Anda di halaman 1dari 3

Memaknai Peran Guru di Madrasah

St. Nun Ainun Yahya


Guru Madrasah Aliyah Negeri Palopo
Pada abad pertengahan, pendidikan adalah proses dimana individu mengembangkan
kualitasnya terhadap agama, ilmu pengetahuan dan moralnya, yang membuatnya mampu
mengklaim dirinya sebagai manusia. (Comenius)
Guru, merupakan profesi yang mulia. Kemulian tersebut pada muaranya berwujud sebuah
kekaryaan dalam mengabdikan hidup guna menciptakan generasi yang cerdas dan bermartabat.
Sejalan dengan tema peringatan Hari Guru Nasional tahun ini, Guru dan Tenaga Kependidikan
Mulia Karena Karya.
Guru, kata yang tak lekang untuk disebut dan dikenang oleh kita, manusia. Kehadirannya yang
digugu dan ditiru, menjadi sangat vital bagi masa depan sebuah bangsa. Bahkan, konon sesaat
setelah tragedi bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, pertanyaan pertama dari warga Jepang
adalah masih adakah seorang guru yang tersisa ?
Guru, jelas memiliki peran strategis untuk menyelamatkan generasi sebuah bangsa. Sebagai
ujung tombak pendidikan, berhasil atau tidaknya, baik atau buruknya output pendidikan, akan
sangat dipegaruhi oleh bentuk pendidikan yang mereka suguhkan.
Guru, kini menjelma menjadi sebuah profesi yang sangat kompleks. Tak mudah sekarang
menjadi seorang guru, demikian ungkap seorang teman yang juga seorang guru. Menjadi guru
kini membutuhkan kemampuan komprehensif, dimana profesi guru harus dilihat dari
kemampuan menguasai kurikulum, materi pembelajaran, teknik dan metode pembelajaran,
kemampuan mengelola kelas, sikap komitmen pada tugas, serta harus dapat menjaga kode etik
profesi. Di sekolah ia harus menjadi manusia percontohan yang akan ditiru siswanya, sedang
di masyarakat guru menjadi teladan.
Guru, Profesionalitas mereka hingga kini selalu saja dipertanyakan. Menjadi guru tidak lagi
sekedar sebuah pengabdian diri namun menjadi profesi yang disejajarkan dengan profesi lainnya.
Kedudukan guru tetap tidak dapat digantikan dengan media pembelajaran apapun, Kehadiran
guru sebagai ujung tombak pembelajaran harus tetap ada, hadir langsung berdiri di depan kelas.

Peran Guru Madrasah


Merujuk pada UU No. 2 tahun 1989 atau Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN), kedudukan madrasah posisinya sama dengan sekolah umum sebagai jenjang
pendidikan formal yang diakui. Hal itu dapat dilihat dalam peraturan perundangan yang

membahas mengenai madrasah yang diterbitkan sebagai pelengkap UU tersebut. Di antaranya


adalah: PP No. 28 tahun 1990 juga SK Mendikbud No. 0487/U/1992 dan SK No. 054/U/1993
dalam perundangn tersebut disebutkan bahwa Madrasah Ibtidaiyyah (MI) sama dengan SD dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs) sama dengan SLTP yang berciri khas agama Islam yang
diselenggarakan oleh Departemen Agama. Baik MI dan MTs wajib memberi bahan kajian
sekurang-kurangnya sama dengan SD dan SLTP selain ciri Khas agama Islam. Sedangkan dalam
SK Mendikbud No. 0489/U/1992 disebutkan bahwa Madrah Aliyah sama dengan SMU berciri
khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Lebih lanjut dalam UU
SISDIKNAS atau UU NO. 20 tahun 2003, di sana sama sekali tidak lagi membedakan antara
madrasah dan sekolah, dengan kata lain madrasah adalah sekolah itu sendiri.
Sebagai sekolah yang bercirikan Islam, keberadaan para guru (lazim di sebut Ustadz, Ustadzah)
dalam lingkup madrasah tentulah dalam rangka menghadirkan suasana pendidikan yang Islami.
Mafhum sudah, bahwa tujuan pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur,
terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam,
menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu terapan (ilmu, pengetahuan,
dan teknologi/IPTEK), memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Oleh karenanya, pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang
pendidikan yang sesuai dengan proporsinya. Pada tingkat MI materi kepribadian Islam yang
diberikan adalah materi dasar karena mereka berada pada jenjang usia menuju baligh. Artinya,
mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan. Barulah setelah
mencapai usia baligh, yaitu MTs, MA, sampai lanjut ke jenjang Perguruan Tinggi (PT) materi
yang diberikan bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan). Porsi materi
pembelajaran agama dibarengi dengan porsi materi pembelajaran sainstek yang proporsional
pula. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta
keterikatannya dengan nilai nilai syariat Islam, tanpa melupakan bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sedang berkembang.
Dalam proses pendidikan ini, peranan guru madrasah menjadi sangat penting, bukan saja sebagai
penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam
memberikan keteladanan (uswah) yang baik (transfer of values), lengkap dengan empat
kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Guru dalam pengembangan pendidikan di madrasah sangat diharapkan multifungsi bertindak selaku katalisator
atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka
keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan peserta didik yang efektif,
karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru. Peran sebagai inspirator berarti seorang
guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran
sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan

potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki
kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran,
cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru
dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
Dalam budaya organisasi madrasah, beban pendidikan moral dan akhlak tak sepenuhnya menjadi
tanggung jawab tunggal guru mata pelajaran agama. Guru mata pelajaran umum ( baik eksakta,
pengetahuan sosial dan bahasa) pun sarat akan pembelajaran moral dan akhlak yang terintegritas.
Alhasil, setiap guru dalam lingkup madrasah dalam menjalankan perannya, tak akan lepas pada
proses dan hasil yang mempertimbangkan keseimbangan antara aspek pengembangan spiritual
dan aspek pengembangan intelektual tanpa memisahkan keduanya secara dikhotomis.
Keduanya beriring berimbang, bak dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Melalui tangan guru lah, siswa akan sampai pada tingkat akidah dan pemahaman agama yang
mantap, akhlak dan moral yang luhur, wawasan iptek yang luas, serta profesional dan beretos
kerja [ ].

Anda mungkin juga menyukai