Anda di halaman 1dari 14

Mini Project TB PARU

Oleh : dr. W.Radhiatul Jannah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama
menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit
ini telah dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World
Health Organization (WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO
pada tahun 2009, insiden kasus TB di dunia telah mencapai 8,99,9
juta, prevalensi mencapai 9,613,3 juta, dan angka kematian mencapai
1,11,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,450,62 juta pada
kasus TB dengan HIV positif. Data yang dilaporkan tiap tahun
menunjukkan insiden atau kasus TB baru cenderung meningkat setiap
tahun, sebagai contoh insiden pada tahun 2008 diestimasi sebesar 9,4
juta, dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006 sebelumnya yang
masing-masing sebesar 9,27 juta dan 9,24 juta.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus TB yang
terjadi di dunia, dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan.
Penyebaran kasus TB di dunia memang tidak merata dan justru 86%
dari total kasus TB global ditanggung oleh negara berkembang. Sekitar
55% dari seluruh kasus global tersebut terdapat pada negara-negara di
benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi
kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Melihat hal ini,
maka WHO telah menetapkan 22 negara yang dianggap sebagai highburden countries dalam permasalahan TB untuk mendapatkan
perhatian yang lebih intensif dalam hal penanggulangannya. Indonesia
adalah salah satu negara yang termasuk di dalamnya.
Berdasarkan tingginya angka insiden TB di setiap negara, sampai
tahun 2007 Indonesia masih menduduki peringkat ke-3 setelah India
dan Cina, disusul oleh Nigeria pada peringkat ke-4 dan Afrika Selatan
pada peringkat ke-5. Sementara berdasarkan laporan pada tahun
2008, kelima negara tersebut masih tetap masuk dalam daftar lima
besar negara dengan kasus TB baru terbanyak tetapi dengan urutan
yang berubah dimana Indonesia menduduki peringkat ke-5 dengan
insiden yang mengalami penurunan dari sekitar 528-ribu di tahun 2007
menjadi 429-ribu di tahun 2008 (grafik 1.1).

Grafik 1.1 Daftar lima besar negara dengan jumlah kasus baru TB
terbanyak.

Penurunan jumlah kasus baru TB di Indonesia untuk tahun 2007 dan


2008 sangat penting dalam mencapai angka yang lebih kecil lagi untuk
tahun-tahun selanjutnya. Indonesia dituntut untuk membuktikan
komitmennya dalam mengatasi masalah TB. Hal ini sejalan dengan
tujuan ke-6 dari millennium development goals yang telah
ditandatangani Indonesia bersama 188 negara lainnya pada
September 2000 yakni memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit
menular lainnya termasuk TB. Untuk mewujudkannya di tahun 2015,
maka ada 3 indikator penting yang perlu diperhatikan yaitu prevalensi
tuberculosis dan angka kematian penderita tuberculosis dengan sebab
apapun selama pengobatan OAT, angka penemuan penderita
tuberkulosis BTA positif baru, dan angka kesembuhan penderita
tuberkulosis.
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung
sejak lama. Sejak tahun 1909, penanggulangan penyakit Tuberculosis
dilakukan secara nasional melalui Puskesmas dengan penyediaan obat
secara gratis. Program ini dinilai kurang berhasil akibat kurangnya
kesadaran pasien untuk melakukan pengobatan secara teratur. Sedang
pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap
diduga dapat menimbulkan kekebalan ganda kuman Tuberkulosis
terhadap obat anti Tuberkulosis (Depkes, 2007).
Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam
pencegahan penyakit menular, yaitu promosi kesehatan, proteksi
khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat, pembatasan
disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka
kasus baru TB di Indonesia, maka tahapan ke-3 sangat penting guna
memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang yang sehat.
Di Sulawesi Selatan, angka penemuan kasus TB Paru tahun
2007 sebesar 39,4 % dengan angka kesembuhan 90,76%. Dan
selanjutnya tahun 2012 penemuan kasus TB Paru 52,4 % dengan
angka kesembuhan 88,87 %. Di Kabupaten Pinrang, angka kesakitan
Tuberculosis lebih tinggi dari angka perkiraan nasional. Secara kasar,
diperkirakan setiap 700.000 penduduk terdapat 1469 penderita baru
tuberkulosis dengan BTA positif. Prevalensi tuberkulosis di Kabupaten
Pinrang Tahun 2008 dilaporkan jumlah penderita tuberkulosis dengan
BTA positif 430 penderita. Hasil pencapaian program di Kabupaten
Pinrang tahun 2009 yaitu 1.259 kasus suspek terdapat 449 kasus baru
BTA positif, 7 kasus kambuh, 57 kasus baru BTA negatif, hasil roentgen
positif ekstra paru 3 dan kasus lain-lain 1 orang. Dengan demikian

perubahan perilaku pandangan masyarakat mengenai TB Paru


merupakan kunci keberhasilan pengobatan TB Paru.

1.2 Pernyataan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa
pernyataan masalah, yaitu:
1.

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru

2.

Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pengobatan TB Paru

3.

CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Lampa terbilang kurang

1.3 Tujuan
1.3.1

Tujuan Umum

Untuk merubah perilaku dan pandangan masyarakat mengenai TB Paru


di Kelurahan Tatae.

1.3.2

Tujuan Khusus

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru

Untuk menningkatkan kesadaran masyarakat untuk berobat TB


Paru

Untuk meningkatkan CDR di wilayah kerja Puskesmas Lampa

1.4 Manfaat
1.4.1

Manfaat bagi instansi (Puskesmas):

Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas untuk meningkatkan


CDR di Wilayah kerja puskesmas Lampa.
1.4.2

Manfaat bagi pasien:

Bagi pasien diharapkan dapat membuka wawasan dan pandangan


masyarakat mengenai TB Paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh basil aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau
spesies lain yang dekat seperti M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan
saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria,
tulang, persendian, bahkan kulit.1

2.1.2 Etiologi
Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis. Berikut ini adalah taksonomi dari M. tuberculosis:

Sumber: National Center for Biotechnology Information(NCBI)12


M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang
berukuran kira-kira 0,2-0,4 x 2-10 m, dan termasuk gram positif. Pada
medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen.
Identifikasi terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan
tahan asam metode ziehl-neelsen maupun tanzil, yang mana tampak
sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.13

Description: 800px-Mycobacterium_tuberculosis_ZiehlNeelsen_stain_02
Gambar 2.1 Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan
pewarnaan tahan asam13

Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup


asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida.
Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung jawab terhadap sifat
tahan-asam bakteri. Selain lipid, mycobacterium juga mengandung

beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin, dan


mengandung berbagai polisakarida.13
Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme
yang virulen sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh
manusia dapat menimbulkan penyakit. Bakteri ini terutama akan
tinggal secara intrasel dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel-sel
raksasa.13

2.1.3 Epidemiologi
TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia,
terutama di kawasan Asia dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus
global TB terdapat pada negara-negara di benua Asia, 31% di benua
Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai
negara di benua lainnya.2 Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4
juta kasus baru TB, dengan prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian
berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,52 juta pada
kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun 2007,
Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di
dunia, dan termasuk ke dalam 22 high-burden countries dalam
penanggulangan TB.1 Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan kedudukan
Indonesia dalam beban TB yang ditanggung di antara 22 negara
lainnya di tahun 2007.

Tabel 2.1 Insiden, Prevalensi, dan Mortalitas kasus TB di 22 negara


yang termasuk sebagai high-burden countries2

Kasus konfirmasi TB berdasarkan umur di Amerika Serikat pada tahun


2002 menunjukkan bahwa tingkat insidensi kasus TB lebih tinggi pada
mereka yang berumur di atas 65 tahun, sebagaimana yang ditunjukkan
pada grafik 2.1.14
Description: ja20^001
Grafik 2.1 Grafik kasus tuberkulosis berdasarkan kelompok usia di
Amerika Serikat tahun 2002
Sementara di Eropa, sekitar 80% orang yang terinfeksi TB ternyata
berumur di atas 50 tahun. Peningkatan insiden TB pada orang yang
berusia lanjut juga terjadi di daerah lain di dunia, seperti di kawasan
Asia Tenggara.Di Indonesia, angka insidensi TB secara perlahan
bergerak ke arah kelompok usia lanjut (dengan puncak pada 55-64

tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada
kelompok umur 15-64 tahun.15,16

2.1.4 Patofisiologi
Terdapat 4 stadium infeksi TB saat mikroba tersebut mulai
masuk ke dalam alveolus.

Stadium 1

Makrofag akan memfagosit basil tuberkel dan membawanya ke


kelenjar limfe regional (hilus dan mediastinum). Basil ini kemudian
akan berkembang biak, dihambat atau dihancurkan, tergantung tingkat
virulensi organisme dan pertahanan alamiah dalam hal ini kemampuan
mikrobisidal makrofag. Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan
komplemen C5a, yang memanggil monosit ke area infeksi. Makrofag
yang mengandung basil yang bermultiplikasi dapat mati dan
memanggil lebih banyak monosit.15

Stadium 2

Terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-21, basil tetap akan
memperbanyak diri sementara sistem imun spesifik belum teraktivasi
dan monosit masih terus bermigrasi ke area infeksi.15

Stadium 3

Terjadi setelah 3 minggu, ditandai oleh permulaan imunitas selular dan


respon Tdth. Makrofag alveolar, yang pada saat itu telah menjadi
limfokin yang diaktivasi oleh limfosit T, menunjukkan peningkatan
kemampuan untuk membunuh basil tuberkel intraselular. Proses ini
menghasilkan kompleks ghon dan nekrosis kaseosa yang dapat
terbentuk.15

Stadium 4

Menunjukkan reaktivasi (sekunder atau post primer) stadium TB. Pada


stadium terakhir ini, basil akan lebih memperbanyak diri secara
ekstraselular. Basil tuberkel akan menyebar ke peredaran darah secara
hematogen. Basil tuberkel biasanya tetap dalam kondisi stabil sebagai
dorman, sepanjang sistem imun penjamu masih intak.
Sekitar 10% individu yang terinfeksi berkembang menjadi penyakit TB
pada waktu tertentu dalam hidupnya, tetapi risiko ini lebih tinggi pada
individu dengan penyakit defisiensi imun seperti HIV/AIDS, sering
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan usia lanjut. Faktor lainnya
seperti kurang gizi, kemiskinan, individu alkoholik, juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit TB.15

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisis, radiologi, dan laboratorium.
a.

Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3


minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejalagejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala
tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.17
b. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan
kurus atau berat badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia. Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis
yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.18
c.

Pemeriksaan radiologi

Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan


evaluasi tuberkulosis. Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat
memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul
perifer bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami
kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen apikal posterior lobus
atas dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang paling
khas pada tuberkulosis paru.17,18
d. Pemeriksaan laboratorium:

Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes


Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed
Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate
strength).18

Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif)


ditemukan jumlah leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal,
dan peningkatan laju endap darah.18

Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan


Asam) positif adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen


dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama.17,18

Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi


M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui
apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi
kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien
TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan yang
menangani pasien dengan kekebalan ganda.17

Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA


bakteri tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi
bakteri yang tidak tumbuh pada sediaan biakan.18

Secara singkat, alur diagnosis TB paru dapat digambarkan pada skema


2.1 berikut ini.

Skema2.1 Alur Diagnosis TB Paru17

2.1.6 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.17,19 Jenis, sifat,
dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan17

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai


berikut:17

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,


dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan, dan OAT tidak dapat digunakan secara tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan


pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan


lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis
obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.17
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:17

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk


pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks
positif, atau pasien TB ekstra paru.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini


diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya,
yakni pasien yang kambuh, pasien gagal OAT, dan pasien dengan
pengobatan setelah putus berobat (default).

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan


(HRZE).

Kategori Anak: 2HRZ/4HR.

Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya, yaitu:15

Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau


sudah pernah menelan OAT < 4 minggu.


Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).

Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus


berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap


positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.

Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif


setelah selesai pengobatan ulangan.

2.2

Tuberkulosis dengan Multidrug-Resistant (TB-MDR)

TB-MDR adalah keadaan penyakit tuberkulosis yang bakteri


penyebabnya telah menjadi resisten sekurang-kurangnya terhadap dua
jenis OAT yang paling efektif yaitu isoniazid dan rifampicin.8 Ada
beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT termasuk jenis
MDR-TB, yaitu:

penggunaan obat yang tidak adekuat,

pemberian obat yang tidak teratur,

evaluasi dan cakupan yang tidak adekuat,

penyediaan obat yang tidak reguler, dan

program yang belum berjalan serta kurangnya tata organisasi di


program.9
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya
MDR) diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat antituberkulosis lini-2, misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon. Pengobatan untuk pasien ini
setidaknya menggunakan empat obat yang masih efektif dan
pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Menurut WHO,
pengobatan TB-MDR diberikan selama 18-24 bulan setelah sputum
konversi.8,17
Dibandingkan dengan OAT lini-1, OAT lini-2 ini jumlahnya terbatas,
efektivitasnya belum jelas, dan tidak tersedia secara gratis untuk
pasien TB-MDR. Sampai saat ini, belum ada data atau penelitian yang
memberikan bukti tentang keberhasilan pengobatan TB-MDR dengan
OAT lini-2. Lebih jauh lagi, rejimen obat, dosis, dan lama pengobatan
OAT lini-2 untuk TB-MDR yang tidak sesuai dapat mengakibatkan TBXDR (extensively drug-resistant TB). TB-XDR ini ditandai dengan

resistensi bakteri terhadap isoniazid dan rifampicin, ditambah dengan


resistensi satu obat apapun dari golongan fluoroquinolone, dan salah
satu dari OAT jenis injeksi (amikasin, kanamisin, atau capreomisin).8

BAB III
METODE

1.1 Penetapan Topik Masalah


Sesuai pernyataan masalah yang dikemukakan pada Bab
Pendahuluan, maka topik masalah dalam mini-project ini adalah:
1)
Bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
TB Paru.
2)
Bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pengobatan TB Paru.
3)
Bagaimana cara meningkatkan CDR TB Paru di wilayah kerja
puskesmas Lampa.

1.2 Pengumpulan Data


1.2.1 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Tatae pada tanggal 17-24
April 2013.
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data
secara primer dengan melakukan kunjungan ke kelurahan Tatae.
3.2.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi yang digunakan adalah masyarakat yang ada di daerah
penelitian. Sedangkan sampel yang diambil adalah total sampling
dmana semua anggota masyarakat yang menderita batuk lama dan
keluarganya ikut terlibat.

3.3

Analisis Data

Data primer yang diperoleh berupa data kualitatif dari hasil kunjungan
ke kelurahan Tatae melalui penyuluhan, dimana hubungan sebab-

akibat dianalisa berdasarkan tinjauan pustaka dan dideskripsikan


secara naratif.

3.4

Diagnosis Komunitas

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama


menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Tuberkulosis (TB) adalah
suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil aerob yang
tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat
seperti M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang
paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, sistem
limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria, tulang, persendian,
bahkan kulit.
Keberhasilan penanggulangan penyakit Tuberkulosis tidak hanya
ditentukan oleh cakupan program pemerintah, tetapi juga harus
didukung oleh kesadaran penderita dan masyarakat sekitar. Faktor
pengetahuan, sikap dan praktek mempunyai pengaruh yang besar
terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat dan berperan
penting dalam menentukan keberhasilan suatu program pencegahan;
pengobatan dan pemberantasan suatu penyakit Tuberkulosis paru.

3.5

Pelaksanaan Solusi

Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa


penyuluhan/edukasi langsung kepada masyarakat. Hal penting yang
harus disampaikan dalam penyuluhan yaitu bagaimana gambaran
penyakit TB, bagaimana penularan penyakit, bagaimana pengobatan
penyakit dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
mencegah agar hidup kita terbebas dari infeksi TB paru. Penjelasan
mengenai isi penyuluhan dideskripsikan pada Bab Diskusi.

3.5 Evaluasi
Dibahas pada Bab Diskusi

I.

PEMILIHAN INTERVENSI

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat maka harus


ditingkatkan partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan
penyakit Tuberkulosis secara bertahap dan menyeluruh di setiap
dusun, dan kelurahan di Kecamatan Batang. Hal penting yang harus
disampaikan dalam penyuluhan yaitu bagaimana gambaran penyakit

TB, bagaimana penularan penyait dan yang tidak kalah pentingnya


adalah bagaimana mencegah agar hidup kita terbebas dari infeksi TB
paru.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan hak-hak
pasien TB (TB Patient Charter) kepada kelompok-kelompok
masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, penyedia
pelayanan dan pihak lainnya yang terkait. Intervensi yang dilakukan
mencakup kampanye TB (Stop TB Campaign) untuk meningkatkan
pengetahuan dan dukungan untuk Stop TB secara nasional,
mengurangi stigma TB dengan cara meningkatkan jumlah tersangka
TB yang memeriksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan,
mempromosikan obat TB program yang berkualitas dan tanpa biaya
serta pengobatan pasien TB di setiap fasilitas kesehatan.
Intervensi kedua yang dilakukan adalah proteksi dini bagi pasien yang
memiliki riwayat keluarga dan lingkungan tempat tinggal dengan kasus
TB paru yang cukup tinggi. Misalnya untuk setiap individu yang
memiliki faktor risiko terinfeksi Tuberkulosis Paru diberikan INH dengan
dosis yang telah ditentukan.
Intervensi ketiga yaitu dengan menegakkan diagnosis dini dan
penatalaksanaan yang cepat terhadap penderita TB Paru guna
memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang sehat.
Intervensi keempat adalah melakukan monitoring pengobatan TB
dengan memantau setiap minggu kepatuhan pasien untuk minum obat
TB dan melakukan pemeriksaan sputum bulan ke-2, 3,4,5/6, 7/8 dan
akhir pengobatan.

II.

PELAKSANAAN

Deteksi dini kasus TB dilakukan melalui skrining pasien TB di poliklinik


Puskesmas Togo-Togo pada tanggal 5 Maret 21 April 2012. Ditemukan
8 penderita TB klinis, masing-masing 3 pasien dengan sputum BTA
positive, dan 5 pasien yang tidak mempunyai hasil sputum BTA. Untuk
ketiga pasien dilakukan pengobatan TB Kategori 1 dengan tahap
Intensif selama 2 bulan dengan jumlah dosis 4 KDT (FDC) 3 tablet
setiap hari. Selanjutnya untuk kelima pasien tersebut akan dilakukan
kunjungan secara aktif ke rumah pasien untuk melakukan pengambilan
sputum dan penyuluhan kecil dalam keluarga pasien.

III.

EVALUASI

Dari ketiga kasus dengan TB paru positive dilakukan


pengkajian mendalam pada mini project ini. Maka laporan kasus yang
ditemukan adalah sebagai berikut.
Identitas Pasien

Nama : Ny. SC
Umur : 46 tahun
Anamnesis

I.2 Rumusan Masal

Anda mungkin juga menyukai