Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan hak asasi karyawan
dan salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Di
samping itu K3 juga merupakan syarat untuk memenangkan persaingan bebas di
era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA), World Trade
Organization (WTO) dan Asia Pacipic Economic Community(APEC). Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2020 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses

produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan


berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan terutama dalam PT. Kimia Farma
di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
1
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode,
biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Keaadaan tersebut secara tidak
langsung mengakibatkan meningkatnya bahaya maupun resiko kecelakaan yang
dapat dialami oleh para pekerja. Diantara berbagai macam industri, PT. Kimia
Farma merupakan salah satu industri dengan jumlah petugas kesehatan dan non
kesehatan yang cukup besar. Kegiatan di dalam perusahaan PT. Kimia Farma
mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial.
Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan
keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan

teknologi pengobatan khususnya dalam bidang farmasi, maka risiko yang


dihadapi petugas yang bekerja dalam PT. Kimia Farma pun semakin meningkat.
Oleh karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja
hendaknya dilaksanakan pada semua industri termasuk PT. Kimia Farma.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan timbulah permasalahan yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1.

Apa itu PT. Kimia Farma ?

2.

Bagaimana standardisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma?

3.

Apa potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada


PT. Kimia Farma dan pencegahannya?

4.

Bagaimana upaya pengendalian K3 di PT. Kimia Farma?

5.

Jelaskan organisasi K3 di PT. Kimia Farma?

6.

Bagaimana penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja?

C. Pembatasan masalah
Karena keterbatasan yang ada maka penulis membatasi makalah dengan
permasalahan yaitu dengan penjelasan dari umum mulai dari pengertian PT.
Kimia Farma dan K3 dan

yang lebih khusus yakni penjelasan mengenai

standardisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi bahaya atau


kecelakaan yang dapat timbul pada

PT. Kimia Farma serta pencegahannya,

upaya pengendalian K3 di PT. Kimia Farma, organisasi K3 di PT. Kimia Farma


dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapatlah dirumuskan masalah


yang akan dibahas, yaitu bagaimana standardisasi perlengkapan K3 pada PT.
Kimia Farma, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia
Farma serta pencegahannya, upaya pengendalian

K3 di PT. Kimia Farma,

organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat
3
hubungan kerja.

E.

Tujuan penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan penulis dapat menjelaskan apa itu PT.
Kimia Farma, standarisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi
bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma, penerapan K3
dalam PT. Kimia Farma, upaya pencegahan K3 dalam PT. Kimia Farma,
organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja . Penulisan juga bertujuan untuk melengkapi nilai UAS individu
semester 2 dalam mata kuliah K3 dan Hukum Kesehatan Kerja Fakultas Teknik
Jurusan Universitas Negeri Jakarta.

F. Manfaat penulisan
1. Manfaat dari bagi pemerintah: sebagai masukan untuk lebih memperhatikan
faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam PT. Kimia Farma
2. Bagi masyarakat: khususnya untuk para pekerja, agar lebih memperhatikan
faktor K3 dan selalu mengenakan Apd saat bekerja di dalam PT. Kimia Farma
3. Untuk mahasiswa: mahasiswa mengetahui bagaimana penerapan K3 di dalam
PT. Kimia Farma ,standarisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi
bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma, organisasi K3
di PT. Kimia Farma dan upaya pencegahan K3 dalam PT. Kimia Farma

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi PT. Kimia Farma dan K3


Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode,
biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Farmasi menurut kamus adalah
seni dan ilmu meracik dan menyerahkan / membagikan obat. Menurut kamus
lainnya, misalnya Webster, farmasi adalah seni atau praktek penyiapan, pengawetan,
peracikan dan penyerahan obat ( Websters New Collegiate Dictionary. SpringField,
MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ). Jadi PT. Kimia Farma atau perusahaan obatobatan

adalah

perusahaan

bisnis

komersial

yang

fokus

dalam

meneliti,

mengembangkan dan mendistribusikan obat, terutama dalam hal kesehatan.[1] Mereka


dapat membuat obat generik atau obat bermerek. Jadi PT. Kimia Farma adalah
aktifitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, dan material dimana kegiatan
tersebut berhubungan dengan praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan
penyerahan obat. Pekerja yang meracik, menyerahkan, dan membagikan obat dalam
PT. Kimia Farma disebut juga farmasis.
Dan dapat diketahui pengertian K3 adalah:
a.Promosi dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental,
dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
http://id.wikipedia.org/wiki/2010/06Kategori:Perusahaan_farmasi_menurut_negara

b. Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh


kondisi pekerjaan mereka.
c. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor
yang dapat mengganggu kesehatan.
d. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara
pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya
Industri sangat berkaitan dengan faktor K3 didalamnya, dimana K3 sendiri
bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat
yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
B. Standarisasi Perlengkapan K3 di PT. Kimia Farma
Standarisasi Perlengkapan K3 di PT. Kimia Farma telah diatur dalam
Undang-Undang seperti pada Standarisasi Industri lainnya. Landasan-landasan
Hukum K3 yaitu:
LANDASAN HUKUM (Formal)
UUD 1945
Setiap Warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, Layak bagi kemanusiaan dalam arti Manusiawi dan Manusiawi pada
kondisi kerja dalam arti Selamat dan Sehat

UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan diamana Setiap


tenaga kerja mendapat perlindungan kerja atas Keselamatan, Kesehatan, Kesusilaan,
6
Pemeliharaan Etika dan Moral Kerja, Perlakuan sesuai Martabat Manusia, dan Moral
Agama
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berisi :
1. Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-undang ini mencakup semua tempat
kerja
2. Syarat Keselamatan Kerja wajib dipatuhi untuk mengendalikan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja
Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang berisi:
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produkatif.
Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal
100 tenaga kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja, wajib menerapkan SMK3.

C. Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri dan


Pencegahannya
A. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan di laboratorium PT. Kimia Farma dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang
dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :


1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
laboratorium.

Akibat :
- Ringan memar
- Berat fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
- Pakai sepatu anti slip
- Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
- Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak
rata konstruksinya.
- Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
- Beban jangan terlalu berat
- Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
- Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai
bawah sambil berjongkok
- Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya

Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium


Akibat :

- Tertusuk jarum suntik


- Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahan :
- Gunakan alat suntik sekali pakai
- Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung
dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
- Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup
4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibat :
- Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan
kematian.
- Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahan :
- Konstruksi bangunan yang tahan api
- Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
- Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
- Sistem tanda kebakaran
Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera

Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis


- Jalan untuk menyelamatkan diri
- Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
- Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman

10

D. Upaya Pengendalian K3 pada PT. Kimia Farma


A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
1.

UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang


Petugas kesehatan dan non kesehatan

2.

UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3.

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

4.

Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

5.

Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya

6.

Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara


lain:
1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang
meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masingmasing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk
pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat
radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan

5. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan


mengupayakan pencegahannya.
6. Memberikan asuransi pada pekerja.

C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) :

11

1. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja


2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan
non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
4. Desain ruang harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia
yang berbahaya yang dipakai.
5. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas
yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
6. Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin.
7. Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh
bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
8. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh
pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang

disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat,
mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment)
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi:
1. Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja
12
(petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai memelaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan
calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
Anamnese umum
Anamnese pekerjaan
Penyakit yang pernah diderita
Alrergi
Imunisasi yang pernah didapat
Pemeriksaan badan
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
Tuberkulin test
Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum 13
dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Oleh karena itu untuk memastikan lingkungan kerja total yang aman dan untuk
mencegah kecelakaan, dapat dilakukan dengan :
a) Standar Operasional Prosedur (SOP)
b) Kebijakan Keselamatan
c) Pemantauan
d) Audit Keselamatan
e) Analisis Risiko
f) Pemeliharaan Pencegahan

g) Keterlibatan Personil

14

E. Organisasi K3 di PT. Kimia Farma

Pelaksanaan K3 di PT. Kimia Farma seperti di RS sangat tergantung dari rasa


tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masingmasing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 RS secara spesifik harus mempersiapkan data
dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan
serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian
mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja,
sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah
berhasil.

Kalau

masih

terdapat

kekurangan,

maka

perlu

diidentifikasi

penyimpangannya serta dicari pemecahannya.


1. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 RS
a. Tugas pokok :

Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai


masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.

Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan

prosedur.

Membuat program K3RS

b. Fungsi

Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta


permasalahan yang berhubungan dengan K3

Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,


pelatihan dan penelitian K3 di RS.

15

Pengawasan terhadap pelaksanaan program K-3.

Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,


mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.

Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai


kegiatannya.

Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan

gedung dan proses.


2. Struktur organisasi K3 di RS
Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja
rangkap.
Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada Direktur RS,
bentuk organisasi K3 di RS merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke
dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing masing
RS, misalnya Komite Medis/Nosokomial.

Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung
ke Direktur RS. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS,
yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS.
Keanggotaan :
Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan
jajaran direksi RS.

16

Organisasi/unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris


dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS dipimpin oleh ketua.
Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen
tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah
langsung direktur RS.
Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga
profesional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3.

3. Mekanisme kerja
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan
organisasi/unit pelaksana K3 RS.
Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan mengkoordinasikan
tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana
K3 RS.

Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana


K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi/unit pelaksana K3 RS.

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3


RS mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di RS. Sumber data
antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan,
17
angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan
dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan RS
sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan,
rujukan ke RS bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat.
Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya
perbaikan.

Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja
RS, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari
kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa
laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.

Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 RS, untuk


menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan
preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur
RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/satuan pelaksana K3 RS
serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.

Organisasi/unit pelaksana K3 RS membantu melakukan upaya promosi di


lingkungan RS baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu mengenai
segala upaya pencegahan KAK dan PAK di RS. Juga bisa diadakan lomba
pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja RS, dan
yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari
direktur RS.
18

F. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di PT. Kimia
Farma
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard
di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai
penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika
dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya
akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit
Akibat Hubungan Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan
kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja.
Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta
menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan

umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya
dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti
antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis
kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor
psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli
dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi
dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil
19
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter
di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi
dan desinfeksi.

2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam


keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory
Practice)
4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
20
spesimen secara benar
6. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri dari petugas.
2) Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan farmasi yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang
banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap
kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak
akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.

Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.

21

4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual
dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job
to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal
ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien

dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress)
dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan
ketulian
22
2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi
Khusus

untuk

penggunaannya

radiasi,
meningkat

dengan
sangat

berkembangnya
tajam

dan

jika

teknologi
tidak

pemeriksaan,

dikontrol

membahayakan petugas yang menangani.


Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop

dapat

e. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat
menyebabkan stress :
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
23
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

24
Kesehatan dan keselamatan kerja di PT. Kimia Farma bertujuan agar petugas,

masyarakat dan lingkungan PT. Kimia Farma saat bekerja selalu dalam keadaan
sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang

bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan


berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di PT. Kimia Farma serta
menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan
K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola
laboratorium kesehatan farmasi mempunyai peran sentral . Demikian pula
dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran
program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek
tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.
B. Saran
Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas
kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di PT. Kimia Farma dapat bekerja
dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada
masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.

25
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Jakarta
,1992
Departemen Tenaga Kerja, Republik Indonesia, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja, Jakarta, 1970

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Republik Indonesia Peraturan Menteri


Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Jakarta, 1996
Hamurwono, B. G ,Undang-Undang dan Peraturan K3, Pelatihan
Singkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit dan
Institusi Lain, (Yogyakarta: Puslitbang IKM UGM, 2000)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Perusahaan_farmasi_menurut_negara
Sumamur P.K.. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Masagung, 1988.

Anda mungkin juga menyukai