Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK


Seorang perempuan, 63 tahun, dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah
kanan

PEMBIMBING:
Dr. Imam Suhada Sp.S

PENYUSUN:
Dela Asrivia Buana
030.10.071
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Stroke non Hemoragik. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat
dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Rumah Sakit TNI
AL Dr. Mintohardjo
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Imam
Suhada, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian laporan kasus ini serta kepada dokter - dokter pembimbing lainya di
bagian Ilmu Saraf.
Akhir kata penulis menyadari bahwa laporan kasus ini sangat jauh dari
sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan laporan
kasus ini dalam pembuatan selanjutnya. Terlepas dari segala kekurangan yang ada,
semoga laporan kasus ini berguna bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2016

Penulis
BAB I
2

PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO
mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi
stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit
tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih
sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya
angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras,
gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes,
dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu
negara.

BAB II
3

LAPORAN KASUS

Nama Co-Ass

: Dela Asrivia Buana

NIM

: 030.10.071

Tanda Tangan

Dokter Pembimbing : Dr. Imam Suhada Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. K

Jenis kelamin

Umur

: 63 tahun

Status pernikahan

: Menikah

Pendidikan

Pekerjaan

: Ibu Rumah tangga

Tanggal Masuk RS : 23-11-2016

Alamat

: Jl. Kampung bali-tanah abang Ruang Rawat

Agama

: Perempuan
: Protestan
: SLTA

: P.Numfor

II. SUBJEKTIF
Anamesis dilakukan secara autoanamnesis di Pulau Numfor RSAL Dr. Mintoharjo pada
tanggal 26 November 2016 pukul 14.00 WIB.
1. Keluhan utama
Lemah sisi tubuh sebelah kanan sejak 3 hari SMRS.
2. Keluhan tambahan
Mulut mencong ke kiri, bicara pelo

3. Riwayat penyakit sekarang


4

Pasien datang ke Poli Neurologi RSAL Mintoharjo pada tanggal 23 November 2016
dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kanan sejak 3 hari SMRS. Pada awalnya
tangan dan

kaki kanan terasa kesemutan. Namun lama kelamaan kelemahan dirasakan

bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat. Selain itu pasien mengaku terjatuh di dalam
kamar mandi 6 jam SMRS, dengan posis telentang tetapi kepala tidak sampai terbentur.
Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kiri sejak tangan
dan kaki kanannya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, pingsan dan kejang
disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar
disangkal oleh pasien.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensisejak 10 tahun yang lalu dan pasien mengaku
minum obat tidak teratur. Pasien menyangkal memilki riwayat trauma, vertigo, hipertensi,
sakit jantung, sakit ginjal dan penyakit keganasan. Pasien belum pernah mengalami hal
serupa sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun dan pengobatan hipertensi
tetapi tidak teratur
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di keluarga tidak ada yang menderita hipertensi stroke. Dan
diabetes mellitus (-), keganasan (-) dan penyakit jantung maupun ginjal disangkal.
7. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol

III.OBJEKTIF
5

Dilakukan pada 25 November 2016, di bangsal Pulau Numfor RS TNI AL DR. Mintohardjo.
1. Status Pasien
Kesadaran

: Kompos mentis, GCS E4M6V5

Tekanan darah

: 170/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36.50C

Status Generalis
Kepala

: Normosefali

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+

Hidung

: Normal, septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)

Telinga

: Normotia, liang serumen -/-, sekret -/-

Mulut

: Oral Hygine baik

Leher

: Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak membesar, JVP 5+2

Jantung

:
Inspeksi

: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial


midklavikularis kiri

Perkusi

: Batas atas (ICS III linea parasternalis kiri dengan suara


redup), batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea midklavikula
kiri dengan suara redup), batas kanan (ICS IV linea
sternalis kanan dengan suara redup)
6

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II normal regular, gallop (-), murmur


(-)

Paru

:
Inspeksi

: Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris saat


inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada bagian yang tertinggal

Palpasi

: Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru,

ronchi -/-,

wheezing -/Abdomen

:
Inspeksi

: Lesi (-), cembung, simetris

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), ballottement (-), tidak


teraba pembesaran hepar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) 3 x/menit

Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), deformitas (-)

2. Status psikikus
Cara berpikir

: Baik

Perasaan hati

: Baik
7

Tingkah laku

: Cenderung tenang

Ingatan

: Baik

Kecerdasan

: Cukup

3. Status neurologis
a. Tanda rangsang meningeal
Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Kaku kuduk

(-)

Brudzinski I

(-/-)

Brudzinski II

(-/-)

Laseque

(-/-)

Kernig

(-/-)

b. Kepala
Bentuk

: Normosefali

Nyeri tekan

: (-)

Pulsasi

: (-)

Simetris

: (+)

Sikap

: Normal, kaku (-)

Pergerakan

: Baik, hambatan (-)

c. Leher

d. Afasia motorik

: (-)

Afasia sensorik

: (-)

Disartria

: (+)

e. Nervi kranialis

Jenis Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan
8

Kanan

Kiri

Subjektif

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dengan beban

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Baik

Baik

Normal

Normal

Melihat warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Fundus okuli

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Strabismus

(-)

(-)

Nistagmus

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

(-)

(-)

3mm

3mm

Bulat isokor

Bulat isokor

Reflex cahaya langsung

Reflex cahaya tidak langsung

Normal

Normal

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

N. I (Olfaktorius)

N. II (Optikus)
Tajam penglihatan
Lapang pandang

N. III (Okulomotorius)
Sela mata
Pergerakan bulbus

Eksoftalmus
Pupil
-

Besarnya

Bentuknya

N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata
(ke bawah dalam)
Sikap bulbus
Melihat kembar

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut

(+)

(+)

Mengunyah

(+)

(+)

Menggigit

(+)

(+)

Reflex kornea

(+)

(+)

Sensibilitas kornea

(+)

(+)

Normal

Normal

Baik

Baik

(-)

(-)

N. VI ( Abducen)
Pergerakan mata (ke lateral)
Sikap bulbus
Melihat kembar
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Perasaan lidah (2/3 depan)

Simetris

Simetris

(+)

(+)

Tampak jatuh, tertinggal

(+)

Normal

Normal

N.VIII (Vestibulokokhlearis)
Detik arloji

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Suara berbisik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Swabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Perasaan lidah (1/3 belakang)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sensibilitas faring

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Arkus faring

Simetris

Simetris

Berbicara

Normal

Normal

N. IX (Glossefaringeus)

N. X (Vagus)

10

Menelan

(+)

(+)

Nadi

(+)

(+)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Normal

Normal

(+)

(+)

Pergerakan lidah

(+)

Sedikit tertarik

Tremor lidah

(-)

(-)

Artikulasi

(-)

(-)

Reflex okulokardiak
N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N. XII (Hipoglossus)

f. Badan dan anggota gerak


1. Badan
Respirasi

: Baik

Gerak kolumna vertebralis

: Dalam batas normal

Sensibilitas
- Taktil
-

: Tidak sama kanan dan kiri,lebih kuat sisi kiri


Nyeri : Tidak sama kanan dan kiri, lebih kuat sisi
kiri tubuh

2. Anggota gerak atas


Jenis Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan
Kanan

Kiri

Pergerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

2222

5555

Trofi

Normotrofi

Normotrofi

Tonus

Normotonus

Normotonus

Motorik

11

Reflex fisiologis
Biseps

+2

+2

Triseps

+2

+2

Reflex patologis
Hofan-tromner

3. Anggota gerak bawah


Jenis Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan
Kanan

Kiri

Pergerakan

Pasif

Pasif

Kekuatan

2222

5555

Trofi

Normotrofi

Normotrofi

Tonus

Normotonus

Normotonus

Patela

+2

+2

Achilles

+2

+2

Babinski

(-)

(-)

Chaddock

(-)

(-)

Shaeffer

(-)

(-)

Oppenheim

(-)

(-)

Paha

(-)

(-)

Kaki

(-)

(-)

Sensibilitas

(+)

(+)

Motorik

Reflex fisiologis

Reflex patologis

Klonus

12

g. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


Cara berjalan

: Tidak dilakukan

Tes Romberg

: Tidak dilakukan

Disdiakokinesis

: Tidak dilakukan

Ataksia

: Tidak dilakukan

Rebound phenomena : Tidak dilakukan


Dismetri

: Tidak dilakukan

h. Gerak abnormal
Tremor

: (-)

Athetose

: (-)

Mioklonik

: (-)

Chorea

: (-)

i. Alat vegetative
Miksi

: Baik

Defekasi

: Baik

Releks anal

: Tidak dilakukan

Reflex kremaster

: Tidak dilakukan

Reflex bulbokavernosus

: Tidak dilakukan

j. Laseque

: (-)

Patrick

: (-)

Kontra Patrick

: (-)

13

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 23 November 2016 di Ruang Rawat Inap

Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Leukosit

8.800

5.000-11.000 /L

Eritrosit

4,26

4.6-6.2 juta/L

Hemoglobin

12,1

14-16 g/dL

Hematokrit

39

42-48%

Trombosit

378.000

150-450 ribu/L

Glukosa dara sewaktu

148

<200 mg/dL

Trigliseride

97

60-170 mg/dL

AST

13

<31 U/I

Total protein

6.3

6.4-8.3 g/dL

Albumin

4.3

3.5-5.2 g/dL

Globulin

2.0

2.6-3.4 g/dL

Natrium

143

134-146 mmol/L

Kalium

3.73

3.4-4.5 mmol/L

Klorida

103

96-108 mmol/L

Ureum

19

17-43 mg/dL

Kreatinin

0,8

0.6-1.1 mg/dL

HEMATOLOGI
DARAH RUTIN

METABOLISME KARBOHIDRAT

ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM

Fungsi Ginjal

14

PROTEIN TOTAL
Total protein

6,3

6.4-8.3 g/dL

Albumin

4,3

3.5-5.2 g/dlL

Globulin

2.0

2.6-3.4.g/dL

KIMIA KLINIK

Tanggal 24/11/2016

HbAIC

6.8

4-6 g/dL

Glukosa Test

113

mg/dlL

EKG

15

Tanggal 23 September 2016 di Ruang Rawat Inap

CT-Scan Kepala tanpa kontras

Deskripsi : sulci tampak melebar dengan gyri tasmpak menyempit, tampak lesi hypodens
berbatas tegas di bangsal ganglia sinistra, system ventrikel baik ditengah tak
melebar, tak tampak mid line shift, infratentorial cerebellum pons dan cystema
baik, sinus paranasal dan tulang-tulang baik.
KESAN : infark Cerebri (basal ganglia sinistra)
Atrofi Cerebri

V.

RINGKASAN
Ny. K 63 tahun datang dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kanan sejak
3 hari

SMRS. Keluhan merupakan yang pertama kalinya, keluhan dirasakan terus

menerus dan dirasakan memberat. Pasien terjadi riwayat terjatuh di kamar mandi dengan
posisi telentang dan kepala tidak terbentur. disartria (+), mual (-), muntah (-), sakit kepala
(-).

Pasien mempunyai riwayat hipertensi (+) . Pada pemeriksaan fisik kesadaran

didapatkan kompos mentis, GCS E4 M6 V5. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah
16

170/70 mmHg, Nadi 80x/menit, dan suhu 36,5 C. Pemeriksaan nervus kranialis
didapatkan lesi N. VII tipe central dextra dan N. XII tipe sentral sisi sinistra. Kekuatan
motorik ekstremitas atas (2222/5555) dan kekuatan motorik ekstremitas bawah
(2222/5555). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan glukosa darah puasa 148 EKG
dalam batas normal, CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan infrak serebri (bangsal
ganglia), atrofi serebri

VI.

ASSESMENT
AX1 : Diagnosa klinis
Diagnosa etiologis
Diagnosa topis
Diagnosa patologis

: Hemiparesis dextra, Disatria (+)


Paresa N. VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra
: Cerebro Vascular Diseases
: Basal ganglia
: Infark serebri

AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolesterolmia
VII.

PLANNING
1. Fisioterapi
2. Medikamentosa :
a. IVFD NaCl 0,9 % 500 ml/12 jam 14 tpm
b. Vitamin B6 2x1 tab
c. Vitamin B12 2x1 tab
d. Asam Folat 2x1 tab
e. Diet lunak 1400 kalori/jam
3. Non medikamentosa :
a. Tirah baring dengan sikap semifowler dengan sudut 20-30 derajat.
17

b. Fisioterapi
VIII. PROGNNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
24 November 2016 (Perawatan hari ke-1)
S
O

Lemah sisi tubuh sebelah kanan, muntah (-), bicara pelo (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 170/100 mmHg
N : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
S

: 36,5 0 C

Mata : Pupil bulat isokor, d = 3 mm /3mm, RCL +/+ , RCTL + / +


Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)
Suara nafas vesikuler(+/+), rhonki(-/-),wheezing(-/-)
Abdomen : Supel, bising usus(+), nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Akral hangat(+), oedem(-)
Status Neurologis:
Motorik : 2222 5555
2222 5555

; sensorik : DBN (dalam batas normal)

R. Fisiologis : +2/+2 (atas); +2/+2 (bawah)


R. Patologis : (-)
TRM : (-)

18

LNK : Lesi N. VII sentral dextra dan N .XII sentral sinistra


A

- AX1 : Diagnosa klinis


: Hemiparesis dextra, disatria (+), paresae N.
VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra.
Diagnosa etiologis
: Cerebro vascular diseases
Diagnosa topis
: Basal ganglia
Diagnosa patologis : Infark serebri
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolestrolmia

Non medikamentosa
- Tirah baring dengan posisi semi fowler 20-30 derajat.
Medikamentosa
1. NaCL 0,9%/12 jam
2. Vitamin B6 2x1 tab
3. Vitamin B12 2x1 tab
4. Asam folat 2x1 tab
5. Simvastatin 1x20 mg
6. Diet lunak kalori 1400 kalori/24 jam

25 November 2016 (Perawatan hari ke-2)


S
O

Lemah sisi tubuh sebelah kanan (+)


KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 170/90 mmHg
N : 80x / menit
RR : 20 x / menit
S

: 36,50 C

Mata : Pupil bulat isokor, d = 3 mm /3mm, RCL +/+ , RCTL + / +


Ekstremitas : Akral hangat(+), oedem(-) pada keempat ekstremitas
Status Neurologis:
Motorik : 2222 5555
2222 5555

; sensorik : DBN

19

R. Fisiologis : +2/+2 (atas); +2/+2 (bawah)


R. Patologis : (-)
TRM : (-)
LNK : Lesi N. VII sentral dextra dan N .XII sentral sinistra
A

AX1 : Diagnosa klinis

: Hemiparesis dextra, disatria (+), paresa

N. VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra.


Diagnosa etiologis
: Cerebro vascular diseases
Diagnosa topis
: Basal ganglia
Diagnosa patologis : Infark serberi
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolesterolmia
Medikamentosa
1. IVFD Nacl 0,9% 500cc/12 jam 14 tpm Aff Inf
2. Simvastatin 1x20 mg tab
3. Vitamin B6 2x1 tab
4. Vitamin B12 2x1 tab
5. Aspilet 1x80 mg tab
6. Asam folat 2x1 tab
7. Clopidogrel 1x75 mg
8. Diet lunak 1600 kalori/24 jam
9. Fisioterapi
10. Rawat jalan besok

26 November 2016 (Perawatan hari ke-3)


S
O

Tangan dan kaki kanan masih lemas, tidak bisa tidur (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 150/80 mmHg
N : 80x / menit
RR : 18 x / menit
S

: 36,30 C

Mata : Pupil bulat isokor, d = 3 mm /3mm, RCL +/+ , RCTL + / +


Ekstremitas : Akral hangat(+), oedem(-) pada keempat ekstremitas
20

Status Neurologis:
Motorik : 3333 5555
3333 5555

; sensorik : DBN

R. Fisiologis : +2/+2 (atas); +2/+2 (bawah)


R. Patologis : (-)
TRM : (-)
LNK : Lesi N. VII sentral dextra dan Lesi N. XII sentral kiri

AX1 : Diagnosa klinis

: Hemiparesis sinistra, disatria (+), parese

N. VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra.


Diagnosa etiologis
: Cerebro vascular diseases
Diagnosis Topis
: Basal ganglia
Diagnosa patologis : Iskemik
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolesterolmia
Medikamentosa
1. Aff infus pasang Venflon
2. Simvastatin 1x20 mg tab
3. Vitamin B6 2x1 tab
4. Vitamin B12 2x1 tab
5. Aspilet 1x80 mg tab
6. Asam folat 2x1 tab
7. Clopidogrel 1x75 mg
8. Diet lunak 1600 kalori/24 jam

27 November 2016 (Perawatan hari ke-4)


21

S
O

Tangan dan kaki kanan masih lemas, tidak bisa tidur (+)
KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 150/80 mmHg
N : 80x / menit
RR : 18 x / menit
S

: 36,30 C

Mata : Pupil bulat isokor, d = 3 mm /3mm, RCL +/+ , RCTL + / +


Ekstremitas : Akral hangat(+), oedem(-) pada keempat ekstremitas
Status Neurologis:
Motorik : 3333 5555
3333 5555

; sensorik : DBN

R. Fisiologis : +2/+2 (atas); +2/+2 (bawah)


R. Patologis : (-)
TRM : (-)
LNK : Lesi N. VII sentral dextra dan Lesi N. XII sentral kiri

AX1 : Diagnosa klinis

: Hemiparesis dextra, disatria (+) parese N.

VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra.


Diagnosa etiologis
: Cerebro vascular diseases
Diagnosis topis
; Hemisfer cerebri kiri
Diagnosa patologis : Infark
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 : Hipercolesterolmia
Medikamentosa
1. Simvastatin 1x20 mg tab
2. Vitamin B6 2x1 tab
3. Vitamin B12 2x1 tab
4. Aspilet 1x80 mg tab
5. Asam folat 2x1 tab
6. Clopidogrel 1x75 mg
7. Diet lunak 1600 kalori/24 jam
22

28 November 2016 (Perawatan hari ke-5


S
O

Tangan dan kaki kanan masih lema (+)


KU : CM, GCS E4 M6 V5
TD : 150/80 mmHg
N : 80x / menit
RR : 18 x / menit
S

: 36,30 C

Mata : Pupil bulat isokor, d = 3 mm /3mm, RCL +/+ , RCTL + / +


Ekstremitas : Akral hangat(+), oedem(-) pada keempat ekstremitas
Status Neurologis:
Motorik : 4444 5555
4444 5555

; sensorik : DBN

R. Fisiologis : +2/+2 (atas); +2/+2 (bawah)


R. Patologis : (-)
TRM : (-)
LNK : Lesi N. VII sentral dextra dan Lesi N. XII sentral kiri

AX1 : Diagnosa klinis

: Hemiparesis dextra, disatria (+), paresa

N. VII sentral dextra dan N. XII sentral sinistra.


Diagnosa etiologis
: Cerebro vascular diseases
Diagnosis topis
; Basal ganglia
Diagnosa patologis : Infark serebri
AX2 : Hipertensi gr II
AX3 :Hipercolesterolmia
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.

Simvastatin 1x20 mg tab


Vitamin B6 2x1 tab
Vitamin B12 2x1 tab
Aspilet 1x80 mg tab
23

5. Asam folat 2x1 tab


6. Clopidogrel 1x75 mg
7. Diet lunak 1600 kalori/24 jam

24

BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non hemoragik/iskemik.
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiparesis dekstra, bicara pelo, dan bibir miring ke kanan. Setelah lemah

pasien

terjatuh, tanpa gejala nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan penurunan kesadaran.
Pasien mempunyai riwaayat hipertensi
Dari anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti hipertensi yang tidak
terkontrol.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti hipertensi
pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab
tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan stroke
yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan darah yang
begitu tinggi sampai 170/80 mmHg dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII sentral dextra dan N.XII
central sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik, tetapi pada
pemeriksaan N VII kita didapatkan parese central dextra, yang seharus nya terletak pada
central sinistra sesuai dengan lesi, ada kemungkinan ini terjadi bisa dikarnakan ada dua
lesi, dan bisa juga disebut hemipareis alternant, yaitu jika lesi vascular berada di daerah
batang otak sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis alternans yang mana berarti
pada tingkat lesi hemiparesis bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian distal dari lesi
hemiparesis bersifat kontralateral. . Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot
menurun pada ekstremitas kanan. Hal ini menunjukkan tanda dari gejala stroke
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan dapat
dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
25

Gadjah Mada skor


Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke
iskemik
Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat
0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran
2 = sopor/koma
Muntah
Nyeri kepala
Ateroma

0 = tidak ada; 1 = ada


0 = tidak ada; 1 = ada
0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)

Hasil :
Skor > 1
Perdarahan supratentorial
Skor < 1
Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 80) - (3 x 0) 12 = -1
infark cerebri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah strok iskemik
tidak banyak. Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih
tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra. Hal ini cocok
dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
).
Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang masih
sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan
mendekati normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehari-harinya mengingat
pasien masih dalam usia produktif.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien
pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam
26

dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien dalam menjalani
fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga
pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia
ad malam dikarenakan adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari
pasien untuk mengontrolnya.

27

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON-HEMORAGIK
I.

Definisi stroke
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.1
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease
(CVD) Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak
(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).
Stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di
dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ distal. Faktor risiko dari
stroke non hemoragik ini terbagi atas dua:
1. Faktor risiko mayor: Hipertensi, Diabetes melitus, serangan TIA, ada riwayat
serangan stroke, penyakit jantung, polisitemia.
2. Faktor risiko minor : Obesitas, hiperkolestrolemia, perokok berat

II.

Anatomi

Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh Anda. Jika otak Anda sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental Anda. Sebaliknya, apabila otak
Anda terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental Anda bisa ikut terganggu.

28

Seandainya jantung atau paru-paru Anda berhenti bekerja selama beberapa menit, Anda masih
bisa bertahan hidup. Namun jika otak Anda berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh
Anda mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh organ di
tubuh manusia.
Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang anatomi
dan fungsi otak secara detail bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan
membahas anatomi dan fungsi otak secara garis besarnya saja sekedar membuat Anda paham
bagian-bagian dan fungsi otak Anda sendiri.

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
29

3. Brainstem (Batang Otak)


4. Limbic System (Sistem Limbik)

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral
Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan
manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual
atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.

Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

30

Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus

Temporal berada

di

bagian

bawah

berhubungan

dengan

kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya
fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

31

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan,
yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel
saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan
belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otakkanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional(3).
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu
memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju3.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan4
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

32

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis
otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan
formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur(2)

III.

Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan
meninggal

pada

tahun

berikutnya

dan

sepertiganya

bertahan

hidup

dengan

kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i s e p e r t i s e m u l a .
Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai pen yebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per
t a h u n n y a . 3 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) 2 dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
IV.

Etiologi
1.AterosklerosisTerbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yangkadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkanpenyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran
darah. Selain dari endapanlemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
33

arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri(tunika intima) karena timbunan


kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnyadiameter pembuluh darah
dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah(7).
2.Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing iniberasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh
darah jantung, arteriatau vena.
3.Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menujuotak.
4.Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin
dankokain dengan jalan mempersempit lumenpembuluh darah otak.
5.Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak,yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
hipotensi ini sangatparah dan menahun
6.Viskositas darah
Perbedaan stroke thrombosis dan emboli :

Thrombosis serebri
Gejala akut/subakut dan sering
didahului gejala prodromal TIA
Sering terjadi waktu istirahat dan saat
bangun pagi
Biasanya kesadaran bagus
Sering mengenai usia dekade 6 8

Emboli serebri
Gejala mendadak
Terjadi waktu aktivitas, kadang waktu
istrirahat
Umumnya kesadaran bagus, namun
dapat juga menurun bila emboli besar.
Sering mengenai usia decade 2-3 dan
7
Harus ada sumber emboli

V. Faktor risiko
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu 10:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari
34

semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko
paling tinggi yaitu 71%, .5,6
Jenis Kelamin
laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan perempuan. Insiden
stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan
Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
terkena stroke.
b. Faktor resiko yang dapat diubah3 :
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak.6,7
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke,Artinya risiko terjadinya stroke
pada penderita diabetes mellitus 3 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial

fibrillation

(AF),

karena

memudahkan

terjadinya

penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat


pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke.
35

Transient Ischemic Attack (TIA)


Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus.3

Obesitas

meningkatkan

risiko

stroke,

Obesitas

dapat

meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis.


Hiperkolesterolemia
Tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama
Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak.
Merokok
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan
dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain

36

VI.

VII.

Patofisiologi

Klasifikasi
Stroke memiliki banyak klasifikasi, semuanya berdasarkan atas gambaran klinis, patologi
anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya.
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses

patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik 7:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
37

iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama
makin berat.
iv. Stroke komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah
menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal8:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL).

ii.

Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

VIII.Manifestasi stroke non hemoragik


Gejala klinis
Stroke iskemik memberikan gambaran klinis berupa simptom dan tanda fokal yang berhubungan
dengan area otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena. Pada stroke iskemik, oklusi
pembuluh darah menghalangi aliran darah ke area spesifik di otak, mengganggu fungsi
neurologik yang bergantung pada regio tersebut dan memberikan gambaran pola defisit yang
khas untuk regio tersebut.
Berbeda dengan stroke iskemik, stroke hemoragik memberikan pola keterlibatan fokal yang tidak
dapat diprediksikan sebab komplikasinya seperti peningkatan tekanan intrakranial, oedema
cerebral, penekanan jaringan otak dan pembuluh darah atau perembesan darah melalui rongga
subaraknoid atau ventrikel otak dapat mengganggu fungsi otak yang jauh dari tempat perdarahan
terjadi.
38

Sebelum melangkah lebih jauh sebaiknya kita mengetahui dahulu sirkulasi darah darah otak.
Peredaran darah di otak dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Sirkulasi anterior
Sirkulasi anterior otak yang mensuplai sebagian besar dari korteks dan substansia putih
subkorteks, basal ganglia, dan kapsula interna, terdiri atas : arteri karotis interna dan cabangcabangnya yaitu arteri koroidal anterior, arteri cerebral anterior, arteri cerebral
media. Arteri cerebral media memberikan cabang arteri lentikulostriata. Stroke yang diakibatkan
oleh gangguan pada sirkulasi anterior akan memberikan gejala dan tanda berupa aplasia, apraxia,
agnosia, hemiparesis, hemisensori dan defek visual.
2. Sirkulasi posterior
Sirkulasi posterior otak mensuplai batang otak, cerebellum, thalamus dan juga bagian dari lobus
occipital dan temporal. Sirkulasi ini terdiri atas: sepasang arteri vertebralis, ateri basilaris
dan cabangnya yaitu arteri serebelaris posterior inferior, arteri serebelaris anterior
inferior, arteri serebelaris superior, dan arteri cerebral posterior. Stroke yang diakibatkan
oleh gangguan pada sirkulasi posterior akan memberikan gejala dan tanda berupa disfungsi
batang otak, termasuk koma, vertigo, mual dan muntah, kelumpuhan nervus kranialis, ataksia
dan defisit sensorimotorik yang mengenai wajah pada satu sisi tubuh dan anggota gerak pada sisi
lainnya. Hemiparesis, hemisensori dan defisit lapangan penglihatan juga terjadi, tetapi tidaklah
spesifik untuk stroke yang diakibatkan oleh gangguan pada sirkulasi posterior.
Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi
dasar neuroanatomik dari defisit klinis.
Berikut adalah korelasi klinik anatomik dari stroke iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian dari korteks
motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga disebut sebagai pusat
inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang
39

dijumpai bila dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima
aliran darah serebral dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai
kontralateral, grasp reflex kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi
dan inkontinensia (11)
2. Arteri serebral medial
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal dalam.
Cabang kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai seluruh area
korteks motorik dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area berbahasa ekspresif
(Broca) dari hemisfer dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif
(Wernicke) dari hemisfer dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian
proksimal arteri cerebral medial mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik untuk
wajah, lengan, tangan, kaki pada genu dan krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial
adalah arteri yang paling Bering terkena dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang
terlibat, bermacam-macam gambaran klinis dapat terlihat.

1. Stroke devisi superior


Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi tidak pada kaki;
hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa hemianopia homonim. Kalau area hemisfer
dominan terlibat maka selain gambaran diatas juga disertai dengan afasi broca.
2. Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal yang bermakna seperti
grafastesia dan stereognosis pada kontralateral tubuh, anosognosia, dressing apraxia,
konstruksional apraxia. Kalau hemisfer dominan juga ikut terkena maka dijumpai aplasia
Wernicke.
3. Arteri karotis interna
40

Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada adekuat
tidaknya sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik, sedang yang
simptomatik memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis medial walaupun
gejala lain mungkin juga timbul(12)
4. Arteri serebralis posterior
Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah pada
korteks cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak tengah. Gambaran
klinis berupa hemianopia homonym yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Kalau
oklusi terjadi pada level otak tengah, abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan
vertical, kelumpuhan nervus okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital
hemisfer dominan, maka pasien akan mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual
agnosia.

5. Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler berjalan melalui
permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak tengah, kemudian bercabang
menjadi arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan
temporal medial, thalamus medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang
otak dan serebellum.
VIII.

Diagnosis Stroke Non Hemoragik


Diagnosis didasarkan atas hasil11:
a. Penemuan Klinis
Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan Fisik Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, diabetes mellitus kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
c. System scoring
41

Skor Siriraj : ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri


kepala ) + ( 0,1 x tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12 =
Hasil :
SS > 1
= Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
SS < -1
= Stroke Non Hemoragik
Keterangan : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala
: Tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus
: Tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma
: Tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)

IX.

- Algoritma Gadjah Mada

c. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis
dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
ii. Pemeriksaan lain-lain

42

Seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung


jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,
Elektrokardiografi (EKG).
X.

Diagnosis Banding
-Stroke Hemoragik
-Lesi Struktural intracranial (hematoma subdural,tumor otak)
-Abses otak
XI.
Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang diperlukan pengobatan sedini
mungkin, Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menetukan hasil pengobatan.10
1.

penatalaksanaan stroke non hemoragik.


a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan

trombolisis

dengan

rt-PA (recombinan

tissue-plasminogen

activator). Fibrinolitik/trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen


activator) intravena Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis
obat golongan ini adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun yang
tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja memecah
trombus dengan mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin.

Efek

peranan penting dalam penatalaksanaan stroke iskemik akut dengan


fibrinolitik. Beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa rentang
waktu terbaik untuk dapat diberikan terapi fibrinolitik yang dapat
memberikan manfaat perbaikan fungsional otak dan juga terhadap
angka kematian adalah samping yang sering terjadi adalah risiko pendarahan

seperti pada intrakranial atau saluran cerna; serta angioedema.8 Kriteria pasien
yang dapat menggunakan obat ini berdasarkan rentang waktu dari
onset gejala stroke dapat dilihat pada tabel 1 (onset gejala)

43

44

angka kematian, kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh
karena itu antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk
penggunaan rutin pada pasien stroke iskemik. Terapi antikoagulan dapat diberikan
dalam 48 jam setelah onset gejala apabila digunakan untuk pencegahan kejadian
tromboemboli pada pasien stroke yang memiliki keterbatasan mobilitas dan
hindari penggunaannya dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.5 Bukti yang ada
terkait penggunaan antikoagulan sebagai pencegahan kejadian tromboembolik
atau DVT (deep vein thrombosis) pada pasien stroke yang mengalami paralisis
pada tubuh bagian bawah, dimana UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang
sama tapi juga perlu diperhatikan terkait risiko terjadinya pendarahan.
Berdasarkan analisis efektivitas biaya LMWH lebih efektif dan risiko
trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH.
b. perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :
i. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol
dan hindari cairan hipotonik.
ii. Memperbaiki perfusi jaringan otak.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.

2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut


45

a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kg/BB (dosis maksimum 90 mg) 10%


diberikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam waktu 1 jam jika onset
dipastikan <3jam dan hasil CT-scan tidak m emperlihatkan infark yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respon cepat maka dapat diberikan
dogoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infark
dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat
salah satu hal berikut :
i. Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,
iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati),
nefropati hipertensif, diseksi aorta.
ii. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolic >120 mmHg, tekanan
arteri rata-rata >140 mmHg
3. Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau
radiologis adanya infark yang massif, kesadaran menurun.
4. Pertimbangan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit
dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin
parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
a. Kemungkinan besar stroke kardioemboli
b. TIA atau infark karena stenosis arteri karotis.

Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular,


obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulasia,
penghambat trombosit dan trombolitika : 13
1. Antikoagulansi adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan digunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang
termasuk golongan ini yaitu heparin dan kamarin.14
2. Obat yang dapat menghambat agregasi trombodit sehingga menyebabkan
terhambatnya pembekuan thrombus yang terutama setring ditemukan pada system
46

arteri. Obat yang termasuk golongna ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopedin,
idobufen, clopidogrel dan epoprostenol.14
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan thrombus
diberikan 3 jam setelah infrak otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase,
urokinase dan reteplase.
XII.

Pencegahan
A. Pencegahan
- Gaya hidup sehat bebas stroke :
Menghindari rokok(13)
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
-

vaskular.
Obat obatan yang digunakan
Asetosal digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar

antara 80-320 mg/hari.


Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan
faktor risiko penyakit jantung, kondisi koagulopati yang lain dengan syarat
syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10 mg/hari dan disesuaikan setiap
hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes, biasanya baru tercapai

setelah 3-5 hari pengobatan


Komplikasi

XIII.

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis
yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu(13) :

Demam
Peningkatan temperature badan dikaitkan dengan deficit neurology yang lebih serius

mungkin

disebabkan

oleh

meningkatnya

metabolisme

badan,meningkatnya

pelepasan

neurotransmitter dan produksi radikal bebas .Temperatur badan seharusnya dikurangkan dengan
penggunaan agen anti piretic. Dan ternyata hypothermia bersifat neuroprotektif pada pasien yang
mengalami deficit neurology fokal mahupun global selepas suatu stroke iskemik.

Ritme jantung
47

Infark miokard dan aritme jantung merupakan komplikasi yang bisa terjadi selepas suatu
stroke iskemik mungkin disebabkan daripada gangguan fungsi parasimpatetik atau simpatetik
aritme yang paling banyak ditemukan selepas suatu stroke adalah atrial fibrilasi(14).

Tekanan darah yang tinggi


Stroke bisa menyebabkan tekanan darah meninggi disebabkan oleh banyak sebab antaranya

stress dari stroke sendiri, nyeri, kandung kemih yang penuh,pasien dengan hipertensi sebelum
suatu stroke, respon badan dari suatu hipoksia. Teori mengatakan tekanan darah harus
dikurangkan untuk mengurangkan oedem cerebri,pendarahan di tempat infark, mengurangkan
damage pada vascular,dan mengurangkan resiko terjadinya stroke rekurent yang awal. Pada
kebanyakan pasien administrasi ke kamar isolasi,pengunaan kateter untuk mengosongkan
kandung kemih dan mengurangkan nyeri dengan pemberian analgesic sudah cukup untuk
mengurangkan tekanan darah. Penangan untuk mengurangkan tekanan darah secara akut tidak
harus dilakukan sampai tekanan diastolic >120mmHg dan tekanan sistolik > 220mmHg.

Hipoglikemik dan hiperglikemik


Hipoglikemik sendiri bisa mengakibatkan simptom simptom neurologi yang sama dengan

stroke akut. Karena itu pengukuran kadar glukosa dan koreksi hipogikemia penting pada pasien
stroke akut. Diabetis mellitus merupakan suatu factor resiko dari stroke,dan hyperglikemia pada
pasien menunjukkan prognosis yang kurang baik pada pasien stroke.Hiperglikemia pada pasien
stoke ini mungkin disebabkan oleh terjadinya suatu asidosis jaringan yangterjadi akibat
anaerobic glikosis
XIV.

Prognosis

Resiko kematian pada 7 hari pertama atau 30 hari pertama setelah stroke fase akut yang
pertama adalah sebesar 10 %-20%. Resiko kematian pada tahun pertama pada pasien yang
mengalami stroke pertama lebih tinggi dari individual yang belum pernah kena stroke. Pasien
dengan stroke hemoragik mempunyai resiko kematian yang lebih besar berbanding dengan

48

pasien dengan iskemik stroke. Pasien dengan major iskemik stroke (total oklusi arteri serebral
anterior ) mempunyai resiko kematian yang lebih besar(1

2.2 Digital Subtraction Angiografi


2.2.1 Definisi
Cerebral DSA merupakan suatu upaya diagnostik dengan cara menginjeksikan kontras
kearah pembuluh darah otak / yang menuju otak yang akan diperiksa dengan menggunakan
kateter melalui arteri (arteriografi). Pada umumnya dilakukan melalui arteri femoralis. C-DSA
dapat

membantu

banyak

bagi

para neurologist,

karena

sebenarnya

banyak

sekali

penyakit di bidang neurologi khususnya yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah,
misalnya di daerah ekstra maupun intrakranial bila kita dihadapkan pada keadaan-keadaan trans
ischaemic attact (TIA) dan atau stroke iskemik yang berulang, perdarahan sub-araknoid spontan,
aneurisma, arteri vena malformasi, vasospasme intrakranial, tumor-tumor yang berada di daerah
kepala, fistula yang berbentuk dural arteriovenous maupun carotid cavernous, dan keadaankeadaan lainnya untuk melihat bentuk anatomi ataupun kolateral yang ada pada pembuluh darah
ekstra maupun intrakranial

2.2.2 Peranan DSA


Manfaat pemeriksaan DSA bagi para neurologist
Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas, pemeriksaan DSA memiliki arti yang
sangat penting bagi paraneurologist pada saat mereka menghadapi keadaan-keadaan yang
disebabkan oleh kemungkinan gangguan pembuluh darah pada otak maupun medula spinalis.
Beberapa manfaat dari pemeriksaan DSA bagi para neurologist antara lain :

49

1. Pemeriksaan DSA merupakan pemeriksaan gold standard untuk mengetahui adanya


aneurisma yang menyebabkan perdarahan subaraknoid spontan ataupun malformasi
pembuluh darah ekstra dan intrakranial.
2. Pemeriksaan DSA memberikan efektivitas dan keoptimalan dalam hal waktu bila kita
ingin

melakukan

sekaligus

pemeriksaan

pada

keadaan stroke iskemik

(setelah

CT scan kepala) dan sekaligus tindakan terapi trombolisis.


3. Dengan pemeriksaan DSA kita dapat mengetahui hasil yang lebih akurat bila kita
dihadapkan dengan suatu keadaan stenosis ataupun oklusi dibanding dengan pemeriksaan
lainnya. Dan bila memang terdapat stenosis walaupun tidak memenuhi kriteria
indikasistenting,

namun

dilakukan stenting dengan

kita

dapat

melihat

melihat

kompensasi

dan
atau

memikirkan
pola

aliran

apakah
darah

perlu
sisi

kontralateralnya, apakah cukup adekuat, sehingga kita bisa memutuskan untuk


melakukan stenting atau tidak Kemudian bila kita ingin melakukan stenting maka dari
hasil DSA yang kita dapatkan sudah tergambar jelas rute dari perjalanan mikrokateter
dan microguidewire kita kelak, apakah rute perjalanannya akan lancar, atau banyak
kelokan-kelokan dari pembuluh darah yang cukup menyulitkan kita bila akan
melakukan tindakan stenting?
4. Dengan DSA kita bisa melihat adakah koletaral-kolateral dari cabang-cabang pembuluh
darah distal bila kita ingin melakukan oklusi pada salah satu cabang pembuluh darah
tertentu, agar suplai aliran darah ke daerah yang akan kita oklusi tersebut dapat terjamin.
5. Pada kasus pascatrauma kepala (khususnya sedang dan berat), DSA dapat digunakan
untuk menyingkirkan adanya pseudo-aneurisma yang seringkali timbul pascatrauma
kepala khususnya pada pasien-pasien yang seringkali mengeluh nyeri kepala yang tidak
kunjung hilang (membaik setelah minum obat namun kambuh lagi bila pengaruh obat
habis) hingga beberapa bulan setelah kejadian .
6. DSA dapat menunjukan secara lebih jelas dan terperinci, pembuluh darah mana yang
menjadi feeder suatu tumor intrakranial berikut peta perjalanan ke tumor tersebut,
sehingga kita bisa menyusun strategi bila kita ingin melakukan embolisasi guna
membantu sejawat bedah saraf sebelum mereka melakukan reseksi .
Indikasi pemeriksaan DSA :
50

Kasus yang di indikasikan pemeriksaan C-DSA antara lain :


1. Vascular occlusive disease baik arteri maupun vena
2. Perdarahan intracranial, baik perdarahan subarakhnois intraventrikuler, parenkimal,
maupun kraniofasial
3. Aneurisma, malformasi arteri-vena dan anomaly congenital seperti vena galen
4. Adanya kecurigaan vasospame arteri serebral
5. Adanya kecurigaan trauma pembuluh darah cervico-cerebral seperti diseksi dan
pseudoaneurisma
6. Evaluasi suplai pembuluh darah ke tumor
7. vaskulitis
Kontraindikasi dan komplikasi DSA
Secara khusus dikatakan, selain pasien alergi terhadap kontra.. Sementara angka
komplikasi yang timbul amatlah bervariasi, namun dari rangkuman beberapa jurnal yang
terbit pada tahun 2000 2010, angka komplikasi keseluruhan berkisar antara 0,05% - 4,5%;
di mana 85%-90% dari angka angka tersebut bersifat reversibel. Komplikasi yang paling
parah (selain kematian) adalah terjadinya stroke (iskemik/perdarahan), trans iskemik attack,
gangguan orientasi, lalu disusul hematoma, luka pada bidang tindakan yang tidak kunjung
sembuh, dan nyeri pada lokasi bekas tindakan. Demikian pula pada anak-anak, tindakan DSA
akan aman untuk dilakukan.
Komplikasi yang terjadi secara detail diklasikikasikan menjadi :
1. Sifat komplikasi :
a. Neurologi :
- Penurunan kesadaran
- Defisit neurologi ( gangguan bicara,penglihatan kabur, gangguan memori )
- Nyeri kepala
- Gangguan keseimbangan
- TIA
- Stroke lengkap
b. Non neurologi :
- Hematoma
- Urtikaria
- Indeksi
- Transient hipotensi
- Transient disritmia
2. Lama terjadinya komplikasi :
a. Transient : durasi komplikasi berlangsung hingga 24 jam
b. Temporer : durasi komplikasi berlangsung antara 24 jam hingga 7 hari
51

c. Permanen : durasi komplikasi berlangsung hingga lebih dari 7 hari

DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005
2. Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM. Stroke. Lancet. 2008 May 10.
371(9624):1612-23.
3. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage: pathophysiology. Can J
Neurol Sci. 2005 Dec. 32 Suppl 2:S3-12
4. International Warfarin Pharmacogenetics Consortium, Klein TE, Altman RB, et al.
Estimation of the warfarin dose with clinical and pharmacogenetic data. N Engl J Med.
2009 Feb 19. 360(8):753-64.
5. Regalado E, Medrek S, Tran-Fadulu V, et al. Autosomal dominant inheritance of a
predisposition to thoracic aortic aneurysms and dissections and intracranial saccular
aneurysms. Am J Med Genet A. 2011 Sep. 155A(9):2125-30.
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8. Kelompok studi serebrovaskular & neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2004.
Ed.3. Jakarta. Maret.2004.
52

9. Kelompok studi serebrovaskular & neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2007.


Jakarta. Maret.2007.
10. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.
2006.
11. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 10,
2016.
12. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003.
13. Trihono. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2013, 2013. Available at :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.
Acces on : September 10, 2016.
14. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC. Jakarta.
2006

53

Anda mungkin juga menyukai