PEMBIMBING:
Dr. Imam Suhada Sp.S
PENYUSUN:
Dela Asrivia Buana
030.10.071
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Stroke non Hemoragik. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat
dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Rumah Sakit TNI
AL Dr. Mintohardjo
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Imam
Suhada, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian laporan kasus ini serta kepada dokter - dokter pembimbing lainya di
bagian Ilmu Saraf.
Akhir kata penulis menyadari bahwa laporan kasus ini sangat jauh dari
sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan laporan
kasus ini dalam pembuatan selanjutnya. Terlepas dari segala kekurangan yang ada,
semoga laporan kasus ini berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO
mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi
stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit
tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih
sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya
angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras,
gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes,
dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu
negara.
BAB II
3
LAPORAN KASUS
Nama Co-Ass
NIM
: 030.10.071
Tanda Tangan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. K
Jenis kelamin
Umur
: 63 tahun
Status pernikahan
: Menikah
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Agama
: Perempuan
: Protestan
: SLTA
: P.Numfor
II. SUBJEKTIF
Anamesis dilakukan secara autoanamnesis di Pulau Numfor RSAL Dr. Mintoharjo pada
tanggal 26 November 2016 pukul 14.00 WIB.
1. Keluhan utama
Lemah sisi tubuh sebelah kanan sejak 3 hari SMRS.
2. Keluhan tambahan
Mulut mencong ke kiri, bicara pelo
Pasien datang ke Poli Neurologi RSAL Mintoharjo pada tanggal 23 November 2016
dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kanan sejak 3 hari SMRS. Pada awalnya
tangan dan
bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat. Selain itu pasien mengaku terjatuh di dalam
kamar mandi 6 jam SMRS, dengan posis telentang tetapi kepala tidak sampai terbentur.
Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kiri sejak tangan
dan kaki kanannya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, pingsan dan kejang
disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar
disangkal oleh pasien.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensisejak 10 tahun yang lalu dan pasien mengaku
minum obat tidak teratur. Pasien menyangkal memilki riwayat trauma, vertigo, hipertensi,
sakit jantung, sakit ginjal dan penyakit keganasan. Pasien belum pernah mengalami hal
serupa sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun dan pengobatan hipertensi
tetapi tidak teratur
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di keluarga tidak ada yang menderita hipertensi stroke. Dan
diabetes mellitus (-), keganasan (-) dan penyakit jantung maupun ginjal disangkal.
7. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol
III.OBJEKTIF
5
Dilakukan pada 25 November 2016, di bangsal Pulau Numfor RS TNI AL DR. Mintohardjo.
1. Status Pasien
Kesadaran
Tekanan darah
: 170/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36.50C
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
: Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak membesar, JVP 5+2
Jantung
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ronchi -/-,
wheezing -/Abdomen
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Genitalia
Ekstremitas
2. Status psikikus
Cara berpikir
: Baik
Perasaan hati
: Baik
7
Tingkah laku
: Cenderung tenang
Ingatan
: Baik
Kecerdasan
: Cukup
3. Status neurologis
a. Tanda rangsang meningeal
Jenis pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Kaku kuduk
(-)
Brudzinski I
(-/-)
Brudzinski II
(-/-)
Laseque
(-/-)
Kernig
(-/-)
b. Kepala
Bentuk
: Normosefali
Nyeri tekan
: (-)
Pulsasi
: (-)
Simetris
: (+)
Sikap
Pergerakan
c. Leher
d. Afasia motorik
: (-)
Afasia sensorik
: (-)
Disartria
: (+)
e. Nervi kranialis
Jenis Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
8
Kanan
Kiri
Subjektif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Dengan beban
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Baik
Normal
Normal
Melihat warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Fundus okuli
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Strabismus
(-)
(-)
Nistagmus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(-)
(-)
3mm
3mm
Bulat isokor
Bulat isokor
Normal
Normal
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
N. I (Olfaktorius)
N. II (Optikus)
Tajam penglihatan
Lapang pandang
N. III (Okulomotorius)
Sela mata
Pergerakan bulbus
Eksoftalmus
Pupil
-
Besarnya
Bentuknya
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata
(ke bawah dalam)
Sikap bulbus
Melihat kembar
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
(+)
(+)
Mengunyah
(+)
(+)
Menggigit
(+)
(+)
Reflex kornea
(+)
(+)
Sensibilitas kornea
(+)
(+)
Normal
Normal
Baik
Baik
(-)
(-)
N. VI ( Abducen)
Pergerakan mata (ke lateral)
Sikap bulbus
Melihat kembar
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Perasaan lidah (2/3 depan)
Simetris
Simetris
(+)
(+)
(+)
Normal
Normal
N.VIII (Vestibulokokhlearis)
Detik arloji
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Suara berbisik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Sensibilitas faring
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Arkus faring
Simetris
Simetris
Berbicara
Normal
Normal
N. IX (Glossefaringeus)
N. X (Vagus)
10
Menelan
(+)
(+)
Nadi
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
(+)
(+)
Pergerakan lidah
(+)
Sedikit tertarik
Tremor lidah
(-)
(-)
Artikulasi
(-)
(-)
Reflex okulokardiak
N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N. XII (Hipoglossus)
: Baik
Sensibilitas
- Taktil
-
Hasil Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Pergerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
2222
5555
Trofi
Normotrofi
Normotrofi
Tonus
Normotonus
Normotonus
Motorik
11
Reflex fisiologis
Biseps
+2
+2
Triseps
+2
+2
Reflex patologis
Hofan-tromner
Hasil Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Pergerakan
Pasif
Pasif
Kekuatan
2222
5555
Trofi
Normotrofi
Normotrofi
Tonus
Normotonus
Normotonus
Patela
+2
+2
Achilles
+2
+2
Babinski
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Shaeffer
(-)
(-)
Oppenheim
(-)
(-)
Paha
(-)
(-)
Kaki
(-)
(-)
Sensibilitas
(+)
(+)
Motorik
Reflex fisiologis
Reflex patologis
Klonus
12
: Tidak dilakukan
Tes Romberg
: Tidak dilakukan
Disdiakokinesis
: Tidak dilakukan
Ataksia
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
h. Gerak abnormal
Tremor
: (-)
Athetose
: (-)
Mioklonik
: (-)
Chorea
: (-)
i. Alat vegetative
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Releks anal
: Tidak dilakukan
Reflex kremaster
: Tidak dilakukan
Reflex bulbokavernosus
: Tidak dilakukan
j. Laseque
: (-)
Patrick
: (-)
Kontra Patrick
: (-)
13
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
8.800
5.000-11.000 /L
Eritrosit
4,26
4.6-6.2 juta/L
Hemoglobin
12,1
14-16 g/dL
Hematokrit
39
42-48%
Trombosit
378.000
150-450 ribu/L
148
<200 mg/dL
Trigliseride
97
60-170 mg/dL
AST
13
<31 U/I
Total protein
6.3
6.4-8.3 g/dL
Albumin
4.3
3.5-5.2 g/dL
Globulin
2.0
2.6-3.4 g/dL
Natrium
143
134-146 mmol/L
Kalium
3.73
3.4-4.5 mmol/L
Klorida
103
96-108 mmol/L
Ureum
19
17-43 mg/dL
Kreatinin
0,8
0.6-1.1 mg/dL
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
METABOLISME KARBOHIDRAT
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Fungsi Ginjal
14
PROTEIN TOTAL
Total protein
6,3
6.4-8.3 g/dL
Albumin
4,3
3.5-5.2 g/dlL
Globulin
2.0
2.6-3.4.g/dL
KIMIA KLINIK
Tanggal 24/11/2016
HbAIC
6.8
4-6 g/dL
Glukosa Test
113
mg/dlL
EKG
15
Deskripsi : sulci tampak melebar dengan gyri tasmpak menyempit, tampak lesi hypodens
berbatas tegas di bangsal ganglia sinistra, system ventrikel baik ditengah tak
melebar, tak tampak mid line shift, infratentorial cerebellum pons dan cystema
baik, sinus paranasal dan tulang-tulang baik.
KESAN : infark Cerebri (basal ganglia sinistra)
Atrofi Cerebri
V.
RINGKASAN
Ny. K 63 tahun datang dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kanan sejak
3 hari
menerus dan dirasakan memberat. Pasien terjadi riwayat terjatuh di kamar mandi dengan
posisi telentang dan kepala tidak terbentur. disartria (+), mual (-), muntah (-), sakit kepala
(-).
didapatkan kompos mentis, GCS E4 M6 V5. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah
16
170/70 mmHg, Nadi 80x/menit, dan suhu 36,5 C. Pemeriksaan nervus kranialis
didapatkan lesi N. VII tipe central dextra dan N. XII tipe sentral sisi sinistra. Kekuatan
motorik ekstremitas atas (2222/5555) dan kekuatan motorik ekstremitas bawah
(2222/5555). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan glukosa darah puasa 148 EKG
dalam batas normal, CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan infrak serebri (bangsal
ganglia), atrofi serebri
VI.
ASSESMENT
AX1 : Diagnosa klinis
Diagnosa etiologis
Diagnosa topis
Diagnosa patologis
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolesterolmia
VII.
PLANNING
1. Fisioterapi
2. Medikamentosa :
a. IVFD NaCl 0,9 % 500 ml/12 jam 14 tpm
b. Vitamin B6 2x1 tab
c. Vitamin B12 2x1 tab
d. Asam Folat 2x1 tab
e. Diet lunak 1400 kalori/jam
3. Non medikamentosa :
a. Tirah baring dengan sikap semifowler dengan sudut 20-30 derajat.
17
b. Fisioterapi
VIII. PROGNNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
IX. FOLLOW UP
24 November 2016 (Perawatan hari ke-1)
S
O
Lemah sisi tubuh sebelah kanan, muntah (-), bicara pelo (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 170/100 mmHg
N : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
S
: 36,5 0 C
18
Non medikamentosa
- Tirah baring dengan posisi semi fowler 20-30 derajat.
Medikamentosa
1. NaCL 0,9%/12 jam
2. Vitamin B6 2x1 tab
3. Vitamin B12 2x1 tab
4. Asam folat 2x1 tab
5. Simvastatin 1x20 mg
6. Diet lunak kalori 1400 kalori/24 jam
: 36,50 C
; sensorik : DBN
19
Tangan dan kaki kanan masih lemas, tidak bisa tidur (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 150/80 mmHg
N : 80x / menit
RR : 18 x / menit
S
: 36,30 C
Status Neurologis:
Motorik : 3333 5555
3333 5555
; sensorik : DBN
S
O
Tangan dan kaki kanan masih lemas, tidak bisa tidur (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 150/80 mmHg
N : 80x / menit
RR : 18 x / menit
S
: 36,30 C
; sensorik : DBN
: 36,30 C
; sensorik : DBN
24
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
pasien
terjatuh, tanpa gejala nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan penurunan kesadaran.
Pasien mempunyai riwaayat hipertensi
Dari anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti hipertensi yang tidak
terkontrol.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti hipertensi
pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab
tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan stroke
yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan darah yang
begitu tinggi sampai 170/80 mmHg dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII sentral dextra dan N.XII
central sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik, tetapi pada
pemeriksaan N VII kita didapatkan parese central dextra, yang seharus nya terletak pada
central sinistra sesuai dengan lesi, ada kemungkinan ini terjadi bisa dikarnakan ada dua
lesi, dan bisa juga disebut hemipareis alternant, yaitu jika lesi vascular berada di daerah
batang otak sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis alternans yang mana berarti
pada tingkat lesi hemiparesis bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian distal dari lesi
hemiparesis bersifat kontralateral. . Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot
menurun pada ekstremitas kanan. Hal ini menunjukkan tanda dari gejala stroke
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan dapat
dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
25
Hasil :
Skor > 1
Perdarahan supratentorial
Skor < 1
Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 80) - (3 x 0) 12 = -1
infark cerebri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah strok iskemik
tidak banyak. Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih
tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra. Hal ini cocok
dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
).
Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang masih
sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan
mendekati normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehari-harinya mengingat
pasien masih dalam usia produktif.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien
pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam
26
dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien dalam menjalani
fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga
pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia
ad malam dikarenakan adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari
pasien untuk mengontrolnya.
27
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON-HEMORAGIK
I.
Definisi stroke
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.1
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease
(CVD) Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak
(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).
Stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di
dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ distal. Faktor risiko dari
stroke non hemoragik ini terbagi atas dua:
1. Faktor risiko mayor: Hipertensi, Diabetes melitus, serangan TIA, ada riwayat
serangan stroke, penyakit jantung, polisitemia.
2. Faktor risiko minor : Obesitas, hiperkolestrolemia, perokok berat
II.
Anatomi
Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh Anda. Jika otak Anda sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental Anda. Sebaliknya, apabila otak
Anda terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental Anda bisa ikut terganggu.
28
Seandainya jantung atau paru-paru Anda berhenti bekerja selama beberapa menit, Anda masih
bisa bertahan hidup. Namun jika otak Anda berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh
Anda mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh organ di
tubuh manusia.
Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang anatomi
dan fungsi otak secara detail bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan
membahas anatomi dan fungsi otak secara garis besarnya saja sekedar membuat Anda paham
bagian-bagian dan fungsi otak Anda sendiri.
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
29
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral
Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan
manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual
atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
30
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus
Temporal berada
di
bagian
bawah
berhubungan
dengan
kemampuan
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya
fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
31
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan,
yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel
saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan
belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otakkanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional(3).
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu
memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju3.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan4
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
32
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis
otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan
formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur(2)
III.
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan
meninggal
pada
tahun
berikutnya
dan
sepertiganya
bertahan
hidup
dengan
kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i s e p e r t i s e m u l a .
Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai pen yebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per
t a h u n n y a . 3 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) 2 dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
IV.
Etiologi
1.AterosklerosisTerbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yangkadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkanpenyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran
darah. Selain dari endapanlemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
33
Thrombosis serebri
Gejala akut/subakut dan sering
didahului gejala prodromal TIA
Sering terjadi waktu istirahat dan saat
bangun pagi
Biasanya kesadaran bagus
Sering mengenai usia dekade 6 8
Emboli serebri
Gejala mendadak
Terjadi waktu aktivitas, kadang waktu
istrirahat
Umumnya kesadaran bagus, namun
dapat juga menurun bila emboli besar.
Sering mengenai usia decade 2-3 dan
7
Harus ada sumber emboli
V. Faktor risiko
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu 10:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari
34
semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko
paling tinggi yaitu 71%, .5,6
Jenis Kelamin
laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan perempuan. Insiden
stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan
Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
terkena stroke.
b. Faktor resiko yang dapat diubah3 :
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak.6,7
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke,Artinya risiko terjadinya stroke
pada penderita diabetes mellitus 3 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial
fibrillation
(AF),
karena
memudahkan
terjadinya
Obesitas
meningkatkan
risiko
stroke,
Obesitas
dapat
36
VI.
VII.
Patofisiologi
Klasifikasi
Stroke memiliki banyak klasifikasi, semuanya berdasarkan atas gambaran klinis, patologi
anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya.
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik 7:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
37
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama
makin berat.
iv. Stroke komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah
menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal8:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL).
ii.
Sebelum melangkah lebih jauh sebaiknya kita mengetahui dahulu sirkulasi darah darah otak.
Peredaran darah di otak dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Sirkulasi anterior
Sirkulasi anterior otak yang mensuplai sebagian besar dari korteks dan substansia putih
subkorteks, basal ganglia, dan kapsula interna, terdiri atas : arteri karotis interna dan cabangcabangnya yaitu arteri koroidal anterior, arteri cerebral anterior, arteri cerebral
media. Arteri cerebral media memberikan cabang arteri lentikulostriata. Stroke yang diakibatkan
oleh gangguan pada sirkulasi anterior akan memberikan gejala dan tanda berupa aplasia, apraxia,
agnosia, hemiparesis, hemisensori dan defek visual.
2. Sirkulasi posterior
Sirkulasi posterior otak mensuplai batang otak, cerebellum, thalamus dan juga bagian dari lobus
occipital dan temporal. Sirkulasi ini terdiri atas: sepasang arteri vertebralis, ateri basilaris
dan cabangnya yaitu arteri serebelaris posterior inferior, arteri serebelaris anterior
inferior, arteri serebelaris superior, dan arteri cerebral posterior. Stroke yang diakibatkan
oleh gangguan pada sirkulasi posterior akan memberikan gejala dan tanda berupa disfungsi
batang otak, termasuk koma, vertigo, mual dan muntah, kelumpuhan nervus kranialis, ataksia
dan defisit sensorimotorik yang mengenai wajah pada satu sisi tubuh dan anggota gerak pada sisi
lainnya. Hemiparesis, hemisensori dan defisit lapangan penglihatan juga terjadi, tetapi tidaklah
spesifik untuk stroke yang diakibatkan oleh gangguan pada sirkulasi posterior.
Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi
dasar neuroanatomik dari defisit klinis.
Berikut adalah korelasi klinik anatomik dari stroke iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian dari korteks
motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga disebut sebagai pusat
inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang
39
dijumpai bila dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima
aliran darah serebral dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai
kontralateral, grasp reflex kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi
dan inkontinensia (11)
2. Arteri serebral medial
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal dalam.
Cabang kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai seluruh area
korteks motorik dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area berbahasa ekspresif
(Broca) dari hemisfer dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif
(Wernicke) dari hemisfer dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian
proksimal arteri cerebral medial mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik untuk
wajah, lengan, tangan, kaki pada genu dan krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial
adalah arteri yang paling Bering terkena dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang
terlibat, bermacam-macam gambaran klinis dapat terlihat.
Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada adekuat
tidaknya sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik, sedang yang
simptomatik memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis medial walaupun
gejala lain mungkin juga timbul(12)
4. Arteri serebralis posterior
Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah pada
korteks cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak tengah. Gambaran
klinis berupa hemianopia homonym yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Kalau
oklusi terjadi pada level otak tengah, abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan
vertical, kelumpuhan nervus okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital
hemisfer dominan, maka pasien akan mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual
agnosia.
5. Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler berjalan melalui
permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak tengah, kemudian bercabang
menjadi arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan
temporal medial, thalamus medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang
otak dan serebellum.
VIII.
IX.
c. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis
dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
ii. Pemeriksaan lain-lain
42
Diagnosis Banding
-Stroke Hemoragik
-Lesi Struktural intracranial (hematoma subdural,tumor otak)
-Abses otak
XI.
Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang diperlukan pengobatan sedini
mungkin, Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menetukan hasil pengobatan.10
1.
trombolisis
dengan
rt-PA (recombinan
tissue-plasminogen
Efek
seperti pada intrakranial atau saluran cerna; serta angioedema.8 Kriteria pasien
yang dapat menggunakan obat ini berdasarkan rentang waktu dari
onset gejala stroke dapat dilihat pada tabel 1 (onset gejala)
43
44
angka kematian, kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh
karena itu antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk
penggunaan rutin pada pasien stroke iskemik. Terapi antikoagulan dapat diberikan
dalam 48 jam setelah onset gejala apabila digunakan untuk pencegahan kejadian
tromboemboli pada pasien stroke yang memiliki keterbatasan mobilitas dan
hindari penggunaannya dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.5 Bukti yang ada
terkait penggunaan antikoagulan sebagai pencegahan kejadian tromboembolik
atau DVT (deep vein thrombosis) pada pasien stroke yang mengalami paralisis
pada tubuh bagian bawah, dimana UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang
sama tapi juga perlu diperhatikan terkait risiko terjadinya pendarahan.
Berdasarkan analisis efektivitas biaya LMWH lebih efektif dan risiko
trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH.
b. perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :
i. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol
dan hindari cairan hipotonik.
ii. Memperbaiki perfusi jaringan otak.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
arteri. Obat yang termasuk golongna ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopedin,
idobufen, clopidogrel dan epoprostenol.14
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan thrombus
diberikan 3 jam setelah infrak otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase,
urokinase dan reteplase.
XII.
Pencegahan
A. Pencegahan
- Gaya hidup sehat bebas stroke :
Menghindari rokok(13)
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
-
vaskular.
Obat obatan yang digunakan
Asetosal digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar
XIII.
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis
yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu(13) :
Demam
Peningkatan temperature badan dikaitkan dengan deficit neurology yang lebih serius
mungkin
disebabkan
oleh
meningkatnya
metabolisme
badan,meningkatnya
pelepasan
neurotransmitter dan produksi radikal bebas .Temperatur badan seharusnya dikurangkan dengan
penggunaan agen anti piretic. Dan ternyata hypothermia bersifat neuroprotektif pada pasien yang
mengalami deficit neurology fokal mahupun global selepas suatu stroke iskemik.
Ritme jantung
47
Infark miokard dan aritme jantung merupakan komplikasi yang bisa terjadi selepas suatu
stroke iskemik mungkin disebabkan daripada gangguan fungsi parasimpatetik atau simpatetik
aritme yang paling banyak ditemukan selepas suatu stroke adalah atrial fibrilasi(14).
stress dari stroke sendiri, nyeri, kandung kemih yang penuh,pasien dengan hipertensi sebelum
suatu stroke, respon badan dari suatu hipoksia. Teori mengatakan tekanan darah harus
dikurangkan untuk mengurangkan oedem cerebri,pendarahan di tempat infark, mengurangkan
damage pada vascular,dan mengurangkan resiko terjadinya stroke rekurent yang awal. Pada
kebanyakan pasien administrasi ke kamar isolasi,pengunaan kateter untuk mengosongkan
kandung kemih dan mengurangkan nyeri dengan pemberian analgesic sudah cukup untuk
mengurangkan tekanan darah. Penangan untuk mengurangkan tekanan darah secara akut tidak
harus dilakukan sampai tekanan diastolic >120mmHg dan tekanan sistolik > 220mmHg.
stroke akut. Karena itu pengukuran kadar glukosa dan koreksi hipogikemia penting pada pasien
stroke akut. Diabetis mellitus merupakan suatu factor resiko dari stroke,dan hyperglikemia pada
pasien menunjukkan prognosis yang kurang baik pada pasien stroke.Hiperglikemia pada pasien
stoke ini mungkin disebabkan oleh terjadinya suatu asidosis jaringan yangterjadi akibat
anaerobic glikosis
XIV.
Prognosis
Resiko kematian pada 7 hari pertama atau 30 hari pertama setelah stroke fase akut yang
pertama adalah sebesar 10 %-20%. Resiko kematian pada tahun pertama pada pasien yang
mengalami stroke pertama lebih tinggi dari individual yang belum pernah kena stroke. Pasien
dengan stroke hemoragik mempunyai resiko kematian yang lebih besar berbanding dengan
48
pasien dengan iskemik stroke. Pasien dengan major iskemik stroke (total oklusi arteri serebral
anterior ) mempunyai resiko kematian yang lebih besar(1
membantu
banyak
bagi
para neurologist,
karena
sebenarnya
banyak
sekali
penyakit di bidang neurologi khususnya yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah,
misalnya di daerah ekstra maupun intrakranial bila kita dihadapkan pada keadaan-keadaan trans
ischaemic attact (TIA) dan atau stroke iskemik yang berulang, perdarahan sub-araknoid spontan,
aneurisma, arteri vena malformasi, vasospasme intrakranial, tumor-tumor yang berada di daerah
kepala, fistula yang berbentuk dural arteriovenous maupun carotid cavernous, dan keadaankeadaan lainnya untuk melihat bentuk anatomi ataupun kolateral yang ada pada pembuluh darah
ekstra maupun intrakranial
49
melakukan
sekaligus
pemeriksaan
pada
(setelah
namun
kita
dapat
melihat
melihat
kompensasi
dan
atau
memikirkan
pola
aliran
apakah
darah
perlu
sisi
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005
2. Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM. Stroke. Lancet. 2008 May 10.
371(9624):1612-23.
3. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage: pathophysiology. Can J
Neurol Sci. 2005 Dec. 32 Suppl 2:S3-12
4. International Warfarin Pharmacogenetics Consortium, Klein TE, Altman RB, et al.
Estimation of the warfarin dose with clinical and pharmacogenetic data. N Engl J Med.
2009 Feb 19. 360(8):753-64.
5. Regalado E, Medrek S, Tran-Fadulu V, et al. Autosomal dominant inheritance of a
predisposition to thoracic aortic aneurysms and dissections and intracranial saccular
aneurysms. Am J Med Genet A. 2011 Sep. 155A(9):2125-30.
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8. Kelompok studi serebrovaskular & neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2004.
Ed.3. Jakarta. Maret.2004.
52
53