STROKE ISKEMIK
PEMBIMBING:
PENULIS:
030.15.009
1
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di RSAU dr. Esnawan Antariksa Periode 28 Oktober – 29 November 2019
Penyusun :
Agra Ayu Fidela
030.15.009
2
LEMBAR PENILAIAN LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
NIM 030.15.009
Tanggal
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data
Analisa masalah
Penguasaan teori
Referensi
Cara penyajian
Bentuk laporan
Total
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 = sangat baik (100%)
Komentar penilai
3
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan salah
satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara di dunia.1 pada tahun
2013, terdapat sekitar 25,7 juta kasus stroke, dengan hampir separuh kasus (10,3 juta kasus)
merupakan stroke pertama. Sebanyak 6,5 juta pasien mengalami kematian dan 11,3 juta
pasien mengalami kecacatan. Berdasarkan patologinya, stroke dibagi menjadi stroke iskemik
yang disebabkan oleh sumbatan dan stroke hemoragik yang disebabkan oleh perdarahan.2,3
Berdasarkan American Heart Association (AHA) tahun 2016, presentase stroke iskemik lebih
tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik dengan angka stroke iskemik mencapai 87%,
adapun angka kematian akibat stroke iskemik (11,3%) relatif lebih kecil dibandingkan stroke
hemoragik (17,2%).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 61 tahun
Alamat : Jl. Bala dewa No. 12 B, Duren Sawit, Jakarta Timur
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terahkhir : SLTA
Tanggal masuk : 6 November 2019
Nomor RM : 194079
Tanggal pemeriksaan : 7 November 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Wajah tampak asimetris sejak 6 jam SMRS.
5
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya kurang lebih 1 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan pernah punya riwayat kolesterol tinggi. Riwayat
adanya penyakit jantung, paru, ginjal, hipertensi, dan diabetes melitus disangkal
oleh pasien.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku jarang berolahraga, merokok (-), alkohol (-).
Kepala-leher :
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Hidung : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Mulut : sianosis (-) bibir pucat (-) ulkus (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Abdomen :
Inspeksi : pembesaran organ (-)
6
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani disebagian besar lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-)
Status Neurologis
7
Pengecapan lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
Kesan : Parese N. VII Dextra Sentral
N. VIII Tes pendengaran
Tidak dilakukan
(Vestibulokoklearis) Tes keseimbangan
Pengecapan lidah 1/3
N. IX, X
posterior
(Glosopharingeus, Tidak dilakukan
Refleks menelan
Vagus)
Refleks muntah
Mengangkat bahu
N. XI (Accessorius) Tidak dilakukan
Menoleh
Pergerakan lidah Deviasi ke kanan
Disartria (+)
N. XII
Atrofi (-)
(Hypoglossus)
Fasikulasi (-)
Kesan : Parese N.XII Dextra Sentral
Pemeriksaan motorik
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Atrofi (-) (-) (-) (-)
Tonus Normotonus normotonus normotonus normotonus
Gerak involunter (-) (-) (-) (-)
Kekuatan motorik 4444 5555 4444 5555
Bisep dan trisep Patella dan achiles
Refleks fisiologis
+++ ++ +++ ++
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Refleks patologis
Hoffman - Tromner (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
8
Pemeriksaan sensorik : Hemihipestesi dextra
Rangsang meningeal
o Kaku kuduk : negatif
o Lasegue : negatif
o Kernig : negatif
o Brudzinski I : negatif
o Brudzinski II : negatif
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HEMATOLOGI (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.1 g/dL 11,7 – 15,5
Lekosit 5900 /µL 3800 - 10600
Hematokrit 35 % 35 – 47
Trombosit 211000 /µL 150.000 – 440.000
KIMIA KLINIK (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
Ureum 30 mg/dL 10 - 50
Kreatinin 0.7 mg/dL 0.6 – 1.1
Glukosa Sewaktu 75 mg/dL < 120
ELEKTROLIT (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
144 mmEq/L 136 - 149
Natrium
Kalium 4.2 mmEq/L 3.5 – 5.2
Chlorida 103 mmEq/L 95 - 105
Rontgen Thoraks
Kesan :
Cor tidak membesar
Kalsifikasi arcus aorta
Paru dalam batas normal
10
CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
Deskripsi :
Parenkim otak tak tampak lesi hipodens atau hiperdens
Tidak tampak epi/subdural hematom maupun subarachnoid bleeding
Perifer sulci dan fissura silvii tak melebar
Sistem ventrikel di tengah simetris, tak melebar
Defferensiasi gray dan white matter baik. Tak tampak shift dari struktur
midline
Pons dan cerebellum baik
Sinus paranasalis yang tercakup tampak normal
Kesan : Tidak tampak infark/perdarahan/SOL di parenkim otak
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa pada hari Rabu, 6
November 2019 dengan keluhan wajah tampak asimetris sejak 6 jam SMRS yaitu
sejak hari rabu pagi. Pasien mengatakan terdapat adanya rasa baal pada lidah. Pasien
juga sering mengeluhkan kesemutan di tangan dan terasa pegal. Saat diajak
11
berkomunikasi pasien tidak tampak bicara pelo, mulut mencong ke kiri, dan berbicara
masih nyambung. Pasien mengatakan tidak ada tersedak saat makan atau minum.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya kurang lebih 1 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan pernah punya riwayat kolesterol tinggi. Riwayat adanya
penyakit jantung, paru, ginjal, hipertensi, dan diabetes melitus disangkal oleh pasien.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran GCS 15 (E4, V5, M6). Tekanan darah 112 / 67 mmHg, heart rate (HR) 68
x/menit, respiratory rate (RR) 20 x/menit, suhu 36,2 °C dan saturasi oksigen 99%.
Status internus dalam batas normal. Status neurologis pada pemeriksaan nervus
kranialis ditemukan kesan parese N.VII dextra sentral, dan parese N. XII dextra
sentral. Pemeriksaan motorik didapatkan hemiparesis dextra (kekuatan motorik
ektremitas atas 4444|5555 dan motorik ekstremitas bawah 4444|5555), pemeriksaan
sensorik didapatkan hemihipestesi dextra.
Pemeriksaan penunjang pasien dimulai dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan rotgen thorax didapatkan elongasi
aorta dan kalsifikasi aorta, serta CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan kesan
normal.
Diagnosis Topis :
Hemisfer serebri sinistra
Diagnosis Etiologi :
Vaskular
Diagnosis Patologis :
Stroke Infark
12
VII. PENATALAKSANAAN
Bed rest
Observasi kondisi umum
Pemeriksaan tanda tanda vital, status generalis dan status neurologis
IVFD Asering 1000 ml / 24 jam
Inj. Citicolin 500 mg / 12 jam
Obat rutin lanjut :
- PO Aspilet 80 mg / 24 jam
- PO Clopidogrel 75 mg / 24 jam
- PO Mecobalamin 5 mg / 8 jam
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
13
BAB III
ANALISIS MASALAH
Ny. R usia 61 tahun, didiagnosis stroke iskemik berdasarkan keluhan adanya wajah
asimetris sejak 6 jam SMRS, lidah terasa baal, mulut mencong ke kiri dan adanya rasa
kesemutan dan terasa pegal pada tangan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pada tanda vital
yaitu tekanan darah 112 / 67 mmHg, status generalis dalam batas normal, dan pada status
neurologis terdapat parese N. VII dextra sentral, parese N.XII dextra sentral, hemiparesis
dextra dan hemihipestesi dextra. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, diagnosa
ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pada stroke iskemik dapat terjadi defisit
neurologis yang bersifat fokal maupun global yaitu kelumpuhan sesisi / kedua sisi,
kelumpuhan satu ekstremitas, gangguan pada nervus kranialis, gangguan fungsi
keseimbangan, serta gangguan fungsi somatik sensoris. Salah satu faktor risiko pasien ini
mengalami stroke adalah pasien pernah memiliki riwayat stroke sebelumnya dan saat ini
merupakan stroke berulang, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan salah satu faktor
risiko dari timbulnya stroke berulang dapat disebabkan oleh karena faktor usia, ataupun stres,
dan pasien pernah memiliki riwayat kolesterol tinggi.
14
pemberian IVFD Asering bertujuan untuk stabilisasi hemodinamik dan tatalaksana cairan,
serta pemberian injeksi citicolin yang biasanya digunakan dengan alasan menunda terjadinya
infark pada bagian otak yang mengalami iskemik bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi ke
jaringan. Untuk tatalaksana selama perawatan selain IVFD Asering dan injeksi Citicolin,
pasien diberikan Aspilet dan Clopidogrel sebagai antiplatelet dimana sesuai dengan literatur
bahwa antiplatelet digunakan untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya
agregasi platelet. Selain itu pasien diberikan Mecobalamin sebagai vitamin B12 untuk
meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein, dan lemak yang berfungsi untuk
melancarkan fungsi otak.
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI OTAK
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yaitu sistem katoris (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna setelah memisahkan diri dari
a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan di
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n.optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua menjadi a.serebri anterior dan a.serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi
darah bagi lobus frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk ke rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan
masing-masing a.cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi a.basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon
a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior yang melayani darah bagi
lobus occipitalis dan bagian medial lobus temporalis.
1. Sirkulus willisi, yaitu lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri kanan
kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a.serebri anterior), sepasang
a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior (menghubungkan a.serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-
masing melalui a.oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah
ekstrakranial)
Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut
sehingga menurut buskirk tidak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rektus dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.
16
Secara ringkas, anatomi pendarahan otak adalah sebagai berikut:
1. Arteri vertebralis
A. basilaris
A. serebral posterior arteri komunikans posterior
2. Arteri karotis interna
A. serebri media
A. oftalmika
A. serebri anterior
Kiri dan kanan membentuk arteri komunikans anterior
Di otak pembuluh darah saling beranastomosis membentuk sirkulus willisi.
DEFINISI
Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang menjadi sebab kematian
dan sebab utama cacat menahun. Stroke adalah pembentukan defisit neurologis fokal atau
global terjadi secara mendadak atas dasar gangguan peredaran darah otak serta mempunyai
pola gejala yang berhubungan dengan waktu. Defisit neurologis disini adalah adanya
gangguan fungsi neurologik. Mendadak menunjukkan suatu periode waktu yang singkat
(beberapa menit, jam bahkan hari). Berdasarkan vaskuler berarti kelainan primernya terdapat
pada peredaran darah ke otak. Penyakit serebrovaskuler dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Penyakit oklusi: trombosis arteri atau vena yang merupakan awal terjadinya infark
serebri.
2. Transient cerebral ischemic tanpa infark.
3. Perdarahan: ruptur pembuluh darah, sering dikaitkan dengan hipertensi maupun
malformasi pembuluh darah.
4. Malformasi pembuluh darah akibat abnormalitas pembuluh darah: aneurisma.
5. Penyakit degeneratif arteri yang dapat menyebabkan oklusi atau perdarahan.
6. Penyakit inflamasi dari arteri.
Onset akut dari infark atau perdarahan pada penyakit serebrovaskuler biasanya berkaitan
dengan penyakit vaskular dan menyebabkan gangguan fungsi otak (hemiplegi, penurunan
kesadaran, dll) dan stroke merupakan salah satu diantaranya. Jadi, stroke merupakan
suatu sindroma yang ditandai dengan gejala klinik yang berkembang dengan sangat cepat
baik gejala fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa penyebab lain selain vaskular.
17
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi:
Berdasarkan kasusnya, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan iskemik:
1. Stroke hemoragik
2. Perdarahan intraserebral
3. Perdarahan ekstraserebral (subaraknoid)
4. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
5. Aterosklerosis (hipoperfusi, emboli arteriogenik)
6. Penetrating artery disease (Lacunes)
7. Emboli kardiogenik (fibrilasi atrial, penyakit katup jantung, trombus ventrikal)
8. Cryptogenic stroke
9. Lain-lain (kadar protrombin, dissection, arteritis, migrain/vasospasme, ketergantungan
obat)
1. Transient Ischemic Attack (TIA): merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke: perjalanan stroke berlangsung
perlahan meskipun akut. Kondisi stroke dimana defisit neurologisnya terus bertambah
berat.
4. Complicated stroke / serangan stroke iskemik ireversibel: gangguan neurologis
maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke dimana
defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik
atau menetap.
18
Berdasarkan gejala klinisnya:
1. Stroke hemoragik:
a. Kesadaran menurun (tidak selalu)
b. Penderita rata-rata lebih muda
c. Terdapat adanya hipertensi
d. Terjadi dalam keadaan aktif
e. Didahului nyeri kepala
2. Stroke iskemik:
a. Penderita rata-rata lebih tua
b. Terjadi dalam keadaan istirahat
c. Terdapat adanya dislipidemia (LDL tinggi), diabetes mellitus, disaritmia
jantung
d. Nyeri kepala
e. Gangguan kesadaran jarang
ETIOLOGI
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis dapat berasal dari
“plaque atherosclerotic” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
c. Fibrilasi atrium.
d. Infarksio kordis akut.
e. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
f. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, jantung
miksomatosus sistemik
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
a. Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
b. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
19
c. Embolisasi lemak dan udara atau gas.
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 % stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 % diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan risiko pembentukan trombus aterosklerosis atau ulserasi plak, dan
perlengketan platelet).
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle cell, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contoh: trauma,
diseksi aorta torasik, arteritis).
Gejala defisit neurologis yang timbul tergantung pada daerah pembuluh darah yang
terkena. Terdapat beberapa sindroma yang sesuai dengan arteri yang terkena.
Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of sign) yang merupakan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.
F = Face
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke
bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.
A = Arms drive (gerakan lengan)
Angkat lengan lurus sejajar ke depan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke
atas selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak
disadari penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak
sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak
bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) yang tidak dapat berkata-kata (gagu) atau
dapat berbicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain sehingga komunikasi
verbal tidak nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan berbicara.
Orang tiba-tiba terlihat mengantuk berat atau kehilangan kesadaran atau pingsan
Pusing berputar
Rasa baal atau kesemutan separuh badan
Gangguan penglihatan secara tiba-tiba pada satu atau dua mata
21
PATOFISIOLOGI
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah defisit neurologis fokal yang disebabkan oleh adanya gangguan
aliran darah otak atau adanya sumbatan yang bisa disebabkan oleh thrombus atau emboli
yang dapat mengganggu suplai darah, oksigen dan energi ke otak. Trombus terbentuk
oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis maupun pembuluh darah
serebral. Proses ini diawali oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan
terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama
semakin tebal dan sklerotik. Trombosit akan melekat pada plak serta melepaskan faktor –
faktor yang menginisasi kaskade koagulasi dan pembentukan thrombus.
Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari
thrombus yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah pada bagian yang lebih distal.
Bila proses berlanjut, akan terjadi iskemia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan
yang bersifat sementara atau menjadi permanen yang disebut infark. (1,6,14)
22
Gambar 2. Area Infark dan Penumbra pada Stroke (1,6)
Jika aliran darah kembali dengan cepat, jaringan otak tidak sampai rusak dan dapat
berfungsi kembali seperti semula (Transient Ischemic Attack). Namun defisit
neurologis bisa juga gejala yang timbul menghilang (Reversible Ischemic Neurologic
Deficit). Defisit neurologis menjadi irreversible jika hipoperfusi menetap lebih lama
dari yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak dan terjadilah kematian sel. Infark juga
terjadi akibat proses inflamasi, gangguan sawar darah otak / blood brain barrier
(BBB), zat neurotoksik akibat hipoksia, menurunnya aliran darah mikrosirkulasi
kolateran dan tatalaksana untuk reperfusi.
23
Gambar 3. Patofisiologi Stroke Iskemik (14)
Pada daerah yang mengalami iskemia akan terjadi penurunan kadar Adenosine
Triphosphate (ATP) karena adanya gangguan suplai oksigen kedalam otak sebagai
sumber utama ATP di neuron. Penurunan jumlah ATP akan menstimulasi
metabolisme glikolisis yang akan menyebabkan peningkatan kadar laktat intraseluler.
Selain itu akan terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium sehingga terjadi
depolarisasi yang akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler dan
peningkatan pelepasan neurotransmitter glutamate yang akan berikatan dengan
reseptornya. Hal ini akan menyebabkan makin meningkatnya kadar kalsium
intraseluler sehingga menjadi pemicu terbentuknya radikal bebas nitrit oksida (NO),
inflamasi dan kerusakan DNA yang akan berkontribusi terhadap kematian sel. Selain
CBF yang sangat berpengaruh pada daerah penumbra, ada beberapa faktor lain yang
berperan terhadap perkembangan pasien pada fase akut, antara lain:
24
Kondisi stres oksidatif, merupakan kondisi diproduksinya radikal bebas
berupa O2 , hidroksil (OH) dan NO pada keadaan iskemia serebral.
Radikal bebas ini sangat mempengaruhi daerah penumbra akibat
pembentukan rantai reaksi yang dapat menghancurkan membran sel, DNA,
dan protein.
Asidosis daerah penumbra, terjadi akibat peningkatan metabolisme
anaerob yang disebabkan oleh proses iskemia
Depolarisasi daerah penumbra, terjadi akibat kegagalan pompa Na+/K+
dan berakibat terjadinya peningkatan kalium ekstrasel. Sel neuron akan
mengalami penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan extracellular ionic
gradient, dan masuknya NA diikuti Cl ke dalam sel yang berujung pada
edema sel.
Inflamasi pada daerah penumbra, akibat adanya iskemia. Respon
inflamasi ini merupakan respon normal yang bertujuan untuk pembersihan
debris sel, namun juga cenderung meningkatan kerusakan jaringan
serebral.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik atau perdarahan intraserebral spontan adalah defisit neurologis yang
terjadi secara tiba - tiba akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral. Perdarahan
intraserebral terdiri dari tiga fase yaitu perdarahan awal, ekspansi hematoma dan edema
hematoma. Perdarahan awal disebabkan oleh pecahnya arteri serebral yang dipengaruhi
oleh faktor - faktor risiko yang sudah disebutkan sebelumnya terutama hipertensi.
Kerusakan dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi terutama hipertensi
kronik menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak.
Turbulensi aliran darah mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid, yaitu nekrosis sel
/ jaringan dengan akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arteriol dan
rupture tunika intima sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut Charcot –
Bouchard. Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan darah arteri meningkat
mendadak. Pada beberapa kasus pecahnya pembuluh darah tidak didahului oleh
terbentuknya aneurisma, namun semata – mata karena peningkatan tekanan darah yang
mendadak.
25
Otak memiliki sistem autoregulasi untuk mempertahankan aliran darah ke otak,
dimana jika tekanan darah sistemik meningkat akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah
serebral dan apabila tekanan menurun akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah serebral.
Pada pasien dengan tekanan darah tinggi yang sudah lama akan terjadi hialinisasi pada
dinding pembuluh darah sehingga kehilangan ke elastisitasnya. Hal ini dapat
mengakibatkan pembuluh darah serebral tidak bisa lagi menyesuaikan diri dengan
fluktuasi tekanan darah sistemik dan apabila terjadi peningkatan tekanan darah secara
mendadak akan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Darah yang keluar akan
terakumulasi dan membentuk bekuan darah (hematom) di parenkim otak. Jika hal ini
terus terjadi hematom yang semakin besar akan memberikan efek desak ruang dan
menekan parenkim otak sehingga terjadi peningkatan TIK. Hal ini memperburuk kondisi
klinis pasien yang umumnya berlangsung 24 – 48 jam onset, akibat perdarahan yang terus
berlangsung dengan edema sekitarnya, serta efek desak ruang hematom yang
mengganggu metabolisme dan aliran darah.
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran garis tengah
(midline shift) dan herniasi otak yang mengakibatkan iskemia dan perdarahan sekunder.
Pergeseran juga dapat menekan system ventrikel otak menyebabkan hidrosefalus
sekunder. Biasanya terjadi pada kasus stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah
arteri serebri posterior dan anterior. Keadaan ini semakin meningkatkan TIK dan
meningkatkan tekanan vena di sinus – sinus duramater.
Hematom yang sudah terbentuk dapat menyusut sendiri jika terjadi absorbsi. Darah
akan kembali ke peredaran sistemik melalui system ventrikel otak. Selain hipertensi,
hematom intraserebral dapat disebebkan trauma, obat – obatan, gangguan pembekuan
darah dan proses degeneratif pada pembuluh darah.
1. Dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama dan tersering dari stroke tersering,
sebanyak 60% penyandang hipertensi akan mengalami stroke. dimana semakin
tinggi tensi semakin tinggi risiko terkena stroke. Tekanan darah yang tinggi
mengakibatkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah menjadi lebih tebal
dan peningkatan permeabilitas endotel sehingga terjadi pengerasan dinding
26
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi seperti
kesulitan untuk kontraksi atau dilatasi terhadap perubahan tekanan darah. Jika
terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mendadak dapat terjadi iskemik
jaringan otak karena tidak adekuatnya perfusi ke otak.
b. Diabetes Mellitus
Sebanyak 10 - 30% penderita Diabetes Mellitus (DM) dapat mengalami stroke.
Peranan hiperglikemi dalam proses aterosklerosis, yaitu gangguan metabolism
berupa akumulasi sorbitol di dinding pembuluh darah arteri yang dapat
menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya kandungan air dalam sel yang
mengakibatkan kurangnya oksigenasi.
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama dari stroke, dimana insiden
stroke dapat meningkat sampai dua kali lipat pada perokok dihubungkan dengan
banyaknya konsumsi rokok. Nikotin dalam rokok dapat menyebabkan
peningkatan kerja saraf simpatis sistem kardiovaskular sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah dan aliran darah ke otak. Selain itu nikotin juga
berpengaruh pada proses trombotik dimana terjadi penurunan produksi
prostasiklin dan tromboksan akibat pengaruh enzim siklooksigenase sehingga
terjadi peningkatan agregasi trombosit dan penyempitan lumen pembuluh darah.
Hal tersebut dapat memudahkan terjadinya stroke iskemik. (1,6)
d. Dislipidemia
Peningkatan kadar lipid plasma dalam tubuh dapat menyebabkan
stroke iskemik. Komponen dyslipidemia yang diduga berpedan adalah
kadar low density lipoprotein (LDL) yang tinggi dan kadar high density
lipoprotein (HDL) yang rendah. Kedua hal tersebut mempercepat
aterosklerosis pembuluh darah koroner dan serebral. (1,6)
e. Asam Urat
Kondisi hiperurisemia diduga merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan agregasi trombosit.
27
2. Tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia
18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih),
sesuai dengan studi Framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan terjadinya aterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihubungkan
pula dengan faktor resiko lainnya seperti atrial fibrilasi dan hipertesi yang sering
ditemukan pada usia lanjut.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko 1,25 - 2,5 kali lebih tinggi terkena stroke dibanding
perempuan. Namun angka ini berbeda pada usia lanjut. Insiden stroke pada wanita
meningkat seiring bertambahnya usia, hal ini dapat dihubungkan dengan kadar
hormon estrogen, dimana hormone estrogen yang menurun pada keadaan
premenopause dan menopause. Estrogen sendiri memiliki peran dalam mencegah
plak aterosklerosis di pembuluh darah sehingga perempuan usia produktif
memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vascular dan aterosklerosis.
c. Ras atau suku bangsa
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami
reiko stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insiden pada kulit hitam sebesar
246 per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit
putih hal ini berhubungan dengan faktor resiko stroke lain seperti hipertensi,
obesitas dan diabetes mellitus.
28
darah
Penemuan Peningkatan densitas, Pada fase akut adanya Pada fase akut
CT-Scan mungkin darah dalam area avaskuler, edema adanya area
ventrikel avaskuler, edema,
kemudian berubah
CSF Mungkin berdarah Bersih Bersih
29
c) Hipoglikemia (< 50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip
dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa atau
infus glukosa 10-20 % sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL.
d) Syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non hemoragik dengan
IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.
e) Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin subkutan
mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dl (80-110 mg/dl untuk
ICU). Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima
dosis pertama dari insulin subkutan.
f) Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam sampai
pada target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila
gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan
tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.
3. Antithrombus
a) Trombolitik: recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA), diberikan pada
fase akut, yaitu kurang dari 3 jam setelah timbul gejala. Dosis 0,9-90
mg/kgBB, 10% dari dosis diberikan IV bolus selama satu menit dan sisanya
dilanjutkan dengan drip selama 1 jam.
b) Antiplatelet: aspirin 160-325 mg/hari; clopidogrel 75 mg/hari. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel terbukti mampu mencegah stroke infark.
4. Antikoagulan
a) Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan
perburukan defisit neurologis, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik
akut (tidak direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut).
b) Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena
risiko komplikasi perdarahan intrakranial meningkat.
c) Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah
reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.
d) Kontraindikasi pemberian heparin: infark besar > 50%, hipertensi tidak
terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
5. Neuroprotektif
a) Citicolin dapat diberikan 2-4x250 mg/hari intravena kemudian dilanjutkan
dengan 2x500-1000 mg peroral.
KOMPLIKASI STROKE
30
MANAJEMEN FAKTOR RISIKO STROKE
Stroke dapat dicegah dengan merubah gaya hidup dan mengendalikan atau
mengontrol atau mengobati faktor-faktor risiko. Pencegahan stroke dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan (yang sangat dianjurkan) sebelum terkena
stroke. Caranya adalah dengan mempertahankan tujuh gaya hidup sehat.
Hentikan kebiasaan merokok.
Berat badan diturunkan atau dipertahankan sesuai berat badan ideal.
Body Mass Index (BMI) < 25 mg/m2
Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita, dan < 90 cm untuk pria.
Makan makanan sehat; rendah lemak jenuh dan kolesterol, menambah asupan
kalium dan mengurangi natrium, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Olahraga yang cukup dan teratur dengan melakukan aktivitas fisik yang punya
nilai aerobik seperti jalan cepat, bersepeda, berenang, dan lain-lain, secara teratur
minimal 30 menit dan minimal 3 kali per minggu.
2. Edukasi
Edukasi sebagai upaya untuk pencegahan agar tidak terkena stroke berulang dengan cara
mengendalikan faktor risiko yang telah ada seperti mengontrol hipertensi, kadar
kolesterol, gula darah, dan asam urat; merubah gaya hidup; minum obat dan kontrol
sesuai anjuran dokter secara teratur.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumatir CU. Pola penderita stroke di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode 1984-1985.
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Saraf.
1988.
2. Chusid JG, deGroot J. Correlative Neuroanatomy. 20th edition. United States of
America: Appleton & Lange, 1998.
3. Baehr M, Frotscher M. Blood Supply and Vascular Disorders of the Central Nervous
System in Duus’ Topical Diagnosis in Neurology 4th Completely Revised Edition.
New York: Thieme, 2005. 443-445.
4. Toole JF. Cardiac cause of cerebral ischaemia in cerebrovascular disorders 3th. New
York: Raven Press, 1986. 168-171.
5. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: pengenalan dan penatalaksanaa kasus-kasus
neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007; 18-34.
6. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
7. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin dunia kedokteran no.34. Afasia sebagai gangguan
komunikasi pada kelainan otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
8. Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis,
Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1996.
9. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologis: Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi
IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2010.
10. Lumbantobing SM. Neurologis klinis pemeriksaan fisik dan mental. Ban XI:
Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
32