Commisioning
Commisioning
http://www.pipelineengineering.com/engineeredsolutions.php
1. Pendahuluan
Sejak fabrikasi hingga startup, sistem perpipaan menjalani serangkaian tes.
Beberapa di antaranya, seperti Factory Acceptance Test (FAT), dilakukan di darat
(onshore) untuk komponen individu pipa. FAT terdiri dari inspeksi, pengetesan,
dan pelaporan sistem mengacu pada gambar, spesifikasi, dan kebutuhan yang
tercantum dalam kontrak. Beberapa tes, seperti hydrotest, dilakukan di laut
(offshore) untuk sebagian atau seluruh sistem perpipaan. Hydrotest dilaksanakan
untuk memeriksa kekuatan mekanik sistem perpipaan dan integritas koneksinya.
Hydrotest merupakan salah satu dari aktivitas pre-commissioning. Precommissioning dilakukan setelah pipa terinstal dan semua tie-in lengkap untuk
menilai integritas keseluruhan, menilai sistem siap untuk commissioning dan
startup, mengkonfirmasi keselamatan personil dan lingkungan, dan
mengkonfirmasi kontrol operasional sistem perpipaan.
Kenapa tes-tes tersebut penting untuk pipa bawah laut? Sistem perpipaan bawah
laut terdiri dari perpipaan dan riser. Jumper digunakan untuk menyambung
perpipaan dengan riser. Jumper merupakan bagian dari pipa yang rigid atau
fleksibel. Jumper menghubungkan pipa dan riser menggunakan konektor dan
PLET (Pipeline End Termination). PLET digunakan untuk men-support konektor
pipa dan/atau valve. Di bawah laut, pipa dihubungkan ke manifold atau sumur
dengan jumper.
Pipa mesti diisi dengan air bersih. Padatan tersuspensi yang ukurannya di atas
spesifikasi (50100 mikron), disisihkan dengan filter. Alat pengukur yang akurat
digunakan untuk mengukur jumlah air yang diinjeksikan ke dalam pipa.
Mengetahui jumlah air yang diinjeksi merupakan hal penting untuk mendeteksi
kebocoran. Bahan kimia, seperti biocide, biasanya diinjeksi ke dalam air uji
dengan konsentrasi tertentu. Jika air uji berada di pipa dalam waktu cukup lama,
corrosion inhibitor ditambahkan ke dalam pipa untuk melindungi pipa dari korosi.
Semua bahan kimia yang diinjeksikan mesti compatible dengan air sehingga tidak
ada padatan yang terbentuk di dalam pipa.
Ketika filling pipa, serangkaian pig (pig train), dipisahkan oleh slug fluida, akan
melewati pipa dengan kecepatan minimum, sekitar 3 6 mil per jam. Pig train
terdiri dari cleaning pig dan gauging pig. Pilihan terbaik untuk cleaning pig
adalah pigs with discs, conical cups, spring mounted brushes, dan bypass ports.
Gauging pig digunakan untuk menentukan apakah terdapat reduksi / kerusakan
yang tidak dapat diterima pada pipa. Gauging pig konvensional adalah pig tipe
cup dengan aluminium gauging plate.
Gambar di bawah menampilkan tipikal flooding, pembersihan, dan gauging pig
train.
http://www.itpinterpipe.com/products/subsea-cryogenic-pipelines/subsea-cryogenicpipelines.php
deskripsi ruas pipa yang akan dites (panjang, elevasi, tie-in, dan lain-lain)
medium uji (untuk pipa bawah laut biasanya digunakan air laut)
bahan kimia untuk dicampur dengan medium uji (biocide dan corrosion
inhibitor)
test pressure
Test pressure yang disarankan tidak kurang dari 1,25 kali internal design pressure,
baik untuk hydrotest maupun tes kebocoran. Holding time yang disarankan
setidaknya 4 jam untuk hydrotest dan 1 jam untuk tes kebocoran.
Deskripsi lengkap tentang peralatan tes merupakan hal yang sangat penting untuk
keberhasilan tes. Berikut adalah daftar sebagian peralatan yang diperlukan untuk
tes :
Filter untuk menyaring partikel-partikel yang lebih besar dari ukuran yang
dipersyaratkan
Sayangnya, metode air drying tidak sesuai untuk pipa offshore karena
memerlukan area yang luas untuk peralatan.
Vacuum drying berlandaskan pada fakta bahwa air akan mendidih pada temperatur
rendah jika tekanan pipa direduksi hingga tekanan uap jenuhnya. Oleh karena itu,
dengan mereduksi tekanan sistem, air dapat dididihkan dan dihilangkan dari pipa
menggunakan vacuum pump. Kurva tipikal ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.
Ringkasan
Testing Commisioning sebagai tindakan berkesinambungan dalam menjaga
kinerja agar keadaan terbangun sesuai dengan desain. Walapun penerapannya
sangat penting dan menjadi kunci Energi Effisiensi yang berkelanjutan pada
gedung, tetapi prakteknya belum banyak dilakukan dalam industry bangunan di
Indonesia. Laporan ini akan mengetengahkan kisah sukses dua gedung milik
pemerintah yang telah memiliki sertifikat GREENSHIP New Building 1.0, yaitu
Gedung Utama Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dan Gedung KAMPUS PT
DAHANA (Dahana) dalam melakukan TC untuk system AC nya. Kedua gedung
milik Pemerintah Indonesia ini memiliki system AC water cooled dan nilai OTTV
yang cukup rendah sebagai hasil passive design. Melalui TC, keduanya
memperoleh keuntungan berupa kinerja system AC gedung yang optimum dan
sesuai desain. Tentunya berujung kepada Konsumsi Energi yang rendah sesuai
perhitungan pada tahap desain.
Latar Belakang
Commisioning adalah serangkaian proses berkesinambungan untuk memastikan
bahwa semua sistem dan komponen gedung/pabrik telah didesain, dipasang,
diperiksa, akan dioperasikan serta dipelihara sesuai kebutuhan operasional
pemilik atau klien akhir yang telah dituangkan dalam perencanaan dengan cara
membuktikan kinerjanya. Proses ini tidak hanya dilakukan untuk pembangunan
baru, tetapi juga untuk system yang mengalami perluasan, renovasi atau
perubahan. Bila dilakukan pada sistem existing dalam rangka meningkatkan
kinerja gedung, disebut Retro Commisioning. Commisioning gedung dapat
dilakukan pada system HVAC, plumbing, electrical, fire/life safety, selubung
gedung, interior systems (contoh: laboratorium), cogeneration, utility plants,
sustainable systems, lighting, wastewater serta kontrol dan keamanan gedung agar
sesuai dengan Owners Project Requirement (OPR).
Commissioning menjadi sangat penting bagi gedung, karena pada hakekatnya
setiap gedung adalah unik dan hasil karya penyatuan berbagai komponen yang
didesain khusus untuk keperluan dan kegunaan tertentu. Penyatuan yang diawali
dengan disusunnya OPR dan dituangkan dalam dokumen desain yang
menjanjikan kinerja tertentu dan melewati tahap konstruksi yang menyatukan
komponen desain bagaikan proses manufaktur. Berbeda dengan pabrik,
manufaktur gedung menghasilkan produk yang tailor made. Hasil penyatuan
tersebut tentunya harus mengalami pengujian (Testing) terlebih dahulu untuk
membuktikan kinerjanya.
Di dalam proses Commissioning, Testing Commissioning (TC) adalah salah satu
bagian terpenting, karena pada prosedur inilah yang terjadi pengujian dan
pengukuran kinerja peralatan dan system gedung secara nyata. Pada kenyataannya
prosedur TC yang lazim dilakukan di Indonesia hanya sebatas test-run saja untuk
melihat apakah system tersebut berfungsi. Pengukuran kinerja adalah praktik yang
relatif belum dikenal pada industry bangunan di Indonesia.
Sadar bahwa hal ini menjadi kunci dari kinerja gedung terutama yang menyangkut
energy effisiensi dan kinerja sesungguhnya dari Green Building, GREENSHIP
meletakan ini pada beberapa tolok ukur yang mendapatkan poin. Menyadari
belum termasyarakatnya praktik ini di industry bangunan Indonesia, maka cukup
dilakukan untuk system AC dan Artificial Lighting saja pada BEM 4 Proper
Commissioning (3 Point Max), IHC 5 Visual Comfort (1 Point Max) dan IHC 6
Thermal Comfort (1 Point Max), serta IHC 7 Acoustic Level (1 Point Max).
Salah satu factor belum bermasyarakatnya praktik ini adalah karena profesi
Commissioning Authority /Commissioning Agent (CxA) belum banyak dikenal.
Profesi ini belum banyak dipraktikan dan belum memiliki sertifikasi profesi,
sehingga sulit menentukan pihak mana yang berkompetensi sebagai CxA dalam
proyek gedung. Untuk dapat berpraktik sebagai CxA juga memerlukan
kompetensi dan persyaratan khusus sehingga tidak mudah untuk dipelajari sendiri.
Tulisan ini hanya akan membahas mengenai proses TC pada system AC yang
dinilai pada BEM 4. Praktik TC pada system AC menjadi sangat penting karena
mengambil bagian 50-60% dari keseluruhan energy pada operasional suatu
gedung standar. Ada beberapa metode standar internasional yang dapat diikuti,
salah satu yang dapat menjadi referensi pada GREENSHIP adalah ASHRAE
Guideline 0-2005 untuk proses dan prosedur TC. Pada dasarnya GREENSHIP
menerima standar-standar lain apabila memang memiliki tujuan yang sama
dengan metoda yang dianilai dapat setara dengan ASHRAE Guideline 0. Untuk
AC jenis VRF dapat mengunakan standar CIBSE. Selain itu juga metoda dapat
menghasilkan unjuk kerja sebagai berikut:
1. Water Cooled Chiller berdasarkan standar ARI-550
2. Air Handling Unit (AHU) berdasarkan ARI-430 untuk laju aliran udara
(CFM), dan ARI-410 untuk Kapasitas pendinginan (BTUH) cooling coil.
TC dilakukan pada masing-masing chiller pada beban kerja mendekati 100%.
Kondisi ini baru dapat dilakukan secara lancar apabila gedung dalam keadaan siap
test menurut checklist standar yang sudah ditetapkan. Beberapa syarat yang
penting adalah semua system elektrikal dan plambing sudah berfungsi, semua
lampu dalam ruang menyala dan pembersihan pasca konstruksi sudah selesai
dilakukan. Desain gedung hendaknya juga mengakomodasi kegiatan TC, Retro
Kesimpulan
TC pada gedung baru adalah kunci dari tindakan effisiensi energi pada gedung
baru. Bila sebuah green building tidak menerapkan proses ini, penghematan
energi yang dijanjikan terancam tidak tercapai. Implementasi proses TC
mengukuhkan kinerja bangunan yang dapat dipastikan menjadi lebih baik apabila
menerapkan kaidah green building. Absennya proses ini pada pembangunan
gedung akan meletakan pemilik gedung pada kondisi kegelapan atas kondisi
gedungnya, dimana merasa gedung tersebut memiliki kinerja tertentu, tetapi pada
keadaan sesungguhnya tidak demikian.
Dimulai sejak tahap desain melalui tindakan serta perhitungan, kemudian
dipastikan oleh pembuktian kinerja. Temuan menunjukan bahwa kinerja peralatan
yang terpasang pasti memiliki perbedaan dengan kinerja yang dijanjikan saat
desain. Kondisi industry bangunan saat ini menunjukan adanya praktik oversize
yang signifikan terutama pada pompa-pompa. Pada kasus Dahana dan PU, dengan
adanya rerating dan adjustment diperoleh kinerja peralatan yang lebih sesuai
dengan desain. Kegiatan ini juga menghasilkan kinerja sistem energi gedung yang
lebih baik dan pasti.
Beberapa praktik menunjukan desain sejak awal sudah kurang memperhatikan
kenyamanan penghuni sehingga timbul kebisingan. Sayang sekali kebisingan
tidak dapat dikurangi tanpa ada perubahan/investasi tambahan yang berarti. Hal
ini menguatkan fakta bahwa pada praktik idealnya TC dilakukan sejak awal tahap
desain oleh CxA
Untuk dapat memasyarakatkan praktik ini secara meluas dibutuhkan dukungan
pemerintah berupa teladan serta sertifikasi keahlian CxA. Dengan mengetahui
manfaat jangka panjangnya, diharapkan sector swasta juga berminat untuk
menerapkannya dalam proses pembangunan gedung baik komersial maupun
untuk digunakan sendiri.