Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS
Nama Pasien

: Ny. MJ

Umur

: 19 tahun

No. Rekam Medis

: 744608

Alamat

: Pangkep

Tanggal masuk RS

: 08 Februari 2016

Pemeriksaan

: 08 Februari 2016, pukul 13.00 WITA

Paritas

: Gravid 1 Para 0 abortus 0

HPHT

:? /6/2015

TP

: ?/3/2016

ANAMNESIS

Keluhan utama

Riwayat kejang
Anamnesis terpimpin

Ibu masuk dengan rujukan dari RS Pangkep dengan diagnosis G1P0A0


gravid preterm dengan eklampsia. Riwayat kejang di rumah 2 kali, di RS Pangkep
1 kali.Riwayat sakit kepala ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Pandangan kabur ada
saat ini. Riwayat ANC di Puskesmas > 4 kali. Injeksi Toksoid tetanus 2 kali.
Riwayat hipertensi selama hamil tidak ada. Riwayat operasi tidak ada. Riwayat
diabetes mellitus, asma dan alergi disangkal. Riwayat menggunakan kontrasepsi
tidak ada. Riwayat pemberian terapi di RS Pangkep infus MgSO4 bolus 10 cc
pukul 16.25 WITA dilanjutkan dengan MgSO415 cc dalam ringer laktat 500 cc.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Lemah / Sakit Sedang/ Compos mentis (E4 V5 M6)
Tekanan darah

: 180/110 mmHg

Nadi

: 98 x/menit

Respirasi

: 32 x/menit

Suhu aksilla

: 36,5 C

1) Kepala
Rambut

: hitam, lurus, sukar dicabut

Wajah

: simetris

Mata

: konjungtiva anemis (-)/(-), ikterus (-)/(-)

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: tidak ada kelainan

Bibir

: sianosis tidak ada

2) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar gondok dalam batas
normal
3) Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: simetris kiri dan kanan


: massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada
: sonor kiri = kanan
: bunyi pernapasan vesikuler,
bunyi tambahan rhonki -/-, wheezing -/-

4) Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi
: ictus kordis tidak teraba
Perkusi
: batas kesan normal, pekak (+)
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler
5) Abdomen
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
Auskultas : peristaltic ada kesan normal
Palpasi
: hepar / lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi
: timpani (+)
6) Ekstremitas
Edema pretibial -/-

Pemeriksaan Obstetrik
1) Pemeriksaan Luar
TFU

: 29 cm

LP

: 89 cm

Situs

: memanjang

Punggung : bagian kanan

Bagian terendah: kepala


Penurunan kepala : 4/5
HIS : 2 x10 menit (10-15 detik)
DJJ : 142 x/menit reguler
Gerakan anak (+) dirasakan ibu
Anak kesan tunggal
TBJ : 2581 gram
2) Pemeriksaan dalam vagina
Vulva/vagina
: tidak ada kelainan/tidak ada kelainan
Portio
: lunak tebal
Pembukaan
: 2 cm
Ketuban
: ada
Bagian terdepan : kepala
UUK
: sulit dinilai
Penurunan
: Hodge 1
Pelepasan
: Lendir (+), darah (+), ketuban (-)
Panggul
: kesan cukup

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan USG tanggal 8 November 2016
Gravid tunggal hidup, presentasi kepala. Punggung kanan, placenta di
lateral kanan grade II-III, air ketuban kesan kurang. (AFI 4,72 cm).
,Biometri janin sesuai usia kehamilan 33 minggu. EFW : 2260 gram
b. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Rutin

Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT

Hasil
19,8 x 103 /uL
4.48 x 106 /uL
10,4 g/dL
34 %
462 x 103 /uL

NIlai Rujukan
4-10 x 103 /uL
4-6 x 106 /uL
12-16 gr/dL
37-46 %
150-400 x 103

Koagulasi

PT

/uL
10-14 detik

Kimia

APTT
GDS

28,4
173

22-30 detik
140

darah
Fungsi

Ureum

24

10-50
3

Ginjal
Creatinin
Fungsi Hati SGOT
SGPT
Albumin
Urinalisa
Protein
Keton

0,89
17
9
2,9
+++/300
Negatif

P (<1,1)
<38 U/L
<41 U/L
3,5-5 gr/dl
Negatif
Negatif

V. DIAGNOSA
Gravida 1 partus 0 abortus 0 gravid 33 - 34 Minggu Inpartu Kala 1 Fase Laten
+ Eklampsia Partuirentum
VI.PENATALAKSANAAN
-

Lanjutkan

infuse MgSO4 maintenance dose : 6 gram dalam larutan

Ringer Laktat tiap 6 jam sampai 24 jam postpartum.


Nifedipin 10 mg per oral
Cito SSTP

PEMBAHASAN
Dari anamnesis, rujukan dari RS Pangkep dengan diagnosis G1P0A0
gravid preterm dengan eklampsia. Riwayat kejang di rumah 2 kali, di RS Pangkep
1 kali.Riwayat sakit kepala ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Pandangan kabur ada
saat ini. Riwayat ANC di Puskesmas > 4 kali. Injeksi Toksoid tetanus 2 kali.
Riwayat hipertensi selama hamil tidak ada. Riwayat operasi tidak ada. Riwayat
diabetes mellitus, asma dan alergi disangkal. Riwayat menggunakan kontrasepsi
tidak ada. Riwayat pemberian terapi di RS Pangkep infus MgSO4 bolus 10 cc
pukul 16.25 WITA dilanjutkan dengan MgSO415 cc dalam ringer laktat 500 cc.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah , compos mentis
(E4 V5 M6). Tekanan darah 180/110 mmHg, takikardi 98 x/menit, takipnea
respirasi 32 x/menit
Dari pemeriksaan luar, didapatkan TFU 29 cm, LP 89 cm sehingga TBJ 2581
gram. Situs memanjang pada pemeriksaan Leopold I teraba ballotement (+) pada

bagian bawah, punggung terletak di bagian kiri, penurunan kepala 4/5. DJJ
140x/menit, His 2x10 (10-15) Gerakan anak (+) dirasakan ibu, anak kesan
tunggal. Dari pemeriksaan dalam vagina ditemukaan pembukaan 2 cm penurunan
kepala Hodge I, terdapat pelepasan lendir dan darah.
Dari pemerikasaan penunjang USG didapatkan Gravid tunggal hidup,
presentasi kepala. Punggung kanan, placenta di fundus grade II, sesuai usia
kehamilan 33 minggu. EFW : 2600 gram, cairan amnion kesan kurang.
Dari pemeriksaan laboraturim ditemukan leukositosis, anemia, trombositopenia
hipoalbuminemia dan proteinuria +++.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka pasien
didiagnosis gravida 1 partus 0 abortus 0 gravid 33 - 34 Minggu Inpartu Kala 1
Fase Laten + Eklampsia Partuirentum
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini, diberikan perawatan Lanjutkan
infuse MgSO4 maintenance dose : 6 gram dalam larutan Ringer Laktat tiap 6 jam
sampai 24 jam post partum . Nifedipin 10 mg per oral serta terminasi kehamilan
dengan Cito SSTP
EKLAMPSIA PARTUIRENTUM
A. PENDAHULUAN
Kelaianan

hipertensi

pada

keamilan

termasuk

preeclampsia

dan

komplikasi eklampsia merupakan penyulit lebih dari 10% kehamilan diseluruh


dunia(1). Diantara semua kelainan hipertensi yang dapat menyebabkan
komplikasi kehamilan , preeclampsia dan eklampsia adalah penyebab utama
kematian dan kecacatan maternal dan perinatal (2)
Eklampsia ditandai dengan adanya satu atau lebih kejang pada
preeclampsia. Preeklampsia adalah hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan
lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria
( >0.3 g dalam 24 jam) edema dan dapat menyerang organ lain (3)
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working

Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya


hipertensi disertai dengan proteinuria pada kehamilan lebih dari 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap
sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeclampsia. (1)
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan diastolik

90 mmHg. Wanita dengan peningkatan

tekanan sistolik 30 mmHg atau 15 mmhg diastolic harus diperhatikan lebih.


Kejang eklamptik dapat terjadi pada beberapa wanita dengan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg. (4)
Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah 300 mg/dl
dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah Tekanan
diastolik 100 mmHg pada dua kali pengukuran dan significant proteinuria
dengan minimal dua tanda atau gejala eklampsia iminen akan dimasukkan
dalam criteria preeclampsia berat , walaupun harus diingat beberapa wanita
dengan eklampsia tidak menunjukkan gejala prodormal (1,2)

Varian penting dari preeclampsia berat yaitu

HELLP syndrome

(haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet count). Setiap tenaga
kesehatan yang menggunakan protocol penanganan eklampsia harus tetap
memonitor tekanan darah dalam penggunaan magnesium sulfat sebagai terapi
awal dan agen antihipertensi sebagai terapi lanjutan.

(1,2)

B. DEFINISI
Onset kejang pada wanita dengan preeclampsia yang tidak dapat dihubungkan
dengan penyebab lain disebut eklampsia. Eklampsia merupakan keadaan dimana
ditemukan serangan kejang tiba-tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita
hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia
sebelumnya. Kejang disini

bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh

kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti

halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia


timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain (1)
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia
partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan
saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan
semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia
terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi
kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum. (1,4)
C. EPIDEMIOLOGI
Insidens eklampsia telah berkurang beberapa tahun terkahir oleh karena
eklampsia dapat dicegah dengan ante natal care yang adekuta. Pada negara
berkembang, insidens rata-rata 1 dalam 2000 kelahiran. Pada Laporan Statistik
Nasional USA tahun 1998 diperkirakan 1 dari 3250 kelahiran.

(3)

Di United

Kingdom, diperkirakan terjadi pada 1 dalam 2000 kelahiran. Akkawi tahun 2009
melaporkan 1 dalam 2500 di Dublin. Andersgaard tahun 2006 melaporkan 1 per
2000 untuk Scandinavia, sementara Zwart tahun 2008 melaporkan 1 per 1600 di
Belanda.(4)
Eklampsia termasuk dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia.
Menurut laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan
sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi
perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus
lama (5%) dan abortus (1%). Penyebab lain lain (32%) cukup besar, termasuk di
dalamnya penyebab penyakit non obstetrik. (5)
D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk
mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga

kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut

preeklampsia

dan

eklampsia sebagai the disease of theory.


Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
1) Genetik
Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan dalam
patogenesis preeklampsia dan eklampsia. Telah dilaporkan adanya peningkatan
angka kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita preeklampsia preeklampsia dan eklampsia. (4)
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian preeklampsia
dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigene (HLA) pada
penderita preeklampsia. Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara
histokompatibilitas antigen HLA-DR4 dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu
dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi
terhadap perkembangan preeklampsia

eklampsia

dan

intra uterin growth

restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain


menyatakan kemungkinan reeklampsia

eklampsia berhubungan dengan gen

resesif tunggal. (4)


Meningkatnya prevalensi preeklampsia eklampsia pada anak perempuan yang
lahir dari ibu yang menderita preeklampsia eklampsia mengindikasikan adanya
pengaruh genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik
nampaknya berperan pada preeklampsia eklampsia tetapi manifestasinya pada
penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan .(4)

Tabel 1. Gen yang telah diteliti dan hubungannya dengan preeclampsia (4)
2) Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan
miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi
arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada
tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri
dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa
ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction.(4)
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih
dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap
pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta
perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh
darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang
memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan. .(4)
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel -sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang mengalami
invasi , terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap
kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-elastis yang reaktif yang berarti
masih terdapat resistensi vaskuler. .(4)

..

Gambar 1. Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi dan preeklampsia.


Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan normotensi. (4)
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke
plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada plasenta. .(4)
Pada preeklampsia, adanya daerah

pada arteri spiralis yang memiliki

resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri


spiralis pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah
intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat
menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi. .(4)

Gambar 2 . Atheriosis pada pembuluh darah placenta.(4)

10

3) Prostasiklin-tromboksan
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasikan di sel endotel
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis oleh
enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP intraselular pada
sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi
trombosit.Tromboksan A2

dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam

arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek


vasikonstriktor dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2
mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah.(4)

Gambar 3. Mekanisme pembentukan Tromboksan A2 dan Prostasiklin.


Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,
plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi
prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio
tromboksan A2 : prostasiklin. .(4)
Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan
menurunnya

produksi

prostasiklin

karena

endotel

merupakan

tempat

pembentuknya prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai


kompensasi

tubuh

terhadap

kerusakan

endotel

tersebut.

Preeklampsia

berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi


11

hemostasis. Perubahan aktivitas tromboksan memegang

peranan sentral pada

proses ini di mana hal ini sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
tromboksan dan prostasiklin. .(4)
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan fibrinolisis
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyababkan
pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel. .(4)
4) Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis
sebagai penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang
normotensi yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel
endotel ditemukan pada 50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada
kontrol hanya terdapat 15%.Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi
yang dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi
sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan IL-1),
enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua. (4)
Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF- akan merubah
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-oksigen yang selanjutkan
akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan. (4)

12

Gambar 4. Maladaptasi imunologis


Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan
kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan pembentukan
lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel
endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel
vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasiklin dan tromboksan di
mana terjadi peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi
prostasiklin dari endotel vaskuler. (4)
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag
lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria). (4)
Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditunjukan untuk
mencegah terjadinya overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh radikal
bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk dari
radikal bebas diantaranya vitamin E (-tokoferol), vitamin C dan -caroten.
Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan perusakan sel akibat pengaruh
radikal bebas pada preeclampsia(4)

Gambar 5. Mekanisme Penyakit Preeklampsia


Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan

13

fokus perdarahan di korteks otak Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada
pusat motorik di daerah lobus frontalis.Beberapa mekanisme yang diduga sebagai
etiologi kejang adalah sebagai berikut :
a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral
c) Infark serebral
d) Vasospasme serebral
e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler.
f) Koagulopati intravaskuler serebral
g) Ensefalopati hipertensi

E. FAKTOR RESIKO
Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko
preeklampsia dan eklampsia dan mengontrolnya, sehingga memungkinkan
dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada beberapa
fakto risiko preeklampsia, yaitu :
1) Usia

14

Peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia hampir dua kali lipat pada
wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara maupun multipara.
Usia muda tidak meningkatkan risiko secara bermakna.

Robillard dkk

melaporkan bahwa risiko preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan kedua


meningkat dengan peningkatan usia ibu.Choudhary P dalam penelitiannya
menemukan bahwa eklampsia lebih banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan
usia kurang dari 19 tahun (1)
2) Nulipara
Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara. Duckitt
melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (1)
3) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor
risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendar terhadap sperma. (1)
4) Jarak antar kehamilan
Studi melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa
wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
memiliki

risiko

preeklampsia

dan

eklampsia

hampir

sama

dengan

nulipara.Resiko preeklampsia dan eklampsia semakin meningkat sesuai


dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1)
5) Riwayat preeklampsia eklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat hingga tujuh kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia dan eklampsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dinin dan dampak perinatal yang buruk. (1)
6) Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
Riwayat preeklampsia dan eklampsia pada keluarga juga meningkatkan
risiko hampir tiga kali lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu
meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat. (1)
7) Kehamilan multifetus

15

Studi melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar


meningkatkan risiko preeklampsia hampir tiga kali lipat. Analisa lebih lanjut
menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal lipat
dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan
ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia
dibandingkan kehamilan normal.Selain itu, wanita dengan kehamilan
multifetus dan kelainan hipertensi saat hamil memiliki luaran neonatal yang
lebih buruk daripada kehamilan monofetus. (1)
8) Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oossit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer
penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek
protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan
adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor sperma
dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta
makin mengecilkan kemungkinan terjadinya preeklampsia pada wanita hamil
dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama. (1)
Walaupun

preeklampsia

dipertimbangkan

sebagai

penyakit

pada

kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan


berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami

preeklampsia.

Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila berganti pasangan.


Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan risiko preeklamspia sebanyak
dua kali pada wanita dengan pasangan yang pernah memiliki isteri dengan
riwayat preeklampsia. (1)
9) Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir empat kali lipat bila
diabetes terjadi sebelum hamil.Anna dkk juga menyebutkan bahwa diabetres
melitus dan hipertensi keduanya berasosiasi kuat dengan indeks masa tubuh
dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko eklampsia di United
State. (1)
10) Penyakit ginjal

16

Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia meningkat


sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal. (1)
11) Sindrom antifosfolipid
Dari dua studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt menunjukkan
adanya antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus
atau keduanya) meningkatkan risiko preeclampsia hampir 10 kali lipat. (1)
12) Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% dan hampir setengahnya
adalah preeklampsia onset dini (<34 minggu) dengan keluaran maternal dan
perinatal yang lebih buruk. (1)
13) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama
kali Antenatal Care (ANC)
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar
dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan
resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas
meningkatkan resiko preeklampsia sebanyak 2,47 kali lipat,sedangkan wanita
dengan IMT sebelum hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki
risiko preeklampsia empat kali lipat. (1)
Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan
pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada
kehamilan di populasi wanita yang kurus (IMT< 19,8) adalah 2,6%
dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk (IMT> 29,0). (1)
14) Frekuensi ANC
Pal A dkk menyebutkan bahwa eklampsia banyak terjadi pada ibu yang
kurang mendapatkan pelayanan ANC yaitu sebesar 6,14% dibandingkan
dengan yang mendapatkan ANC sebesar 1,97%. Studi case control di Kendal
menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu terbesar (51,8%) adalah
perdarahan dan eklampsia. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat dicegah
dengan pelayanan antenatal yang memadai atau pelayanan berkualitas dengan
standar pelayanan yang telah ditetapkan. (1)

17

F. DIAGNOSIS
Seluruh kejang eklampsia

didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia

dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan preeclampsia berat bila
ada satu atau lebih tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau

lebih pada dua kali pengukuran. Tekanan diastolic merupakan

indicator hipertensi yang signifikaan dibandingkan sistolik. Tekanan


diatolik mengukur resistensi perifer dan tidak berubah sebanyak sistolik
pada wanita yang mengalami perubahan emosi. Pengukuran diambil 4 jam
atau lebih pada tekanan darah diastolic > 90 mmHg lalu didiagnosis
hipertensi. Akan tetapi pada preeclampsia berat interval pengukuran
dipersingkat jika tekanan darah diastolic > 110mmHg (9)
2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif. Urin yang diperiksa harus bersih, urin pancaran tengah diambil
untuk mencegah kontaminasi dengan secret vagina. Dapat diperiksa
dengan dipstick atau dengan asam asetat 2%. (9)
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.(1)
Sedangkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat diperiksa untuk
deteksi preeklampsia berat yaitu :
1. PLGF sebuah protein dimer yang disekresi plasenta yang aktivitasnya
sama dengan VEGF memiliki fungsi sbagai pengukur sitotrofoblas dan sel
endotel plasenta. Pada preeclampsia PLGF menurun (1,7)
2. PP13 sebagai protein plasenta berfungsi dalam pertumbuhan sel dan
konstruksi lingkungan mikro placenta. Pada preeclampsia protein PP13
juga menurun (1,7)
3. B hCG yang dihasilkan sinsitotrofoblas menunjungkan peningkatan
sebelum serangan preeclampsia (7)
4. IL-8 mempengaruhi kehamilan dimana berperan dalam pembentukan
plasenta pada trimester pertama dan mengarah pada kelainan kehamilan
jika serumnya berubah pada trimester dua dan ketiga seperti pada abortus

18

dan persalinan premature. IL-8 meningkat ekspresinya pada preeclampsia


dan semakin meningkat jika preeclampsia memberat. (7)
Eklampsia didahului dengan berbagai tanda dan gejala yang luas. Mulai
dari hipertensi berat maupun ringan, proteinuri massif ataupun tanpa proteinuria,
dan edema berat maupun tanpa edema.Bebarapa gejala klinis sangat membantu
dalam prediksi impending eklampsia seperti sakit kepala regio frontal atau
occipital yang persisten, pandangan kabur, fotofobia, nyeri epigastrium atau perut
kanan atas maupun perubahan status mental.

(1)

Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya


preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia. Menurut
Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala
sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap,
perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri
epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50% pe nderita yang mengalami
gejala ini. Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia adaah sakit
kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-30%), nyeri
epigastrium (20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental sementara (510%). (5)
Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat
kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh,
fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang
akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami
kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. (5)
Keadaan

ini

kadang-kadang

begitu

hebatnya

sehingga

dapat

mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah
penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat
berlangsung sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi
semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak bergerak. (5)

19

Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Selama


beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti napas, namun kemudian
penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya pernapasan kembali normal.
Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti
dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai
kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus. Setelah kejang
berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah
kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita
biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. (5)
Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung lama,
bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya.
Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti
dengan koma yang lama bahkan kematian. (5)
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan
dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai
asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan
sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabla hal
tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat(5)
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria.
Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal
perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu
beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan apabila keadaan hipertensi
menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler
kronis. (5)

20

Tabel. 2 Penilaian Klinik Eklampsia(10)


G. DIAGNOSIS BANDING
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan pula kemungkinan kejang akibat
penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi pentin,
misalnya perdrahan otak, hipertensi, lesi otak, kalinan metabolic, meningitis,
epilepsy iatrogenic. Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia.(5)
Encephalitis, meningitis, cerebral tumor, cysticercosis,dan rupture aneurisma
cerebral selama kehamilan dan masa nifas dapat menstimulasi eklampsia. Sampai
penyebab lain ini dapat disingkirkan bagaimananpun semua wanita hamil dengan
kejang harus dipikirkan ke arah eklampsia. (4)

21

Tabel 3. Penilaian Klinik Diagnosis banding Eklampsia (10)


H. TERAPI
Perawatan dsar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang selalu harus diingat Airway, breathing, Circulation (ABC) mengatasi
dan mencegah kejang, megatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma
waktu kejang, megendalikan tekanan darah dan melahirkan janin pada waktu yang
tepat
1) Magnesium sulfat
Pada kasus preeclampsia berat maupun eklampsia, magnesium sulfat
parenteral merupakan antikonvulsan yang efektif untuk mencegah depresi sistem
saraf pusat ibu maupun janin. Dapat diberikan secara intravena maupun
intramuscular. Dosis pada preeclampsia berat dan eklampsia sama. Selama masa
partus dan postpartum merupakan masa berkembangnya kejang, maka pemberian
magnesium sulfat diberikan sampai 24 jam post partum..

(1)

Magnesium sulfate

tidak dapat diberikan untuk terapi hipertensi. Ibu berhenti kejang setelah
pemberian dosis awal 4 gram dan dapat berorientasi waktu dan tempat. (4)

22

Dosis magnesium Sulfat


- Infus Intravena Kontinyu
1. Beri 4-6-gram loading dose diencerkan dalan 100 mL cairan intravena selama
1520 menit
2. Mulai 2 g/jam dalam 100 mLinfus maintenance intravena. Beberapa
merekomendasikan 1 g/jam
3. Monitor toksisitas Magnesium:
a. Periksa reflex tendon dalam secara periodic
b. Ukur level magnesium serum pada 4-6 jam dan pertahankan infuse pada level
maintenance diantara 4 dan 7 meq/L (4.8 - 8.4 mg/dL)
c. Ukur serum magnesium level jika kreatinin serum > 1.0 mg/dL
4. Magnesium sulfate dihentikan 24 jam post partum. (4)
- Injeksi Intramuscular Intermitten
1. Beri 4 gram magnesium sulfate (MgSO4 7H 2O USP) sebagai larutan 20 %
intravena pada kecepatan tidak melebihi 1 gr/menit.
2. Lanjutkan dengan 10 g 50% magnesium sulfate solution, setengahnya (5 g)
diinjeksi pada kuadran atas luar bokong menggunakan jarum 20G.
(Penambahan 1 ml lidokain 2 % meminimalkan ketidaknyamanan). (4)
Jika kejang berlanjut setelah 15 menit, berikan 2 gr magnesium sulfat intravena
sebagai 2% solution dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Jika wanita
besar, 4 gr dapat diberikan perlahan
3. Setiap 4 jam beri 5 gram 50% solution magnesium sulfate diinjeksi pada
kuadran atas lateral bokong yang lainnya. Pastikan
a. Ada reflex patella,
b. Tidak ada depresi napas
c. Urine output dalam 4 jam terukur 100 mL
4. Magnesium sulfate dihentikan 24 jam postpartum. (1,4)
Pemberian barbiturate intravena seperti amobarbital atau thiopental
diberikan secara perlahan. Midazolam atau lorazepam dapat diberikan dalam dosis
kecil tunggal karena penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan angka
mortalitas. (4)

23

Magnesium adalah antikonvulsan dan neuroprotektor pada model


penelitian. Mekanismenya yaitu ;
(1) menurunkan pelepasan neurotransmitter glutamate di presinaps
(2) blockade glutamatergic N-methyl-D-aspartate(NMDA) receptor,
(3) Potensiasi aksi adenosine
(4) Meningkatkan buffering kalsium mitokondria
(5) Blokade masuknya kalsium lewat kanal kalsium (4)
Oleh karena kejang hippocampus dapat diblok oleh magnesium,. Hal ini
juga berefek reseptor NMDA pada kejang eklampsik . Penelitian ini
mengkonfirmasi bahwa magnesium memiliki efek antikonvulsan sentral. (4)
Secara parenteral magnesium dibersihkan melalui ekskrsi di ginjal dan
intoksikasi magnesium jarang terjadi jika laju filtrasi glomerulus baik atau sedikit
menurun.Reflex patella menghilang ketika level magnesium plasma mencapai
reaches 10 -12 meq/L tanda ini menandakan adanya intoksikasi magnesium.
Ketika level meningkat diatas10 meq/L, pernapasan menjadi lemah dan pada12
meq/L atau lebih terjadi paralisis napas dan diikuti dengan henti napas. Terapi
dengan calcium glukonas atau kalsium klorida 1 gram intravena, akan mengurangi
efek magnesium sulfat. Sehingga salah satu agen antidotum ini harus tersedia. (4,8)
2) Hypotensivetherapy
Batas tekanan darah pemberian antihipertensi masih banyak pendapat yang
berbeda, di Indonesia diberikan jika tekanan sistolik > 180 dan /atau diastolic
>110 mmHg.Tekanan darah diturunkan secara bertahap yaitu 25% dari tekanan
sistolik dan diturunkan mencapai <169/105 atau MAP <125. (4)
Di Amerika pengobatan hipertensi diberikan Hydralazine,5 mg selama 15
menit dan diulangi sampai dosis maksimum 20 mg merupakan hipotensi agen
utama.

Selain itu, infuse labetolol merupakan pilihan kedua. Metildopa dan

labetolol telah terbukti aman untuk pemberian jangka panjang (4)


Di Indonesia sendiri diberikan Nifedipin dosis awal 10-20mg diulangi 30
menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh
diberikan sublingual karena efeknya sangat cepat , sehingga hanya diberikan per
oral. Pemberian ACE inhibitor dan ARB harus

dikontraindikasikan karena

24

berefek samping pada janin. Diuretik secara relative dikontraindikasikan untuk


hipertensi dan sebaiknya pada edem paru (5)
3) Balans cairan
Cairan yang berlebihan dapat meimbulkan edema paru , sehingga balans
cairan harus dimonitor. (5)
4) Bila terjadi edema paru penderita sebaiknya dirawat di ICU karena
membutuhkan perawatan animasi dengan respirator. (5)
5) Perawatan koma
Menjaga dan mengusahakan jalan napas tetap terbuka dengan head tilt,
chin lift atau jaw thrust, yang dpat dilanjutkan dnegan pemasangan
oropharyngeal airway. Lendir maupun sisa makanan diiap secara intermitten.
Monitoring kesadaran dengan Glasglow Coma Scale. Cegah dekubitus serta
bila tidak memungkinkan , makanan dapat diberikan melalui nasogastrik tube.
(5)

6) Persalinan
Sikap terhadap kehamilan ialah semuadang umur kehamilan dan keadaan
janin. Persalinan diakhiri bila sudah , tanpa sebagaimana dengan eklampsia
harus diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi heodinamik dan metabolisme ibu.
Pada perawatan pasacsalin , bila terjadi pervaginam monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagimana lazimnya. (5)

25

26

Gambar 7. Algoritma Klinik pada pasien preeclampsia beratdan eklampsia (10)


Pada

penelitian

pemberian

betametahason

untuk

wanita

dengan

preeclampsia berat antara 26 34 minggu kehamilan dapat menurunkan frekuensi


sindrom distress napas , kematian neonates, dan perdarahan intraventrikular serta
komplikasi lain. (4,8)
.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi Maternal
1) Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk

yang menyertai

eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah :

(1)

pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat
kejang; (2) kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi
akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan. (4)
2) Otak
Pada eklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan
kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat.
Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak
cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang
adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasaotak (acute
vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi
27

setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai
akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan
kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan
dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar
umumnya prognosis pada penderita adalah baik. . (4)
3) Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan
bersamadengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
a. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
b. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh
kelainan retina maupun otak, dan akan kembali normal dalam waktu satu
minggu. . (4)
4) Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi
keadaan ini jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai
dua minggu, tetapi prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama
tidak ada kelainan mental sebelumnya. . (4)
5) Sistem hematologi
Plasma

daeah

hemokonsentrasi,

menurun,

gangguan

viskositas

pembekuan

darah

darah,

meningkat,
disseminated

intravascularcoagulation (DIC), sindroma HELLP. . (4)


6) Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat,
klirens asam urat menurun, gagal ginjal akut. . (4)
7) Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.(4)
8) Uterus
Solusio

plasenta

yang

dapat

menyebabkan

perdarahan

pascapartum. Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC. . (4)


9) Kardiovaskuler

28

Cardiac arrest,

acute decompensatio cordis, spasme vaskular

menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel


kiri naik, tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun. . (4)
10) Perubahan Metabolisme umum
Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal. . (4)
11) Perdarahan
Perdarahan antepartum

merupakan perdarahan dari uterus dan

terjadi sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena


robeknya plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal
dengan plasenta previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di
tempat lain di dalam rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio
plasenta. Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio
plasenta walaupun lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik. . (4)
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya

500ml

atau lebih darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria,
1400 ml pada histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada
histerektomi saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada
eklampsia sering didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya
hipervolemia seperti pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu
hamil pada kasus eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah
dibandingkan ibu normotensif. . (4)
12) Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,
persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak
tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan
untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh
kecelakaan.
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa
hal antara lain karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi,
perdarahan dan sindroma HELLP. . (4)

29

Komplikasi Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga
tonus otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan
vasospasme arterioli pada miometrium makin terjepit. Aliran darah
menuju retroplasenter makin berkurang sehingga dampaknya pada denyut
jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan
selanjutnya

diikuti

bradikardi.Ajasri

dkk

menyebutkan

terjadinya

komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti asfiksia neonatorum


(26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%), sepsis (4%),
ikterus (22%).. (4)
George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1%
bayi dilaporkan harus mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit
dengan indikasi prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia
neonatorum berat (skor Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis
neonatal. Angka kematian perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1
per 1000 kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6%
kematian neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia
(33,3%), sindrom distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%).. (4)
1) Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak
sesuai dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir
kurang dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu
atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya
dibawah presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco
atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan
Mc.Lean. . (4)
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus artiola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis
dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik, dipercepat dprosesnya

30

pada preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah


ke plasenta mengakibatkan gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan
dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat
janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi. . (4)

Komplikasi dismaturitas :
-

Sindrom aspirasi mekonium


Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur.
Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan
gaping dalam uterus,. Slelain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam
liquor amnion, akibatnya cairan yang mengandung mekonium masuk
kedalam paru janin karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan

menderita gangguan pernapasan. . (4)


Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. . (4)

Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut
menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan karena faktor
ibu yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus. Gangguan aliran
darah ke uterus menyebabkan berkurangnya asupan oksigen ke plasenta
dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat dilakukan dengan Apgar skor.
(4)

Penyakit membran hialin


Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm,
disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini
terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu. . (4)
31

Hiperbilirubinema
2) Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia
karena terjadi kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
yang meningkat. . (4)

3) Sindroma Distress Respirasi


Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada
bayi yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,140,8%. Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah
hipovolemk, asfiksia, dan aspirasi mekonium. . (4)
4) Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit
sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor -faktor yang
abnormal ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
trombositopenia

juga

mempunyai

jumlah

trombosit

kurang

dari

150.000/mm pada waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjaadi
normal. . (4)
5) Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih
besar atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru
lahir dari ibu eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini
dapat terjadi

depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal

sehingga memerlukan pernapasan buatan. . (4)


6) Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama
dengan sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya
tidak jelas, mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta
janin. . (4)
7) Kematian Perinatal
32

Kematian perinatal terjadi karena asfiksia neonatorum berat, trauma


saat kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan
bayi meninggal intrauterin. . (4)

J. PENCEGAHAN
Berbagai strategi digunakan untuk mencegah atau memodifikasi perburukan
preeclampsia. Secara umum, belum ada yang terbukti secara klinis efektif
1. Manipulasi Diet
- Diet rendah garam
Salah satu penelitian wal untuk mencegah preeclampsia yaitu retriksi
garam di thaun 1937. Akan tetapi, penelitian terbaru di 1998 menunjukkan
-

retriksi sodium tidak efektif mencegah preeclampsia pada 361 wanita. (4)
Suplemen calcium
Penelitian di USA tahun 1980 menunjukkan wanita dengan intake calcium
rendah meningkatkan resiko hipertensi gestasional. Pada penelitian tahun
1997 pada wnita nullipara menunjukkan pemberian calcium tidak member

efek yang bermakna. (4)


Suplemen minyak ikan
Asam amino kardioprotektif ditemukan pada beberapa ikan berlemak yang
mengandung EPA (eicosapentaenoic acid) dan ALA (alpha linoleic acid)
yang dapat mencegah atherogenesis yang diperantarai inflamasi.
Sayangnya, pada banyak penelitian belum menunjukkan hasil yang

bermakna. (4)
2. Anti hipertensi
Ditemukan bahwa wanita yang diberikan diuretic menurunkan insidens
edema dan hipertensi, tetapi tidak untuk preeclampsia. Penelitian pada
wanita dengan hipertensi kronik yang diberikan antihipertensi yang
bervariasi juga gagal menunjukkan penurunan kejadian superimposed
preeclampsia. (4)
3. Antioksidan

33

Antioksidan alami yang dijumpai yakni vitamin C dan E kemungkinan


menurunkan oksidasi. Wanita dengan preeclampsia ditemukan memiliki
level plasma vitamin C dan E yang rendah. Akan tetapi pada berbagai
penelitian, belum ada yang menunjukkan pengurangan preeclampsia pada
wanita yang diberi antioksidan dibandingkan pemberian placebo. (4)
4. Anti trombotik
- Aspirin dosis rendah
Pada dosis oral 50-150 mg sehari aspirin efektif menghambat biosintesis
platelet tromboksan A2 degan efek minimal pada produksi prostasiklin.
Namun hanya dijumpai manfaat klinis yang terbatas pada penelitian. Oleh
karena itu, dapat dipertimbangkan pemberian aspirin dosis rendah pada
-

wanita tertentu. (4)


Aspirin dosis rendah plus heparin
Tingginya prevalensi lesi trombotik plasenta, banyak dilakukan penelitian
untuk mengobservasi pemberian heparin. Dilaporkan hasil kemailan lebih
baik pada wanita yang diberikan heparin molekul rendah ditambah aspirin
dibandingkan wani yang hanya diberikaan aspirin dosis rendah. Pada saat
ini, tidak mungkin member rekomendasi hanya dari data obsevasional ini
saja. (4)

K. PROGNOSIS
Sekitar 25 % wanita dengan eklampsia akan mengalami hipertensi pada
kehamilan berikutnya. 5% wanita dengan hipertensi dapat berkembang menjadi
preeclampsia berta. Sekita 2% wanita dengan eklampsia berkembang menjadi
eklampsia kembali pada kehamilan berikutnya. Prognosis janin pada penderita
eklampsia tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase
neonatal karena memang kondisi bayi sangat inferior. (5)
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia.
Kriteria Eden antara lain:
1. Koma yang lama (prolonged coma)
2. Nadi diatas 120 kali per menit
3. Suhu 39,4C atau lebih
4. Tekanan darah di atas 200 mmhg
34

5. Konvulsi lebih dari 10 kali


6. Proteinuria 10 g atau lebih
7. Tidak ada edema, edema menghilang (6)
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih
buruk. (6)
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita
eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan
yang tepat dan cepat. (5)

35

DAFTAR PUSTAKA
(1) The American College of Obstetricans and Gynecologist.

2013.

Hypertension in Pregnancy. p.1,17-24,40-1 . Washington DC : Women


Health Care Physicians.
(2) WHO. 2010. p.1, WHO Recommendations For Prevention And Treatment
Of Pre-Eclampsia And Eclampsia
(3) Guideline 10. March 2006. p.1 Royal College of Obstetricians and
Gynaecologist
(4) Cunningham, Gary, et all. 2010. Williams Obstetric. p.706 -49. McGrawHill
(5) Prawodiharjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. P 550-553. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
(6) Girija Wagh, Eclampsia Management : Our Experience .p.63-70 Ulusal
Perinatoloji Kongresi 13-16 Nisan 2011, Istanbul
(7) Liu, Weilang et all. 2016. Value of Combined Detection of Middle and
Late Gestation Serum Markers Placental Growth Factor, Placental
Protein 13, B-Human Chorionic Gonadotophin and Interleukin-18 in
Diagnosis of Preeclampsia. It J Clin Exp Pathol 2016:9(1):146-152
(8) Society for Maternal-Fetal Medicine. Evaluation and Management of
Severe Preeclampsia Before 34 Weeks Gestation. 2011 Published by
Mosby, Inc.doi: 10.1016/j.ajog.2011.07.01
(9) World Health organization.2008. Managing Eclampsia.p17-20;25;3744;67-9
(10) Buku Acuan Pelatihan Klinik

Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar.

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. Hal 5-4-10

36

Anda mungkin juga menyukai