Anda di halaman 1dari 2

Cerpen Singkat Rindu Merah Jambu - Otakku browsing ke masa tiga minggu lalu.

Saat pertama melihatmu. Aku terkesiap, sama sekali tak menyangka parasmu begitu
rupawan. Laksana pangeran dalam impian. Dan senyumnya menaburkan gula-gula di
hatiku. Aku merasa mulai terpedaya dengan rasa suka.
Di rumah kita berbagi cerita. Dan engkau menabur banyak benih kekaguman
di hatiku. Saat kau shalat di rumah, desah khusyu memanggil Rab sungguh
mengharu biru. Kuteriakkan dalam hatiku, Rab, seperti inilah lelaki
pujaanku!
Lembut

matamu

menatapku begitu,

memandangku.
Ben.

Daku

Kuteriakkan

malu!

Kau

pun

padamu,
tersenyum

jangan
kemudian

meminum teh botol yang kusuguhkan.


Setelah itu kita sama-sama mengandung rindu. Tapi seperti jumpa perdana,
pertemuan berikutnya susah rasanya. Kau dijerat kesibukan luar biasa.
Padahal jarak bukan masalah bagi kita. Kau tidak lagi di Perancis sana. Kau
ada di Jakarta. Dengan dua jam saja sebenarnya kita bisa bersua.
Aku rindu, smsku hari itu.
Aku juga sangat rindu padamu, jawabnya.
Jadi kapan kita dapat bertemu? tanyaku menghiba.
Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun
dalam kehidupanku. Sibuk, sibuk dan sibuk.
Jika sibuk itu adalah sebuah bantal, tentu akan kupukul agar dia tidak jadi
penghalang pertemuanku lagi. Jika sibuk itu sebuah apel akan kulumat
sampai habis, kalau perlu bijinya kutelan sekalian. Tapi sibuk itu telah
menjadi mahluk, pembatas rasa rindu kami. Jadinya kuberdoa terus agar
engkau tidak lebih mencintai mahluk bernama sibuk itu daripada diriku.
Lama-lama bosan juga melawan si sibuk itu. Kukatakan pagi itu lewat sms.
Pagi ini kusegerakan shalat, berdoa di hadapan Rabku. Rab, jika Ben itu baik
untukku maka mudahkanlah pertemuanku dengannya. Tetapi jika ia tidak
baik untukku, maka tolong jauhkan ia dariku dan gantikan dengan yang jauh
lebih baik darinya.

Seperti kebakaran jenggot Ben membalasnya panjang lebar.


Aku harap kamu mau mengerti kesibukanku. Akan kuusahakan sebisaku
bertemu. Hari Rabu, ya hari Rabu. Bagaimana, bisa tidak?
Rabu adalah hari dimana kuharus memprogram semua kegiatan belajar
murid-muridku. Rabu adalah pekerjaanku yang utama. Tapi aku tahu, rindu
memerlukan pengorbanan. Jadi kukatakan padanya, Ya, bisa saja tidak
masuk kerja. Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu?

Anda mungkin juga menyukai