................................... (7)
atau
= SF 1 + n
D n

Dn

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

maka dari Persamaan (6) & (7) dapat diperoleh


1,33 + 1,78 L n
Dn
........................................................ (8)
SF =
Ln
1+
Dn

Kurva Persamaan (8) adalah sebagai berikut:


Factor of Safety vs Ln / Dn
for Tension Member
1.65

1.625

SF

1.6

1.575

1.55
1

1.25

1.5

1.75

L n / Dn

Pada contoh sebelumnya telah dihitung SF = 1,60 maka L n D n = 1,5. Untuk


L n D n < 1,5 metode ASD dapat memberikan hasil yang sama dengan metode
LRFD bila SF diambil < 1,6. Bila digunakan SF = 1,6 untuk L n D n < 1,5 maka
metode ASD akan memberikan hasil yang lebih berat dengan indeks keandalan
yang lebih tinggi. Sebaliknya bila digunakan SF = 1,6 untuk L n D n > 1,5 maka
metode ASD akan memberikan hasil yang lebih ringan dengan indeks keandalan
yang lebih rendah. Hasil yang diberikan oleh metode LRFD adalah demikian
sehingga memberikan nilai indeks keandalan yang konstan.
Pada struktur baja, umumnya 1 <
umumnya 0,5 <

Ln
< 2 , sedangkan pada struktur beton,
Dn

Ln
< 1,5 .
Dn

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

Biaya Struktur

Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan.
Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka
makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil
biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian
akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik
stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya
struktur menurut persamaan berikut ini.
Ct = Ci() + Pf() Cf
atau
dimana

C t C i ( )
=
+ Pf ( )
Cf
Cf

Ct adalah biaya struktur/ total,


Ci adalah biaya investasi,
Cf adalah biaya (resiko) kegagalan,
Pf adalah peluang kegagalan.

Biaya investasi dapat didekati dengan persamaan


Ci() = a (1 + b )
sedang Pf () = c exp (- /d), sehingga biaya struktur menjadi,
Ct = a (1 + b ) + Cf c exp (- /d)
atau

C t a(1 + b )
=
+ c exp(- / d)
Cf
Cf

dimana konstanta a, b, c, dan d ditentukan menurut keadaan lapangan dan diskusi


sebelumnya.
Sebagai contoh adalah suatu struktur bangunan yang dikonstruksi dengan biaya
investasi Ci= Rp. 7,5 M, dan dengan a= Rp. 5 M, b= 0,25. Sedangkan parameter
peluang keruntuhannya adalah c= 3,1 dan d= 0,4. Perhitungan simulasi
memberikan biaya keruntuhan sebesar Cf= Rp. 25 M. Untuk kasus tersebut kurva
Ct/Cf adalah sebagai berikut:

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

Cost Ratio vs Reliability Index


0.550
0.500

Ct/Cf

0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
1

1.5

2.5

3.5

Nilai (Ct/Cf)min= 0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target T= 2,0 dengan
peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah Ct= 0,32 x Cf= 0,32 x
Rp. 25 M= Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya.
Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks
keandalan, , sama dengan T. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk >T
kurva Ct/Cf adalah linier sedangkan untuk <T kurva Ct/Cf adalah exponensial.
Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat
daripada untuk yang terlalu besar.
Level dalam Metode Perencanaan Struktur

Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut
sofistikasinya sebagai berikut:
Level 1: Adalah metode perencanaan menggunakan cara deterministik. Dalam
cara ini termasuk metode perencanaan menggunakan angka keamanan
tunggal (ASD) atau angka keamanan parsial (LRFD). Metode LRFD
diturunkan menggunakan konsep perencanaan Level 2.
Level 2: Metode perencanaan dengan kriteria kedekatan indeks keandalan
perencanaan terhadap suatu indeks keandalan target atau parameter
keamanan lainnya.
Level 3: Metode perencanaan menggunakan analisis keandalan secara penuh
untuk mendapatkan peluang keruntuhan struktur akibat berbagai-bagai
kombinasi pembebanan. Kriteria perencanaan didasarkan pada kedekatan
indeks keandalan aktual terhadap indeks keandalan optimum.
Level 4: Metode perencanaan dimana biaya total menjadi kriteria optimasi.
Metode ini memaksimumkan fungsi kinerja yang membedakan
keuntungan dan biaya sehubungan dengan perencanaan struktur tertentu.

Pengantar Analisis Keandalan

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

BAB IV
KOMPONEN STRUKTUR TEKAN
Analisis tekuk elastis dilakukan sebagai berikut:
L
P

u(x)
x

M(x)

M(x)
x

M(x) = P u(x)

u(x)

d2u
M(x)
P u(x)
= = 2
dx
EI
EI

d 2 u(x)
P
+
u(x) = 0
2
dx
EI

dan solusinya adalah u(x) = sin kx + cos kx, dimana k2 =

saat

P
EI

x = 0 u(x = 0) = 0 = . 0 + . 1 = 0
x = L u(x = L) = 0 = sin kL

solusi exist bila 0 sin kL = 0


atau kL = n , n = 1, 2, ..
sehingga k2 =

n 2 2
L2

dan P =

nilai n ditetapkan demikian sehingga


minimum.

n 2 2
L2

EI, n = 1, 2, ..

memberikan tingkat energi yang

Energi regangan adalah


2
L M (x)
P2
dx
+
U = 0

2
EI
2
EA

dimana
M(x) = P u(x) = P sin nx/L
M2(x) = P2 2 sin2 nx/L

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Energi,

U =

P 2 2 sin 2 nx/L
dx +
2EI

P2 2 L
1 P2L
P2L
+
=
4EI
2 EA
2EA

P2
dx
2EA

2r 2 + 1

yang mana r2 = I/A dengan r adalah jari-jari girasi.


Gaya P > 0 yang memberikan energi terkecil (minimum) adalah bila n = 1 dan
2 EI
. Gaya P tersebut dinamakan gaya tekuk Euler, dan energi pada saat
Pcr =
L2
menjelang tekuk ( 0) adalah
Ucr =

4 1 EI
2 2 L

yang mana = L

Gaya tekuk Euler, Pcr =

adalah faktor kelangsingan.


2 EI
L2

2 EA
2
Pcr

hanya berlaku bila pada setiap titik

2 E
lebih kecil daripada fy. Hal
A
2
ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( > 110). Untuk nilai yang
cukup kecil ( < 110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh
pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang
terjadi adalah tekuk in-elastis.

pada penampang kolom nilai cr =

Pengaruh Tegangan Sisa


Tegangan sisa pada penampang gilas panas sangat berpengaruh dalam
menentukan tahanan tekuk kolom, sedangkan faktor-faktor lainnya seperti
kelengkungan dan eksentrisitas awal tidak terlalu berpengaruh. Pengukuran
tegangan sisa pada flens profil gilas panas dapat mencapai 140 MPa.
Besar tegangan sisa tidak tergantung pada kuat leleh material, namun bergantung
pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kecepatan pendinginan.
Modulus elastisitas baja dengan memperhatikan tegangan sisa ditunjukkan secara
skematis sebagai berikut:

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

P/A
Py /A

leleh ( < 20)


Akibat teg. Sisa &
pengaruh geometri

in-elastis (20 < < 110)

Pp /A
elastis ( > 110)

Daerah leleh (penguatan regangan): cr = fy

fy
in-elastis: cr =

2 E '
2

fy
fy /2

elastis:
fy

cr =

2 E
2

<fy
(fy = 240)

20

110

90

Pada daerah in-elastis dilakukan formulasi pendekatan sebagai berikut:


P

y 1
1/

M(x)
d2u 1
= 2

E' I
dx

du

0,2

dx

u,y

M(x) =

y dA = y (1- 2E3)
t

dA = - y

Lihat catatan

E t dA

1
M(x)
E t y 2 dA
= E t y 2 dA = +

E' I

E' =

Komponen Struktur Tekan

1
2
E t y dA
I

Sindur P. Mangkoesoebroto

Catatan:
1. Penyerdahanaan dari hubungan tersebut telah menimbulkan ketidaktelitian
dalam hasilnya, namun, dalam konteks praktis hal tersebut dapat diterima.
2. Dalam bahasan diatas Et adalah point-to-point tangent modulus dan E adalah
sectional modulus of elasticity.
Untuk material elasto-plastis berlaku berikut
E

(A) y, elastis

(A) > y, plastis

Et (A) =

(A) > y, (plastis)


(A) y, (elastis)

E' =

E
I

cr =

2
y dA = E

elastis

2 E'
2

Ie
I

2 E Ie
fy
2 I

lim cr = f y

Bila Ie = I dan cr = fy berlaku


cr =

2 E

Komponen Struktur Tekan

2y

= fy

y =

2 E
fy

Sindur P. Mangkoesoebroto

Contoh:
Sumbu tekuk (lemah)

diabaikan

b/4

b/4

b/2

fy /2

fy /2

Namakan f = P

fy/2

. Saat bekerja 0 < f (= P/A) < fy/2

= fy/2 = P/A

fy

2 E

cr =

fy/2

21

fy
P
=
A
2

2 E
fy

1 =

Saat bekerja: fy < f (= P/A) < ( + ) fy

Ie
=
I

cr =

t f (b / 2) 3

1
12

1
12

fy
2

tf b
=

cr = fy =

Namakan c =

2 E I e /I
22
2 E I e /I

Komponen Struktur Tekan

23

fy
E

1
8

2 =

3 =

1
2
1
2 2

2 E
fy
2 E
fy

, untuk E = 200 GPa dan fy = 240 MPa,

Sindur P. Mangkoesoebroto

1 = 128,

c1 = 1,4

cr = fy /2

2 = 45,

c2 = 0,5

cr = fy /2

3 = 32,

c3 = 0,35

y = 91,

cy = 1

cr = fy

fy
Reduksi akibat
tegangan sisa
2

fy/c

fy /2

3 = 32

2 = 45

0,35

y = 91

1 = 128

1,4

0,5

Contoh:

sumbu tekuk (lemah)


b

web diabaikan

fy /2

fy /2
+
b/4

b/4

fy /2
b/4 b/4

Saat bekerja: 0 < f (= P/A) < fy /2:


fy

fy /2

cr =

2 E
21

fy

Komponen Struktur Tekan

1 =

2 E
fy

Sindur P. Mangkoesoebroto

Saat bekerja: fy /2 < f (= P/A) < ( + ) fy


elastis
x0

Ie = ? , f = P/A
x0 = (1 - f /fy) b
fy

cr =

2 E Ie
= f
22 I

Ie
=
I

1
12

t f (2 x 0 ) 3
1
12

t f b3

= 8 (1 - f f y ) 3

dimana fy /2 < f (= P/A) < fy

2 E
2 E Ie
8 (1 - f/f y ) 3
=
=
fy f / fy
f I
2
2

=
atau

3
2 E 8 (1 - f/f y )
fy
f / fy

2 =

Bila c =

2 E
fy
fy
E

8 (1 - f/f y ) 3

dimana < f /fy < 1

f/f y
maka c1 =
c2 =

dan

8 (1 - f/f y ) 3
f / fy

f
fy

Reduksi akibat
tegangan sisa

0,5

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

(0.9,1)

cr 1
=
fy

(1,1)

(1.4,0.5)
(1.2,0.56)
Leleh

In-elastik

1
2c

Elastik

1,6 0,67 c
1,43

SNI

c =
Komponen Struktur Tekan

AISC

1 1
1,25 2c

fy
E

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tahanan Tekan Nominal


Persamaan tegangan kritis untuk daerah elastis dapat ditulis sebagai berikut:
2
cr 2 E y
1
= 2 = 2 = 2
fy fy
c

dimana y =

2E

; c =
y
fy

Untuk penampang dengan elemen-elemen yang memiliki perbandingan lebar


terhadap tebal lebih kecil daripada r pada Tabel 7.5-1 berlaku
Nn = Ag cr
di mana cr = fy /

Nn = Ag fy

cr
1
= Ag fy
fy

c 0,25

Untuk

0,25 < c < 1,2


c 1,2
yang mana c =

=1
=

(leleh)

1,43
1,6 0,67 c

= 1,25 2c

(tekuk in-elastis)
(tekuk elastis)

fy / E

Nilai di tetapkan dengan memperhatikan tegangan sisa dan eksentrisitas tak


terduga yang merupakan faktor-faktor penting dalam masalah tekuk kolom namun
faktor-faktor tersebut tidak dapat di kuantifikasi secara teliti.
Tahanan tekan rencana adalah
Nd = c Nn Nu
dengan c = 0,85 adalah faktor tahanan tekan, dan Nu adalah gaya tekan
terfaktor.

Komponen Struktur Tekan Tersusun


Komponen struktur tersusun dari dua profil siku sama kaki di mana

y > x di

analisis sebagai berikut:


y

y
h

Komponen Struktur Tekan

a
r

Sindur P. Mangkoesoebroto

Untuk pelat kopel yang di baut kencang tangan


2m = 20 + 2
dimana

0 adalah kelangsingan seluruh batang tersusun yang di anggap


sebagai satu kesatuan, terhadap sumbu y,
adalah kelangsingan terbesar batang tunggal,
a adalah jarak antar pelat kopel,
r adalah jari-jari girasi minimum profil tunggal.

Untuk pelat kopel yang dilas atau di baut kencang penuh


2m = 20 + 0,82

dimana

2
21y
2
1+

m adalah kelangsingan profil tersusun,


a
1y =
, adalah kelangsingan batang tunggal sepanjang a
r1y
terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal
dan sejajar sumbu-y,
r1y adalah jari-jari girasi batang tungal terhadap sumbu yang melalui
titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu y,
h/2
=
=
r1y

ry
1 adalah perbandingan separasi
r1y

h adalah jarak antara titik berat masing-masing profil tunggal.


Catatan: Secara umum harus dipenuhi, 0,75 x .

Panjang Tekuk
Dalam perhitungan kelangsingan, = Lk/r , harus digunakan panjang tekuk, Lk,
yang sesui dengan kondisi ujung-ujung batang tekan. Panjang tekuk di tentukan
berikut ini.

Lk = 0,65L
(Teoritis: 0,5)

Lk = 0,8L
(0,7)

Komponen Struktur Tekan

Lk = 1,0L
(1,0)

Lk = 2,1L
(2,0)

Sindur P. Mangkoesoebroto

Lk = 2L
(2,0)

10

Untuk kasus-kasus lainnya, gunakan nomogram tekuk untuk kasus dengan


goyangan atau tanpa goyangan dimana
( I / L) k
G =
( I / L) b
dimana

I
L
k
b

adalah momen inersia


adalah panjang balok/kolom
adalah notasi untuk kolom
adalah notasi untuk balok

Kelangsingan batang tekan dibatasi demikian sehingga:


L
max = k max 200
r
Contoh:
y
bf
tf
tw
d x

IWF
300.300.10.15
L = 4000 mm

h = d 2 (tf + r0)

d = 300 mm
b = 300 mm
tw = 10 mm
tf = 15 mm

Nu = 200 t

r0
h
rx
ry

=
=
=
=

18 mm
234 mm
131 mm
75,1 mm

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)


Ag = 11980 mm2
Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)
Web

Flens

bf 2
300 2
=
= 10
tf
15
p =

170
fy

bf / 2
170
<
tf
fy

170
240

h
234
=
= 23,4
tw
10

= 10,97

p =

Pen. kompak

500
fy

h
500
<
tw
fy

500
240

= 32,27

Pen. kompak

Penampang kompak

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

Panjang tekuk:

kc = 0,8
L

= 4000 mm

Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm


x =

Lk
3200
= 24,42
=
rx
131

y =

Lk
3200
= 42,6
=
75,1
ry

Arah x: (sumbu kuat)


cx =

fy

0,25 < cx (= 0,27) < 1,2

24,42

240
= 0,27
200 *10 3

x =

=
cr =

fy
x

1,43
1,6 - 0,67 cx
1,43
= 1,01
1,6 - 0,67 * 0,27

240
= 238 MPa
1,01

Nn = Ag cr = 11980 * 238 = 285 ton


Nu
200
= 0,83 < 1
=
c N n
0,85 * 285

OK

Arah y: (sumbu lemah)


cy =

fy

0,25 < cy (= 0,47) < 1,2


cr =

fy
y

42,6

240
= 0,47
200 * 10 3

y =

1,43
= 1,11
1,6 - 0,67 * 0,47

240
= 216 MPa
1,11

Nn = Ag cr = 11980 * 216 = 258 ton


Nu
200
=
= 0,91 < 1
c N n
0,85 * 258

Komponen Struktur Tekan

OK

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

Contoh:

y
8 mm

Nu

100.100.10
x

y
L = 4000

Untuk 1 profil:
rx = ry = 30,4 mm
r = 19,5 mm
Ag1 = 1900 mm2

Nu = 40 t

b = 100 mm
t = 10 mm
I1y = I1x = 175 * 104 mm4

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)


Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)
b
100 mm
=
= 10
t
10 mm
200
fy

200

240

= 12,9

200
b
(= 10) <
(= 12,9)
t
fy

Penampang tak-kompak

Analisis dalam arah x: (sumbu lemah)


kc = 0,8

Lk = kc L = 0,8 * 4000 mm = 3200 mm


rx = 30,4 mm

L = 4000 mm

x =

Lk
3200
=
= 105
rx
30,4

cx =

fy
E

0,25 < cx (= 1,16) < 1,2

Komponen Struktur Tekan

105

240
= 1,16
200 * 10 3

x =

1,43
1,43
= 1,74
=
1,6 - 0,67 *1,16
1,6 - 0,67 cx

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

cr =

fy

240
= 138 MPa
1,74
= 2 * 1900 * 138 = 52 ton

x
Nn = Ag cr

Nu
40
=
= 0,90 < 1
0,85 * 52
c N n

OK

Analisis dalam arah y:


Kelangsingan batang tekan dalam arah y akan dibuat lebih kecil daripada dalam
arah x, karena mekanisme tekuk akan dibuat terjadi dalam arah x. Hal ini
diupayakan untuk meningkatkan efisiensi penampang tersusun.
Anggap tebal pelat kopel 8 mm.
Iy = I1y + s2 A1 = 175 * 104 + 32,22 * 1900
= 372 * 104 mm4

8 mm

1y

ry =

2 Iy

A1

372 *10 4
= 44 mm
1900

1y

y
s

0 =

s = 32,2 mm

Lk
3200
=
= 73
ry
44

a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,
a
L/3
4000/3
=
=
= 68
r
r
19,5

2m = 20 + 2 = 73 2 + 68 2 = 9953

m = 100 < x (= 105) tekuk terjadi pada sumbu x


b). Bila kopel dibaut kencang penuh atau las dan ada 3 bentang terkopel,
1y =

a
L/3
4000/3
=
=
= 44
r1y
30,4
30,4

h/2
2s/2
s
32,2
=
=
=
= 1,06
r1y
r1y
r1y
30,4

2m = 20 + 0,82

2
1,06 2
2
2

=
73
+
0,82
* 44 2 = 6169
1y
2
2
1 + 1,06
1+

m = 79 < x (= 105) tekuk terjadi terhadap sumbu x dengan lebih


meyakinkan daripada bila kopel dipasang dengan baut kencang tangan.

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

Contoh:
y
Nu
300
tf = 15 mm
x

150
tw = 10 mm
L = 4000 mm

T 150.300
y

b = 300 mm
d = 150 mm
tw = 10 mm
tf = 15 mm

Nu = 80 t

Ag = 59,90 * 102 mm2


rx = 36,4 mm
ry = 75,1 mm

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)


Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)
Flens

Web

Tidak ada ketentuan

d
150
=
= 15
tw
10
335
fy

335
240

= 21,62

335
d
(= 21,62)
(= 15) <
tw
fy

Penampang tak-kompak

Kelangsingan batang: kc = 0,8 ; L = 4000 mm


Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm
L
3200
x = k =
= 88 tekuk terjadi pada arah x
rx
36,4
L
3200
y = k
= 43
ry
75,1

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

15

Arah x: (sumbu lemah)


cx =

fy

0,25 < cx (= 0,97) < 1,2

cr =

fy
x

88

240
= 0,97
200 * 10 3

x =

1,43
= 1,51
1,6 - 0,67 * 0,97

240
= 159 MPa
1,51

Nn = Ag cr = 5990 * 159 = 96 ton


Nu
80
=
= 0,98 < 1
0,85 * 96
c N n

OK

Arah y: (sumbu kuat)


cy =

fy

43

240
= 0,47
200 * 10 3

y =

1,43
= 1,12
1,6 - 0,67 * 0,47

cr =

240
= 215 MPa
1,12

Nn = 5990 * 215 = 129 ton


Nu
80
= 0,73 < 1
=
c N n
0,85 * 129

Komponen Struktur Tekan

OK

Sindur P. Mangkoesoebroto

16

Tabel 7.5-1
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen

Perbandingan
lebar terhadap
tebal
()

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

(tak-kompak)

(kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur

b/t

Pelat sayap dari komponenkomponen struktur tersusun


dalam tekan

b/t

Sayap bebas dari profil siku


kembar yang menyatu pada
sayap lainnya, pelat sayap
dari komponen struktur kanal
dalam aksial tekan, profil
siku dan plat yang menyatu
dengan balok atau komponen
struktur tekan
Sayap dari profil siku
tunggal pada penyokong,
sayap dari profil siku ganda
dengan pelat kopel pada
penyokong, elemen yang
tidak diperkaku, yaitu, yang
ditumpu pada salah satu
sisinya
Pelat badan dari profil T

b/t

250 /

fy

b/t

200 /

fy

d/t

335 /

fy

b/t

170 /

f y [c]

170 /

f yf

370 /

f y f r [e]

420
( f yf f r ) / k e

290 /

f y / k e [f]

Catatan: Berdasarkan kelangsingan pelat penyusunnya (b/t), penampang profil baja


dikelasifikasikan kedalam tiga kategori:
1. penampang kompak,

b
< p ;
t

2. penampang tak-kompak, p <


3. penampang langsing,

Komponen Struktur Tekan

b
< r ;
t

b
> r .
t

Sindur P. Mangkoesoebroto

[e][f]

17

Tabel 7.5-1 (Lanjutan)


Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen

Pelat badan dari penampang


persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
antara baut-baut atau las
Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup
berlubang [b]
Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur [a]
Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur

Perbandingan
lebar
terhadap tebal
()

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

p
(kompak)

b/t

500 /

b/t

h/tw
h/tw

(tak-kompak)

625 /

fy

fy

830 /

1.680 /

f y [c]

Untuk
Nu /bNy<0,125 [c]

2.550 /

fy
f y [g]

[g]
2.550 0,74 Nu
1

b N y
f y

1.680 2,75 N u
1

b N y
f y

Untuk Nu/bNy>0,125
[c]
500
N 665
2,33 u
b N y
f y
fy

b/t
Elemen-elemen lainnya yang
h/tw
diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya
D/t
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh
pelat sayap fyf sebagai ganti fy.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3.
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.

Komponen Struktur Tekan

[e] fr

665 /

fy

[d]
22.000/fy
14.800/fy
62.000/fy
= tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang gilas
= 115 MPa untuk penampang tersusun

[f] k e =

4
h / tw

tapi, 0,35 < ke < 0,763

[g] f y adalah kuat leleh minimum.

Sindur P. Mangkoesoebroto

18

tf

tf

hc
tw

hw

hw

hc

Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.

Gambar 7.6-1
Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

19

Gambar 7.6-2
(a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk komponen struktur bergoyang.

Komponen Struktur Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

20

BAB V
KOMPONEN STRUKTUR LENTUR
(Flens Tekan Terkekang Penuh Secara Lateral)
Komponen struktur lentur adalah komponen stuktur yang menggabungkan batang
tarik dan batang tekan dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat
bersifat tetap atau berubah sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang
komponen struktur lentur yang memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan
terbebas dari semua jenis tekuk serta dibebani pada pusat gesernya, tegangan
lentur dapat ditentukan dengan cara berikut ini,
Mx My
=
+
Sx
Sy

Mx cy
Ix

M y cx
Iy

yang mana:
Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x
dan sumbu-y,
Ix, Iy adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan
sumbu-y,
cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem
masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,

cy

cy
cx

Sx =

Ix
cy

Sy =

Iy

Sx =

cx

Ix
cy

Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan
elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada p, berlaku berikut ini,
< y, < fy

= y, = fy

> y, = fy

>> y, = fy

cy
z
M

M < My

M = My

My < M < Mp

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

M = Mp
4

Kondisi c: M = z dA =
z 2 dA =
I x = S x ( < f y )

c
cy
cy
y
f
I
z
d : M = f y z dA = y z 2 dA = f y x = f y S x = M yx
cy
cy
cy

f : M = Mpx = f y z dA = f y z dA = f y Z x
yang mana Zx =

z dA adalah modulus plastis penampang.

Dengan demikian faktor penampang x =


x =

Mp
My

M px
M yx

adalah:

Zx
Sx

Faktor penampang terhadap sumbu-x, x, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~
1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y, y, dapat mencapai 1,5.
Contoh:
Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y, y, dari profil IWF berikut:
tf

tf

tw
b
y

t t
b b
Zy = 2 2 t f + (d - 2t f ) w w 2
2 4
2 4
1
1
= t f b 2 + (d - 2t f ) t 2w
2
4
1
1
Iy =
t f b 3 2 + (d - 2t f ) t 3w
12
12
1
1
= t f b 3 + (d - 2t f ) t 3w
6
12
Iy 1
2 1
2
= t f b 3 + (d - 2t f ) t 3w
Sy =
b
6
b 12
b
2
1
1 d - 2 tf 3
= t f b2 +
tw
3
6 b

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

y =

Zy
Sy

1
2

tf b2 +

1
4

(d - 2t f ) t 2w

d - 2t f 3
1
t b + 16
t
3 f
b w

3
= 1,5
2

Sendi Plastis

Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang
balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan
tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram
momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami
plastifikasi adalah sebagai berikut:
M

Plastifikasi

Mp

Daktilitas kelengkungan,

= u
p

Pengaruh tegangan sisa, cacat,


dan geometri penampang

My

Mr

y p

Agar suatu penampang dapat mencapai u maka harus dipenuhi tiga persyaratan
yaitu kekangan lateral balok, b t pada flens tekan, dan h w t w pada web.
Balok yang Terkekang Secara Lateral

Syarat tahanan,
b M n M u
yang mana,

b = 0,9 adalah faktor tahanan,


Mn adalah tahanan nominal,
Mu adalah momen lentur terfaktor.
Kompak, < p

Penampang

Tak kompak, p < < r


Langsing, > r (lihat balok pelat)

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

Mn
kompak

tak kompak

langsing

Mp

Mr

(= b/t)

Penampang kompak (0 < < p)


M n = fy Z
yang mana, Z adalah modulus plastis penampang,
fy adalah kuat leleh.
Untuk penampang dengan = r maka tahanan lentur nominal Mn = Mr. Momen
residual, Mr, ditetapkan sebagai:
Mr = (fy fr) S
yang mana S adalah modulus penampang,
fr adalah tegangan sisa,
fy adalah kuat leleh.
Untuk penampang balok dengan p < < r maka tahanan lentur nominal
ditetapkan dengan cara interpolasi linier sebagai berikut,
Mn =

- p
r -
Mp +
Mr , p < < r
r - p
r - p

yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web), p, r lihat
Tabel 7.5 1 (Peraturan Baja Indonesia).
Untuk penampang balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus
berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (fyf fr) dan fyw.
Contoh:
Rencanakan balok berikut dengan beban mati D = 300 kg/m dan L = 1200 kg/m.
Bentang balok adalah l = 10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral.
Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.
Jawab:
qn

l = 10.000

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 300 + 1,6 * 1200 = 2280 kg/m


Mu =

1
* q u * l2
8
1
N
*10.000 2 mm 2 = 28,5 t - m
* 22,8
mm
8

b M n M u
atau Mn

M u 28,5 t - m
=
= 31,7 t - m
b
0,9

Flens =
2t f

170

h
Web = w
tw

1680

370

fy

fy - fr

2550
fy

fy

fr = 70 MPa untuk profil gilas.


b
y
tf

Zx = b tf (d tf) + tw (
d

d
- tf)2
2

1
1
tf b2 + (d 2tf) tw2
2
4
hw = d 2 (ro + tf)

Zy =
tw

BJ 37 :

(fu = 370 MPa, fy = 240 MPa)

Coba profil IWF 300.300.10.15

(ro = 18 mm)
p

300
f =
=
= 10
2t f 2 * 15

10,97

28,4

300 - 2 (18 + 15)


w = w =
= 23,4
10
tw

108

165

Penampang kompak.

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

Zx = b t f (d - t f ) + t w - t f
2

300

- 15
= 300 *15 (300 - 15) + 10
2

3
= 1.464.750 mm

Mp = fy Zx = 240 * 1.464.750 = 35 t-m


M
Mp (= 35 t m) > u (= 31,7 t-m) OK
b
Catatan:

l 10.000
=
= 33
d
300

BJ 55 :

(fu = 550 MPa ; fy = 410 MPa)

Coba IWF 300.300.10.15

r
20
126

p
8,4
83

f (= 10)
w (= 23,4)

Ix = 20,4 * 107 mm4

(ro = 18 mm)

penampang tak kompak

Mp = fy . Zx = 410 * 1.464.750 = 60 t m
I
Mr = (fy fr) Sx = (fy fr) x
d
2
= (410 70)

20,4 * 10 7
= 46 t-m terlalu kuat
300
2

Coba IWF 250.250.9.14

f
w

125

= 8,9
=
14

190

= 21
=
9

8,4

20

83

126

Zx = b tf (d tf) + tw - t f
2

penampang tak kompak

250

= 250 * 14 (250 14) + 9


- 14
2

3
= 936.889 mm

Komponen Struktur Lentur

Ix = 10,8 * 107 mm4

(ro = 16 mm)

Sindur P. Mangkoesoebroto

Sx =

I x 10,8 * 10 7
= 864.000 mm3
=
250
d
2
2

Mp = fy Zx = 410 * 936.889 = 38 t m
Mr = (410 70) * 864.000 = 29,4 t m
Mn =
=

- p
r -
Mr
Mp +
r - p
r - p
20 - 8,9
8,9 - 8,4
* 38 +
* 29,4 = 37,6 t - m
20 - 8,4
20 - 8,4

Mn (= 37,6 t m) >

Mu
(= 31,7 t-m) . OK
b

Lendutan Balok

Lendutan balok untuk beberapa skenario pembebanan adalah sebagai berikut:


l

s = -

M1 l 2
16 EI

M1

qo

l/2

s =

l/2

5 qo l
5 1
5 Mo l2
2 l
q
l
=
=

o
384 EI
48 8
EI 48 EI
4

1
dimana M o = q o l 2
8
a

b
P
S

l/2

s =

Pb
(3l 2 - 4b 2 )
48 EI

Komponen Struktur Lentur

l/2

b< l

Sindur P. Mangkoesoebroto

qo

M2

M1
1
qo l2
8

M1
M2

Mo

Ms
M2

M1

s =

5 M o l 2 M1 l 2 M 2 l 2
48 EI
16 EI 16 EI
=

Karena

1 l2
(5M o - 3M1 - 3M 2 )
48 EI

Mo = M s +

s =

M1 + M 2
2

maka

1 l2
5
5

5M s + M 1 + M 2 - 3M 1 - 3M 2
48 EI
2
2

5 l2
(M s - 0,1 M1 - 0,1 M 2 )
48 EI

Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.

Geser pada Profil Gilas

Secara umum persamaan tegangan geser adalah:


v=
yang mana,

V Q( y )
I t (y )

V adalah gaya lintang yang bekerja pada suatu penampang

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

Q(y) = dA adalah statis momen terhadap garis netral,


y

I adalah momen inersia,


t adalah ketebalan penampang.

dA

y
garis netral

Dalam perencanaan dapat digunakan:


v=

V
d tw

yang mana

d adalah tinggi total penampang,


tw adalah tebal web.

atau

Vn = y d tw = 0,58 fyw d tw
~ 0,6 fyw d tw . (*)

yang mana fyw adalah kuat leleh web.


Persamaan (*) dapat digunakan bila persyaratan berikut ini dipenuhi,
h 1100

tw
f yw

Tahanan geser rencana adalah:


v Vn Vu

yang mana

v = 0,9 ,
Vn adalah tahanan geser nominal,
Vu adalah gaya lintang terfaktor.

Contoh:
Tentukan tahanan geser rencana profil IWF 300.300.10.15
d = 300 mm
BJ 37: fu = 370 MPa
tw = 10 mm
fy = 240 MPa
tf = 15 mm
r0 = 18 mm

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

Jawab :
h = d 2 (ro + tf) = 300 2 (18 + 15) = 234 mm
h 234
=
= 23,4
t w 10
1100
f yw

1100

240

h 1100
<
tw
f yw

= 71

Vn = 0,6 fyw d tw = 0,6 * 240 * 300 * 10


= 43,2 ton
Vd = v Vn = 0,9 * 43,2 = 38,9 ton

Teori Umum Lentur

Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur
pada bidang berikut ini,
y

My
M

Mz

adalah bidang kerja beban ; M


y
garis netral
P

My

tan = -

Mz
Bidang

y
z

My = M cos
Mz = M sin

tan =

Mz
My

Cat.: Arah vektor momen positif


ditentukan konsisten terhadap
asumsi tensor tegangan.

Persamaan kesetimbangan balok adalah:


Nx = 0 x dA = 0 ............................................... (1)
My = 0 My = - x z dA ........................................ (2)
Mz = 0 Mz = - x y dA ........................................ (3)

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

Bidang netral adalah suatu bidang dimana lenturan terjadi tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Bidang netral dianggap bersudut terhadap sumbu z. Berikut
adalah beberapa tinjauan untuk kasus = 0, = 2 , dan sembarang.
Kasus = 0: (Lentur terjadi pada bidang xy)
Dalam kasus tersebut tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:
x = -k1 y
Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x dA = k1 y dA = 0 ..................................... (4)
My = - x z dA = k1 yz dA = k1 Iyz ............... (5)
Mz = - x y dA = k1 y2 dA = k1 Iz ................. (6)
Persamaan (4) menyatakan bahwa sumbu z adalah garis berat.
Persamaan (5) dan (6) memberikan
My Mz
=
k1 =
I yz
Iz
Mz Iz
=
= tan
M y I yz
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka Iyz 0 dan 2 , artinya garis netral tidak tegak lurus
bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri
penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 2 , dan My =
0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.
atau

Kasus = 2 : (Lentur terjadi pada bidang xz)


Persamaan tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:
x = -k2 z
Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x dA = k2 z dA = 0 ...................................... (7)
My = - x z dA = k2 z2 dA = k2 Iy ................. (8)
Mz = - x y dA = k2 yz dA = k2 Iyz ............... (9)
Persamaan (7) menyatakan bahwa sumbu y adalah garis berat.
Persamaan (8) dan (9) memberikan
My Mz
=
k2 =
Iy
I yz
atau

M z I yz
=
= tan
My Iy

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka Iyz 0 dan 0, artinya garis netral tidak tegak lurus bidang
kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang
dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 0, dan Mz = 0, artinya
garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xz.
Kasus sembarang:
Tegangan x dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus
sebelumnya,
x =-k1 y - k2 z
My = k1 Iyz + k2 Iy
Mz = k1 Iz + k2 Iyz
atau

M y I y
=
M z I yz

I yz k 2

I z k 1
Iz
- I
yz

k 2
1
=
2
k
1 I y I z - I yz
k2 =

dan

M y I z - M z I yz

x = -

I y I z - I yz

; k1 =

M z I y - M y I yz
I y I z - I yz

- I yz M y

I y M z
M z I y - M y I yz
I y I z - I yz

M y I z - M z I yz
I y I z - I yz

z ..... (10)

yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat
dalam menurunkan Persamaan (10) adalah:
a) balok adalah lurus
b) prismatis
c) sumbu y dan z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus
d) material adalah elastis linier
e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser)
f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.
Bila sumbu y dan z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau
bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu
sumbu simetri maka Iyz = 0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,
My
M
x = - z y
z (pada sumbu utama)
Iz
Iy
Bila pada serat-serat extreem dibatasi x fy maka berlaku:
My
Mz
+
1
f y Sz f y S y

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

adalah persamaan interaksi untuk Mz, My dan berlaku untuk daerah elastis linier
saja.
Garis netral adalah tempat kedudukan titik material dengan tegangan x = 0.
Dengan me-nol-kan Persamaan (10) dan disusun kembali diperoleh,
Mz
Iz - M
I yz
y
y
= tan = M z
z
I - I yz
My y

I z - I yz tan
I y tan - I yz

Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling
tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0 diperoleh,
I
1
tan = z
I y tan
artinya bila =/2 maka =0 terlepas dari nilai Iz dan Iy. Namun bila /2 maka
nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai Iz dan Iy; dalam hal ini bidang
beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan Iz = Iy,
seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus
bidang netral.
Persamaan-persamaan yang dikembangkan diatas hanya berlaku untuk material
elastis linier (x < fy). Bila material telah mencapai daerah plastis seperti halnya
untuk perencanaan lapangan maka persamaan berikut dapat digunakan untuk
profil-profil yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri,
M uy
M uz
+
1,0
b M ny b M nz
yang mana Mu adalah momen terfaktor,
Mn adalah tahanan lentur nominal,
b = 0,9 adalah faktor tahanan.

Komponen Struktur Lentur

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

BAB VI
BEBAN TERPUSAT PADA PROFIL

Leleh pada flens

Tekuk Torsi
Lateral

Lipat

Tekuk Vertikal

1)

Lentur Lokal pada Flens

tf
stiffener

las

stiffener

Tepi
terbuka
j

Pu

Pu

Pu Rn
= 0,9
Rn = 6,25 t f2 fyf

tidak perlu stiffener


[N]

j > 10 tf

j 10 tf

=
Bila 0,15 b

Beban Terpusat pada Balok

tidak perlu stiffener

Sindur P. Mangkoesoebroto

2) Leleh Lokal pada Web


N
Ru

Ru

k
d

N + 5k

Tepi terbuka

tw

fyw

N+2,5k

k
j

tf
Ru
N

Ru Rn = ( k + N) fyw tw
dimana

[=N] tidak perlu stiffener

= 1,0
N k , pada tumpuan
5

bila j > d

=
2,5 bila j d
3) Lipat pada Web (gambar sama dengan di atas)
1,5

tw
t
2

Ru Rn = t w 1 + f yw f [=N] tidak perlu stiffener


tw

t f
dimana = 0,75
N
355
bila j > d/2 ; = 3
d
=
= 3

175

bila j d/2

N
d

bila

N
0,2
d

4N

- 0,2 bila
=
d

N
> 0,2
d

4) Tekuk Web Bergoyang


Ru

(a)

Ru

(b)

Ru Rn tidak perlu stiffener


dimana = 0,85

Beban Terpusat pada Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

a) Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
Untuk

h bf
2,3 maka
t w Lb

3
h bf
C r t 3w t f

+
1
0,4
t L
h2

w b
h bf
> 2,3 Rn
Untuk
t w Lb

Rn =

[=N]

Ditempat bekerjanya Ru dipasang


1. Bresing lateral lokal di flens tarik, atau
2. Sepasang pengaku vertikal atau pelat pengganda

Solusi:

b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
h bf
Untuk
1,7 maka
t w Lb
C t3 t
Rn = r w2 f 0,4
h

h bf
> 1,7
Untuk
t w Lb

3
h bf


t w L b

Rn

Dipasang bresing lateral lokal di flens tarik dan tekan ditempat


bekerjanya Ru.

Solusi:

adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara


lateral pada salah satu flens balok.

dimana Lb

6,6 * 106 bila Mu < My dititik kerja Ru


Cr =
tw

3,3 * 106 bila Mu My dititik kerja Ru

bf

5) Tekuk Web akibat Dua Gaya Simetris


Ru

Ru

Tepi terbuka

tw

j
Ru

Beban Terpusat pada Balok

Ru

Sindur P. Mangkoesoebroto

Ru Rn tanpa stiffener
= 0,9
t 3w
Rn = 10.750
f yw
h
1 bila j > d/2
=
0,5 bila j d/2

[=N]

6) Geser Web pada Daerah Panel


Vu Vn pelat pengganda atau pelat diagonal
dimana = 0,90
Nu

bcf

tcf
fy

pelat terusan

tw

pelat diagonal

db

pelat pengganda

dc

Nu

a) Bila tidak dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas


struktur.
Nu 0,4 Ny ,

Vn = 0,60 fy dc tw

Nu > 0,4 Ny ,

N
Vn = 0,60 fy dc tw 1,4 - u

N y

b) Bila dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.


2
3 b cf t cf

Vn = 0,6 fy dc tw 1 +

d
d
t
b
c
w

3 b cf t cf
1,2 N u
1,9 Vn = 0,60 fy dc tw 1 +

Ny
db dc t w

Nu 0,75 Ny ,

Nu > 0,75 Ny ,

dimana Ny = fy Ag

Beban Terpusat pada Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

7) Persyaratan Stiffener untuk Beban Terpusat


Pengaku vertikal atau diagonal,
a) Lebar dua stiffener di kedua sisi web ditambah tebal web tidak boleh
kurang dari 2/3 lebar flens.
b) Tebal stiffener tidak boleh kurang dari tebal flens, dan tidak boleh
1
kurang dari lebar pelat stiffener dikalikan
fy .
250
Pengaku vertikal yang dipasang secara penuh dari flens atas hingga flens
bawah karena gaya tekan yang bekerja terhadap flens balok biasa atau balok
berdinding penuh harus direncanakan sesuai dengan persyaratan perencanaan
komponen struktur tekan dengan persyaratan tambahan berikut ini:
a) Panjang tekuk efektif 0,75 h
b) Ada satu pasang pengaku vertikal
c) Bagian dari pelat badan selebar 25 tw untuk pengaku interior atau 12 tw
untuk pengaku exterior.

Pengaku
vertikal
tw

Pengaku
vertikal

tw

Pengaku
vertikal
25 tw

12 tw

Interior

Exterior

8) Lain-lain
a)

Pada ujung-ujung komponen struktur yang tidak merangka ke komponen


struktur yang lain, harus dipasang sepasang pengaku vertikal penuh
setinggi balok.
b) Pelat pengganda harus direncanakan sesuai dengan Standar Struktur
Bangunan Baja Indonesia, Bab 12.
9) Contoh:
Pu1 = 50 ton

Pu1 = 50 ton

Pu2 = 50 ton

Pu2 = 50 ton
2500

5000

2500

Pu1 + Pu2 = 100 ton

300

Beban Terpusat pada Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

300

fyw = 240 MPa


700

fyf = 240 MPa

k = 52 mm

13

N = 150 mm
24

(1) Leleh lokal pada web


Lapangan:

Rn = ( k + N) fyw tw

(j > d)

= 1,0 (5 * 52 + 150) * 240 * 13


= 128 ton > Pu1 (= 50 ton)

Tumpuan:

OK

Rn = ( k + N) fyw tw

(j < d)

= 1,0 (2,5 * 52 + 150) * 240 * 13


= 87 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku
vertikal

(2) Lentur lokal pada flens


Lapangan:

Rn = (6,25 t f2 fyf)
= 0,9 * 1,0 * (6,25 * 242 * 240)

(j > 10 tf)

= 78 ton > Pu2 (= 50 ton)

OK

(3) Lipat pada Web


Lapangan: Rn =
(j > d/2)

= 3

t 2w

t
1 + w

tf

1,5

t
f yw w
tf

N
150
9
= 3
=
d
700 14

= 355
1,5

9 13
24
Rn = 0,75 * 355 * 132 1 + 240 *
13
14 24

= 119 ton > Pu1 (= 50 ton)


Tumpuan:

j = 300

OK

j < d/2 = 175

d/2 = 350

Beban Terpusat pada Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

N
3
N

=
~ 0,21 > 0,2 = 4 - 0,2
d
14
d

= 4 - 0,2 = 0,66
14

Rn

1,5

24
13
= 0,75 * 175 * 13 1 + 0,66 240 *
13
24

= 59 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku


vertikal
2

(4) Tekuk Web Bergoyang


Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi
700

2
- 52
2
300 = 2,75 > 2,3
=
5000
13

h bf
t w Lb

Rn

Beban Terpusat pada Balok

OK

Sindur P. Mangkoesoebroto

ANALISIS PLASTIS BALOK

Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini
dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila
suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah
bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai
berikut:
P
l/2

l/2

(1- ) l/2

l
My

Pl

Mp

Mp
l

My

My
Mp

y
p

4
l

S l
=
Z

Dari diagram momen dapat di turunkan hubungan

(1 ) l 2
l

My
Mp

=1-

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

Untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu kuat penampang ~ 1,13 maka
1
=1= 0,12 ; dan untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu lemah ~ 1,5
1,13
1 1
maka = 1 = . Meskipun demikian, didalam praktek sendi plastis umumnya
1,5 3
dianggap berupa titik.
Lendutan di tegah bentang adalah
1 Pl 3
=
48 EI
Pada saat leleh
4M y
1
4 Pl = M y P =
l
2
3
1 My l
1 l 4M y
y =
=
l
EI
12
48 EI
Pada saat plastis
2

1 My l
p = y
=
EI
S 12

Mp
My

Pengaruh geometri
penampang

y p

Redistribusi Gaya-dalam

Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk
mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat
khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh
sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme
keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu.
Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi
plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya
mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tinjau contoh berikut ini,


P

a = 2000

b = 4000

l = 6000

P a b 2 P * 2000 * 4000 2
=
= 889 P
6000 2
l2
2P a 2 b 2 2P * 2000 2 * 4000 2
MB =
=
= 593 P
6000 3
l3
P a 2 b P * 2000 2 * 4000
MC =
=
= 444 P
6000 2
l2
P a 3 b 3 P 2000 3 * 4000 3
P
B =
=
= 790 *10 6
3
3
EI 3 * 6000
EI
3EI l
MA =

Saat titik A mencapai sendi plastisnya maka


MA = MP
889 P = M P atau P =

MP
889

Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Zx = 1.464.750 mm3, Ix = 20,4 * 107 mm4,
dan MP = 35 * 107 N-mm
Maka

35 * 10 7
P=
= 39 ton
889
P
39 * 10 4
B = 790 * 10 6
= 790 * 10 6
EI
2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 7,55 mm

dan strukturnya menjadi


P = 39 ton
A

Mp = 35 t-m

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

dengan

MB = 593 P = 593 * 39 * 104 = 23 * 107 N mm


MC = 444 P = 444 * 39 * 104 = 17 * 107 N mm

sehingga sisa tahanan di B & C adalah


MB = MP MB = 35 * 107 23 * 107 = 12 * 107 N mm
MC = MP MC = 35 * 107 17,3 * 107 = 17,7 * 107 N mm
Bila kepada beban P diberikan tambahan menjadi P + P' maka momen di A tak akan
bertambah, sedang momen-momen di B dan C akan bertambah, hingga terjadi sendi
plastis di B dengan struktur termodifikasi sebagai berikut.
P
B

a = 2000

b = 4000

P' ab 2
(a + 2 l )
MB ' =
2 l3
P' * 2000 * 4000 2
(2000 + 2 * 6000) = 1037 P'
=
2 l3
P' a b
(a + l )
MC ' =
2 l2
P' * 2000 * 4000
(2000 + 6000) = 889 P'
=
2 * 6000 2
P' a 2 b 3
(3l + a )
B ' =
12 EI l 3
P' * 2000 2 * 4000 3
(3 * 6000 + 2000) = 1,975 * 10 9 P'
=
3
EI
12 * EI * 6000
Saat titik B mencapai plastifikasi maka
M B ' = M B
1037 P = 12 * 107
P = 11,6 ton

M C ' = 889 P' = 889 *11,6 *10 4 = 10,3 * 10 7 N - mm


P'
B ' = 1,975 * 10 9
EI
11,6 * 10 4
= 1,975 * 10 9 *
= 5,62 mm
2 * 10 5 * 20,4 * 10 7

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

dan strukturnya menjadi,


P
B

Mp

Mp

dengan sisa tahanan di C adalah


MC ' = MC - MC '
= 17,7 *10 7 - 10,3 *10 7 = 7,4 *10 7 N - mm
Kepada beban P' masih dapat diberikan tambahan menjadi P' + P" . Momen di B
tidak akan bertambah, namun momen di C akan bertambah dengan struktur statis
tertentu berikut,
P
B

b = 4000

MC = P" 4000
1 b 3 1 4000 3
P"
P" = 2,13 *1010
B " = P" =
3 EI 3 EI
EI
Saat titik C mencapai plastifikasi maka
M C = M C '
4000 P" = 7,4 * 107 P" = 1,85 * 104 N
P"
1,85 * 10 4
B " = 2,13 * 1010
= 2,13 * 1010 *
EI
2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 9,67 mm

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

Ringkasan:

Saat terbentuk satu sendi plastis:


P1 = 39 ton
B1 = 7,55 mm
Saat terbentuk dua sendi plastis:
P2 = P1 + P' = 39 + 11,6 = 50,6 ton
B2 = B1 + B ' = 7,55 + 5,62 = 13,17 mm
Saat terbentuk tiga sendi plastis:
P3 = P2 + P" = 50,6 + 1,85 = 52,45 ton
B3 = B2 + B " = 13,17 + 9,67 = 22,84 mm
Sehingga kurva beban vs defleksi adalah:
P

P3 = 52,45
P2 = 50,6

runtuh

P1 = 39

0
0

B1 = 7,55 B2 = 13,17

B3 = 22,84

Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P = 39 ton, namun
dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P
= 52,45 ton.

Beban Plastis Cara Kesetimbangan

Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan
beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan
konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut
lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang
menyebabkan mekanisme.

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

Contoh:

P
A

1)
l

MA =

1
Pl = M p
4

P=

4M p
l
P

2)
B

P
a

b
B

Mp

Mp

Pb
l
MB =
P =

Pba
- Mp = Mp
l
l
6000
2M p =
* 2 * 35 *10 7
2000 * 4000
ab

= 52,5 ton
P

3) PR:

1000

2000

3000
6000

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

Beban Plastis Cara Energi

Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah
energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme
keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan
rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban
plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang
menentukan.
Contoh
1)

P
2/l

2/l

Mp

2
P = M p
2
l
P=

Mp

4 Mp
l
P
a

2)

b/a

b
Mp

Mp
Mp

Mp

b
P b = Mp 2 + Mp 2
a
1 1
P = 2M p +
a b

1
1
= 2 * 35 *10 7
+
= 52,5 ton
2000 4000
P

3) PR:

1000

2000

3000
6000

Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus
dipenuhi.

Analisis Plastis Balok

Sindur P. Mangkoesoebroto

BAB VII
SAMBUNGAN
7.1 BAUT DAN KELING
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal.
Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal.
Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan
memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya
tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis
ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan
tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state).
Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu.
Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat
membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya
dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk
kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling.
Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga
sambungan akan menjadi sangat fit.
Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan
mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran
setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi
demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan.
Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan
keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,
Baut

Mutu

db
(mm)

Proof Stress
(70% fu, MPa)

Kuat Tarik
(fu, MPa)

A307
A325

Normal
Tinggi

6,4 10,4
12,5 25,4
28,6 38,1

Keling

Normal

585
510
-

410
825
725
370

Perhitungan proof load adalah sebagai berikut:


Proof load = Proof Stress * As

As =
4
dimana

Sambungan

0,9743

d b - n

mm2

db adalah diameter nominal baut, dan


n adalah jumlah ulir per mm

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tahanan Tarik Baut/Keling

Tahanan tarik nominal satu baut/keling, Rn:


Rn = f ub As

Dimana

f ub adalah kuat tarik baut (MPa)

Karena

0,9743

2
d b - n mm
n adalah jumlah ulir per mm
As = 0,75 0,79 Ab maka

As =

Rn = f ub (0,75 Ab)
dimana Ab adalah luas bruto satu baut

Tahanan Geser Baut


Tahanan geser nominal satu baut/keling, Rn:
Rn

= m Ab u * faktor reduksi
m Ab (0,6 f ub ) * 0,8 tanpa ulir pada bidang geser
=
m (0,75 Ab) (0,6 f ub ) * 0,8 dengan ulir pada bidang geser
0,50 m f ub Ab tanpa ulir pada bidang geser

~
0,40 m f ub Ab dengan ulir pada bidang geser
Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto, u = 0,60 f ub , dan m adalah
jumlah bidang geser.

Tahanan Tumpu
t

Tu

pu = 0,6 f up
p

untuk material pelat

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tu
Rn = 2 t [L d/2] pu

= 1,2 f up dt [L/d ]

L
= 2 2 3 Rn = 2,6 f up dt
d
Untuk baut tepi Rn = L t f up
Untuk

Dalam peraturan diambil


Rn = 2,4 f up dt untuk semua jenis lubang
Rn = 2,0 f up dt untuk lubang sela panjang arah gaya.
Jarak antar baut 3d; jarak baut tepi dengan ujung pelat 1 d. Untuk
mengurangi bahaya korosi, jarak baut tepi terhadap ujung pelat 12 t 150
mm.

Lubang Tersusun

Potongan 1 leleh Ag = b t
A
B
g1

Pu

D
I

Potongan ABCDE fraktur


An = t [b 3 (dl + 1 mm)]

g2

H
s1

s2

s2
s2
Potongan ABFDE fraktur An = t b - 3 (d l + 1 1 2 mm) + 1 + 1
4g 1 4g 2

s12
s 22
1
Potongan ABFGH fraktur An = t b - 3 (d l + 1 2 mm) +
+

4g 1 4g 2

geser
tarik

fraktur
geser

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

ta
t
+ gb - b
2
2
= ga + gb (ta + tb)

ta

g = ga -

umumnya ta = tb = t

g = ga + gb - t

ga
tb
gb

geser
tarik

Contoh:
75/2

75

75/2
60
80 200

T
60
18
T

Baut: jumlah 4
db = 22 mm
f ub = 825 MPa
jumlah bidang geser, m = 1

Pelat: tebal = 18 mm
lebar = 200 mm
lubang standar
fy = 240 MPa
f up = 370 MPa

Tanpa ulir pada bidang geser


Leleh pada pelat: Tn = fy Ag = 0,9 * 240 * 18 * 200 = 78 ton
Fraktur pada pelat: Tn = fu An
= 0,75 * 370 * [200 2 (22 + 3)] * 18 = 75 ton
Geser pada baut:

Rn = 0,75 * (0,5 f ub ) m (Ab * 4)


= 0,75 * 0,5 * 825 * 1 * * 222 * 4
= 47 ton

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tumpu pada pelat: Rn = 0,75 (2,4 f up dl t) * 4


= 0,75 [2,4 * 370 * (22 + 1) * 18] * 4
= 112 ton

Tahanan sambungan adalah 47 ton


Rn Tu
47 ton 1,2D + 1,6L
Bila D = L/2 maka

47 ton 2,2 L
L 21,4 ton
D 10,7 ton

Jadi beban kerja yang boleh terjadi adalah W = L + D = 32,1 ton

Sambungan Tipe Friksi (BMT) LRFD

Vu Vn
Vn = 1,13 * Proof load * m untuk satu baut
dimana m adalah jumlah bidang geser.

= 0,35

1 untuk lubang standar


0,85 untuk lubang besar dan sela pendek
0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya
0,6 untuk lubang sela panjang // arah gaya

Pada kombinasi geser + tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:
Vu
Vn
n

Tu n

1
1,13 Proof Load

dimana Tu/n adalah gaya tarik terfaktor untuk satu baut

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Kombinasi Geser dan Tarik pada Sambungan Tipe Tumpu

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi:


0,4 f ub m dengan ulir pada bidang geser
1)

fuv =

Vu

n Ab

0,5 f ub m tanpa ulir pada bidang geser


2)

Rn = ft Ab

dimana
A325: ft

Tu
n

807 1,9 fuv 621 dengan ulir pada bidang geser


807 1,5 fuv 621 tanpa ulir pada bidang geser

A307: ft 410 1,9 fuv 310


= 0,75 ;

n adalah jumlah baut;


m adalah jumlah bidang geser

Penjelasan persamaan di atas adalah sebagai berikut. Persamaan interaksi geser


tarik merupakan persamaan lingkaran berikut ini,
2

R ut R uv

+
1
R nt R nv
dimana

Rut , Ruv
Rnt , Rnv
t , v

masing-masing adalah gaya tarik dan geser terfaktor


masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser
masing-masing adalah faktor tahanan tarik dan geser
(t = v = 0,75)

Dalam peraturan digunakan persamaan linier berikut ini


R ut
R uv
+
C
t R nt
v R nv

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

R ut
t R nt
1,0
lingkaran
linier

R uv
v R nv

1,0

Untuk persamaan linier digunakan nilai C = 1,3.


Persamaan linier tersebut ditulis kembali sebagai berikut:
Rut 1,3 t Rnt

R uv
t Rnt
v R nv

atau fut t ft
dimana,

fut =

R ut
Ab

ft = 1,3
fuv =

mengingat,

R nt
R nt
fuv
Ab
v R nv

R uv
Ab

R nt
= 0,75 f ub dan
Ab

0,4 m f ub dengan ulir pada bidang geser


R nv
=
Ab

0,5 m f ub tanpa ulir pada bidang geser

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

maka
0,75
fuv dengan ulir pada bidang geser
0,4 m v
ft = 1,3 * 0,75 f ub
0,75
fuv tanpa ulir pada bidang geser
0,5 m v
ft 0,75 f ub
atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (fub = 825 MPa (untuk diameter baut
25,4 mm), v = 0,75 dan m = 1)
1,9 fuv dengan ulir pada bidang geser

ft = 807

1,5 fuv tanpa ulir pada bidang geser

ft 621 MPa
0,4 m f ub dengan ulir pada bidang geser
fuv =

R uv

Ab

0,5 m f ub tanpa ulir pada bidang geser


Contoh:
A325 f ub = 825 MPa
n = 6
Pw = 30 ton
db = 22 mm
D = 2L

4
3

PW

D + L = 3 L = 30 ton L = 10 ton
D = 20 ton
Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 20 + 1,6 * 10 = 40 ton
Tu = 4

Vu = 3

Sambungan

* 40 = 32 ton
* 40 = 24 ton

Sindur P. Mangkoesoebroto

(a)

Untuk sambungan tipe tumpu tanpa ulir pada bidang geser


Vu
24 * 10 4
Geser:
fuv =
= 105 MPa
=
n Ab
6 * 1 4 * 22 2
0,5 f ub m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
fuv < 0,5 f ub m OK
ft = 807 1,5 fuv 621
= 807 1,5 * 105 = 650 MPa
ft = 621 MPa

Tarik:

= ft Ab = 0,75 * 621 * * 222


= 17,7 ton
Tu
32
= 5,3 ton
=
n
6
T
Rn > u OK
n

Rn

(b)

Untuk sambungan tipe friksi (LRFD)


Vn = 1,13 * Proof Load * m
= 1,13 * 0,35 * 1 * Proof Load

Proof Load

= 0,75 Ab * Proof Stress


= 0,75 * * * 222 * 585 = 16,7 ton

Vn = 1,13 * 0,35 * 1 * 16,7 = 6,6 ton

Vn = 1 * 6,6 ton = 6,6 ton


Vu
24
= 4 ton
=
6
n
Tu n

32 6

= 6,6 1 Vn 1 = 4,7 ton


1,13 * 16,7
1,13 Proof Load
Vu
< Vn
n

Tu n

1
1,13 Proof Load

OK

Contoh:

200

410

370
260

Vu

Mu

150
40

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Vu = 6,5 * 104 N
Mu = 6,3 * 107 N-mm
Proof Stress = 585 MPa

fuv =

Geser:

db = 16 mm
n = 8
Tanpa ulir pada bidang geser
f ub = 825 MPa

Vu
6,5 * 10 4
= 40 MPa
=
n Ab
8 * 1 4 * 16 2

0,5 f ub m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa


fuv < 0,5 f ub m OK
ft = 807 1,5 fuv = 807 1,5 * 40 = 747 621
ambil ft = 621 MPa
ni Ab ft = 2 * * 162 * 621 = 25 ton

b = 200

370

410

260

Mu = 6,3 t-m

150
40
a

fy

a fy b = nl * (ni Ab ft)
4 * (2 * 14 * * 16 2 * 621)
n * (n i A b f t )
a = l
= 20,8 mm
=
240 * 200
fy b
Mn

= ni Ab ft (40 + 150 + 260 + 370) a fy b


= 25 * 104 * 820 * 20,82 * 240 * 200
= 19,5 t-m

Md

a
2

= Mn = 0,75 * 19,5 = 14,6 t-m > Mu (= 6,3 t-m) OK

Geser Eksentris
P

c.g

+
M=P.e

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

a) Analisis elastis bebas friksi, pelat kaku, baut elastis


Dua cara

b) Analisis plastis pusat rotasi sesaat, deformasi baut sebanding


terhadap jarak baut dari pusat rotasi sesaat.

a) Analisis Elastis
y
Rxi

Ryi

Ri

eyi

c.g

exi

(+ R xi e yi + R yi e xi )

= M

i =1

Asumsi:

n adalah jumlah baut


e yj
Rxj =
Rxi
e yi
Ryj =

e xj
e xi

Ryi

Persamaan momen menjadi,


Rx1 ey1 + Rx2 ey2 + .. + Rxn eyn
+ Ry1 ex1 + Ry2 ex2 + .. + Ryn exn = M
Rx1 ey1 + Rx1

+ Ry1 ex1 + Ry1

Rx1 =

Sambungan

e 2y 2
e y1

+ .. + Rx1

e 2yn
e y1

e 2x 2
e2
+ .. + Ry1 xn = M
e x1
e x1
e y1
e x1

Ry1

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

[(e

R y1

Jadi,

e x1

R y1 =

R x1 =

2
y1

+ ........ + e 2yn ) + (e 2x1 + ........ + e 2xn )

= M

M e x1
(e + ...... + e ) + (e 2x1 + ...... + e 2xn )
2
y1

2
yn

M e y1
(e + ...... + e ) + (e 2x1 + ...... + e 2xn )

Rv =

2
y1

2
yn

P
n
(R y1 + R v ) 2 + R 2x1

R1 =

Ryi =

M e xi
e 2xj + e 2yj

M e yi

Rxi =

e 2xj + e 2yj

(R yi + R v ) 2 + R 2xi

Ri =

Contoh:
50

50

75

Pu = 11 ton

75

e 2xj = 502 * 6 = 15000 mm2


2

e 2yj = 752 * 4 = 22500 mm2

75

Baut 4:

Ry4 =

Rx4 =

Rv =
R4u

Mu = 11 * (50 + 75) * 104 = 1,375 t-m

M u e x4
1,375 * 10 7 * 50
=
= 1,8 ton
37500
15000 + 22500
M u e y4
15000 + 22500

1,375 * 10 7 * 75
= 2,75 ton
37500

110.000
= 1,8 ton
6

(1,8 + 1,8) 2 + 2,75 2 = 4,53 ton

R4n = 0,5 f ub Ab m

(tanpa ulir pada bidang geser)

R4n = R4u db = 13,7 mm


ambil db = 14 mm Pu = 11,6 ton

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

R4n = 0,75 * 0,5 fub Ab m


= 0,75 * 0,5 * 825 * * 142 * 1 = 4,76 * 104 N
Pu = 1,2 D + 1,6 L
anggap D = 2 L 11,6 = 2,4 L + 1,6 L = 4 L
L = 2,9 , D = 5,8 dan W = L + D = 8,7 ton
Baut friksi pada lubang standar ( = 1)
Vn = 1 * 1,13 * * Proof Load * m
= 1,13 * 0,35 * [ * 142 * 585 * 0,75] * 1
= 2,7 ton
2,7
Pu =
* 11,6 = 6,6 = 1,2 * 2 L + 1,6 L
4,76
L = 1,65
D = 3,3
W = 4,95 ton
b) Analisis Plastis: (Paling rasional)
i) Tipe tumpu

Pu

Rdi
i
r0

yi
di
c.g

-yp

prs
xi
- xp

sin i =

yi - y p
di

cos i =

xi - xp
di

di = [(xi xp)2 + (yi yp)2]


r0 = - xp cos - yp sin
H = 0 Rdi sin i Pu sin = 0 ................................

(1)

V = 0 Rdi cos i Pu cos = 0 ...............................

(2)

M = 0 Rdi di Pu (e + r0) = 0 ..................................

(3)

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

Rdi = Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55


dimana

Rni adalah tahanan nominal satu baut


i adalah perpindahan baut i dalam mm,
dengan max = 8,6 mm

Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh


xi - xp

Pu =
Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55
.............
cos
di

(4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) diperoleh


Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55

yi - y p
di

tan Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55

xi - xp
di

= 0 .................

(5)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) diperoleh


Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55 di [e (xp cos + yp sin )] *
xi - xp
1
= 0 .............
Rni [1 exp (-0,4 i)]0,55
cos
di

(6)

Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:
yi - y p

[1 exp (-0,4 i)]0,55


di
xi - xp
tan [1 exp (-0,4 i)]0,55
= 0 ............. (7)
di
[1 exp (-0,4 i)]0,55 di [e (xp cos + yp sin )] *
xi - xp
1
[1 exp (-0,4 i)]0,55
= 0 ..........
cos
di

(8)

Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu diperoleh melalui
Persamaan (4).
di
di
Catatan: i =
* max =
8,6
d max
d max
dmax = max {di}

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

Contoh:
Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada
bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan db = 14 mm.
Pu
xi
1

yi

75
2

=0

75

50

75

50

Rni = 0,5 f ub Ab m

untuk i = 1, , 6

= 0,5 * 825 * * 142 * 1


= 6,35 ton
db = 14 mm

xp = -51,46 mm

Pers. (7) = 0

= 0 rad

yp = 0 mm

Pers. (8) = -0,0029

e = 125 mm

dmax = 126

r1 = 0,5

Rdi = 4,76E+04 N

f = 0,75

Pu,geser = 1,31E+05 N

tp = 12 mm

Pu,tumpu = 6,71E+05 N

fu = 370 MPa

Pu = 1,31E+05 N

No.
baut

xi

yi

di

-50

75

75,01

-50

-50

Sambungan

Pers. (7)

Pers. (8)

Sum 1

Sum 2

Sum 1

Sum 2

5,11

0,93

0,02

69,51

0,02

1,46

0,10

0,00

0,17

0,25

0,17

-75

75,01

5,11

-0,93

0,02

69,51

0,02

50

75

126,17

8,60

0,58

0,79

123,93

0,79

50

101,46

6,92

0,00

0,96

97,90

0,96

50

-75

126,17

8,60

-0,58

0,79

123,93

0,79

0,00

2,75

485,03

2,75

Sindur P. Mangkoesoebroto

15

Pu = 13 ton vs 11,6 ton dengan cara elastis


13 = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L L = 3,25
D = 6,5
+
W = 9,75 ton
ii) Tipe friksi
Serupa dengan tipe tumpu tapi Rdi konstan sebagai berikut:
Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m
dimana

m adalah jumlah bidang geser


= 0,35

1 untuk lubang standar


0,85 untuk lubang besar dan sela pendek
0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya
0,6 untuk lubang selan panjang // arah gaya

Jadi persamaan kesetimbangan menjadi


H = 0 Rn hi sin i Pu sin = 0 ..........................

(1)

V = 0 Rn hi cos i Pu cos = 0 .........................

(2)

M = 0 Rn hi di Pu (e + r0) = 0 ............................

(3)

dimana hi =

di
adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.
(d i ) max

Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh


Rn

Pu =
(xi xp) ...................................
cos (d i ) max

(4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) dan sederhanakan diperoleh


(yi yp) tan (xi xp) = 0 ....................................

(5)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) dan sederhanakan diperoleh


1
d i2 [e - (xp cos + yp sin )] (xi xp) = 0 .... (6)
cos
Persamaan (5) dan (6) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu dan diperoleh
dari Persamaan (4).
Contoh:
Selesaikan contoh sebelumnya untuk sambungan tipe friksi.
Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

16

= 1 * 1,13 * 0,35 * [ * 142 * 0,75 * 585] * 1


= 2,7 ton
f = 1
Rdi = 2,70E+04 N
= 0 rad
e = 125 mm

xp = -50 mm
yp = 0 mm
Pu = 6,48E+04 N
dmax = 125,00 mm

No.
baut

xi

yi

di

hi

-50

75

75,00

-50

-50

Pers. (5) = 0
Pers. (6) = -0

Pers. (5)

Pers. (6)

Sum 1

Sum 2

Sum 1

Sum 2

0,60

75,00

0,00

5625,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

-75

75,00

0,60

-75,00

0,00

5625,00

0,00

50

75

125,00

1,00

75,00

100,00

15625,00

100,00

50

100,00

0,80

0,00

100,00

10000,00

100,00

50

-75

125,00

1,00

-75,00

100,00

15625,00

100,00

0,00

300,00

52500,00

300,00

Pu = 6,50 ton = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L


L = 1,63
D = 3,25
+
W = 4,88 ton
Resume:

tumpu: Pu = 13 ton (100%)

plastis

friksi:

Sambungan
geser eksentris

Pu = 6,5 ton (50%)

tumpu: Pu = 11,6 ton (90%)

elastis

friksi:

Pu = 6,6 ton (50%)

Anatomi Baut Dalam Tarik


Saat pengencangan

Ci = Tb
t

Ab

Ap

Eb

Ep

p =

Ci
t
Ap Ep

b =

Tb
t
Ab Eb

p
b

Sambungan

Tb

Ci

Sindur P. Mangkoesoebroto

17

Saat pembebanan sambungan


P/2

P/2

Tf = Cf + P
Cf 0
p
b

Cf

Tf

Tf

Tb = Ci

Ci = Tb

Cf

P>0
P=0

P>0
P=0

pelat

baut

baut

Tf

Tf

Ab/Ap Tb

~ b
T b = Ci

~ p

P
P

Cf

pelat
Cf = 0

Ada dua kasus yang akan ditinjau


1) Cf > 0 Tf = Cf + P
2) Cf = 0 Tf = P

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

18

Kasus 1)

Cf > 0

Tf - Tb
t
Ab Eb

b =

b = p
C -C
p = i f t
Ap Ep

Tf - Tb =

Kasus 2)

P >

A E
Tf 1 + b b
A E
p
p

= Tb 1 + A b E b

A E
p
p

Tf = Tb +

Ab Eb
P
Ap Ep + Ab Eb

Cf = 0

P Tb =

Ab Eb
Tb
Ap Ep

Resume:

Ab Eb
(Tb Tf + P)
Ap Ep

P =

Ab Eb
+
P
A E
p
p

------- Cf > 0

Tf = P

Ab Eb + Ap Ep
Ap Ep

Tb

(Eb = Ep)
Ab + Ap
Ap
Ab + Ap
Ap

Tb

Tf = Tb +

Tb

Tf = P

Ab
P
Ab + Ap

Contoh:
Suatu sambungan tarik dengan baut A325, db = 22 mm, jumlah baut 4 buah, Ap =
25000 mm2. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum
terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = L

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

19

f ub = 825 MPa

Jawab:

Proof Stress = 585 MPa

Tb = Proof Stress * n * 0,75 Ab


= 585 * 4 * 0,75 * * 222 = 67 ton
Saat terjadi separasi,
P =

Ab + Ap
Ap

Tb

4 * 14 22 2 + 25000
=
* 67 = 71 ton
25000
71 = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 ( L) + 1,6 L = 1,9 L
L = 37
D = 9
W = 46 ton

7.2

SAMBUNGAN LAS

Las:
Ukuran las adalah seperti ditunjukkan berikut ini:
t < 6,4 mm
amax = t

Bila t < 6,4 mm


Bila t 6,4 mm

maka amax = t , dan


maka amax = t 2 mm

t1

t2

te = t1

Bila t = t1 = t2

Sambungan

maka te = t

Sindur P. Mangkoesoebroto

20

te = 0,707a

te

a
a

Bila 45o < < 60o


Bila
60o

maka te = D 3 mm
maka te = D

Tahanan Nominal Las

Las tumpul:
Tarik/tekan:
Geser:

Rnw = te fy per mm
Rnw = te (0,6 fy) per mm

dimana fy adalah kuat leleh material baja yang disambung


Las sudut: Rnw = te (0,6 fuw) ...............................
atau: Rnw = te (0,6 fu) .................................

las
bahan dasar

Perencanaan Las LRFD

Rnw Ru
= 0,90

untuk leleh

= 0,75

untuk fraktur

Las Tumpul (penetrasi penuh)

1) Tarik/tekan normal terhadap luas efektif


Rnw = 0,9 te fy ...........................
Rnw = 0,9 te fyw ..........................
2) Geser terhadap luas efektif
Rnw = 0,9 te (0,6 fy) ...................
Rnw = 0,8 te (0,6 fuw) .................

Sambungan

bahan dasar
las
bahan dasar
las

Sindur P. Mangkoesoebroto

21

Las Sudut:

Rnw = 0,75 te (0,6 fuw) ...............

las

Rnw = 0,75 t (0,6 fu) ..................

bahan dasar

Contoh:

20

Pu = 60 ton
70
t = 7 mm

fuw = 490 MPa


fu = 370 MPa
amax = t 2 mm
= 7 2 = 5 mm
te = 0,707 * amax = 0,707 * 5 = 3,54 mm
a) Rnw

= 0,75 te (0,6 fuw) ...............

las

= 0,75 * 3,54 * 0,6 * 490 Lw 30 * 104


Lw 384 mm (menentukan)
b) Rnw

= 0,75 t (0,6 fu) ................

bahan dasar

= 0,75 * 7 * 0,6 * 370 Lw 30 * 104


Lw 257 mm

Lw = 390 mm
Lw1 = 244

Lw2 = 70

x = 20

70

Lw3 = 76

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

22

x =

L w2 * L w2 2 + L w3 * 70
=
L w1 + L w2 + L w3

* 70 2 + 70 L w3
= 20
390

Lw3 = 76 mm
Lw1 = 390 70 76 = 244 mm
Sambungan Geser Eksentris

Cara Elastis

y
L1
te

Puy
L2

c.g

Pux
T

te

te
L1

Prosedur:

1) Tentukan Ix , Iy Ip
2) Tentukan A
Puy
P
3) Hitung 'ux = ux dan 'uy =
A
A
4) Tentukan titik terjauh dari c.g xmax , ymax dan hitung

5)

"ux =

Tu y max
Ip

"uy =

Tu x max
Ip

u = ( 'uy + "uy ) 2 + ( 'ux + "ux ) 2

0,6 fuw

dimana = 0,75

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

23

Contoh:
x

y
te

305

A = (2 *150 + 200) t e = 500 t e

100
x

200

Pu = 11,2 ton
100

45

2 *150 * 75
t e = 45 mm
500 t e
D=L
x=

Pw = D + L = 2L = 8 ton
L = 4 ton
D = 4 ton

105
150

Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 4 + 1,6 * 4 = 11,2 ton


Ix =

1
* t e * 200 3 + 150 * t e *100 2 * 2 = 3,67 *10 6 t e mm 4
12

1
2
I y = 200 * t e * 45 2 + * t e *150 3 + t e *150 * (75 - 45) * 2
12

= 1,24 *10 6 t e mm 4
I p = I x + I y = 4,91 * 10 6 t e mm 4

x ' = 0

y ' =

Puy 11,2 *104 224


=
=
A
500 t e
te

x " =

Tu y max 11,2 *10 4 * 305 *100 696


=
=
Ip
te
4,91 *10 6 t e

y" =

Tu x max (11,2 *10 4 * 305)*105 731


=
=
Ip
te
4,91 *10 6 t e

696 2 224 731 2


+

u =
+
t e
t e t e

fuw = 490 MPa


= 0,75

Sambungan

1182
0,6 f uw
te

te 5,34 mm
atau a 7,58 mm

Sindur P. Mangkoesoebroto

24

Cara Plastis

Pu
y Lw

Rdi
c.g
di

-yp
prs

-xp
Lw
e

0 < i <

r0

r0 = - x p cos - y p sin
H = 0 R di sin i - Pu sin = 0 ..................................................
V = 0 R di cos i - Pu cos = 0 .................................................
M = 0 R di d i - Pu (e + r0 ) = 0 ..................................................

R di = R ni h i = 0,6 f uw 1 + 0,5 sin

dimana hi = i
mi

1,9 - 0,9 i
mi

mi = 8,23 * 10 -3 ( i + 2 )
=

0 , 32

1,5

(1)
(2)
(3)

i ) t e h i

0,3

te
0 , 32
* 8,23 * 10 -3 ( i + 2 )
0,707

= 0,0116 t e ( i + 2 )
ui = 0,0428 ( i + 6 )

0 , 32

0 , 65

= 0,0605 t e ( i + 6 )

( i dalam derajat )

0 , 65

9,47 * 10 -3 t e

uj

i = di
dj

min

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

25

0,0605 t e j + 6 0,65 9,47 * 10 -3


= di

dj

0,0605 j + 6 0,65 9,47 *10 -3


= di t e

dj

t e

min

min
Rdi

i - i

di
yi

i + i - i =

i =

prs

c.g

+ i - i

0 i

yp

xi
xp

sin i =

cos i =

yi - yp
di

d i = (x i - x p ) + (y i - y p )

xi - xp
di

di te
i
=
mi 0,0116 t e ( i + 2 )0,32

di

0,0116 ( i + 2 )

0 , 32

0,0605 j + 6 0, 65 9,47 * 10 -3

dj
min

0,0605 j + 6 0,65 9,47 *10 -3

dj

min

Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh


1
Pu =
R di cos i ..............................................
cos

(4)

Sustitusi Pu ke Persamaan (1) dan (3) di dapat


Rdi sin i tan Rdi cos i = 0

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

26

] cos1

Rdi di - e - (x p cos + y p sin )

R di cos i = 0

Untuk nilai fuw te yang identik diperoleh

yi - yp

1 + 0,5 sin 1,5 i h i

di

- tan 1 + 0,5 sin

1,5

1 + 0,5 sin 1,5 i h i d i - e - (x p cos + y p sin ) *

* 1 + 0,5 sin 1,5 i h i

i h i

xi - xp
di

= 0 .. (5)

1
cos

xi - xp

= 0 ........................................................... (6)
di
Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk xp, yp, dan Pu diperoleh dari Persamaan
(4) atau

{(

Pu = 0,6 t e f uw 1 + 0,5 sin 1,5 i h i cos i

L
} cos

Contoh:
Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (te = 5,34 mm, Lw = 50
mm).

Pu = 20 ton 100 %

4
100

Cara elastis:
Pu = 11,2 ton 56 %

y
5

305
x
Pu = ?

6
45

100

105

7
8

10

150

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

27

STRENGTH OF FILLET WELD


f
fuw

e
te
Lw

= 0,75
= 490 MPa
= 0 rad
= 305 mm
= 5,34 mm
= 50 mm

xp = -41,73 mm
yp = 0 mm
Pu = 202,243 N

Persamaan (5) =
Persamaan (6) =

1.1102E-16
- 0.0151

Persamaan (5)

Persamaan (6)

xi

yi

0<i<1,57

di

0<i<1,57

i/mi

hi

Sum 1

Sum 2

Sum 1

Sum 2

80

100

0.0000

157.54

0.8831

0.6877

1.34

0.98

0.831

1.01

206.32

1.01

30

100

0.0000

123.07

0.6222

0.9486

0.94

1.00

0.991

0.71

150.07

0.71

-20

100

0.0000

102.83

0.2140

1.3568

0.58

0.93

0.957

0.21

100.21

0.21

-45

75

1.5708

75.07

1.5272

1.6144

0.76

0.98

1.463

-0.06

109.92

-0.06

-45

25

1.5708

25.21

1.4407

1.7009

0.25

0.77

1.141

-0.15

29.02

-0.15

-45

-25

1.5708

25.21

1.4407

-1.7009

0.25

0.77

-1.14

-0.15

29.02

-0.15

-45

-75

1.5708

75.07

1.5272

-1.6144

0.76

0.98

-1.46

-0.06

109.92

-0.06

-20

-100

0.0000

102.33

0.2140

-1.3568

0.58

0.93

-0.96

0.21

100.21

0.21

30

-100

0.0000

123.07

0.6222

-0.9486

0.94

1.00

-0.99

0.71

150.07

0.71

10

80

-100

0.0000

157.54

0.8831

-0.6877

1.34

0.98

-0.83

1.01

206.32

1.01

0.00

3.44

1191.08

3.44

Sambungan

Sindur P. Mangkoesoebroto

28

Beban Eksentris Normal pada Las


Pu
e

2te
Vu
Vu

Lw

Mu

u, max

u , max =

Pu
3
2 2t e L w

Pu
2t e L w

u =

u =

uR

Lw

Mu
1
12

2 = 3 Pu e
(2 t e ) L w 3 t e L w 2

Pu
= + =
te Lw
2

e
1
+ 9
4
Lw

0,6 f uw

dan a = te / 0,707
= 0,75
fuw adalah kuat tarik material las
Contoh:
Pw = 20 t
100

Tentukan ukuran las, a?


fuw = 490 MPa

300

Pu = (1,2 + 1,6)

1
2

Pw = 28 ton

D=L

Pu
te Lw

e
1
+ 9
4
Lw

Sambungan

0,6 f uw

Sindur P. Mangkoesoebroto

29

Pu
te
0,6 f uw L w

e
1
+ 9
4
Lw

28 * 10 4
=
0,6 * 0,75 * 490 * 300

1
100
+9

4
300

= 4,73 mm
a

4,73

0,707

Sambungan

a 6,7 mm

Sindur P. Mangkoesoebroto

30

Tahanan Elemen Pelat akibat Tekanan Seragam


Kuat tekuk elastis elemen pelat akibat tekan seragam adalah
2 E
12 (1 - 2 ) (b/t) 2

fcr = k
dimana

k adalah konstanta yang besarnya bergantung pada tipe tegangan, kondisi


tumpuan sisi pelat, perbandingan lebar terhadap panjang, dan terhadap tebal
pelat [lihat Grafik A].
16
kaku

kaku

kaku

sendi

sendi

kaku

14

sendi

bebas

12
a
sendi
E
bebas

Koefisien Tekuk k

10
sisi beban kaku
sisi beban sendi
8

A
kmin = 6,97
6
B

kmin = 5,42

C
kmin = 4,00

2
D

kmin = 1,277

E
0

a/b

5
kmin = 0,425

Grafik A

Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Elemen pelat yang tertekan dari suatu komponen struktur pada umumnya dikategorikan
dalam dua kelas yaitu elemen dengan pengaku (elemen yang ditumpu pada kedua
sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, kasus A s/d C), dan elemen tanpa pengaku
(elemen yang ditumpu pada salah satu sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya,
sedang sisi lainnya berada pada posisi bebas, kasus D & E).
b
b
t
t
b

Elemen pelat dengan pengaku


b

b
t

t
b

Elemen pelat tanpa pengaku


Hubungan antara regangan aksial dengan gaya normal pada suatu elemen pelat
digambarkan berikut ini.

b
<<
t

P
fy

Pasca tekuk

fcr

b
>>
t

Pasca tekuk

Sendi

fcr

P
b

aksial
Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar.
Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh
elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain hardening
sehingga fcr/fy > 1.
Persamaan kuat tekuk elastis dapat ditulis sebagai berikut:
f cr
1
2 Ek
=
= 2
2
2
fy
12 (1 - ) (b/t) f y
c
Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

2
b 12 (1 - ) f y
c =
2 Ek
t

atau

f cr

Strain hardening

fy

Pelat tanpa pengaku


Pelat dengan pengaku
leleh

kolom

1,0

Tekuk inelastis: Teg. sisa dan cacat

0,5
Tekuk elastis

1
2c
r

c
0,17

0,46 0,58

1,0

0,70

1,5

fy
Daerah plastis

Daerah strain hardening

sh ~ 15 ~ 20 y

Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:
1) Strain hardening untuk c <<
2) Leleh pada c ~ 0,5 ~ 0,6
3) Tekuk inelastis
4) Tekuk elastis, c ~ 1,4
5) Pasca tekuk, c > 1,5
Batasan r:
Batas kelangsingan r adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila fcr = fy
atau c = 1 yaitu pada titik A, atau

f cr =

2 Ek
fy
12 (1 - 2 ) (b/t) 2

atau dengan mengambil = 0,3 dan E = 200.000 MPa maka

Elemen Pelat Tipis

425

k
fy

Sindur P. Mangkoesoebroto

Mengingat adanya tegangan sisa dan cacat maka c umumnya diambil < 1, dan c = 0,7
dianggap cukup mewakili.
Jadi

425 c

k
= 297,5
fy

k
fy

Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.


Tabel 4.5-1
Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 4.5-1).
Jenis Elemen

Perbandingan
lebar terhadap
tebal
()

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

(kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur

b/t

Pelat sayap dari komponenkomponen struktur tersusun


dalam tekan

b/t

Sayap bebas dari profil siku


kembar yang menyatu pada
sayap lainnya, pelat sayap
dari komponen struktur kanal
dalam aksial tekan, profil
siku dan plat yang menyatu
dengan balok atau komponen
struktur tekan
Sayap dari profil siku
tunggal pada penyokong,
sayap dari profil siku ganda
dengan pelat kopel pada
penyokong, elemen yang
tidak diperkaku, yaitu, yang
ditumpu pada salah satu
sisinya
Pelat badan dari profil T

b/t

b/t

170 /

f y [c]

170 /

f yf

(tak-kompak)

370 /

f y f r [e]

420
( f yf f r ) / k e
290 /

[e][f]

f y / k e [f]

250 /

fy

(k = 0,70)

b/t

200 /

fy

(k = 0,425)

d/t

335 /

fy

(k = 1,277)

Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tabel 4.5-1 (Lanjutan)


Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen

Perbandingan
lebar
terhadap tebal
()

Pelat sayap dari penampang


persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
antara baut-baut atau las
Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup
berlubang [b]
Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur [a]
Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

(tak-kompak)

(kompak)

b/t

500 /

625 /

fy

fy

(k = 4,4)

b/t

830 /

fy

(k = 6,97)
h/tw
h/tw

1.680 /

f y [c]

Untuk
Nu /bNy<0,125 [c]

2.550 /

f y [g]

[g]
2.550 0,74 N u
1

b N y
f y

1.680 2,75 N u
1

b N y
f y

Untuk Nu/bNy>0,125
[c]
500
fy

Elemen-elemen lainnya yang


diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya

b/t
h/tw

Penampang bulat berongga


D/t
Pada tekan aksial
Pada lentur
[a] Untuk balok hibrida, gunakan kuat leleh pelat
sayap fyf sebagai ganti fy.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3.
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.

Elemen Pelat Tipis

N 665
2,33 u

fy

bN y

665 /

fy

(k = 5,0)

[e] fr

[d]
22.000/fy
62.000/fy
14.800/fy
= tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 115 MPa untuk penampang dilas

[f] k e =

h / tw

tapi, 0,35 < ke < 0,763

[g] f y adalah kuat leleh minimum.

Sindur P. Mangkoesoebroto

tf

tf

hc
tw

hc

Gambar 4.5-1 Simbol untuk beberapa variabel penampang.

Batasan p:
Batas kelangsingan p adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai penguatan regangan atau strain hardening (sh ~ 15 ~ 20 y) tanpa terjadi tekuk
lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya
dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada
batang tekan.
Untuk elemen tanpa pengaku diambil c = 0,5 dan k = 0,425 sehingga diperoleh,
b

138
fy

Namun, mengingat didalam kenyataannya regangan yang terjadi hanya mencapai


7 ~ 9 y maka persyaratan tersebut diatas menjadi

170
fy

Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil c = 0,6 dan k = 4 sehingga diperoleh,
b

500
fy

Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.


Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tahanan Tekuk dan Pasca-Tekuk Elemen Pelat


f(x)
Daerah tak efektif pada pasca tekuk

simetri

f(x)
fmax

fmax
X
be /2

be /2

be adalah lebar efektif

=
sendi

Elemen pelat dengan pengaku (a)


f(x)
f(x)

Tegangan tereduksi supaya


tidak terjadi tekuk

tak simetri

fmax

frerata < fmax


X

=
sendi

bebas

sendi

bebas

Elemen pelat tanpa pengaku (s)


Pengaruh terhadap Tahanan Tekan Kolom
Untuk pelat dengan pengaku,
Pn = Aef . fmax =

A ef
fmax Ag = Qa Ag fmax
Ag
Aef

dimana Qa = Aef /Ag 1


Untuk pelat tanpa pengaku,
Pn = f rerata Ag =

dimana, Qs =

f rerata
fmax Ag = Qs fmax Ag
f max
f rerata

f rerata
1
f max

Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Untuk suatu penampang tekan yang mengandung pelat dengan pengaku dan pelat tanpa
pengaku,
Pn = f rerata Aef =

f rerata A ef
fmax Ag
f max A g

= Qs Qa fmax Ag = Q fmax Ag
dimana Q = Qs Qa 1
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih
besar daripada nilai r pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur
tekan dihitung sebagai berikut:
Nd = c Nn
dimana

c = 0,85
Nn = Ag fcr = Ag f y
atau fcr = f y

untuk c 0,25
untuk 0,25

Q < c < 1,2

untuk c 1,2
dimana

maka = 1

maka =

1,43/Q
1,6 - 0,67 c Q

maka = 1,25 2c

Ag adalah luas penampang bruto


fcr adalah kuat kritis penampang
fy adalah kuat leleh material
L
fy
c =
dan = k
i
E

1.0
Q=1.00
Q=0.90

fcr /fy=1/

Q=0.80
Q=0.70
0.5

Q=0.60
Q=0.50
Q=0.40
Q=0.30

0.0
0

Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Hasil perhitungan tekuk lentur tersebut harus dibandingkan dengan hasil perhitungan
tekuk lentur torsi dan/atau tekuk torsi (lihat topik bahasan selanjutnya), serta
tahanannya diambil yang terkecil diantara ketiganya.
Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen dengan Pengaku
Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani
secara seragam melebihi r, maka lebar efektif, be, harus digunakan untuk menghitung
besaran-besaran penampang komponen struktur.
a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:
bila b

625
f

maka

be = 855

t
f

170 1
1 b
f (b / t )

b) Untuk elemen lainnya yang dibebani secara seragam:


bila b

665
f

maka

be = 855
dimana

t
f

150 1
1 b
f (b / t )

b adalah lebar elemen


be adalah lebar efektif
t adalah tebal
f = Pu A g
A g - (b - b e ) t
A ef
=
Ag
Ag

dan Qa =

Ag adalah luas bruto penampang komponen struktur.


c) Untuk penampang bulat yang dibebani secara seragam:
22.000/fy < D/t < 90.000/fy
Qa =
dimana

7600
2
+
f y (D / t )
3

D adalah diameter luar


t adalah tebal penampang

Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen tanpa Pengaku


Bila perbandingan lebar terhadap tebal dari elemen tanpa pengaku yang dibebani secara
seragam melebihi r maka harus digunakan faktor reduksi Qs.
a) Untuk siku tunggal:
bila

200

f y < b/t < 400

fy

Qs = 1,340 1,7 * 10-3 (b/t)


bila

b/t > 400


Qs =

fy

fy

106.000 1
fy
(b/t) 2

b) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat (projecting) pada profil rol atau
komponen struktur tekan lainnya,
bila

250

f y < b/t < 460

fy

Qs = 1,415 1,65 * 10-3 (b/t)


bila

b/t > 460


Qs =

fy

fy

138.000 1
fy
(b/t) 2

c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen
struktur tekan lainnya,
bila

285

f y k e < b/t < 525

Qs = 1,415 1,43 * 10-3 (b/t)


bila

b/t 525

fy ke

fy ke

Qs = 180.000

Elemen Pelat Tipis

fy ke

ke
1
f y (b/t) 2

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

Koefisien ke dihitung sebagai berikut:


(a) Untuk profil I
ke =

4
h / tw

0,35 ke 0,763

dimana: h adalah tinggi web


tw adalah tebal web
(b) Untuk profil lainnya
ke = 0,763
d) Untuk badan dari profil T:
bila

335

f y < b/t < 460

fy

Qs = 1,908 2,7 * 10-3 (b/t)


bila

b/t 460
Qs =

dimana

fy

fy

138.000 1
fy
(b/t) 2

b adalah lebar elemen tanpa pengaku


t adalah tebal elemen tanpa pengaku
fy adalah kuat leleh material

Perhitungan Tahanan Nominal Akibat Tekuk Lentur pada Penampang Langsing


Untuk tekan axial:
1) Gunakan penampang bruto, Pn = fcr Ag = Ag f y
2) Gunakan penampang bruto pada perhitungan jari-jari girasi atau kc L/i
Untuk lentur:
Gunakan parameter penampang tereduksi untuk balok dengan flens dari elemen dengan
pengaku.
Untuk balok-kolom:
1) Gunakan luas bruto untuk Pn
2) Gunakan parameter penampang tereduksi untuk lentur pada penampang dengan
elemen dengan pengaku untuk Mnx dan Mny
3) Gunakan Qa dan Qs untuk menentukan Pn
4) Gunakan fcr dari perhitungan tekuk torsi-lateral untuk balok; fcr Qs fcr pada
penampang berelemen tanpa pengaku.
Elemen Pelat Tipis

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

Contoh:
Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki
200.100.10 di bawah ini.
Pd
10

A.

Data material:

fy = 240 MPa; E = 200.000 MPa

z
L = 2000 mm

B.

Data penampang

200.100.10

h=200

A = 2920 mm2;
Pd

rz= 21,4 mm; ry= 66,6 mm;

Iz= 1,33 * 106 mm4; Iy= 1,3 * 107 mm4

c.g.

10

C.

b=100

Kelangsingan batang/ elemen

k z * l z 0,8 * 2000
=
= 74,766 200 OK
rz
21,4
k y * l y 0,8 * 2000
y =
=
= 24,024 200 OK
ry
66,6

z =

h 200
200
200
=
= 20
=
= 12,91 Penampang langsing
t
10
fy
240
200
200
h
400
400
=
= 12,91 = 20
=
= 25,82
t
fy
240
fy
240

200
h
* 240 = 0,813
Q s = 1,340 1,7 *10 3 * * f y = 1,340 1,7 *10 3 *
10
t

D.

Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah

cz =

f y 74,766
z
240
= 0,824 ;
*
=
*

200.000

z =

1,43

1,43
1
1
*
*
=
= 1,596
Q s 1,6 0,67 * cz * Q s 0,813 1,6 0,67 * 0,824 * 0,813

Pd = Pn = 0,85 * A g *

Elemen Pelat Tipis

fy
z

= 0,85 * 2920 *

0,25
1,2
cz = 0,824
Qs
Qs

240 ~
= 37,3 ton
1,596

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

BAB VIII
TORSI
Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balokbalok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama
panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul
torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang
tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi.
Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama
bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping.
Pengaruh torsi murni (Saint Venant)
Torsi
Pengaruh warping

Torsi Murni Pada Penampang Homogen


Tinjau penampang berikut dimana pengaruh warping dapat diabaikan selama
bekerjanya torsi:
dx

d adalah perubahan
sudut pada selang dx

d
x

dan kelengkungan torsi, , adalah:

=
serta dx = r d atau = r

d
dx
d
= r ( adalah regangan geser)
dx

Tegangan geser akibat torsi menurut hukum Hooke adalah:


=G
dan torsi, T, adalah demikian sehingga
dT = dA r

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

atau T = rdA = G r dA = r 2 G dA
= G r 2 dA = GJ

d
dx

J = r 2 dA adalah momen inersia polar terhadap pusat berat,

dimana

G adalah modulus geser.


Jadi

d
T
==
dan tegangan geser, , menjadi
dx
GJ
= G =rG =

Tr
J

artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
1 3
b t , dan untuk penampang I,
3

Untuk penampang persegi panjang J =

, T nilai

1
J = b t3 .
3
Contoh:
2

J = r 2 dA = 0

r2

r 3 dr d

r1 < r2

r1

r2
r1

1
= 2 r 4
4

r2
=
r1

1
4
4
r2 - r1
2

)(

1
2
2
2
2
2
2
r2 - r1 r2 + r1 = (r2 - r1 )(r2 + r1 ) r2 + r1
2
2
t
2
2
(r2 + r1 ) r2 + r1
J=
2
=

Bila r2 = r1 + t dan r22 = (r1 + t)2 = r12 + 2 r1 t + t2


t
(2r1 + t) (2r12 + 2 r1 t + t2)
2

1
t 3 t 4
untuk r1 = 0 J =
=
d4
(2t)4 =
t =
2
2
32
32
maka J =

Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari
penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu
sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

max =

Td
J

2=

Td
1
32

2 = 16 T
d4 d3

t 0 maka J =

Untuk:

t
t 2
t t2
r1 2 + r1 2 + 2 + 2
2
r1
r1 r1

= t r1 [2 + 0 ( )] [1 + 0 ( )]
3

= 2 t r1 [1 + 0 ( )] ~ 2 t
3

max

(2r1 )3
8

1
t d3
4

d
d
T + t T + t
2T
2
2
~
=
= 1
3
J
t d2
4td

Sekarang tinjau penampang sembarang berikut ini:


y
y

t
ds
x

y,v

+ ds
s
ds

c.g

x +

d2v 1
M
=
=- z
dx 2 y
EI z

x
dx
x

dx

Mz

Mz

Keseimbangan kupon dalam arah x memberikan


t

atau

Torsi

ds dx + t
dx ds = 0
s
x

x
( t )
=-t
s
x

Sindur P. Mangkoesoebroto

dimana x =

M z I y - M y I yz
Iy Iz - I

2
yz

y+

M y I z - M z I yz
I y I z - I 2yz

Catatan: Pada persamaan diatas, tanda negatif pada Pers. (10) Bab 8 telah berubah
menjadi positif karena disini perjanjian sumbu-s mengikuti arah jarum
jam, sedangkan Pers. (10) sesuai vektoral.
dan

Vz I z - Vy I yz
x Vy I y - Vz I yz
=
y
+
z
x
I y I z - I 2yz
I y I z - I 2yz

sehingga t = -

Vy I y - Vz I yz

I y I z - I 2yz

dimana

yt ds

Vz I z - Vy I yz

I y I z - I 2yz

Vy =

zt ds

My
Mz
dan Vz =
x
x

Sekarang tinjau kembali penampang berikut


Vy

zo
s=

Vz

sc

t
yo
r
0 (cg)

s=0

Titik (yo, zo) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi

dr
- Vy z o + Vz y o - r x t ds = 0
ds
0

dimana

r =yj+zk
dr = dy j + dz k

sehingga

r x dr = (y j + z k) x (dy j + dz k)
= (y dz z dy) i

dan

Vy z o - Vz y o = - t (y dz - z dy )

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

s
s

+1
s

V
I
yt
ds
I
zt
ds
V
I
zt
ds
I
+

y y
yz
z z
yz yt ds

2
0 I y I z - I yz
0
0
0

* ( y dz - z dy )

Jadi,
zo =

s
s

1
I
yt
ds
I
yz zt ds ( y dz - z dy )
2 y
I y I z - I yz 0 0
0

yo =

s
-1

s
I
zt
ds
I
yz yt ds (y dz - z dy )
2 z
I y I z - I yz 0 0
0

zo
s=
sc
yo
z

cg

s=0

(yo, zo) disebut koordinat pusat geser (shear center)


Contoh
Menentukan pusat geser penampang profil
b

(1 - ) b

s3

d/2

xo = q + b

sc

b tf
2 b tf + d tw

1 - 2 =

d tw
2 b tf + d tw

c.g
d/2

s2
b

xo =

1
I y I x - I 2xy

s1

s
s

1
I
yt
ds
I
xy xt ds (y dx - x dy ) =
y
Ix
0
0
0

yt ds (y dx - x dy )
0 0

Ixy = 0

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

Hitung yt ds
0

1) 0 < s < b:
s1

yt ds = - 2 t
0

ds1 = -

d
t f s1
2

s1 = 0 x = - (1 - ) b
s1 = b x = b

x = s1 (1 - ) b
s1 = x + (1 - ) b

d
yt ds = - 2 t [x + (1 - ) b]
f

Untuk x = b yt ds = 0

d
tf b
2

1 s

yt ds (y dx - x dy )
0 0

-(1 - )b

d
d
t f [x + (1 - ) b] - dx
2
2

d2 1 2

=+
t f x + (1 - ) bx
4
2

b
- (1 - ) b

d 2 1

2
2
t f ( b ) - (1 - ) b 2 + (1 - ) b 2
4
2

d2
1

t f b 2 2 - 1 + 2 - 2 + (1 - )
4
2

1
= d2 tf b2
8
2) b < s < b + d:
s

yt ds =
0

Torsi

s2
d
t f b + y t w ds 2
2
0

Sindur P. Mangkoesoebroto

s2 = + y +

d
y = s2 - d
2
2

s2
d
t f b + s 2 - d t w ds 2
2
2
0

t
d
d
2
tf b + w s2 - t w s2
2
2
2
2

tw
d
d d tw
d
yt ds = - 2 t f b + 2 y + 2 - 2 y + 2

0
s
d
Untuk y = d yt ds = - t f b
2
2
0
s

2 s

yt ds (y dx - x dy )

1 0

d
2

2
d
tw
d d tw
t
b
y
+
+

f
2
2
2
2

y + (- b ) dy
2

d
d
d

2
2
2
3
2
d tw 1
tw 1
d

d
d
= b t f b y
+
y +
y +

2
2 3
2
2 2
d
d
d
2

2
2
2

1
1
1

= b d 2 t f b - t w d 3 + t w d 3
4
2
6

1
1

= b d 2 t f b + d 3 t w
12
2

Karena I x =

maka

1
1
d
d
t w d3 + 2 tf b =
t w d3 + t f b
12
2
2 12

2 s

yt ds (y dx - x dy ) = b I x

1 0

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

3) b + d < s < 2b + d:
s

yt ds 3 =
0

s3
d
d
t f b + t f ds 3
2
0 2

d
d
t f b + t f s3
2
2

s3 = - x + b
s

yt ds = - 2 t f
0

b+

d
t f ( b - x )
2

3 s

yt ds (y dx - x dy )

2 0

- (1 - ) b

- 2 t f b + 2 t f ( b - x ) 2 dx

b
d

1
d
2
= t f - bx - ( b - x )
2
2

- (1 - ) b
b

1 1
d
= t f + b 2 - b 2 = t f b 2 d 2
2 8
2

yt ds (y dx - x dy ) = b I x + 4 d

tf b2

0 0

xo =

1
Ix

tf d2 b2
1 2

2
b
I
d
t
b
=

b
+

x
f
4
4 Ix

t f d2 b2
x o - b = q =
4 Ix
yo =

s
1
s

I
xt
ds
I
yt ds (y dx - x dy )
x
yx

2
I y I x - I yx 0 0
0

-1 s
= xt ds (y dx - x dy )
Iy 0 0

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

Hitung

xt ds
0

1) 0 < s < b:

s1

xt ds = x t f ds1

s1 = x + (1 - ) b x = s1 (1 - ) b
s1
1 2

= [s1 - (1 - ) b] t f ds1 = t f s1 - (1 - ) bs1


2

2
= t f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b]
2

s
2
1
b tf
(2 - 1)
Untuk x = b x t ds = t f b 2 - (1 - ) b 2 =
2
2

xt ds (y dx - x dy)
0 0

( )

- 1 -

1
d
2
t f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b] - dx
2
2
b

d t 1
1
3
2
= - f [x + (1 - ) b] - (1 - ) b [x + (1 - ) b]
2 6
2

=-

Torsi

d t f 1 3 1
d t f b3
3
(
)
b
1

b
=

2 6
2
2

d t f b 3 1 d t f b 3
- =
2 3 2
12

4 b tf + 2 d tw - 3 b tf
1
d t f b 3
12
2 b tf + d tw

b t + 2 d tw
1
d t f b 3 f
12
2 b tf + d tw

- (1 - ) b

1 1
- +
6 2 2

b tf
2 - 3
2 b tf + d tw

Sindur P. Mangkoesoebroto

2
b2 tf
(
)
xt
ds
=
2

1
+
0
0 x t w ds 2
2

2) b < s2 < b + d:

b2 tf
(2 - 1) + b t w s 2
2

dimana y = s 2 -

d
d
atau s 2 = + y
2
2

b2 tf
(2 - 1) + b t w d + y
2
2

untuk y =

s
b2 tf
d
(2 - 1) + b t w d
xt ds =
2 0
2

xt ds (y dx - x dy )
0 0

b2 tf
(2 - 1) + b t w

d 2
2
2

y + (- b ) dy
2

2
2
b2 tf
d
1
(
)
(
)
= - b
2 - 1 y + b t w y +
2 d
2
2
- 2

b2 t f d

(2 - 1) + b t w 1 d 2
= (- b )
2
2

Torsi

=-

b2 d
[b t f (2 - 1) + t w d ]
2

=-

b2 d
2

b t f

- d tw

b tf d tw

=0
2 b t f + d t w 2 b t f + d t w

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

3) b + d < s3 < 2b + d:
s

xt ds =
0

s3
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + x t f d s 3
2
0

s3 = b - x x = b - s 3
=

s3
b2 tf
(2 - 1) + b t w d + ( b - s 3 ) t f d s 3
2
0

b2 tf
(2 - 1) + b t w d + b s 3 - 1 s 3 2 t f
2
2

b2 tf
(2 - 1) + b t w d + t f b (b - x ) - 1 (b - x )2
2
2

xt ds (y dx - x dy)
0 0

- (1 - )b

d
=
2

Torsi

b2 tf
(2 - 1) + b t w d + t f

2 d
b (b - x ) - 2 (b - x ) 2 dx

2
- (1 - )b
1
1
b tf

2
3
(2 - 1)(- b ) + b t w d (- b ) + t f - b (b - x ) + (b - x )

2
6
2

d b3 t f
(2 - 1) b 2 t w d + t f

2
2

d 2
1
1
1

b b t f + b t f - t w d - b t f + b t f
2
2
2
6

d 2
b (- 1 12 b t f + 23 b t f - t w d )
2

d 2 1
b -1 2 b t f
2

d b3 t f
1
(- b t f - 2 d t w )
12 2 b t f + d t w

b tf

2 b tf + d tw

1 3
1
3
- 2 b + 6 b

2
b tf
+ b t f - d t w
2 b tf + d tw
3

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

1) + 2) + 3):
b t + 2 d tw
1
d t f b 3 f
12
2 b tf + d tw

1 d b3 t f
+ 0 +
12 2 b t f + d t w

(- b t f - 2 d t w ) = 0

Jadi y o =

-1
xt ds (y dx - x dy )
I y 0 0

1
0=0
Iy

Tegangan pada Profil Gilas I

Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi
warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan
rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, Ts, sebanding
dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ, atau
Ts = GJ
yang mana

d
dx

Ts adalah torsi murni,


G adalah modulus geser,
J adalah konstanta torsi, dan
d
=
adalah kelengkungan torsi.
dx

dan tegangan geser akibat torsi murni adalah


s=
dimana

r adalah jarak dari pusat berat


s adalah tegangan geser akibat torsi murni

untuk profil I, , T

Torsi

Ts r
J

maka J = 13 bt 3 .

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

Selanjutnya torsi warping dapat dijelaskan berikut ini,


y

Vf
wf

wf =
d - tf
2

z
Tw

d - tf

dan

d - tf
2

d - tf
2

untuk kecil

d 3 w f d - t f d 3
=
2 dx 3
dx 3

Vf

Tw = + Vf (d-tf)
Untuk flens atas berlaku,

d2 wf
Mf
d3 w f
V
=
atau
=- f
2
3
EI f
EI f
dx
dx

d - t f d3
dan diperoleh, Vf = - EI f
3
2 dx
sehingga torsi warping, Tw, menjadi
Tw = - EI f
dimana C w = I f

(d - t f )2
2

(d - t f )2
2

d3
d3
EC
=
w
dx 3
dx 3

adalah tetapan torsi warping untuk profil I dan torsi

total Tx menjadi:
Tx = Ts + Tw = GJ

d3
d
- EC w
dx 3
dx

T
d 3 GJ d
=- x
3
EC w
dx EC w dx

atau

0<x<l

Solusi homogen (Tx = 0):


d
d3 h
k2 h = 0
3
dx
dx
dimana, k 2 =

0<x<l

GJ
EC w

h = A erx ; h' = Ar erx ; h" = Ar2 erx ; h''' = Ar3 erx

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

Ar3 erx k2 Ar erx = 0

Jadi

r (r2 k2) = 0
r1 = 0; r2 = k; r3 = -k
h = A ekx + B e-kx + C

dan

Solusi umumnya adalah


= h + p = A ekx + B e-kx + C+ p
Contoh:
T

2
x

T
Z

x=l

x=0
=0

= 0

dTx
= 0 ii = 0
dx

Tx
2

=0

dTx
= 0 ii = 0
dx

p = C1 + C2 x
pi = C2 ; pii = 0
d3 p
dx

- k2

0-

d p
dx

=-

T
GJ
C2 = - 2
EC w
EC w
C2 =

Torsi

Tx
EC w

0<x<l

0< x <l/2

2 =C + T x
p
1
GJ
2GJ

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

dan

= A e kx + B e -kx + C +

i = Ak e kx - Bk e -kx +

T
x
2GJ

T
2GJ

ii = Ak 2 e + kx + Bk 2 e -kx

iii = Ak 3 e kx - Bk 3 e -kx
(x = 0 ) = 0 = A + B + C C = 0

ii (x = 0 ) = 0 = A + B A = - B
= A (e kx - e -kx ) +

i x = l

)=Ak e
2

A=-

kl

+e

T
x
2GJ

- kl

+ T = 0
2GJ

T
1
kl
2GJk e 2 + e kl 2

T e kx - e -kx

=kx

2GJk e kl 2 + e kl 2

Catatan:

Jadi

Torsi

sinh z =

e z - e -z
2

cosh z =

e z + e -z
2

T
sinh kx
kx
2GJk
cosh kl 2

i=

T cosh kx
1
2GJ cosh kl 2

ii =

T k sinh kx

2GJ cosh kl 2

Sindur P. Mangkoesoebroto

15

iii =

Jadi

T 2 cosh kx
- k

2GJ
cosh kl 2
Ts = GJ i = GJ

T cosh kx
1
2GJ cosh kl 2

T cosh kx
1
2 cosh kl 2

Tw = -ECw iii = - EC w

dan Tx = Tw + Ts =

T 2 cosh kx
- k

2GJ
cosh kl 2

T cosh kx
2 cosh kl 2

T
2

Ts
T
2

+1

Tw
T
2

0
-1
x=l

x=0

x=l

Tegangan Torsi

Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi, s, pada satu flens adalah sebagai
berikut:
s =

Ts t f
d
= Gt f
J
dx

Akibat torsi warping, tegangan torsi, w, pada satu flens adalah sebagai berikut
(lihat geser pada balok):
w =

dan

Torsi

Vf S
If t f

w , max =

Vf Smax
If t f

Sindur P. Mangkoesoebroto

16

d - t f d3
Vf = - EI f
3
2 dx

dimana

b b b2 t f
tf =
2 4
8

Smax =

w , max = - EI f

=E

sehingga

b/2
tf

d - tf d3 b2 tf 1
2 dx 3
8 If t f

b2 d - tf d3
8
2 dx 3

max = s + w, max = Gt f

d
b2 d - tf d3
+E
dx
8
2 dx 3

Tegangan normal pada flens, fw, akibat warping adalah:


fw =

Mf x
If

dimana

Mf
d2 wf
d - tf
=dan w f =
2
EI f
2
dx

atau

M f = - EI f

d - tf d2
2 dx 2

Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping, fw,max terjadi pada x =
b/2 atau
fw, max =

Mf b

=-

Torsi

b
2
2 = - EI d - t f d 2
f
If
2 dx 2 I f

Eb(d - t f ) d 2
4
dx 2

Sindur P. Mangkoesoebroto

17

Sekarang perhatikan berikut ini. Torsi warping pada penampang profil I adalah:
Tw =

T cosh kx
2 cosh kl 2

dan gaya lintang ekivalen yang diakibatkannya adalah:


Vf =

Tw
T
cosh kx
=
d - t f 2(d - t f ) cosh kl
2

Tw

Vf =

Tw
T
cosh kx
=
d - t f 2(d - t f ) cosh kl 2

d - tf

Vf =

Tw
d - tf

Tw
T
=
d - tf d - tf

Vf =

T
2( d - t f

T
2(d - t f )

cosh kx

cosh kl

Mf =

Vf dx =

Torsi

2(d - t )
0

=
M f (d - t f ) =

cosh kx
dx
cosh kl 2

T
1 sinh kl 2
2(d - t f ) k cosh kl 2

T 1 sinh kl 2 Tl 2
kl
tanh
=
k
l
2 k cosh 2 4 kl
2

Sindur P. Mangkoesoebroto

18

atau M f (d - t f ) =
dimana =

1
kl

Tl
4

tanh kl
2

2
T

l/2

l/2

kl/2

0,25

0,50

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

4,0

5,0

0,98

0,92

0,76

0,60

0,48

0,39

0,33

0,25

0,20

Untuk kasus-kasus lainnya lihat tabel.


Catatan: Dalam penurunan metoda diatas telah dianggap bahwa torsi warping
sama dengan torsi luar dan torsi murni adalah nol (T=Tw, Ts=0). Hal ini hanya
d
= 0, atau pada potongan simetri. Dengan demikian
terjadi pada saat =
dx
pemeriksaan tahanan torsi dengan metode tersebut diatas tidak dapat dilakukan
disebarang potongan kecuali pada potongan simetri.

Prosedur pemeriksaan tahanan torsi pada potongan simetri menjadi sebagai


berikut:
Pada ujung bebas tepi flens:
1.

Cari

2.

Hitung Mf (d-tf) = * M0
(M0 = Tl atau

3.
4.

Mf =

Tl2, dan seterusnya)

Mf b 2
If
Hitung pengaruh-pengaruh fw, max terhadap tahanan penampang.

Hitung fw, max =

Pada tengah flens (titik pertemuan dengan web):


1. Tentukan torsi yang bekerja pada potongan simetri Tx (=T/2, Tl/2, dst),
atau gambar bidang torsinya. Pada bidang simetri tersebut Tw= Tx dan
Ts=0.

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

19

2. Tentukan Vf =

Tw
V S
dan hitung = w = f max .
d tf
t f If

3. Periksa kombinasi & menggunakan lingkaran Mohr, dan


bandingkan dengan kuat rencana.

Contoh:
Suatu profil IWF 300x300x10x15 dengan panjang l = 8 m dibebani oleh D = 400
kg/m dan L = 600 kg/m terhadap sumbu kuatnya. Kedua beban D dan L
tersebut membuat eksentrisitas sebesar 100 mm terhadap sumbu y-y sebagai
berikut:
D&L

y
100 mm

D&L
x

l = 8000
y

Periksa tahanan ditumpuan.


Jawab:

y
Tu

qu

= 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 400 + 1,6 * 600


= 1440 kg/m = 14,4 N/mm

Tu

= qu 100 mm = 14,40 N/mm * 100 mm


= 1440 N-mm/mm

Lentur: Mux = 112 qu l2 = 112 * 14,4 N/mm * 80002 mm2


= 7,68 * 107 N-mm
Torsi: Mf (d-tf) = ( 112 Tu l2)
(d-tf) = 300 tf = 300 - 15 = 285 mm
GJ
k =
EC w
2

Torsi

Cw = If

(d t f )2
2

G =

E
2 (1 + )

Sindur P. Mangkoesoebroto

J =

b t3

20

b2 tf 1
* 300 2 * 15 = 168.750 mm 2
=
8
8
If = 112 tf b3 = 112 * 15 * 3003 = 33,75 * 106 mm4
S max =

J =

b t3 = 2 * [ 13 * 300 * 153] +

* (300 2 * 15 ) * 103

= 0,765 * 106 mm4


Cw = If

k2 =

(d t f )2

= 33,75 * 106 *

285 2
= 1,37 * 1012 mm6
2

1
J
1
1
0,765 *10 6 mm 4
=
= 2,15 * 10 -7
12
6
2 (1 + ) C w
2 (1 + 0,3) 1,37 * 10 mm
mm 2

k = 4,63 * 10-4

1
mm

kl = 4,63 * 10-4

1
* 8000 mm = 3,7065
mm

Tabel 8.6.3, SJ 4th, hal. 449


kl

3,0
4,0

0,88
0,81

Mf (d-tf) =

kl = 3,7065
= 0,83

1 T
12 u

l2

N - mm

= 0,83 * 112 * 1440


* 8000 2 mm 2
mm'

= 6,37 * 109 N-mm2


6,37 * 10 9 N mm 2
= 2,24 * 107 N-mm
Mf =
285
mm
Periksa penampang ditumpuan:
Ujung bebas flens:
M ux M uy
+
b fy
un =
Sx
Sy

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

21

Mux

= 7,68 * 107 N-mm

Muy

= 2 * 2,24 * 107 N-mm = 4,48 * 107 N-mm

Sx

= 1360 * 103 mm3 ;

un

Sy = 450 * 103 mm3

7,68 * 10 7 N mm
1360 *103

mm 3

4,48 * 10 7 N - mm
450 * 103 mm 3

= (56,47 + 99,56) MPa = 156,03 MPa < (0,9 * 240 = 216 MPa)

OK

Tengah flens:
un =

ux
+
2

ux

+ 2w b fy
2

ux M ux
7,68 * 10 7 N - mm
=
=
= 28,24 MPa
2
2 S x 2 *1360 * 103 mm 3
Vf =

Tw
1.440 N mm / mm' * 8.000 / 2 mm
=
= 20.210 N
(300 15) mm
d tf

= w =

un

Vf S max 20.210 *168.750


=
= 6,74 MPa
t f If
15 * 33,75 *10 6

= 28,24 +

(28,24)2 + 6,74 2

= 57,27 MPa < (0,9*240 = 216 MPa)

OK

Tekuk Lentur Torsi:

Persamaan tekuk Euler adalah sebagai berikut:


d2 u
+Pu = 0
EI
dx 2
atau

EI

1
= -M(x) = -P u(x)
x

Turunkan dua kali diperoleh


d2 u
-q(x) = P
dx 2
Catatan: Vx =

Torsi

V
M x
M x 2
, qx = x =
x
x
x 2

Sindur P. Mangkoesoebroto

22

Perhatikan batang tekan dengan panampang berikut


x

dr

dx

x
t

x
u(x,r) = r
t

z
y

q(x,r) = -P

d 2 u (x, r)
d2
d2
=
-
t
dr
t
r
dr
(r)
=
-
x
x
dx 2
dx 2
dx 2

-d2 Tx = q(x,r) dx r = -x t r2
dTx = x

d2
dx

d2
dx dr
dx 2

dx A tr 2 dr (*)

Telah didapat sebelumnya


d
d 3
- E Cw
Tx = GJ
dx
dx 3
Turunkan sekali didapat
d Tx
d2
d4
= GJ
E
C
w
dx
dx 2
dx 4
= x

Torsi

d2
dx

2
A tr dr

[dari (*)]

Sindur P. Mangkoesoebroto

23

2
d4
2 d
+
p
= 0
dx 4
dx 2

sehingga didapat,

dimana

p2 =

x A tr 2 dr - GJ
E Cw

Solusinya adalah,
d2
= A1* sin px + A2* cos px
dx 2
A*
A *
d
= - 1 cos px + 2 sin px + A3
p
p
dx

= atau

A1*
p2

sin px -

A 2*
p2

cos px + A3 x + A4

(x) = A1 sin px + A2 cos px + A3 x + A4

Bila ujung-ujungnya tak dapat berotasi maka = 0 pada x = 0, l , dan harus


harmonik A3 = A4 = 0 dan A2 = 0 , (x = l) = 0 = A1 sin pl

pl = n ,
2

p =

Untuk n = 1

n 22

l 2Kx

x A tr 2 dr - GJ
=
E Cw

x = e =

dimana Ips =

n = 1, 2,

1 2 E Cw
+ GJ

2
I ps l Kx

...................................(1)

2
A tr dr = Izs + Iys terhadap pusat geser.

Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk
penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan
umumnya digunakan untuk penampang langsing, > r. Dalam hal ini tekuk torsi
terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat.
Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi
terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya
terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk
lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu
sumbu simetri digunakan,

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

24

e =

ex + ey
4 ex ey H
1 - 1 2H
( ex + ey ) 2

ex

...................................(2)

2 E C
1
= 2 w + GJ
l Kx
I ps

ey =

sc
y0

l Ky
E
; y =
2
iy
y
2

z 02

y 02

cg

z 02 + y 02 I pc
=
I ps
r02

H = 1
r02

y
sc

Iz + I y

y0

cg

Ips = A r02
dimana A adalah luas penampang,
z0, y0 adalah koordinat pusat geser terhadap sumbu utama yang melalui
pusat berat,
Iz, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu utama yang melalui pusat
berat,
r0 adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser,
Sumbuy adalah sumbu simetri.
Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi
pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini,
dengan e adalah akar terkecilnya:
2



( e ex )( e ey )( e ez ) ( e ey ) z 0 e2 ( e ez ) y 0 = 0 ......(3)
r0
r0
l
2E
dimana ez = 2 ; z = Kz .
z
iz
2
e

Tahanan Tekan
Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi
dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini,

e =
1)

Torsi

f y e
0,25
Q

maka = 1/Q

Sindur P. Mangkoesoebroto

25

0,25

2)

< e <

3)

1,2

dan

1,2

maka

1,43 / Q

1,6 - 0,67 e Q

maka = 1,25 2e

Q
fcr =

fy

Nn = Ag fcr = Ag fy/

Contoh:

Nu
b=300
tf = 15

Q
y0 = 17,31
z

z
150
h = 142,5

tw = 10

L = 4000 mm

T 150.300
y

A = 5.990 mm2
rz = 36,4 mm
ry = 75,1 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)

Nu = 80 t

J=

1 3
bt f + ht 3w ;
3

CW =

1 b 3 t 3f
+ h 3 t 3w ;

36 4

Q: adalah pusat geser (SC)

J=(300*153+142,5*103)/3= 385.000 mm4;


CW=(0,25*3003*153+142,53*103)/36=71,32*107 mm6
I ps
= 75,12+36,42+17,312=7.264,61 r0 = 85,23 mm
Ips= A (ry2+rz2+y02) r02 =
A
Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)
Flens
Tidak ada ketentuan

Web
d
150
=
= 15
tw
10
335
335
=
= 21,62
fy
240
d
335
(= 15) <
(= 21,62)
tw
fy

Penampang tak-kompak Q=1

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

26

Arah z: (sumbu lemah)


Lkz = kcz L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; z =
cz =
Nu
c N n

fy

88

Lk
3200
=
= 88
rz
36,4

240

= 0,97
E
200 *103
80
=
= 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
0,85 * 96

Arah y: (sumbu kuat)


Lky = kcy L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; y =
cy =

Nu
c N n

fy

43

Lk
ry

3200
= 43
75,1

240
= 0,47
200 *10 3

E
80
= 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
=
0,85 *129

Arah x: (torsi)
Lkx = kcx L = 1,0 * 4000 = 4000 mm
2 E C
1
ex = 2 w + GJ
l Kx
I ps

ey

H=

2 200.000 * 71,32 *10 7

1
3
80
*
10
*
385
.
000
=
+
=710 MPa

2
4.000

5.990 * 7.264,61
2 E 2 200.000
=
=
= 1.068 MPa
432
y2
I pc
I ps

A ry 2 + rz 2

A ry 2 + rz 2 + y 0 2

75,12 + 36,4 2
= 0,9588
7.264,61

ex + ey
4 ex ey H
1 - 1
2H
( ex + ey ) 2

710 + 1.068
4 * 710 * 1.068 * 0,9588
=
=665 MPa
1 - 1 2 * 0,9588
(710 + 1.068) 2

fy
1,43
240
= 1,19
0,25< e =
=
= 0,6 <1,2 x =

1,6 - 0,67 * 0,6

665
e

240
= 200 MPa; Nn = 5.990 * 200 = 120 ton
cr =
1,19
Nu
80
=
= 0,78 < 1 OK
c N n
0,85 * 120

e =

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

27

Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang tak-kompak (dan kompak)
tekuk lentur torsi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu kuat.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama
kaki 200.100.10 di bawah ini.
10

Pd

L = 2000 mm

t2

h=195

h
h

c.g.

z0 = 58.26

Pd

14.9

10

Q
y0 = 31.12

J=

1 3
bt 1 + ht 32
3

CW

1 3 3
=
b t 1 + h 3 t 32
36

69.3

c.g.

t1

Q: shear center

20.1
b=95

A.

Data material:

fy = 240 MPa
B.

= 0,3

E = 200.000 MPa

Data penampang

200.100.10

A = 2920 mm

rz = 21,34 mm

Iz = 1,33 * 10 mm

ry = 66,72 mm

Iy = 1,3 * 107 mm4

z0 = 58,26 mm
y0 = 31,12 mm

C.

Perhitungan G, J, Cw, r0 2

G=

E
200.000
=
= 7,692 *10 4 MPa
2 * (1 + ) 2 * (1 + 0,3)

1
1
J = * b * t 3 + h * t 3 = * 95 *10 3 + 195 *10 3 = 9,667 * 10 4 mm 4
3
3
Cw =
2

r0 = z 0 + y 0 +

Torsi

1
1
* b 3 * t 3 + h 3 * t 3 = * 953 *10 3 + 1953 *10 3 = 2,298 * 108 mm 6
36
36
Iz + Iy
A

= 58,26 2 + 31,12 2 +

1,33 *10 6 + 1,3 *10 7


= 9270,22 mm 2
2920

Sindur P. Mangkoesoebroto

28

D.

Kelangsingan batang/ elemen

z =

k z * l z 0,8 * 2000
=
= 74,97 200 OK
rz
21,34

y =

ky *l y
ry

0,8 * 2000
= 23,98 200 OK
66,72

h ' 200
200
200
=
= 20
=
= 12,91 Penampang langsing
t
10
fy
240
200
200
h'
400
400
=
= 12,91
= 20
=
= 25,82
t
fy
240
fy
240
Q s = 1,340 1,7 *10 3 *

E.

h'
200
* f y = 1,340 1,7 *10 3 *
* 240 = 0,813
t
10

Pemeriksaan tekuk lentur - torsi

ez =

2 * E
z2

2 * 200.000
74,97 2

= 351,20 MPa ey =

2 * E
y2

2 * 200.000
23,98 2

= 3432,81 MPa

2 * E * Cw
1
ex =
+ G * J *
2
2
A * r0
(k x * l )
2 * 200.000 * 2,298 *108

1
=
+ 7,692 *10 4 * 9,667 *10 4 *
2
(0,8 * 2000)

2920 * 9270,22

= 281,25 MPa
Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:

y
2
- e ( e - ez ) 0 = 0
r0
r0

( e - ex ) ( e - ey ) ( e - ez ) - e 2 ( e - ey ) z 0

Persamaan tersebut diatas dapat dituliskan sebagai berikut:


3

e - a * e + b * e - c = 0
dimana:

y 2

z 2
ex + 02 + H * ez + 02 + H * ey

r0

r0
a=
H

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

29

ex * ez + ex * ey + ez * ey

b=
c=

H
ex * ey * ez

H=

H
I pc
I ps

I y + Iz

I y + Iz + A * y02 + z02

1,3 *10 7 + 1,33 *10 6


7

1,3 *10 + 1,33 *10 + 2920 * 31,12 + 58,26

1,433 *10 7
2,707 *10 7

= 0,529

Akar-akar real persamaan pangkat tiga tersebut dapat ditentukan dengan:

1
e1 = 2S cos + a
3 3

Q
= cos -1
2T

1
e 2 = 2S cos + 120 o + a
3
3

1
R = a2 - b
3

1
e3 = 2S cos + 240 o + a
3
3

1
2 3
Q = .a .b - c a
3
27

S=

1
R
3

T=

1 3
R
27

58,26 2

31,12 2

281,25 +
+ 0,529 * 351,20 +
+ 0,529 * 3432,81
9270,22

9270,22

a=
= 5,236 *10 3
0,529
b=

281,25 * 351,20 + (281,25 + 351,20 ) * 3432,81


= 4,288 *10 6
0,529

c=

281,25 * 3432,81* 351,20


= 6,405 *108
0,529

1
1
R = a 2 b = 5,236 *10 3
3
3

Torsi

4,288 *10 6 = 4,850 *10 6

S=

1
1
R=
* 4,850 *10 6 = 1,271 *10 3
3
3

T=

1
1
*R3 =
* 4,850 *10 6
27
27

= 2,055 *10 9

Sindur P. Mangkoesoebroto

30

1
2
Q = * 5,236 *10 3 * 4,288 *10 6 6,405 *108 * 5,236 *10 3 = 3,788 *10 9
3
27
3,788 *10 9
= 22,831o
= cos 1
2 * 2,055 *10 9

22,831o 1
+ * 5,236 *10 3
e1 = 2 *1,271*10 3 * cos

3
3

= 4265,65 MPa

22,831o
1
e 2 = 2 *1,271*10 3 * cos
+ 120 o + * 5,236 *10 3 = 193,34 MPa

3
3

22,831o
1
e3 = 2 *1,271*10 3 * cos
+ 240 o + * 5,236 *10 3 = 776,63 MPa

3
3

e = 193 MPa
e =

fy
e

240
= 1,11
193

1,2
1,2
=
= 1,331
Qs
0,813

0,25
e = 1,11
Qs

Pd = Pn = 0,85 * A g *

G.

0,25
0,25
=
= 0,277
Qs
0,813

1,2
Qs

fy

1,43
1
*

Q s 1,6 0,67 * e * Q s

1,43
1
=
*

0,813 1,6 0,67 *1,11* 0,813


= 1,895

= 0,85 * 2920 *

240 ~
= 31,4 ton
1,895

Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah

Pd = Pn = 0,85 * A g *

fy
z

= 0,85 * 2920 *

240 ~
= 37,3 ton
1,596

(Lihat contoh pada Bab Elemen Pelat Tipis.)


H.

Kesimpulan

Pd = 31,4 ton (mekanisme yang menentukan: tekuk lentur torsi)


Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang langsing tekuk lentur
torsi dapat menjadi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu lemah.

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

31

Resume
Profil dengan dua sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan
yang memiliki dua sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil I dan
palang, maka Q=1 dan gejala tekuk torsi tidak perlu diperhatikan. Bila
penampangnya langsing ( > r) maka gejala tekuk torsi harus diperhitungkan
menggunakan Pers. (1). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab
Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil
dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk torsi.
Profil dengan satu sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan
yang memiliki satu sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku ganda
sama kaki dan profil T sama kaki, maka Q=1; gejala tekuk lentur torsi
diperhitungkan menggunakan Pers. (2). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah
sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya
diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan
tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh
warping dapat diabaikan (Cw=0).
Profil tanpa sumbu simetri
Untuk penampang komponen struktur tekan yang tak memiliki sumbu simetri,
termasuk didalamnya adalah profil siku tak sama kaki, profil Z dan profil T tak
sama kaki, maka gejala tekuk lentur torsi harus diperhatikan menggunakan Pers.
(3). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur
Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan
antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila
penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan
(Cw=0).

Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan
diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur
terhadap sumbu lemah z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu
kuat y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.

Torsi

Sindur P. Mangkoesoebroto

32

TEKUK TORSI LATERAL


Perhatikan gambar balok berikut ini:
A

tekan

Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya. Titik-titik pada
potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan
sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus
pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral.
Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk
lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi
tekuk torsi lateral.
Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh:
1) Tekuk lokal flens akibat tekan
2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur
3) Tekuk torsi lateral
Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan
Gambar 1 berikut ini:
(R 1) p

Mp

Plastis

My

Momen

Inelastis
3
Mr

4
b
M

Elastis

M
tw

tf
d

Lb
max

0
Defleksi

Gambar1 Suatu balok sederhana berpenampang kompak dibebani momen konstan, M,


dengan bentang tak-terkekang Lb.

Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh
kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

Bila Lb cukup kecil, Lb Lpd, maka M dapat mencapai Mp dengan deformasi yang besar
yang ditunjukkan oleh kapasitas rotasi R p dimana faktor daktilitas R 3. Hal tersebut
digambarkan oleh kurva 1.
Bila Lb diperbesar Lpd < Lb < Lp maka besar M dapat mencapai Mp namun dengan
kapasitas rotasi yang lebih kecil, R < 3. Lihat kurva 2. Bila Lp < Lb < Lr maka M hanya
dapat mencapai Mr = Sx (fy fr) < My dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3.
Bila Lb > Lr maka M < Mr dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas kurva 4.
Tekuk torsi lateral elastis (Lb Lr).

dw
dx

x
Tampak atas

x
z

Mz

M0

Mx

dv
dx

y
M0

M0
z

-v

x
x

Tampak samping

Mz = M0 cos
My M0

w
M0

-v

M0

x
x

y
z

Tekuk Torsi Lateral

M0

1
dv
dx
dw
dx

M0 cos M0

y
dv
dx

z
dw
dx

M0 sin

Sindur P. Mangkoesoebroto

M0

Dengan anggapan sudut dan perpindahan kecil maka, pada bidang x y.


1
E Iz
= + M z' = M 0 cos
y
atau
d2v
E Iz
= M0
dx 2
pada bidang x z.

E Iy

1
= - M y' = - M 0
z

E Iy

d2w
= -M 0 ................................................................. (1)
dx 2

atau

Persamaan untuk torsi pada profil I adalah


d
d 3
Tx ' = GJ
- E Cw
dx
dx 3
dw
(M 0 )
yang mana
Tx ' = M x' =
dx
dw
d
d 3
Jadi
= GJ
M0
- E Cw
dx
dx
dx 3
d2w
d 2
d 4
turunkan:
=
M0
GJ
E
C
w
dx 2
dx 2
dx 4
gunakan Pers. (1)
2
M0
d 2
d 4
= GJ 2 - E C w
E Iy
dx
dx 4
sederhanakan diperoleh
2
M0
d 4 GJ d 2
=0
dx 4 E C w dx 2 E 2 I y C w
atau
d 2
d 4

- = 0 ......................................................... (2)
2
dx 2
dx 4
2

dengan

M
GJ
dan = 2 0
2 =
E Cw
E Iy Cw

Persamaan karakteristik dari Pers. (2) adalah


r 4 - 2 r 2 - = 0

r2 = 2 +
r = 2 +

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

r1 = + 2 + riil, positif

r2 = 2 + = i

2 + - imajiner, positif

r3 = - + 2 + riil, negatif
r4 = - 2 + = - i

2 + - , imajiner, negatif

dan

= A 1 e r1x + A 2 e r2 x + A 3 e r3x + A 4 e r4 x
Karena harmonik maka A1 = A3 = 0 = A 2 e iqx + A 4 e -iqx
q=

dimana

2 + -

= A 2 (cos qx + i sin qx ) + A 4 (cos qx i sin qx )


= A 5 cos qx + A 6 sin qx

Karena = 0 pada x = 0 dan x = L maka


A5 = 0 dan sin qL = 0 qL = n
untuk n = 1 q =
dan

=
L

2 + -

2
= 2 + -
L2
GJ
=
2EC w

M
GJ
+ 2 0

E I y C w 2EC w

Pada saat M0 menyebabkan instabilitas maka


2

2
GJ GJ
-

M 0 = M cr = 2 +
2EC w 2EC w
L

E2 Iy Cw

4 2 GJ
+
L4 L2 EC w

= E Iy Cw

I y C w + GJ I y E
L L
2

M cr =

Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi

I y C w + E I y GJ
L L
2

M cr = C b
atau

f cr = C b

2 E
L
i
y

Tekuk Torsi Lateral

1+

J
1
L2
* (1~1,5)
C w 2(1 + ) 2

(buktikan)

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tekuk torsi lateral inelastis (Lb < Lr)


Sekarang perhatikan Gambar 2 berikut ini:
M

Momen

Mp
Kapasitas
rotasi
perlu

(R 1) p

Mp

Awal
penguatan
regangan

(R 1) y

sh

Rotasi

sh

Regangan flens rerata

Gambar 2

Bila Lb < Lr pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga > y =
fy / E dan M > Mr. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral
inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun
tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini
tahanan momen elastis maksimum Mr menjadi,
Mr = Sx (fyf fr)
dimana Sx adalah modulus penampang
fyf adalah kuat leleh flens
fr adalah tegangan sisa
Panjang bentang tak terkekang
Bila diharapkan tahanan lentur balok dapat mencapai Mp dengan kapasitas rotasi yang
tidak terlalu besar (R ~ 1) maka pada keadaan ini M0 = Mcr = Mp. Pada situasi ini
umumnya pengaruh kekakuan torsi murni dapat diabaikan terhadap pengaruh warping
sehingga diperoleh
M0 = Mp =

2
E Cw Iy
L2b

untuk Mp = Zx fy
Cw = If (d tf)2 / 2 = Iy (d tf)2 / 4
dan substitusikan diperoleh
I 2y (d - t f )
2
Zx f y = 2 E
4
Lb
=

(d - t f ) = 2 E A i 2 (d - t f )
2
E
I
y
y
2
2
L2b
L2b

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

dan

Lb
2 E (d - t f ) A
=
Zx
iy
2 fy
2

d
Z x = b t f (d - t f ) + t w - t f

2
A = 2 b t f + t w (d - 2t f )
[2 b t f + t w (d - 2t f )] (d - t f )
A (d - t f )
=
Zx
b t f (d - t f ) + t w d - t f d - t f
2
2

( )( )]

namun dalam kasus ini diambil

= 2 ~ 2,7

A (d - t f )
= 1,5 sehingga
Zx

Lb
2 * 200.000 * 1,5 1200
=
=
iy
2f y
fy
Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 < R < 3) maka nilai E pada
persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan
Lp
iy

790
f yf

Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis
plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/fy (untuk fy = 240
MPa) sehingga diperoleh
L pd
iy

2
E
9500
60 2 1,5 =
2
fy
fy

untuk kasus momen konstan.

Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas
menjadi
L pd
iy

25000 + 15000 M 1 M 2
fy

dimana M1 M 2 1 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal dan positif untuk


kelengkungan ganda.
Untuk perencanaan sendi plastis pada daerah gempa besar dimana diperlukan R = 7 ~ 9
L ps 8500
=
untuk
maka reduksi E dapat dilakukan menjadi 20% untuk memperoleh
iy
fy
kasus momen konstan.

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

Bila karena sesuatu dan lain hal hanya diperlukan tahanan momen M = Mr maka hal ini
dapat dicapai dengan mengatur panjang tak terkekang Lb = Lr dengan
M cr = M r = S x (f yf - f r ) =

Lr

2 E 2
I y C w + GJ I y E
L2r

S 2x (f yf - f r )

L4r
- GJ I y E L2r - 2 E 2 I y C w = 0
2
GJ I y E 2
4 E 2 I y Cw
1 4
2
Lr L
=0
r
2
2
2
2 S 2x (f yf - f r )
2 S 2x (f yf - f r )
2

atau
atau

GJ I y E 2
4 E 2 I y Cw
L =
+
+
2
2
2
2
2 S 2x (f yf - f r )
S 2x (f yf - f r )
2 S x (f yf - f r )
E
maka
karena I y = A i 2y dan G =
2 (1 + )
2
r

GJ I y E 2

Lr

i
y

E
JA
=

2 S x (f yf - f r ) 1 +

atau

Lr
= X 1* 1 + 1 + X *2
iy

4 S 2x (f y - f r ) (1 + )
C
1 + 1 + 4 (1 + ) w 2

JA
i 2y J
2 E 2

C
X = 4 (1 + ) 2 w * .
i y J X1

E
JA
;
dimana X =
2 S x (f yf - f r ) 1 +
*
1

*
2

Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (Lb) terhadap tahanan lentur balok
diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,
Teori
W16 x 26
Mp

Perencanaan
M
0.5 M
Cb = 1.3

Mr
M

0,5 Mp
Cb = 1.0

I
Plastis

II
Inelastis

Lps Lpd Lp
0

III
Elastis

Lr
8

16

24

Lb

Gambar 3

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

Perencanaan Balok I terhadap Lentur pada Sumbu Kuat (LRFD)


Persyaratan berikut harus dipenuhi
b Mn Mu
dimana b = 0,9
Mn adalah tahanan lentur nominal
Mu adalah momen batas atau terfaktor
Perhatikan Gambar 4 berikut ini,
Kasus 1, Mn = Mp (1a & 1b)
daerah perencanaan plastis

Tahanan Lentur Nominal, Mn

Mp

Mr

Kasus
2

Lps Lpd

Kasus
3a & 3b

Kasus
4a & 4b

inelastis

elastis

Lp

Lr

Panjang bentang tak terkekang, Lb

Gambar 4

Kasus 1a (Lb Lps):


Mn = Mp
Kapasitas rotasi R = 7 ~ 9 sesuai untuk perencanaan gempa
Penampang harus kompak ( < p)
Lihat juga ketentuan perencanaan tahan gempa pada peraturan baja yang baru.
L ps
iy

8500
fy

Kasus 1b (Lb Lpd):


Mn = Mp
Kapasitas rotasi 3 R < 7 sesuai untuk perencanaan plastis
Penampang kompak ( < p)
L pd
iy

25.000 + 15.000 M 1 M 2
fy

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

dimana M1 M 2 1 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal, dan positif untuk


kelengkungan ganda; fy adalah kuat leleh profil (MPa).
Kasus 2 (Lpd < Lb < Lp):
Mn = Mp
Kapasitas rotasi 1 < R < 3 sesuai untuk perencanaan umum
Penampang kompak ( < p)
Lp
iy

790
f yf

dimana fyf adalah kuat leleh flens (MPa).


Kasus 3a (Lp < Lb < Lr):
Mr Mn < Mp
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1
Penampang kompak ( < p)
L - Lb

Lb - Lp
Mr < Mp
Mp +
M n = Cb r
Lr - Lp
L r - L p

dimana
Cb =

2,5 M max

12,5 M max
+ 3 MA + 4 MB + 3 MC

dan
Lr
= X 1* 1 + 1 + X *2
iy
315.000
JA
;
X =
S x (f yf - f r ) 1 +
*
1

X *2 = 4 (1 + )

Cw

i 2y J X 1*

dan
M r = S x (f yf - f r )
Cb
MA
MB
MC
Mmax
Sx
fyf
fr

adalah faktor modifikasi momen gradien sepanjang bentang tak-terkekang yang


ditinjau
adalah momen pada bentang tak-terkekang
adalah momen pada bentang tak-terkekang
adalah momen pada bentang tak-terkekang
adalah momen maximum pada bentang tak-terkekang yang ditinjau
adalah modulus penampang
adalah kuat leleh flens
70 MPa untuk profil gilas
adalah tegangan sisa =
115 MPa untuk profil las

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

1
adalah konstanta torsi, J = bt 3
3
adalah konstanta Poisson

Cw

adalah konstanta warping, [profil-I: Cw = If

A
Iy

iy =

(d t f )2 =

1
t f b3 (d t f )2 ]
24

2
adalah luas penampang profil-I,
adalah momen inersia dua flens profil-I terhadap sumbu-y,
Iy
adalah jari-jari giras terhadap sumbu-y.
A

Kasus 3b (Lp < Lb < Lr):


Mr Mn < Mp
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1
Penampang tak kompak (p < < r)

M n1 =

- p
r -
Mp +
Mr < Mp
r - p
r - p

L - Lb

Lb - Lp
M n2 = Cb r
Mp +
Mr < Mp
Lr - Lp

L r - L p
Mn = min {Mn1, Mn2}
Kasus 4a (Lb > Lr):
Mn < Mr
Penampang tak kompak (p < < r)

M n = Cb
Lb

I y C w + E I y GJ
Lb

Kasus 4b (Lb > Lr):


Mn < Mr
Penampang langsing ( > r)
Lihat topik balok pelat berdinding penuh.

Perencanaan bresing
Bresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N = 0,02 P dimana P adalah gaya
axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.

Tekuk Torsi Lateral

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

Balok Pelat Berdinding Penuh


Struktur balok pelat berdinding penuh pada kasus tertentu dapat memberikan efisiensi
yang lebih baik dan untuk bentang antara 20 ~ 50 meter dapat menjadi lebih ekonomis.
1) Keadaan batas tekuk torsi lateral (penampang kompak).
Mn
Mp

C b=1

Mr

Lb
iy

=
p =

790

r =

yf

Lr
iy

2) Keadaan batas tekuk lokal flens


Mn
langsing

tak kompak
Mp
kompak
Mr

=
p =

3)

170

r =

yf

420

bf / 2
tf

( yf 115) k e

Keadaan batas tekuk lokal web


Mn
tak kompak
Mp

langsing
(Balok pelat berdinding penuh)
5250

kompak

yf

Mr

bila

a
1,5
h

= h / t
p =

1680
y

r =

2550
y

95000

yf ( yf + 115)

bila

a
> 1,5
h

Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat
web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:
1)

Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;

2)

Tekuk lokal flens pada arah vertikal;

3)

Tekuk web karena geser.

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk
meningkatkan tahanan geser pelat web.

Tekuk Vertikal Pelat Flens


Batas kelangsingan maximum pelat web dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu
menghambat tekuk vertikal dan tekuk torsi pelat flens.
Tekuk lateral
Tekuk torsi

Tekuk vertikal

Analisis tekuk vertikal dilakukan sebagai berikut:

f =

h d
2 dx

Af f

Af f

h/2

dx = d
h/2

Af f

Af f

Af f

Af f
d
Af f d

Tegangan vertikal akibat gaya flens adalah


c =

A f f d
A
= f f
dx t w
tw

Balok Pelat Berdinding Penuh

2 f
h

Sindur P. Mangkoesoebroto

Persamaan kuat kritis pada pelat tipis adalah

cr =

k 2E

12 1 2 (h/t w )

sendi
bebas
h

sendi

dx

Untuk kasus seperti sketsa diatas k = 1, dan dari c = cr diperoleh


2A f f f
2E
=
2
h tw
12 1 - 2 (h/t w )

atau
h
2E A w 1
=
tw
24 1 - 2 A f f f

dimana Aw = h tw
Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa r dan f = yf maka
f = (r + yf)/E
sehingga

2E 2 A w
h
=
tw
24 1 - 2 A f yf yf + r

bila Aw/Af = 0,5 dan r = 115 MPa maka


h
95000
=
tw
yf yf + 115

................................................................

(1)

Persamaan (1) dikembangkan untuk web tanpa pengaku vertikal.

Nilai maximum h/tw LRFD


Pada peraturan Persamaan (1) menjadi
h
95000
=
tw
yf yf + 115

Balok Pelat Berdinding Penuh

untuk

a
> 1,5
h

Sindur P. Mangkoesoebroto

dan

h 5250
a
untuk
=
1,5
tw
h
yf

Tekuk Lentur Web

Pada saat balok pelat berdinding penuh memikul lentur maka bagian pelat web yang
dekat dengan flens tekan cenderung mengalami tekuk seperti skema dibawah ini.
web tekan

h
tw

Persamaan stabilitas pelat adalah


cr =

2 k E

12 1 2 (h / t w )

dengan k dijelaskan pada gambar berikut

sendi

sendi

Nilai k

39.6

Parameter kekakuan rotasi


tepi pelat
= (jepit)

44

= 100

36
= 10
=3

28
= 0 (sendi)

23.9

0.3

0.7

1.1

1.5

1.9

2.3

a/h

Jadi dengan E = 200 GPa dan = 0,3 maka


cr =
dan

cr =

4.320.000

(h / t w )2

7.158.000

(h / t w )2

untuk k = 23,9 (sendi-sendi)


untuk k = 39,6 (jepit-jepit)

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

Karena kondisi jepitan pelat web sangat bervariasi dari kasus-ke-kasus dan kondisi jepit
ini hampir sunguh-sunguh terjadi pada pelat web yang dilas terhadap flens maka
umumnya diambil kondisi 90% kearah jepitan,
6.450.000

cr =

(h / t w )2

atau agar tekuk lentur pada web dapat dihindari maka

tw

6.450.000 2550
=
cr
cr

Tegangan sisa pada web diabaikan


2550
cr
h / tw

2550
y

Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya
memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan Mn/My versus = h/tw untuk BJ
37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,
y
Mn
My

daerah perencanaan
balok pelat minimum

1,0
tekuk lentur web

Penguatan
regangan

2550

BJ 37

Tekuk vertikal flens

cr

= h/tw
p = 108
1680

240

r = 165
2550

240

l = 325
a
> 1,5
untuk
h

l = 339
a
1,5
h

untuk

Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok
pelat maka
Mn
= 1 ( r )
My

r < < l

Dari eksperimen dapat ditunjukan bahwa

dimana

ar
1200 + 300 a r

ar =

Aw
10
A fc

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

r =

2550
y

h
tw

5250

yf
l =
95000

yf ( yf + 115)

a
1,5
h
a
bila > 1,5
h

bila

My = Sx y
Sehingga diperoleh,

ar
Mn = Sx y 1
1200 + 300 a r

h
2550

tw
yf

Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis
akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat

ar
Mn = Sx cr 1
1200 + 300 a r

h 2550

tw
yf

= Sx cr RPG
dimana
cr ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk
lokal flens tekan.
RPG = 1-

ar =

h 2550
ar

1,0

1200 + 300 a r t w
yf

Aw
A fc

10

Jadi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama
dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada
web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah
daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga
Mn = Sx cr RPG Re
Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

0 Re =

dimana

12 + a r (3m m 3 )
1,0 . Untuk balok homogen Re=1.
12 + 2 a r

yw

m =

yfc

Tahanan Geser Pelat Web

Tegangan normal kritis untuk pelat tipis ditentukan oleh persamaan berikut ini:
cr =

2 k E

12 1 2 (b t )

Persamaan tersebut untuk tegangan geser pada balok pelat menjadi


cr =

2k v E

12 1 2

dengan kv = 5 +

) (h/t )

.........................................................................

(2)

5
.
(a / h ) 2

Namakan Cv = cr/yw maka Persamaan (2) menjadi


2 k v E
cr
Cv =
=
yw 12 (1 2 ) (h/t) 2 yw

Dengan E = 200 GPa , = 0,3 dan yw = 0,6 yw


diperoleh C =

304.000 k
(h / t w ) 2 yw

Persamaan tersebut diatas berlaku untuk daerah tekuk elastis.


Untuk daerah tekuk inelastis, tegangan kritis dinyatakan sebagai
cr, inel =

batas proporsional cr,el

Tegangan geser batas proporsional diambil sebesar 0,8 yw dan cr ,el = C v ,el yw

sehingga
cr ,inel
yw

= C v ,inel = 0,8 C ,el


=

0,8

490
h / tw

304.000 k
(h / t w ) 2 yw
k
yw

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

Untuk cr = y maka C, inel = 1 dan diperoleh


k
h
= 490
tw
yw
Untuk cr = 0,8 y maka C, inel = C, el = 0,8 dan diperoleh
k
h
= 610
tw
yw
C=
1,0

cr
y

C, inel=

490
h / tw

k
yw

0,8

C, el=
leleh

inelastis

304.000 k
(h / t w ) 2 yw

elastis
h / tw

490

k
yw

610

k
yw

Sehingga tahanan geser nominal menjadi


Vn = cr Aw =

cr
y A w
y

= C y Aw = C (0,6 yw)Aw
dan

Vd = Vn = 0,9 C v (0,6 yw )A w

= 0,54 C yw Aw
dengan
C = 1

C =

Cv =

bila
k
yw

490
h / tw

304.000 k
(h/t w ) yw

Catatan: Bila

h
kv
< 490
tw
yw

bila 490

bila

(web leleh)

k
k
h

610
(tekuk web inelastis)
yw t w
yw

h
k
> 610
tw
yw

(tekuk web elastis)

h
> 260 maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.
tw

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

Tahanan Geser Nominal termasuk Aksi Medan Tarik


Suatu balok pelat berdinding penuh dapat mengalami tekuk akibat geser. Tahanan pasca
tekuk dapat diperoleh dari mekanisme rangka batang yang digambarkan sebagai berikut:
P

Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi
medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web
sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.
Kurva Cv vs h/tw dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:
C =

cr
y

penguatan regangan
dapat tanpa
pengaku vertikal

perlu pengaku
vertikal

1,0
Pasca tekuk Aksi Medan Tarik
(perlu pengaku vertikal)

0,8
Tanpa tekuk
akibat geser
260
610
490

k
yw

k
yw

h/tw

Tahanan geser Vn yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, Vcr, dan tahanan medan
tarik, Vtf, adalah sebagai berikut:
Vn = Vcr + Vtf
dimana Vcr = Cv y Aw sedangkan Vtf didapat berikut ini.

Arah Optimum Aksi Medan Tarik

tw

h cos

Vtf

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

Vtf = T sin
T = t tw h cos
t

h a tan
T

a tan

Vtf

S = (h - a tan ) cos
= h cos - a sin

T = t t w S
Vtf = T sin = t t w S sin
= t t w sin (h cos - a sin )
h

= t t w sin 2 - a sin 2
2

Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga Vtf maximum
atau
d Vtf
= 0 = h cos 2 - 2a sin cos
d
= h cos 2 - a sin 2

atau

tan 2 =

sin 2 =

h 1
=
a a
h

( h)

1+ a

( h)

1+ a

Balok Pelat Berdinding Penuh

1
2

a/h

a
1 - cos 2 1
h
= 1 sin =
2
2

1+ a
h

( )

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

a/2

a/2
PS

Vtf
2

Fw

a sin
t
Vtf
2

Ff + Ff

Fw

h/2

Ff
a

Kesetimbangan horizontal memberikan


Ff = t t w a sin cos
=

1
t t w a sin 2
2

Dari kesetimbangan momen diperoleh


Ff
atau

h Vtf
a =0
2 2

Vtf = Ff

h
a

1
t h t w sin 2
2

1
t h t w
2

( h)

1+ a

Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):
12 + 22 - 1 2 = 2y ...........................................................................

(3)

1
y

1 1

1 = -2 = cr
(geser murni)

tan =

y/ 3

A
-y
y

- y / 3

3
3

3 -1

-y

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

1
t

cr

cr

cr

cr

cr

1 = t + cr

t
2

2 = cr

Persamaan (3) pada segmen AB dapat didekati sebagai berikut:

1 = y +
atau

3 -1 2

t + cr = y -

3 - 1 cr

t = y - 3 cr
maka
dan

t
=1y

( 3 )

cr

cr
=1- CV
y

=1-

t = (1 - C V ) y

dan tahanan aksi medan tarik menjadi,


Vtf =

1
t h t w
2

( h)

1+ a

1
1
(1 - Cv ) yw h t w
2
2
1 + (a/h )

dan tahanan geser nominal, Vn, menjadi


Vn = Vcr + Vtf
= Cv y A w +

1
(1 - C v ) yw A w
2

3 (1 - C v )

= y A w C v +
2

2 1+ a
h

( )

Vn = 0,6 yw

Balok Pelat Berdinding Penuh

( h)

1+ a

1- Cv
Aw Cv +

1,15 1 + a
h

( )

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

Gaya pada pengaku vertikal menjadi


Ps = t t w a sin sin
sin 2
= (1 - C v ) yw

a
1
h
t w a 1 2
1+ a
h

( )

bila a/h dianggap 1 maka

Ps = 0,15 yw (1 - C v ) a t w
dan luas pengaku vertikal Ast
A st =

0,15 yw (1 - C v ) a t w
Ps
=
yst
yst

di peraturan di syaratkan
A st

dimana:

yw

Vu
- 18 t 2w 0
0,15 D h t w (1 - C v )
yst
v Vn

yst adalah kuat leleh pengaku vertikal


1 untuk sepasang pengaku vertikal

D = 1,8 untuk satu pengaku vertikal siku


2,4 untuk satu pengaku vertikal pelat

Persamaan Interaksi Geser Lentur

Bila

balok

pelat

berdinding

penuh

direncanakan

memikul

geser

dengan

memperhitungkan pengaruh aksi medan tarik maka persamaan interaksi geser-lentur


harus dipenuhi.
Mu
M n

1,0

0,75

0,6

Balok Pelat Berdinding Penuh

Vu
Vn

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

Persamaan garis AB adalah


Mu
0,25 Vu
=+ 1,375
0,4 Vn
M n
Mu
V
+ 0,625 u = 1,375
M n
Vn

atau

Vu
<1
Vn

Jadi bila

0,6 <

dan

0,75 <

atau

0,6

dan

Mn
0,75 M n
M
< u <
Vu
Vu
Vu

Mu
<1
M n

Vn
V
Vn
< u <
............................................................
Mu
Mu
Mu

Vu
V
Vu
....................................................................
< u <
M n M u 0,75 M n
0,6
Vu
Mu

0,6

Vn
Mu

(5)

Vn
0,75 M n

Vn
Mu

Vu
M n

Vn
Mn

(4)

Vu
0,75 M n

Vn
Mn

Persamaan (4)
Persamaan (5)
Persamaan (6)

atau bila

0,6

V
Vn
Vn
..........................................................
u
M n M u 0,75 M n

(6)

maka persamaan interaksi geser-lentur berikut harus dipenuhi,


Mu
V
+ 0,625 u 1,375
M n
Vn
dimana = 0,9
Mn & Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok pelat
berdinding penuh.
Mu & Vu masing-masing adalah momen dan geser terfaktor yang bekerja pada
balok pelat berdinding penuh.
Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

Bila Persamaan (6) tidak terjadi maka


Mu Mn
Vu Vn

dan

Balok Biasa

Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.
Penghapusan tersebut dilakukan bila h/tw 260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.
Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai kv = 5.
1. Rezim penguatan regangan
kv
h
1100
490
=
tw
yw
yw

dan tahanan geser nominal menjadi (Cv = 1)


Vn = 0,6 yw A w
2.

Rezim tekuk geser inelastis


1100
yw

h 1380

tw
yw

Vn = 0,6 yw A w C v
1100

Cv =
3.

tw

yw

Rezim tekuk geser elastis


260 >

h
1380
>
tw
yw

Vn = 0,6 yw A w C v
Cv =

Bila h

tw

1.520.000
2

h
t yw
w

> 260 harus selalu digunakan pengaku vertikal.

Jadi pengaku vertikal tidak diperlukan bila,

dan

1)

h
260
tw

2)

Vn 0,6 yw A w C v

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

15

Persyaratan Aksi Medan Tarik


Bila h

tw

dan bila

> 260 harus selalu digunakan pengaku vertikal,


Vu

> C v (0,6 yw ) A w maka diperlukan sumbangan dari aksi medan tarik

sehingga juga diperlukan pengaku vertikal, dan

Vu
1- Cv

0,6 yw A w C v +

1,15 1 + a
h

( )

260
a
Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila
min
h
h t w

2

, 3 . Bila

persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka nilai Cv dihitung dengan kv = 5 +

5
; bila
(a / h ) 2

(a / h ) > 3 maka kv = 5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau
panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel
pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai Vn = C v (0,6 yw ) A w .

Flens tekan

Las intermiten
tw
Flens tarik
6 tw maksimum
4 tw minimum

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

16

Perencanaan Balok Pelat Berdinding Penuh

a) Bila

a
h 5250
1,5 maka

h
tw
yf

b) Bila

a
h
95.000
> 1,5 maka

h
tw
yf yf + 115

dimana:
a

adalah jarak bersih antar pengaku vertikal

adalah jarak bersih seperti ditunjukkan sketsa berikut

yf adalah kuat leleh pelat sayap


Pada balok tanpa pengaku vertikal,

h
260
tw

Tahanan Lentur Rencana


Parameter kelangsingan
a) Tekuk torsi lateral
=
p =
r =

Lb
rT
790
yf
2000
yf

C PG = 1.970.000 C b
Cb =

2,5 M max

12,5 M max
+ 3 M A + 4 M B + 3M C

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

17

Lb
A

Lb / 4

Lb / 4

Lb / 4

Lb / 4

Mmax

rT adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan + 1/3 dari pelat badan tertekan
terhadap sumbu T.
T

1/6 h

Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu
balok.
b) Tekuk lokal pelat sayap
=
p =

bf 2
tf
170
yf

r = 600

ke
yf

CPG = 180.000 ke
Cb = 1
dimana k e =

4
h tw

Balok Pelat Berdinding Penuh

dan 0,35 ke 0,763

Sindur P. Mangkoesoebroto

18

Kuat kritis
Bila < p maka

cr = yc

p < < r maka

1 - p
cr = C b yc 1 yc
2 r - p

> r maka

cr =

C PG
2

Kuat kritis, cr, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.

Tahanan Lentur Nominal


a) Pelat sayap tertarik hingga leleh
M n = S xt R e yt
b) Tekuk pelat sayap tekan
M n = S xc R PG R e cr
dimana:
R PG = 1 -

ar
1200 + 300 a r

h c 2550
1,0
cr
t w

Re adalah faktor penampang hibrida


0 Re =
ar =

12 + a r 3m - m 3
1 . Untuk balok homogen Re=1.
12 + 2a r

Aw
10 , adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas
A fc

penampang pelat sayap tekan


yw yw
m = max
,

yc cr
cr adalah kuat kritis pelat sayap tekan
yt adalah kuat leleh pelat sayap tarik
yc adalah kuat leleh pelat sayap tekan

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

19

Sxc adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tekan, Ix / yc


Sxt adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tarik, Ix / yt
hc adalah dua kali jarak dari titik berat penampang ke lokasi baut terdekat pada
pelat badan tekan atau jarak dari sisi-sisi dalam dari pelat sayap atas dan bawah
bila digunakan las pada penampang simetris.

Tahanan Lentur Rencana


Md = b Mn
dimana b = 0,9

Tahanan Geser Rencana dengan Aksi Medan Tarik


a.

Untuk

kv
h
490
tw
yw
Vd = v Vn = (0,9 ) (0,6 A w yw )

b. Untuk

kv
h
> 490
tw
yw

1- Cv
Vd = v Vn = (0,9 ) 0,6 A w yw * C v +

1,15 1 + a
h

( )

dimana C v =
Bila 490

cr
dihitung sebagai berikut:
y

kv
kv
h

610
yw t w
yw
Cv =

Bila

490 k v yw
h tw

kv
h
> 610
tw
yw
C v = 304.000

k v yw

(h

tw )

Nilai kv ditentukan dengan k v = 5 +

Balok Pelat Berdinding Penuh

(a h )

Sindur P. Mangkoesoebroto

20

Untuk panel-panel ujung balok pelat berdinding penuh homogen, semua panel pada
balok hibrida dan balok dengan perubahan pelat badan (web-tapered), serta bila a/h > 3
atau a/h > [ 260 / (h/tw)]2, aksi medan tarik tidak boleh diperhitungkan, dan
Vd = v Vn = (0,9) (0,6 Aw yw Cv)
dimana

Cv dihitung dengan kv = 5 +

5
, kecuali bila a/h>3 maka kv = 5.
(a / h ) 2

Pengaku Vertikal
Pengaku vertikal tidak diperlukan bila

dan

a)

h
260
tw

b)

Vu 0,6 v yw A w C v

dimana Cv ditentukan dengan kv = 5 +

5
dan v = 0,9.
(a / h ) 2

tw

I a tw3 j
j=

tw

2,5
- 2 0,5
2
a
h

( )

Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal Ast ditentukan sebagai
berikut:
A st

yw
y st

[0,15 D h t

(1 - C v ) - 18 t w 2 ] 0

dimana:
y st adalah kuat leleh pengaku vertikal

Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan
ditambah untuk meningkatkan kv dalam upaya menaikkan tahanan geser.
Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

21

1 untuk sepasang pengaku vertikal

D = 1,8 untuk satu pengaku vertikal siku


2,4 untuk satu pengaku vertikal pelat

Interaksi Geser Lentur


Bila 0,6

V
Vn
Vn
u
untuk balok-balok pelat berdinding penuh dengan pelat
M n M u 0,75 M n

badan yang direncanakan terhadap aksi medan tarik harus memenuhi persyaratan
tambahan dibawah ini
Mu
V
+ 0,625 u 1,375
Mn
Vn

dimana

Mn dan Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok


pelat berdinding penuh, = 0,9

Perencanaan Pelat Sayap


1. Perbandingan lebar pelat sayap terhadap tinggi, bf / d, antara 0,3 (untuk balok
rendah) hingga 0,2 (untuk balok tinggi).
2. Lebar pelat sayap adalah kelipatan 50 mm.
3. Ketebalan pelat sayap adalah kelipatan 2 mm (tf 18 mm), 3 mm (18 mm < tf 36
mm), 6 mm (tf > 36 mm).
4. Bila ada bahaya stabilitas lateral maka buat =

bf 2
~ p pada posisi momen
tf

maksimum, tf dapat direduksi pada posisi-posisi lainnya.


5. Pada balok pelat yang stabil dalam arah lateral, reduksi luas flens dapat dilakukan
dengan mengurangi tebal, lebar atau kedua-duanya. Dari sisi lelah, reduksi lebar
lebih baik dari pada reduksi tebal. Transisi tebal atau lebar tidak melebihi 1 : 2,5.

Tinggi Optimum Balok Pelat

w = h
Tinggi Optimum,

h=3

Balok Pelat Berdinding Penuh

tw

tetap

3 Mu w
2 cr

cr y

Sindur P. Mangkoesoebroto

22

Luas balok pelat,

At = Aw + Af =
= 3 18

h2 h2 2 h2
+
=
w w
w

M 2u
2 2 w

[ = mm ]
2

Berat per satuan panjang,


A t = 7,84 * 10 -5
Catatan:

18

M 2u
2 2 w

= mm

= 7,84 * 10-5 N/mm3

Balok Pelat Berdinding Penuh

Sindur P. Mangkoesoebroto

23

DIAGRAM ALIR
PERENCANAAN BALOK PELAT BERDINDING PENUH
Diberikan:

bt
bc

tt
tc

fyt
fyc

fyw

rT1
Mmax
MA
MB
MC

Lb

a
=
h

h
w =
tw

Vu
Mu
D

Tekuk torsi - lateral

Tekuk lokal pelat sayap

= L b /rT

= b c /(2t c )

p = 790/ f yc

p = 170/ f yc

r = 2000/ f yc

0,35 < k e =

Cb =

2,5 M max

12,5 M max
+ 3M A + 4M B + 3M C

4
w

b = 0,9
fyst
kb

0,763

r = 600 k e /f yc

C PG = 1.970.000 C b

C PG = 180.000k e
Cb = 1

Call fcr1

fcr = min [fcr1, fcr2]

bc

h=3

tc

Ac

kb
tw
d h h x

Aw

hc/2
x
ycg

kb
At

tt

bt

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart

At
Ac
tw
Aw
a
d

Call fcr2

3 M u w
2 f cr

= bt tt
= bc tc
= h/w
= tw h = h2/w
= h
= h + tt + tc

Sindur P. Mangkoesoebroto

A c (d - t c /2) + A w (h' /2 + t t ) + A t t t / 2
; hc = 2 (d - tc - kb - ycg)
Ac + A w + A t
AT = t c b c + h' /6 t w
IT = 1 t c b c 3 + 1 (h' /6) t w 3 ;
12
12
rT = I T
; is it close to rT1 ? write rT
AT

ycg =

Ix = 1 b c t c 3 + A c (d - t c /2 - y cg ) 2 + 1 t w h'3 + A w (y cg - t t - h' /2) 2


12
12
3
2
1
+ 12 b t t t + A t (y cg - t t /2)
Sxt = Ix / ycg; Sxc = Ix / (d - ycg)
f yw f yw
,
m = max

f yc f cr

ar = Aw / Ac 10;
0 Re =

12 + a r (3m - m 3 )
1 ; untuk balok homogen Re=1.
12 + 2a r

RPG = 1 -

hc
2550
ar

1
1200 + 300 a r t w
fcr

(SNI Baja: hhc, fyffcr)

Catatan:
1.

Bila

f cr C b

2E
L
i
y

1+

J
1
L2
C w 2(1 + ) 2

1.970.000 C b
J
0 untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka f cr
.
2
Cw
L
i
y

Bila fcr=fr=fy/2 dan Cb=1 maka r =


2.

See Table 4.5-1.


420
r =

f yf f r k e

Lr
=
iy

2 * 1.970.000 2.000

.
fy
fy

420

(240 115)
240

600
f yf k e

ke
f yf

f cr
1
2
1
180.000 k e
.
= 2 =
Ek
=
2
f y c 12 1 2 f
(
b / t)
f y (b t )2
y

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart

Sindur P. Mangkoesoebroto

Mn1 = Sxt Re fyt

Mn2 = Sxc RPG Re fcr

Mn = min [Mn1, Mn2]


Md = b Mn
t

Mu Md

revise

y
Untuk panel-panel ujung, panel
dekat lubang, panel balok
hibrida, web-tapered TFA=0;
untuk lainnya TFA=1.
Bila >3, TFA=0, kv=5; bila
3, kv= kv+5/2

5250

1,5

> 1,5

= a/h

f yc
t

revise

w > 490

95.000 t
f yc (f yc + 115)

kv
fyw

Call CV
t

0
revise

TFA

Cv=1

1
t
Vu Vd
y

(260/w)

Vd = 0,9 . 0,6 . Cv f yw h / w
2

tanpa aksi medan tarik

Call PIGL
stop

Call pengaku
stop

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart

TFA=0

Call pengaku

aksi medan tarik


(perlu pengaku)

t
Vd = 0,9 . 0,6 . f yw h / w *
2

Vu Vd

1- C V
C V +

1,15 1 + 2

t
revise

Sindur P. Mangkoesoebroto

Subroutine Persamaan Interaksi Geser - Lentur (PIGL)

0,6Vn Vu
Vn

Mn
M u 0,75M n

return

revise

Mu
V
+ 0,625 u 1,375
Md
Vd

return

Subroutine Pengaku

w 260

TFA

kv
fyw

w < 490

1
y

2
f yw
h
Vu
2
Ast =
- 18
0,15 D h / w (1- C v )
f yst
Vd
w

kv=5

No need of vertical
stiffener

t
(no requirement on Ast
only on I)

j=

2,5
-2
2

(no requirement on Ast only on I)

j < 0,5
t

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart

j = 0,5
I = h 4 j/w

Sindur P. Mangkoesoebroto

return

Subroutine fcr:

return

< p

fcr = fyc

> r

(kompak)

fcr =

(langsing)

C PG
2

return

p < < r

(non-kompak)

- p
f yc
f cr = C b f yc 1 - 12

r p

return

Subroutine Cv :

w 490
return

kv

w > 610

f yw
w

Cv = 1,0

490

kv

f yw < w 610

C v = 490

kv

kv

f yw

C v = 304.000

f yw

(k v / f yw )
w

return

k v / f yw
w

return

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart

Sindur P. Mangkoesoebroto

PERENCANAAN PLASTIS RANGKA SEDERHANA

Pendahuluan
Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar
perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana
terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan
plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya
mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat
deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar.
Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang
masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur
dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi
yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi
tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara
lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum Lb, adalah sesuai dengan
pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, Lb Lpd.
Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee)
untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang
lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk
sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan
yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI
1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-kekolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus
dapat mencapai 0,03 radian.
Disamping itu perencanaan sambungan harus memperhatikan tiga hal berikut:
1. Mampu mentransfer momen ujung balok dan kolom;
2. Mampu mentransfer geser ujung balok ke kolom;
3. Mampu mentransfer geser pada ujung kolom ke balok.
Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga
materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan
pengaku yang diperlukan.
Mekanisme Keruntuhan Plastis
Sebelum tahanan plastis struktur rangka ditentukan, terlebih dulu perlu diketahui
mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur. Pada umumnya masingmasing mekanisme keruntuhan akan menghasilkan beban batas yang berbeda-beda. Nilai
beban batas terkecil yang akan menentukan tahanan struktur.

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur rangka adalah:


1. Mekanisme balok;
2. Mekanisme panel;
3. Mekanisme join;
4. Mekanisme gable;
5. Mekanisme kombinasi.
Ilustrasi masing-masing mekanisme keruntuhan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut
ini.

(a)

Mekanisme balok

(b)

Mekanisme panel

(d)

Mekanisme gable

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

(c)

Mekanisme join

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

(e) Mekanisme kombinasi

Metode Analisis Plastis


Metode yang umum digunakan dalam analisis plastis adalah metode kesetimbangan dan
metode energi. Dalam bahasan ini akan diuraikan metode energi yang untuk beberapa
kasus lebih mudah digunakan, dapat dilihat pada contoh-contoh dibawah ini.
Contoh 1
Mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar dibawah. Lokasi sendi plastis
diasumsikan, dan dari hubungan geometri dapat ditentukan sudut . Kerja eksternal yang
dilakukan oleh beban luar sama dengan energi regangan internal akibat momen-momen
plastis yang bekerja membentuk rotasinya masing-masing.
L/2

Wn

Wn

Kerja eksternal = Kerja internal


Wn

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

L
= M p ( + 2 + )
2
8M p
Wn =
L

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

Contoh 2
Wn

0,5Wn

2
h

4
L

Mekanisme 1

Mekanisme 2

Kemungkinan-kemungkinan mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar diatas.


(a)

Mekanisme 1

0,5 Wn h = M p ( + )
Wn =

(b)

4M p
h

Mekanisme 2
L
= M p (2 + 2)
2
8M p 4M p
2
Wn =
=

L
L+h
h
+1
h

0,5 Wn h + Wn

Contoh 3
Wn

Wn
0,5Wn

2,25 m
6
4,5 m

7
9m

Mekanisme 1

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

0
3

6
x

4,5

7
9

Mekanisme 2
0

18
x

4
5

3
2
3

3
3

Mekanisme 3

4,5

a. Mekanisme 1
0,5 Wn 4,5 = M p .2
M p = 1,125 Wn

b. Mekanisme 2
Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat
(instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga
benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-45 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmensegmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5 tegak lurus terhadap garis
1-5, dan titik 6 tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat
dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat
sesaatnya.
Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah
menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal
dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7
adalah:
x 5,625
=
9
6,75

; x = 7,5 m

Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme
2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 32. Segmen benda kaku
5-6 berotasi melalui sudut 32 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke
1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:

1
4 = , =
3 3
2
2
4
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 5 adalah:

3
+
= 2
2 2
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 6 adalah:
+

3
= 2,5
2

Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu
dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik
2.
Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke
3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:

(2,25) = 1,125 .
2

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

Beban pada titik 5 bergerak vertikal sejarak:

(6,75) = 3,375
2
Beban pada titik 2 bergerak horisontal sejarak:

(4,5) = 2,25
2
Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi:
Kerja eksternal = Kerja internal
0,5Wn (2,25 ) + Wn (1,125 ) + Wn (3,375 ) = M p (2 + 2,5)
Mp =

5,625
Wn = 1,25 Wn
4,5

c. Mekanisme 3
Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:
x 5,625
;
=
9 2,25

x = 22,5 m

Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0
adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga
kali jarak 3-1, sudut 3-1-3 adalah 3/4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).
Kerja eksternal yang dilakukan oleh berbagai beban adalah:
Beban pada 2,

6,75
3
0,5 Wn (4,5) =
Wn
4
4

Beban pada 3,

6,75
3
Wn (2,25) =
Wn
4
4

Beban pada 5,

2,25

Wn (2,25) =
Wn
4
4

Energi regangan internalnya adalah:


Momen pada 3,

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

3
M p + = M p
4 4

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

Momen pada 6,

Mp + = Mp
4
4

Kerja eksternal = Kerja internal


6,75

Wn

5
6,75 2,25

+
= M p 1 +
4
4
4

15,75
9
Wn
= Mp
4
4
Mp =

15,75
Wn = 1,75 Wn
9

Menentukan

Perencanaan Plastis dengan Metode LRFD


(Dikutip dari SNI 03-1729-2000 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung)
7.5

Analisis plastis

7.5.1

Penerapan
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan
menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir 7.5.2 dipenuhi. Distribusi
gaya-gayadalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat batas.

7.5.2

Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi,
yaitu:
a)
b)
c)

Kuat leleh baja yang digunakan tidak melebihi 450 MPa;


Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari dengan
mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal b/t, lebih kecil
daripada p. Nilai p tersebut ditetapkan sesuai dengan Tabel 7.5-1;
Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang
diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor
tidak diperkenankan melampaui 0,85 Ab fy.
Pada rangka tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang
diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor
tidak diperkenankan melampaui 0,75 Ab fy

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

d)

Parameter kelangsingan kolom c tidak boleh melebihi 1,5 kc. Nilai kc


ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3 ( L 1,5 E =
fy
r

2100
e)

f y , dimana L adalah panjang teoritis).

Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang terlentur


terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat sayap tanpa
pengekang lateral, Lb, yang mengalami tekan pada daerah sendi plastis yang
mengalami mekanisme harus memenuhi syarat Lb Lpd, yang ditetapkan
berikut ini:
(i)

Untuk profil I simetris tunggal dan simetris ganda dengan lebar


pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada lebar pelat
sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap

M1
r
25.000 + 15.000
M 2 y
Lpd =
fy

(7.5-1)

Keterangan:
fy
M1
M2
ry
(M1/M2)
Lpd
(ii)

adalah kuat leleh material, MPa


adalah momen ujung yang terkecil, N-mm
adalah momen ujung yang terbesar, N-mm
adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm
bertanda positif untuk kasus kelengkungan ganda
dan negatif untuk kasus kelengkungan tunggal
dinyatakan dalam mm

Untuk komponen struktur dengan penampang persegi pejal dan


balok kotak simetris

M1
r
35.000 + 21.000
M 2 y 21.000 ry

Lpd =
fy
fy

f)
g)

(7.5-2)

Tidak ada batasan terhadap Lb untuk komponen struktur dengan


penampang melintang bulat, atau bujursangkar, atau penampang
yang terlentur terhadap sumbu lemah.
Tahanan komponen struktur harus direncanakan sesuai dengan Butir
7.4.3.3;
Tahanan lentur komponen struktur komposit harus ditentukan berdasarkan
distribusi tegangan plastis.

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

7.5.3

Anggapan analisis
Gaya gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku.
Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat
memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama
kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan
selama:
a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen
sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponenkomponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui
pada saat terjadinya mekanisme;
b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas
momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponenkomponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk
terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan
pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.

Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Sindur P. Mangkoesoebroto
Irwan Kurniawan

10

KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN


Perhatikan balok diatas dua tumpuan dengan beban terdistribusi, momen-momen dan
gaya-gaya aksial dikedua ujungnya, berikut ini,
M1

M2

Mx
V

Kelengkungan

M
1
=- x

EI

1
EI

Mp adalah momen orde pertama, dan


Ms adalah momen orde kedua.

dan M x = M p + M s = M p + P . v = -

dimana

Secara umum untuk dua dimensi, kelengkungan dinyatakan sebagai berikut,


1
=

v ii

[1 + v ]
i2

1
v ii dan diperoleh

Mp
P
v ii +
v=EI
EI
ii
Mp
P ii
v iv +
v =EI
EI
ii
M
M
v ii = - x v iv = - x maka
EI
EI
ii
ii
M
Mx
P Mx
p
+ =EI
EI
EI EI

untuk v i << 1 maka

atau
Karena

atau

Mxii + k2 Mx = Mpii = -q(x)

dimana

k2 =

P
d 2 M(x )
dan q(x ) = EI
dx 2

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Solusi homogen dari persamaan di atas adalah


Mxh = A sin kx + B cos kx
Dan solusi umumnya
Mx = Mxh + Mxk (q)
= A sin kx + B cos kx + Mxk (q)
k=

dimana

P
EI

Kasus 1:
M1

M2

M2
M1

L
v

M p = M1 +

M 2 - M1
x
L

Mpii = 0
Jadi

Mx = A sin kx + B cos kx
x = 0 Mx = M1 = B
x = L Mx = M2 = A sin kL + B cos kL
M - M 1 cos kL
A= 2
sin kL

dan

M x = (M 2 - M 1 cos kL )

sin kx
+ M 1 cos kx
sin kL

dM x
=0
dx
dM x
cos kx
atau
= (M 2 - M 1 cos kL ) k
- k M 1 sin kx = 0
dx
sin kL

Supaya Mx menjadi maximum maka

tan kx =

M 2 - M 1 cos kL
M 1 sin kL

(M 2 - M 1 cos

kL ) + M 1 sin 2 kL
2

M2 - M1 cos kL

kx
M1 sin kL
Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

M 2 - M 1 cos kL

sin kx =

(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 1 sin kL

cos kx =

(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 2 - M 1 cos kL
sin kL

Jadi M x max =

M 2 - M 1 cos kL

(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL
M 1 sin kL

+ M1

(M 2 - M 1 cos kL )2 + M1 2 sin 2 kL

(M 2 - M1 cos kL )2 + M 1 2 sin 2 kL

1
sin kL

1
2
2
M 2 - 2 M 1 M 2 cos kL + M 1
sin kL

M x max = M 2

M
1 - 2 1

M2

Bila M1 = 0 maka M x max =

cos kL + 1
M2

sin 2 kL ..................... (1)

M2
sin kL
M2

M2
Mp

P.v
Ms

Bila sin kL = 0 kL =

P=

P
L = n
EI

2 EI
L2

n = 1, 2,

(n = 1)

Mx max

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

2 - 2 cos kL
.................................... (2a)
sin 2 kL

Bila M2 = M1 = M maka M x max = M


M

M
P

Mp

P.v
Ms

2 (1 - cos kL )
2
=M
2
1 + cos kL
1 - cos kL

=M

=M

Pada saat tekuk

1
= M sec kL 2 ........................ (2b)
cos kL 2

kL
= (n = 1) M x max
2 2

Kasus 2:
q
P

P
L
v

Mp = qx (L x), Mpi = qL qx, Mpii = -q


Solusi khusus, Mxk
Mxki
Mxkii

= Cx + D
=C
=0

Jadi 0 + k2 (Cx + D) = -q
C = 0 ; D = -q/k2
Mxk = -q/k2
dan Mx = A sin kx + B cos kx q/k2
pada x = 0 Mx = 0 = B q/k2 B = q/k2
x = L Mx = 0 = A sin kL + q/k2 cos kL - q/k2
A=

q
(1 - cos kL )
k sin kL
2

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

dan

Mx =

q (1 - cos kL )
q
q
sin kx + 2 cos kx - 2
2
k sin kL
k
k

dM x
q (1 - cos kL )
q
=0=
cos kx - sin kx
dx
k sin kL
k

tan kx =

sin kx =

cos kx =

M x max =

q
k2

q
k2

q
k2

1 - cos kL
sin kL
1 - cos kL

(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
sin kL

(1 - cos kL )2 + sin 2 kL

1 - cos kL
1 - cos kL

+
sin kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL

- 1
sin kL

kL

sec 2 - 1

- 1
(1 - cos kL )2 + sin 2 kL
sin kL

1
M x max = qL2
( sec kL / 2 - 1 )
2
8
(kL )

Perbesaran Momen
Komponen struktur dengan satu kelengkungan tanpa translasi pada ujungnya
P

PO

P
V

SO

~ PO

Mp

dianggap bentuk sinus

P.v

P ( PO

SO )

Ms
SO

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

Anggap, M s = P ( po + so ) sin

x
L

Reaksi balok konjugate adalah


R=

L2

M s dx =

P ( po + so ) sin

L2

= - P ( po + so )
= P ( po + so )

x
dx
L

x L 2
L
cos

L 0

Lendutan so adalah:

EI so = P ( po + so )

L L L2
L
- M s - x dx
o
2
2

= P ( po + so )

L2 L
LL
x
x
- P ( po + so )* sin
- x sin
dx
o
L
L
2
2

L2 L L L 2

x
= P ( po + so ) + x sin
dx
o
L
2 2

= P ( po + so )

=P

atau

L2
x L 2
sin
2
L 0

L2
( po + so )
2

so = ( po + so )

P
P
= ( po + so )
2
Pe
EI L
{
2

dimana Pe = 2 EI L2 dan =

P
Pe

po
1-

atau

so =

jadi

v = po + so = po +

Kombinasi Lentur dan Tekan

1
po =
po
1-
1-

Sindur P. Mangkoesoebroto

dan M x max = M po + M so = M po + P ( po + so )
= M po +

dimana =

P po
1-

P
PL2
2
= 2
= 2
Pe EI E

P po 1
M x max = M po 1 +

M po 1 -

atau

2 EI po 1
= M po 1 +

M po 1 -
L2

= M po

2 EI po 1
- 1
1 + 2

1-
L
M
po

M x max = M po B1* ............................................................................ (3)

2 EI
1
po
- 1
B1* = 1 + 2
1 -
L M po

dimana

C*m

dan

2 EI po
=1+ 2
- 1 = 1 +
L M

po

dan

C*m
1-

2 EI po
L2 M po

-1

Perhatikan komponen struktur dengan momen-momen ujung berikut ini


M1

M2

M2 M1

M1

Kombinasi Lentur dan Tekan

Mx max

M2

Sindur P. Mangkoesoebroto

Demikian sehingga Mx max > M 2 dan terjadi diantara kedua tumpuan. Akan di cari ME
demikian sehingga menjadi

Mx max
ME

ME
L/2

L/2

Jadi dari Persamaan (1) dan (2) M x max

M
1 - 2 1

M2

M2
=
sin kL

ME
sin kL

ME = M2

M
cos kL + 1

M2

2 ( 1 - cos kL ) =

ME
cos kL/2

M
M
1 - 2 1 cos kL + 1
M2
M2
2 ( 1 - cos k L )

Dari Persamaan (3)


Mx max = Mpo B1* = M E B1*
B1*

dimana

2 EI po 1
= 1 + 2
- 1
1-
L M po

Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen ME, po, ditentukan sebagai
berikut:
ME

ME

ME L
2

EI po = M E

ME L
2

L L
L L
- ME
= M E L2 / 8
2 2
2 4

2 1 1 + 0,2337
- 1
=
Sehingga B1* = 1 +
8
1
1-

P
PL2
k 2 L2 kL
= 2
=
= kL = 2
Pe EI
2

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

kL

1
cos kL / 2

B1*

0,1
0,2
0,3
0,4

0,99
1,4050
1,7207
1,9869

1,137
1,3102
1,5333
1,8322

1,137
1,3084
1,5287
1,8225

Jadi Mx max =

ME
1 + 0,2337
~ ME
cos kL/2
1-

M
M
1 2 1 cos kL + 1
M2
M2
2 (1 - cos kL)

= M2

= M2

* 1 + 0,2337

1-

Cm
= M 2 B1
1-
2

dimana Cm =

B1 =

M
M
1 2 1 cos kL + 1
M2
M 2 * (1 + 0,2337 ) .................. (4)
14
4244
3
2 (1 - cos kL)
*
Cm
Cm
1-

Dalam peraturan digunakan hubungan yang lebih sederhana, yaitu:


Cm = 0,6 + 0,4 (M 1 / M 2 ) ............................................................. (5)
dan ketelitiannya diperlihatkan berikut ini untuk nilai

0.05
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9

M1/M2
kL
0.70
0.99
1.40
1.72
1.99
2.22
2.43
2.63
2.81
2.98

0.8
1.00
1.05
1.19
1.39
1.65
2.03
2.60
3.55
5.45
11.18

Persamaan (1)
0.5
0
-0.5

1.00
1.06
1.20
1.41
1.71
2.18
2.97
4.55
9.32

1.01
1.01
1.09
1.26
1.54
2.04
3.07
6.23

1.01
1.08
1.25
1.69
3.19

Kombinasi Lentur dan Tekan

-0.8

0.8

1.01
1.10
1.54

1.00
1.04
1.19
1.38
1.64
2.01
2.57
3.49
5.34
10.89

Cm
:
1

Persamaan (4)
0.5
0
-0.5

1.00
1.05
1.19
1.40
1.70
2.15
2.92
4.46
9.08

1.01
1.01
1.09
1.25
1.52
2.00
3.01
6.07

1.00
1.06
1.23
1.66
3.11

-0.8

0.8

Persamaan (5)
0.5
0
-0.5

-0.8

0.99
1.07
1.50

0.97
1.02
1.15
1.31
1.53
1.84
2.30
3.07
4.60
9.20

0.89
1.00
1.14
1.33
1.60
2.00
2.67
4.00
8.00

0.93
1.40
2.80

Sindur P. Mangkoesoebroto

0.75
0.86
1.00
1.20
1.50
2.00
3.00
6.00

0.80
1.00
1.33
2.00
4.00

Mmax /M2 vs Pu/Pe


M1
M2

Mm ax/M2 = Cm/(1-)

5.00

0,8 0,5 0

Persamaan (4)
Persamaan (5)

4.50

Pu
M1

4.00

M1
= - 0,5
M2

M2 M1

3.50
M1

M2

3.00

Pu

M2

2.50

M1
= - 0,8
M2

M1
> 0 untuk kelengkungan tunggal
M2

2.00

M1

1.50
M2

1.00
0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

=P
/Pee
Puu/P

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

10

Nilai Cm* untuk balok tanpa translasi pada tumpuan


Cm*
Cm*
(Momen positif) (Momen negatif)

Kasus

L
2

Catatan:

L
2

L
2

1+ 0,2

1,0

1- 0,2

+
Mm
+

1- 0,3

1- 0,4

1- 0,4

1- 0,4

1- 0,4

1- 0,3

Mm

Mm
+

Mm
+

Mm
Q

1- 0,6

1- 0,2

Mm
+
-

Pu
Pe

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

11

Tahanan nominal - Instabilitas pada Bidang Lentur


Tahanan balok-kolom, dimana tekuk torsi lateral dan tekuk lokal dapat dihindarkan dan
lentur terjadi terhadap satu sumbu, akan tercapai bila terjadi instabilitas pada bidang
lentur (tanpa torsi).
Persamaan diferensial balok-kolom, termasuk pengaruh orde kedua, menunjukkan
bahwa pengaruh gaya normal dan momen tidak dapat disuperposisikan, ini adalah
kasus non-linier.
Kurva persamaan interaksi untuk profil-I tertentu tanpa goyangan dengan fy = 230 MPa,
fr = 70 MPa, dan terlentur terhadap sumbu kuat adalah seperti berikut ini.
1.0
0.8

Pu
Py

0.6
0.4

0= L
20 rx
40
60
80
100
120

M2 P

L
P

M2

40
60

0= L
80 rx
100
120

P 0.5 M

0.2
0

0.2

0.4

0.8

0.6

1.0

0.2

0.4

0.6

0.8

Mu/ Mp

Mu / Mp

(M1 / M2 = 1)

(M1 / M2 = -0.5)

1.0

Persamaan interaksi menjadi:


Mu
Pu
+
1 ................................................................................ (6)
Mn
Pn
dimana

Pu adalah gaya tekan terfaktor


Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari
Mu adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua
C*m
; Mpo = ME =coef x Mp max
Mu = Mpo B1* = Mpo
1-
Mp max adalah momen orde pertama terfaktor maksimum
P
P L2
= u = 2u
Pe EI
C*m = Lihat bahasan sebelumnya
Mn = Mp untuk balok kompak yang terkekang secara lateral.

atau Persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut:


Pu M u C m
+
1
Pn M n 1 -
Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

12

Tahanan Nominal Persamaan Interaksi


Perencanaan balok-kolom dilakukan dengan bantuan persamaan interaksi.
Kasus 1 - Tanpa Instabilitas
Pada lokasi dimana tidak dapat terjadi instabilitas ( 0) berlaku

Pu
Mu
+
1,0
Py 1,18 M p
dan

Mu
1,0
Mp

dimana

Py = A g y
1,0
Solusi eksak
Pu
Mu
+
1,0
Py 1,18 M p

Pu
Py

0,5

x
L
0
rx
Pu
1
=1Py
1,18

0,5
Mu Mp

1,0

Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.

Kasus 2 - Instabilitas pada Bidang Lentur

Pu
ME
+
1
Pn M p (1 - )
dimana

Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari


ME = Cm Mui
Cm=coef x C*m ; C*m = 1 +
Pe = 2 EI / L2
= P u / Pe
Mui adalah momen orde pertama terfaktor maksimum pada arah i.

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

13

1,0

Solusi eksak

M
M

Pu
M ui
+
= 1,0
Pn M p (1 - Pu Pe )
C m = 1,0

Pu
Pn

L
= 40
rx

80

0,5

120

0,5
M ui M p

Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.

Kasus 3 - Instabilitas akibat Tekuk Torsi Lateral

Pu
C m M ui
+
1
Pn M n (1 - Pu / Pe )

Kasus 4 - Lentur Dua Arah


Pu
M ux C mx
+
Pn M nx (1 - Pu Pex )

M uy C my

M ny 1 - Pu Pey

Cara Perencanaan LRFD


1) Untuk

Pu
0,2
c Pn

M uy
Pu
8 M
+ ux +
c Pn 9 b M nx b M ny
2) Untuk

1,0

Pu
< 0,2
c Pn

Pu
+
2 c Pn
Kombinasi Lentur dan Tekan

M ux
M uy

+
b M nx b M ny

1,0

Sindur P. Mangkoesoebroto

14

dimana

Pu
Pn
Mu
Mn

adalah gaya aksial terfaktor


adalah tahanan minimum sebagai fungsi dari
adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua
adalah tahanan lentur dengan memperhatikan semua pengaruh
instabilitas, bila ada,
c adalah faktor tahanan tekan = 0,85
b adalah faktor tahanan lentur = 0,9
M ux = B1x M ntx + B2x M ltx adalah momen terfaktor dalam arah-x termasuk
pengaruh orde kedua
Mnx adalah tahanan lentur dalam arah-x
Muy, Mny serupa Mux, Mnx untuk arah-y

Koefisien Perbesaran Momen - LRFD


Komponen struktur pada rangka tak bergoyang

B1 =

Cm
1,0
1 - Pu / Pe1

a)

Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal
diantara kedua tumpuannya,
P
Cm=coef x C*m dan C*m = 1 + u = 1 +
Pe 1
Cm = 1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi
= 0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi

b)

Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang tanpa beban-beban


transversal, tapi dengan momen ujung-ujung M1, M2 dengan M2 M1
Cm = 0,6 + 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan tunggal
Cm = 0,6 - 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan ganda

Pe1 adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

15

Komponen struktur pada rangka bergoyang

Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak
ditinjau.
P
u

OH
Mlt1

Pu

Hu
Hu

Hu

Hu
Mlt2
Pu

Pu

Mlt1 + Mlt2 = Hu L
OH = f h H u f h =

dan

OH
Hu

Bila pengaruh P - di tinjau maka Mlt1 B2 Mlt1 dan Mlt2 B2 Mlt2


serta OH SH (lihat gambar berikut).
Pu

SH
B2 Mlt1

Pu

Hu
Hu +

Pu SH
L

Hu +

Hu

Pu SH
L

B2 Mlt2
Pu

Pu

B2 (Mlt1 + Mlt2) = Hu L + Pu SH ..................................................... (7)


P

SH = f h H u + u SH
L


P
= OH H u + u SH
L
Hu
P
= OH + u SH OH
L Hu
SH = OH

L Hu
L H u - Pu OH

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

16

Dari Persamaan (7) di peroleh


B 2 L H u = H u L + Pu OH

B2 =

B2 =

L Hu
L H u - Pu OH

L H u - Pu OH + Pu OH
L H u - Pu OH

1
Pu OH
1L Hu

Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka
Pu Pu dan H u H u

Sehingga
B2 =

1
Pu OH
1 Hu L

Sebagai alternatif dapat di hitung

B2 =
1-

Pu
Pe2

dan Mu = B1 Mnt + B2 Mlt


dimana Mnt adalah momen yang timbul hanya akibat beban gravitasi tanpa ada
goyangan
Mlt adalah momen akibat goyangan dan gaya-gaya lateral lainnya.
Nilai Mu juga dapat diperoleh dari analisis P - dimana semua pengaruh non-linieritas
langsung di perhitungkan.
Pu
Pe2
Hu
L

adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh
kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
dalam keadaan bergoyang,
adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan OH pada tingkat
yang ditinjau,
adalah tinggi tingkat.

Kombinasi Lentur dan Tekan

Sindur P. Mangkoesoebroto

17

Anda mungkin juga menyukai