Pebimbing:
Genetik
hypothesiz Iskemik
Imunologis
plasenta
Prostasiklin-
tromboksan
Komplikasi
• Maternal; edema paru dan koma akibat edema
otak, kebutaan akibat ablasio retina atau iskemik
lobus oksipital, gangguan hematologi berupa
HELLP sindrom atau DIC, GGA, gangguan
hepar berupa nekrosis periportal, gangguan
uterus berupa sousio plasenta
1. Terapi suportif
Stabilisasi fungsi vital ; Airway, Breathing, Circulation (ABC)
2. Medikamentosa
• MgSO4 4-6 gram intravenous loading dose diencerkan dalam 1;1 cairan
aqubides bolus pelan selama 15 sampai 20 menit. Dosis maintanance
yaitu 1 gram/ jam. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila
setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan jenis
obat lain seperti amobarbital /thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan.
• Nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral
dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan
tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan
kurang dari 90 mmHg.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : Ny. Irawati
• Umur : 23 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Silih Nara, Aceh Tengah
• Pekerjaan : ex Mahasiswa
• No. CM : 166862
LAPORAN KASUS
Anamnesis
• Kejang disertai penurunan kesadaran sejak ± 1 jam SMRS. Kejang seluruh tubuh,
mata mendelik keatas dan mulut kaku.
• Sebelum kejang pasien mengeluhkan nyeri kepala yang hebat dan mual muntah
selama 4 jam. Kaki bengkak ada sejak usia kehamilan 5 bulan.
• Selama hamil kurang dari 5 bulan pasien tidak pernah kontrol kehamilan ke
petugas kesehatan karena pasien mengaku tidak pernah mengeluhkan apapun.
Hamil 5 bulan pasien kontrol ke dr.SpOG, hasil USG dikatakan janin baik, pasien
kontrol ke dr. SpOG sebanyak 3 kali. Pasien mengaku hamil pertama. Hari
pertama haid terakhir tanggal tidak ingat bulan Agustus 2017. Taksiran tanggal
persalinan Mei 2018. Usia kehamilan 28-29 minggu.
• Riwayat keluhan mules- mules tidak ada, riwayat lendir bercampur darah tidak
ada, riwayat keluar air-air juga tidak ada. Gerakan janin dikatakan masih aktif.
LAPORAN KASUS
Protein urin : +4
Tanggal 23-3-18
– Diagnosis Awal
Eklampsia pada G1P0A0 usia kehamilan
28-29 minggu JPKTH
– Diagnosa Pasca SC
Post sectio saecaria atas indikasi
eklampsia gravidarum dengan partial
HELLP syndrome
PENATALAKSANAAN
Kasus Teori
Kejang disertai penurunan Eklampsia merupakan keadaan
kesadaran sejak ± 1 jam SMRS. serangan kejang tiba tiba yang
Kejang seluruh tubuh, mata dapat disusul dengan koma pada
mendelik keatas dan mulut kaku. wanita hamil, persalinan atau masa
Sebelum kejang pasien nifas. Pada umumnya serangan
mengeluhkan nyeri kepala yang kejang didahului dengan
hebat dan mual muntah selama 4 memburuknya preeklampsia dan
jam. Kaki bengkak sejak usia terjadinya gejala-gejala nyeri
kehamilan 5 bulan. kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual muntah, nyeri di
daerah epigastrium, dan
hiperfleksia
Kasus Teori
Pasien mengaku hamil eklampsia dapat terjadi
pertama. Hari pertama haid selama kehamilan
terakhir tanggal tidak ingat (antepartum), pada saat
bulan Agustus 2017. proses persalinan
Taksiran tanggal persalinan (intrapartum), dan setelah
Mei 2018. Usia kehamilan melahirkan (postpartum).
28-29 minggu Tetapi eklampsia paling
sering terjadi pada
trimester terakhir dan
semakin meningkat saat
mendekati kelahiran.
Trombositopenia pada
pasien eklampsia
merupakan salah satu
kriteria dari HELLP
Trombositopenia Syndrome. HELLP
dengan kadar Sindrome merupakan
trombosit 116.103 sebutan dari 3 tanda
dari gangguan yaitu
/ mm3 hemolisis, elevasi
enzim liver, dan low
platelet
HELLP Syndrome kriteria
Tennessee
1. Partial jika dijumpai trombositopenia tanpa hemolisis
dan gangguan hati (LP), atau peningkatan enzim hati
tanpa hemolisi dan trombositopenia (EL), atau
hemolisis dan peningkatan enzim hati tanpa
trombositopenia (HEL), atau peningkatan enzim hati
dan trombositopenia tanpa hemolisis (ELLP).
2. Komplit jika didapatkan hemolisis (LDH ≥ 600 IU/L atau
bilirubin ≥ 1,2 mg/dL) disertai dengan trombositopenia
≤100,000/µL dan AST ≥70 IU/L.
Kasus Teori
• Tujuan untuk mencegah
Tatalaksana: kejang, serta mengurangi
Pemberian loading MgSO4 4 gr morbiditas dan mortalitas
selama 10 menit, dilanjutkan drip maternal serta perinatal.
MgSO4 10 g/ 10 jam 16 gtt/i MgSO4 4-6 gram intravenous
loading dose. Dosis
maintanance yaitu 1 gram/
jam. Dosis tambahan 2 gram
hanya diberikan 1 kali saja.
Bila setelah diberi dosis
tambahan masih tetap kejang
maka diberikan jenis obat lain
seperti amobarbital /thiopental
3-5 mg/kgBB/IV perlahan-
lahan
• Cara kerja magnesium sulfat adalah vasodilatasi dengan
relaksasi otot polos, termasuk pembuluh darah perifer
dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,
magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi
dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di
otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang
mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang
Kasus Teori
• Penggunaan oksitosin betujuan
Tatalaksana: untuk mencegah terjadinya
PPH
• Oksitosin 20 iu dalam 500 cc
RL 20 gtt/i. • Pemberian OAH kombinasi
nifedipin 10 mg dan metidopa
• kombinasi OAH metildopa 500 mg dijumpai peunurunan
3x250 mg, dan nifedipin 10 mg tekanan darah sekitar 20
tirasi mmHg baik sistolik maupun
diastolik atau dengan target
tekanan darah yang ingin
dicapai yaitu TDS < 140 mmHg
dan TDD < 90 mmHg. Target
TD akan tercapai setelah
pemberian beberapa kali
kombinasi secara bertahap
Metildopa merupakan agonis α adrenergik yang
menghambat vsokonstriktor melalui mekanisme sentral
dengan mengurangi pengeluaran katekolamin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik tanpa
menurunkan kardiak output.
Nefidipin termasuk dalam golongan kalsium channel
blocker yang menghambat masuknya ion kalsium
kedalam otot polos pembuluh darah sehingga
mengakibatkan vasodiladasi arteri.
Kasus Teori
Kortikosteroid dapat diberikan
Hari rawatan ketiga dan antepartum atau postpartum
keempat, pasien diberikan pada pasien HELLP.
kortikosteroid berupa Kortikosteroid dapat mengubah
dexamethason intravena 2 tingkat kerusakan di endotel
ampul ( 10 mg) tiap 12 jam pada intravaskular dan mencegah
hari ketiga dan 1 ampul (5 mg) terjadinya kematian hapatosit
tiap 12 jam pada hari keempat dan aktivasi platelet. Dosis 10
mg dexametason IV tiap 12 jam
kemudian diikuti 5 mg IV
setiap 12 jam
Kasus Teori
Kehamilan diakhiri bila sudah
terjadi stabilisasi (pemulihan)
Pasien kasus kehamilan diakhiri hemodinamik dan metabolisme
dengan tindakan sectio cecaria, ibu. Tindakan seksio sesar
mengingat pasien dalam dilakukan pada keadaan:
keadaan belum inpartu
• Penderita belum inpartu
• Fase laten
• Gawat janin
• Tindakan seksio sesar
dikerjakan dengan
mempertimbangkan keadaan
atau kondisi ibu.
Kesimpulan
• ♀, 23 thn keluhan kejang disertai penurunan kesadaran sejak ± 1 jam
SMRS. Kejang seluruh tubuh, mata mendelik keatas dan mulut kaku.
Sebelum kejang pasien mengeluhkan nyeri kepala yang hebat dan mual
muntah selama 4 jam. Kaki bengkak sejak uk. 5 bulan
• Riw. mules-mules (-), riwayat lendir bercampur darah (-), riwayat keluar
air-air (-). Gerakan janin dikatakan masih aktif.
• Px stat. Obs (leopold); TFU 26 cm, TBJ 2170 gr, punggung kanan, DJJ
145 dpm, presentasi kepala, divergen 5/5. pasien didapatkan TD
200/100, didapatkan edema keempat ekstremitas, hasil protuinuria +4,
lab; trombositopenia ( trombosit 116.103 / mm3)
• Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien
didiagnosa dengan eklampsia dengan partial HELLP Syndrome.
Terimakasih