Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

STROKE ISKEMIK

PEMBIMBING:

dr. Hendra Samanta, Sp. S

PENULIS:

Agra Ayu Fidela

030.15.009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

28 OKTOBER – 29 NOVEMBER 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Laporan Kasus dengan judul


“STROKE ISKEMIK ”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di RSAU dr. Esnawan Antariksa Periode 28 Oktober – 29 November 2019

Penyusun :
Agra Ayu Fidela
030.15.009

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Hendra Samanta, Sp.S


selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 18 November 2019

dr. Hendra Samanta, Sp.S

2
LEMBAR PENILAIAN LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Nama Agra Ayu Fidela

NIM 030.15.009

Tanggal

Judul kasus Stroke Iskemik

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

Pengumpulan data

Analisa masalah

Penguasaan teori

Referensi

Pengambilan keputusan klinis

Cara penyajian

Bentuk laporan

Total

Nilai % = (Total / 35) x 100%

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 = sangat baik (100%)

Komentar penilai

Nama Penilai Paraf / Stempel

3
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan salah
satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara di dunia.1 pada tahun
2013, terdapat sekitar 25,7 juta kasus stroke, dengan hampir separuh kasus (10,3 juta kasus)
merupakan stroke pertama. Sebanyak 6,5 juta pasien mengalami kematian dan 11,3 juta
pasien mengalami kecacatan. Berdasarkan patologinya, stroke dibagi menjadi stroke iskemik
yang disebabkan oleh sumbatan dan stroke hemoragik yang disebabkan oleh perdarahan.2,3
Berdasarkan American Heart Association (AHA) tahun 2016, presentase stroke iskemik lebih
tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik dengan angka stroke iskemik mencapai 87%,
adapun angka kematian akibat stroke iskemik (11,3%) relatif lebih kecil dibandingkan stroke
hemoragik (17,2%).

Menurut World Stroke Organization bahwa 1 diantara 6 orang di dunia akan


mengalami stroke di sepanjang hidupnya, sedangkan data American Health Association
(AHA) menyebutkan bahwa setiap 40 detik terdapat 1 kasus baru stroke dengan prevalensi
795.000 pasien stroke baru atau berulang terjadi setiap tahunnya dan kira-kira setiap 4 menit
terdapat 1 pasien stroke meninggal. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 20
kematian di Amerika Serikat.

Di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian tertinggi berdasarkan Indonesia Stroke


Registry tahun 2012 - 2013 mendapatkan sebanyak 20,3 % kematian pada 48 jam pertama
pasca stroke.(1) berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan
tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8,3% pada tahun 2007 menjadi
12,1% pada tahun 2013.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama : Agra Ayu Fidela Pembimbing : dr. Hendra Samanta, Sp.S

NIM : 030.15.009 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 61 tahun
Alamat : Jl. Bala dewa No. 12 B, Duren Sawit, Jakarta Timur
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terahkhir : SLTA
Tanggal masuk : 6 November 2019
Nomor RM : 194079
Tanggal pemeriksaan : 7 November 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Wajah tampak asimetris sejak 6 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa pada hari Rabu, 6
November 2019 dengan keluhan wajah tiba-tiba tampak asimetris sejak 6 jam
SMRS yaitu sejak hari rabu pagi. Pasien mengatakan terdapat adanya rasa baal
pada lidah. Pasien juga sering mengeluhkan kesemutan di tangan dan terasa pegal.
Saat diajak berkomunikasi pasien tidak tampak bicara pelo, mulut mencong ke
kiri, dan berbicara masih nyambung. Pasien mengatakan tidak ada tersedak saat
makan atau minum.
Tidak ada keluhan pusing, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang,
telinga berdenging, pandangan ganda, dan nyeri kepala, dan BAB BAK dalam
batas normal.

5
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya kurang lebih 1 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan pernah punya riwayat kolesterol tinggi. Riwayat
adanya penyakit jantung, paru, ginjal, hipertensi, dan diabetes melitus disangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa seperti pasien.
Riwayat stroke, hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku jarang berolahraga, merokok (-), alkohol (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah = 112 / 67 mmHg
- Nadi = 68 x/menit, reguler, kuat.
- Respirasi = 20 x/menit, reguler.
- Suhu = 36,2 ºC
- SpO2 = 99 %

Kepala-leher :

 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
 Hidung : dalam batas normal
 Telinga : dalam batas normal
 Mulut : sianosis (-) bibir pucat (-) ulkus (-)
 Leher : pembesaran KGB (-)

Thoraks :

 Inspeksi : normothoraks, simetris, retraksi sela iga (-)


 Palpasi : nyeri tekan (-)
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru, jantung dalam batas normal
 Auskultasi : pulmo; SNV +/+, Rh -/-, Wz -/-. Cor; BJ I & II regular, M-/-,
G-/-

Abdomen :
 Inspeksi : pembesaran organ (-)

6
 Auskultasi : bising usus (+)
 Perkusi : timpani disebagian besar lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-)

Status Neurologis

 Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4 V5 M6)


 Nervus Kranialis
Hasil pemeriksaan
N. Kranialis Pemeriksaan
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius) Tes menghidu Tidak dilakukan
Tajam pengelihatan
Lapang pandang
N. II (Opticus) Tidak dilakukan
Buta warna
Funduskopi
Kelopak mata Ptosis (-), Ptosis (-),
lagoftalmus (-) lagoftalmus (-)
N. III, IV, VI Nystagmus, strabismus (-) (-)
(Occulomotorius, Diplopia (-) (-)
Trochlearis, Pupil Bulat, isokor, ø Bulat, isokor, ø
Abducens) : 3mm : 3mm
RCL (+) RCL (+)
Refleks cahaya
RCTL (+) RCTL (+)
Membuka mulut (+), menggigit
Motorik
(+)
N. V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan sensorik
Sensorik
pada wajah pasien
Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
N. VII (Fasialis) Tersenyum Sudut mulut
Normal
tertinggal
Menggembungkan pipi (+) (+)

7
Pengecapan lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
Kesan : Parese N. VII Dextra Sentral
N. VIII Tes pendengaran
Tidak dilakukan
(Vestibulokoklearis) Tes keseimbangan
Pengecapan lidah 1/3
N. IX, X
posterior
(Glosopharingeus, Tidak dilakukan
Refleks menelan
Vagus)
Refleks muntah
Mengangkat bahu
N. XI (Accessorius) Tidak dilakukan
Menoleh
Pergerakan lidah Deviasi ke kanan
Disartria (+)
N. XII
Atrofi (-)
(Hypoglossus)
Fasikulasi (-)
Kesan : Parese N.XII Dextra Sentral

 Pemeriksaan motorik
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Atrofi (-) (-) (-) (-)
Tonus Normotonus normotonus normotonus normotonus
Gerak involunter (-) (-) (-) (-)
Kekuatan motorik 4444 5555 4444 5555
Bisep dan trisep Patella dan achiles
Refleks fisiologis
+++ ++ +++ ++
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Refleks patologis
Hoffman - Tromner (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

8
 Pemeriksaan sensorik : Hemihipestesi dextra

 Rangsang meningeal
o Kaku kuduk : negatif
o Lasegue : negatif
o Kernig : negatif
o Brudzinski I : negatif
o Brudzinski II : negatif

 Tes fungsi luhur : Tidak dilakukan

Penilaian Skor Siriraj

(2,5 x kesadaran) + (2 x sakit kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x diastole) – (3 x aterom) – 12

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 67) – (3 x 0) – 12 = -5 ( < 1)  stroke iskemik (


non-hemoragik).

Penilaian Skor Gadjah Mada


Penurunan kesadaran Nyeri kepala Babinski Stroke
+ + + Hemoragik
+ - - Hemoragik
- + - Hemoragik
- - + Iskemik
- - - Iskemik

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HEMATOLOGI (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.1 g/dL 11,7 – 15,5
Lekosit 5900 /µL 3800 - 10600
Hematokrit 35 % 35 – 47
Trombosit 211000 /µL 150.000 – 440.000
KIMIA KLINIK (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
Ureum 30 mg/dL 10 - 50
Kreatinin 0.7 mg/dL 0.6 – 1.1
Glukosa Sewaktu 75 mg/dL < 120
ELEKTROLIT (6 November 2019 pukul 13:19 WIB)
144 mmEq/L 136 - 149
Natrium
Kalium 4.2 mmEq/L 3.5 – 5.2
Chlorida 103 mmEq/L 95 - 105

Rontgen Thoraks
Kesan :
 Cor tidak membesar
 Kalsifikasi arcus aorta
 Paru dalam batas normal

10
CT-Scan Kepala Tanpa Kontras

Deskripsi :
 Parenkim otak tak tampak lesi hipodens atau hiperdens
 Tidak tampak epi/subdural hematom maupun subarachnoid bleeding
 Perifer sulci dan fissura silvii tak melebar
 Sistem ventrikel di tengah simetris, tak melebar
 Defferensiasi gray dan white matter baik. Tak tampak shift dari struktur
midline
 Pons dan cerebellum baik
 Sinus paranasalis yang tercakup tampak normal
Kesan : Tidak tampak infark/perdarahan/SOL di parenkim otak

V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa pada hari Rabu, 6
November 2019 dengan keluhan wajah tampak asimetris sejak 6 jam SMRS yaitu
sejak hari rabu pagi. Pasien mengatakan terdapat adanya rasa baal pada lidah. Pasien
juga sering mengeluhkan kesemutan di tangan dan terasa pegal. Saat diajak

11
berkomunikasi pasien tidak tampak bicara pelo, mulut mencong ke kiri, dan berbicara
masih nyambung. Pasien mengatakan tidak ada tersedak saat makan atau minum.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya kurang lebih 1 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan pernah punya riwayat kolesterol tinggi. Riwayat adanya
penyakit jantung, paru, ginjal, hipertensi, dan diabetes melitus disangkal oleh pasien.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran GCS 15 (E4, V5, M6). Tekanan darah 112 / 67 mmHg, heart rate (HR) 68
x/menit, respiratory rate (RR) 20 x/menit, suhu 36,2 °C dan saturasi oksigen 99%.
Status internus dalam batas normal. Status neurologis pada pemeriksaan nervus
kranialis ditemukan kesan parese N.VII dextra sentral, dan parese N. XII dextra
sentral. Pemeriksaan motorik didapatkan hemiparesis dextra (kekuatan motorik
ektremitas atas 4444|5555 dan motorik ekstremitas bawah 4444|5555), pemeriksaan
sensorik didapatkan hemihipestesi dextra.
Pemeriksaan penunjang pasien dimulai dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan rotgen thorax didapatkan elongasi
aorta dan kalsifikasi aorta, serta CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan kesan
normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Klinis :
Hemiparesis dextra, hemihipestesi dextra, parese N.VII dextra sentral, parese N.XII
dextra sentral

Diagnosis Topis :
Hemisfer serebri sinistra

Diagnosis Etiologi :
Vaskular

Diagnosis Patologis :
Stroke Infark

12
VII. PENATALAKSANAAN
 Bed rest
 Observasi kondisi umum
 Pemeriksaan tanda tanda vital, status generalis dan status neurologis
 IVFD Asering 1000 ml / 24 jam
 Inj. Citicolin 500 mg / 12 jam
 Obat rutin lanjut :
- PO Aspilet 80 mg / 24 jam
- PO Clopidogrel 75 mg / 24 jam
- PO Mecobalamin 5 mg / 8 jam

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

13
BAB III
ANALISIS MASALAH

Ny. R usia 61 tahun, didiagnosis stroke iskemik berdasarkan keluhan adanya wajah
asimetris sejak 6 jam SMRS, lidah terasa baal, mulut mencong ke kiri dan adanya rasa
kesemutan dan terasa pegal pada tangan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pada tanda vital
yaitu tekanan darah 112 / 67 mmHg, status generalis dalam batas normal, dan pada status
neurologis terdapat parese N. VII dextra sentral, parese N.XII dextra sentral, hemiparesis
dextra dan hemihipestesi dextra. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, diagnosa
ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pada stroke iskemik dapat terjadi defisit
neurologis yang bersifat fokal maupun global yaitu kelumpuhan sesisi / kedua sisi,
kelumpuhan satu ekstremitas, gangguan pada nervus kranialis, gangguan fungsi
keseimbangan, serta gangguan fungsi somatik sensoris. Salah satu faktor risiko pasien ini
mengalami stroke adalah pasien pernah memiliki riwayat stroke sebelumnya dan saat ini
merupakan stroke berulang, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan salah satu faktor
risiko dari timbulnya stroke berulang dapat disebabkan oleh karena faktor usia, ataupun stres,
dan pasien pernah memiliki riwayat kolesterol tinggi.

Untuk dapat menunjang diagnosis, dilakukan perhitungan skor SIRIJAJ dan


didapatkan hasil -5 sehingga menginterpretasikan suspek stroke iskemik sesuai dengan
diagnosis. Perhitungan dengan skor Gadjah Mada juga menginterpretasikan suspek stroke
iskemik. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan penunjang pada pasien untuk mengetahui
faktor risiko lain yang berperan dalam terjadinya stroke, dimulai dari pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan darah dan didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan
rotgen thorax didapatkan kalsifikasi aorta namun masih dapat dikatakan normal, serta CT-
Scan kepala tanpa kontras didapatkan kesan normal. Kesan normal pada CT-Scan
dikarenakan CT-Scan dilakukan pada hari pertama sejak setelah gejala dimulai, sedangkan
menurut teori, lesi pada gambaran CT-Scan tampak terlihat jelas pada minimal 3 hari setelah
gejala dimulai.
Tatalaksana pasien di IGD meliputi pemeriksaan airway, breathting, dan circulation,
juga pemantauan status neurologis dan tanda-tanda vital, selain itu pasien diberikan IVFD
Asering dan injeksi citicolin, tatalaksana ini sesuai dengan literatur yaitu melakukan
stabilisasi jalan napas dan pernapasan seperti pemantauan status neurologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen secara kontinyu dalam 72 jam pertama, juga

14
pemberian IVFD Asering bertujuan untuk stabilisasi hemodinamik dan tatalaksana cairan,
serta pemberian injeksi citicolin yang biasanya digunakan dengan alasan menunda terjadinya
infark pada bagian otak yang mengalami iskemik bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi ke
jaringan. Untuk tatalaksana selama perawatan selain IVFD Asering dan injeksi Citicolin,
pasien diberikan Aspilet dan Clopidogrel sebagai antiplatelet dimana sesuai dengan literatur
bahwa antiplatelet digunakan untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya
agregasi platelet. Selain itu pasien diberikan Mecobalamin sebagai vitamin B12 untuk
meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein, dan lemak yang berfungsi untuk
melancarkan fungsi otak.

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI OTAK

Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yaitu sistem katoris (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna setelah memisahkan diri dari
a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan di
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n.optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua menjadi a.serebri anterior dan a.serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi
darah bagi lobus frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk ke rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan
masing-masing a.cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi a.basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon
a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior yang melayani darah bagi
lobus occipitalis dan bagian medial lobus temporalis.

Ketiga pasang a.serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak dan


beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke
dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya.
Untuk menjamin suplai darah ke otak, ada sekurang-kurangnya tiga sistem kolateral antara
sistem karotis dan vertebral, yaitu:

1. Sirkulus willisi, yaitu lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri kanan
kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a.serebri anterior), sepasang
a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior (menghubungkan a.serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-
masing melalui a.oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah
ekstrakranial)

Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut
sehingga menurut buskirk tidak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rektus dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.

16
Secara ringkas, anatomi pendarahan otak adalah sebagai berikut:

Otak diperdarahi oleh cabang utama:

1. Arteri vertebralis
 A. basilaris
 A. serebral posterior arteri komunikans posterior
2. Arteri karotis interna
 A. serebri media
 A. oftalmika
 A. serebri anterior
Kiri dan kanan membentuk arteri komunikans anterior
Di otak pembuluh darah saling beranastomosis membentuk sirkulus willisi.

DEFINISI

Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang menjadi sebab kematian
dan sebab utama cacat menahun. Stroke adalah pembentukan defisit neurologis fokal atau
global terjadi secara mendadak atas dasar gangguan peredaran darah otak serta mempunyai
pola gejala yang berhubungan dengan waktu. Defisit neurologis disini adalah adanya
gangguan fungsi neurologik. Mendadak menunjukkan suatu periode waktu yang singkat
(beberapa menit, jam bahkan hari). Berdasarkan vaskuler berarti kelainan primernya terdapat
pada peredaran darah ke otak. Penyakit serebrovaskuler dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Penyakit oklusi: trombosis arteri atau vena yang merupakan awal terjadinya infark
serebri.
2. Transient cerebral ischemic tanpa infark.
3. Perdarahan: ruptur pembuluh darah, sering dikaitkan dengan hipertensi maupun
malformasi pembuluh darah.
4. Malformasi pembuluh darah akibat abnormalitas pembuluh darah: aneurisma.
5. Penyakit degeneratif arteri yang dapat menyebabkan oklusi atau perdarahan.
6. Penyakit inflamasi dari arteri.

Onset akut dari infark atau perdarahan pada penyakit serebrovaskuler biasanya berkaitan
dengan penyakit vaskular dan menyebabkan gangguan fungsi otak (hemiplegi, penurunan
kesadaran, dll) dan stroke merupakan salah satu diantaranya. Jadi, stroke merupakan
suatu sindroma yang ditandai dengan gejala klinik yang berkembang dengan sangat cepat
baik gejala fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa penyebab lain selain vaskular.

17
KLASIFIKASI

Berdasarkan etiologi:

Berdasarkan kasusnya, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan iskemik:

1. Stroke hemoragik (jenis perdarahan)


Disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial ataupun
subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat
terjadi karena berry aneurysm akibat dari hipertensi tak terkontrol yang mengubah
morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan
kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. perdarahan subaraknoid dapat
disebabkan pecahnya aneurisma kongenital pembuluh darah arteri otak di ruang
subaraknoidal.
2. Stroke iskemik (jenis oklusif)
Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal dari jantung
atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau
trombolitik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur
menyempit dan akhirnya tersumbat.

Berdasarkan kelainan patologis:

1. Stroke hemoragik
2. Perdarahan intraserebral
3. Perdarahan ekstraserebral (subaraknoid)
4. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
5. Aterosklerosis (hipoperfusi, emboli arteriogenik)
6. Penetrating artery disease (Lacunes)
7. Emboli kardiogenik (fibrilasi atrial, penyakit katup jantung, trombus ventrikal)
8. Cryptogenic stroke
9. Lain-lain (kadar protrombin, dissection, arteritis, migrain/vasospasme, ketergantungan
obat)

Berdasarkan waktu terjadinya:

1. Transient Ischemic Attack (TIA): merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke: perjalanan stroke berlangsung
perlahan meskipun akut. Kondisi stroke dimana defisit neurologisnya terus bertambah
berat.
4. Complicated stroke / serangan stroke iskemik ireversibel: gangguan neurologis
maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke dimana
defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik
atau menetap.

18
Berdasarkan gejala klinisnya:

1. Stroke hemoragik:
a. Kesadaran menurun (tidak selalu)
b. Penderita rata-rata lebih muda
c. Terdapat adanya hipertensi
d. Terjadi dalam keadaan aktif
e. Didahului nyeri kepala
2. Stroke iskemik:
a. Penderita rata-rata lebih tua
b. Terjadi dalam keadaan istirahat
c. Terdapat adanya dislipidemia (LDL tinggi), diabetes mellitus, disaritmia
jantung
d. Nyeri kepala
e. Gangguan kesadaran jarang

ETIOLOGI

Pada tingkatan makroskopik, stroke non-hemoragik paling sering disebabkan oleh


emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju ke otak akan menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

 Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis dapat berasal dari
“plaque atherosclerotic” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
c. Fibrilasi atrium.
d. Infarksio kordis akut.
e. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
f. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, jantung
miksomatosus sistemik
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
a. Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
b. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

19
c. Embolisasi lemak dan udara atau gas.

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 % stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 % diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.

 Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan risiko pembentukan trombus aterosklerosis atau ulserasi plak, dan
perlengketan platelet).
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle cell, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contoh: trauma,
diseksi aorta torasik, arteritis).

MANIFESTASI KLINIS STROKE

Gejala defisit neurologis yang timbul tergantung pada daerah pembuluh darah yang
terkena. Terdapat beberapa sindroma yang sesuai dengan arteri yang terkena.

Sistem Pembuluh Darah Karotis

1. Sindroma arteri serebri media


2. Hemiparese kontralateral. Kadag-kadang hanya mengenai otot-otot wajah dan lengan,
tungkai tidak terkena atau lebih ringan
3. Hemihipestesia kontralateral
4. Afasia motorik, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan
5. Gangguan penglihatan pada satu mata (amaurosis fugaks) atau pada kedua mata
(hemianopsia homonim)
6. Bila mengenai daerah subkortikal, gejala hanya gangguan motorik murni
7. Sindroma arteri serebri anterior
8. Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal dapat
terkena
9. Inkontinensia urin
10. Grasp refleks (+)
20
11. Apraksia dengan gangguan kognitif lainnya

Sistem Pembuluh Darah Vertebrobasiler

1. Sindroma arteri serebri posterior


2. Gangguan penglihatan pada satu atau dua mata berupa sukar mengenal objek, wajah,
warna, simbol
3. Hemihipestesia, kadang-kadang disestesia atau nyeri spontan
4. Sindroma arteri vertebrobasiler
5. Hemiparese kontralateral
6. Kelumpuhan saraf otak ipsilateral
7. Gangguan fungsi serebelum (ataksia, hipotoni, vertigo, nistagmus, muntah)
8. Hemihipestesia

Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of sign) yang merupakan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.

 F = Face
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke
bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.
 A = Arms drive (gerakan lengan)
Angkat lengan lurus sejajar ke depan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke
atas selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak
disadari penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak
sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak
bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
 S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) yang tidak dapat berkata-kata (gagu) atau
dapat berbicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain sehingga komunikasi
verbal tidak nyambung.
 T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan berbicara.

Terdapat gejala atau tanda lain stroke, yaitu:

 Orang tiba-tiba terlihat mengantuk berat atau kehilangan kesadaran atau pingsan
 Pusing berputar
 Rasa baal atau kesemutan separuh badan
 Gangguan penglihatan secara tiba-tiba pada satu atau dua mata

21
PATOFISIOLOGI

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah defisit neurologis fokal yang disebabkan oleh adanya gangguan
aliran darah otak atau adanya sumbatan yang bisa disebabkan oleh thrombus atau emboli
yang dapat mengganggu suplai darah, oksigen dan energi ke otak. Trombus terbentuk
oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis maupun pembuluh darah
serebral. Proses ini diawali oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan
terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama
semakin tebal dan sklerotik. Trombosit akan melekat pada plak serta melepaskan faktor –
faktor yang menginisasi kaskade koagulasi dan pembentukan thrombus.
Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari
thrombus yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah pada bagian yang lebih distal.
Bila proses berlanjut, akan terjadi iskemia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan
yang bersifat sementara atau menjadi permanen yang disebut infark. (1,6,14)

Gambar 1. Oklusi Pembuluh Darah Otak akibat Trombus

Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara fungsi jaringan adalah 40 - 50


ml / 100 gr / menit, apabila tidak terpenuhi sel otak akan mengalami gangguan
metabolisme. Di sekeliling area sel otak yang mengalami infark biasanya hanya
mengalami gangguan metabolism dan gangguan perfusi yang bersifat sementara yang
disebut daerah penumbra.

22
Gambar 2. Area Infark dan Penumbra pada Stroke (1,6)

Jika aliran darah kembali dengan cepat, jaringan otak tidak sampai rusak dan dapat
berfungsi kembali seperti semula (Transient Ischemic Attack). Namun defisit
neurologis bisa juga gejala yang timbul menghilang (Reversible Ischemic Neurologic
Deficit). Defisit neurologis menjadi irreversible jika hipoperfusi menetap lebih lama
dari yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak dan terjadilah kematian sel. Infark juga
terjadi akibat proses inflamasi, gangguan sawar darah otak / blood brain barrier
(BBB), zat neurotoksik akibat hipoksia, menurunnya aliran darah mikrosirkulasi
kolateran dan tatalaksana untuk reperfusi.

23
Gambar 3. Patofisiologi Stroke Iskemik (14)

Pada daerah yang mengalami iskemia akan terjadi penurunan kadar Adenosine
Triphosphate (ATP) karena adanya gangguan suplai oksigen kedalam otak sebagai
sumber utama ATP di neuron. Penurunan jumlah ATP akan menstimulasi
metabolisme glikolisis yang akan menyebabkan peningkatan kadar laktat intraseluler.
Selain itu akan terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium sehingga terjadi
depolarisasi yang akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler dan
peningkatan pelepasan neurotransmitter glutamate yang akan berikatan dengan
reseptornya. Hal ini akan menyebabkan makin meningkatnya kadar kalsium
intraseluler sehingga menjadi pemicu terbentuknya radikal bebas nitrit oksida (NO),
inflamasi dan kerusakan DNA yang akan berkontribusi terhadap kematian sel. Selain
CBF yang sangat berpengaruh pada daerah penumbra, ada beberapa faktor lain yang
berperan terhadap perkembangan pasien pada fase akut, antara lain:

24
 Kondisi stres oksidatif, merupakan kondisi diproduksinya radikal bebas
berupa O2 , hidroksil (OH) dan NO pada keadaan iskemia serebral.
Radikal bebas ini sangat mempengaruhi daerah penumbra akibat
pembentukan rantai reaksi yang dapat menghancurkan membran sel, DNA,
dan protein.
 Asidosis daerah penumbra, terjadi akibat peningkatan metabolisme
anaerob yang disebabkan oleh proses iskemia
 Depolarisasi daerah penumbra, terjadi akibat kegagalan pompa Na+/K+
dan berakibat terjadinya peningkatan kalium ekstrasel. Sel neuron akan
mengalami penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan extracellular ionic
gradient, dan masuknya NA diikuti Cl ke dalam sel yang berujung pada
edema sel.
 Inflamasi pada daerah penumbra, akibat adanya iskemia. Respon
inflamasi ini merupakan respon normal yang bertujuan untuk pembersihan
debris sel, namun juga cenderung meningkatan kerusakan jaringan
serebral.

2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik atau perdarahan intraserebral spontan adalah defisit neurologis yang
terjadi secara tiba - tiba akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral. Perdarahan
intraserebral terdiri dari tiga fase yaitu perdarahan awal, ekspansi hematoma dan edema
hematoma. Perdarahan awal disebabkan oleh pecahnya arteri serebral yang dipengaruhi
oleh faktor - faktor risiko yang sudah disebutkan sebelumnya terutama hipertensi.
Kerusakan dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi terutama hipertensi
kronik menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak.
Turbulensi aliran darah mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid, yaitu nekrosis sel
/ jaringan dengan akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arteriol dan
rupture tunika intima sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut Charcot –
Bouchard. Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan darah arteri meningkat
mendadak. Pada beberapa kasus pecahnya pembuluh darah tidak didahului oleh
terbentuknya aneurisma, namun semata – mata karena peningkatan tekanan darah yang
mendadak.

25
Otak memiliki sistem autoregulasi untuk mempertahankan aliran darah ke otak,
dimana jika tekanan darah sistemik meningkat akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah
serebral dan apabila tekanan menurun akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah serebral.
Pada pasien dengan tekanan darah tinggi yang sudah lama akan terjadi hialinisasi pada
dinding pembuluh darah sehingga kehilangan ke elastisitasnya. Hal ini dapat
mengakibatkan pembuluh darah serebral tidak bisa lagi menyesuaikan diri dengan
fluktuasi tekanan darah sistemik dan apabila terjadi peningkatan tekanan darah secara
mendadak akan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Darah yang keluar akan
terakumulasi dan membentuk bekuan darah (hematom) di parenkim otak. Jika hal ini
terus terjadi hematom yang semakin besar akan memberikan efek desak ruang dan
menekan parenkim otak sehingga terjadi peningkatan TIK. Hal ini memperburuk kondisi
klinis pasien yang umumnya berlangsung 24 – 48 jam onset, akibat perdarahan yang terus
berlangsung dengan edema sekitarnya, serta efek desak ruang hematom yang
mengganggu metabolisme dan aliran darah.
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran garis tengah
(midline shift) dan herniasi otak yang mengakibatkan iskemia dan perdarahan sekunder.
Pergeseran juga dapat menekan system ventrikel otak menyebabkan hidrosefalus
sekunder. Biasanya terjadi pada kasus stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah
arteri serebri posterior dan anterior. Keadaan ini semakin meningkatkan TIK dan
meningkatkan tekanan vena di sinus – sinus duramater.
Hematom yang sudah terbentuk dapat menyusut sendiri jika terjadi absorbsi. Darah
akan kembali ke peredaran sistemik melalui system ventrikel otak. Selain hipertensi,
hematom intraserebral dapat disebebkan trauma, obat – obatan, gangguan pembekuan
darah dan proses degeneratif pada pembuluh darah.

FAKTOR RISIKO STROKE

1. Dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama dan tersering dari stroke tersering,
sebanyak 60% penyandang hipertensi akan mengalami stroke. dimana semakin
tinggi tensi semakin tinggi risiko terkena stroke. Tekanan darah yang tinggi
mengakibatkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah menjadi lebih tebal
dan peningkatan permeabilitas endotel sehingga terjadi pengerasan dinding

26
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi seperti
kesulitan untuk kontraksi atau dilatasi terhadap perubahan tekanan darah. Jika
terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mendadak dapat terjadi iskemik
jaringan otak karena tidak adekuatnya perfusi ke otak.
b. Diabetes Mellitus
Sebanyak 10 - 30% penderita Diabetes Mellitus (DM) dapat mengalami stroke.
Peranan hiperglikemi dalam proses aterosklerosis, yaitu gangguan metabolism
berupa akumulasi sorbitol di dinding pembuluh darah arteri yang dapat
menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya kandungan air dalam sel yang
mengakibatkan kurangnya oksigenasi.
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama dari stroke, dimana insiden
stroke dapat meningkat sampai dua kali lipat pada perokok dihubungkan dengan
banyaknya konsumsi rokok. Nikotin dalam rokok dapat menyebabkan
peningkatan kerja saraf simpatis sistem kardiovaskular sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah dan aliran darah ke otak. Selain itu nikotin juga
berpengaruh pada proses trombotik dimana terjadi penurunan produksi
prostasiklin dan tromboksan akibat pengaruh enzim siklooksigenase sehingga
terjadi peningkatan agregasi trombosit dan penyempitan lumen pembuluh darah.
Hal tersebut dapat memudahkan terjadinya stroke iskemik. (1,6)
d. Dislipidemia
Peningkatan kadar lipid plasma dalam tubuh dapat menyebabkan
stroke iskemik. Komponen dyslipidemia yang diduga berpedan adalah
kadar low density lipoprotein (LDL) yang tinggi dan kadar high density
lipoprotein (HDL) yang rendah. Kedua hal tersebut mempercepat
aterosklerosis pembuluh darah koroner dan serebral. (1,6)
e. Asam Urat
Kondisi hiperurisemia diduga merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan agregasi trombosit.

27
2. Tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia
18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih),
sesuai dengan studi Framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan terjadinya aterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihubungkan
pula dengan faktor resiko lainnya seperti atrial fibrilasi dan hipertesi yang sering
ditemukan pada usia lanjut.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko 1,25 - 2,5 kali lebih tinggi terkena stroke dibanding
perempuan. Namun angka ini berbeda pada usia lanjut. Insiden stroke pada wanita
meningkat seiring bertambahnya usia, hal ini dapat dihubungkan dengan kadar
hormon estrogen, dimana hormone estrogen yang menurun pada keadaan
premenopause dan menopause. Estrogen sendiri memiliki peran dalam mencegah
plak aterosklerosis di pembuluh darah sehingga perempuan usia produktif
memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vascular dan aterosklerosis.
c. Ras atau suku bangsa
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami
reiko stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insiden pada kulit hitam sebesar
246 per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit
putih hal ini berhubungan dengan faktor resiko stroke lain seperti hipertensi,
obesitas dan diabetes mellitus.

Perbedaan perdarahan intraserebral, infark trombosis, dan emboli

Perdarahan intraserebri Infark trombosis Emboli


Onset Umumnya terjadi saat Saat istirahat, biasanya Terjadi saat
beraktivitas diawali gejala prodormal beraktivitas, gejala
pusing (TIA dengan muncul dalam waktu
defisit neurologis) beberapa detik atau
menit
Gejala Hemiplegi cepat terjadi Gejala berangsur-angsur Gejala mungkin
progresif dalam hitungan cepat terjad, pasien
menit atau jam biasanya sadar
Penemuan Hipertrofi jantung, Penyakit jantung Aritmia atau infark
khusus hipertensi retinopati aterosklerosis jantung (sumber
emboli biasanya dari
jantung
Tekanan Hipertensi berat Sering hipertensi Normal

28
darah
Penemuan Peningkatan densitas, Pada fase akut adanya Pada fase akut
CT-Scan mungkin darah dalam area avaskuler, edema adanya area
ventrikel avaskuler, edema,
kemudian berubah
CSF Mungkin berdarah Bersih Bersih

PENATALAKSANAAN KHUSUS STROKE ISKEMIK

1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut


a) Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
(TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA), agar tekanan darah
diturunkan sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya
tekanan darah harus dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105
mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah nikardipin, nitropusid, atau diltiazem intravena.
b) Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg.
c) Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP <
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan tekanan darah hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
d) Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
e) Pemakaian obat antihipertensi golongan beta blocker (labetolol dan esmolol),
calsium channel blocker (nikardipin atau diltiazem) intravena dipakai dalam
upaya diatas.
2. Pengobatan hiperglikemia atau hipoglikemia
a) Hiperglikemia terjadi hampir 60 % pada pasien stroke akut non diabetes.
Hiperglikemia yang terjadi berhubungan dengan luasnya volume infark dan
gangguan kortikal dan berhubungan dengan buruknya hasil outcome. Tidak
banyak data penelitian yang menyebutkan bahwa dengan menurunkan kadar
gula darah secara aktif akan memperbaiki hasil outcome.
b) Hindari gula darah lebih dari 180 mg/dL, disarankan dengan infus saline dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke.

29
c) Hipoglikemia (< 50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip
dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa atau
infus glukosa 10-20 % sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL.
d) Syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non hemoragik dengan
IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.
e) Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin subkutan
mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dl (80-110 mg/dl untuk
ICU). Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima
dosis pertama dari insulin subkutan.
f) Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam sampai
pada target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila
gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan
tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.
3. Antithrombus
a) Trombolitik: recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA), diberikan pada
fase akut, yaitu kurang dari 3 jam setelah timbul gejala. Dosis 0,9-90
mg/kgBB, 10% dari dosis diberikan IV bolus selama satu menit dan sisanya
dilanjutkan dengan drip selama 1 jam.
b) Antiplatelet: aspirin 160-325 mg/hari; clopidogrel 75 mg/hari. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel terbukti mampu mencegah stroke infark.
4. Antikoagulan
a) Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan
perburukan defisit neurologis, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik
akut (tidak direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut).
b) Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena
risiko komplikasi perdarahan intrakranial meningkat.
c) Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah
reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.
d) Kontraindikasi pemberian heparin: infark besar > 50%, hipertensi tidak
terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
5. Neuroprotektif
a) Citicolin dapat diberikan 2-4x250 mg/hari intravena kemudian dilanjutkan
dengan 2x500-1000 mg peroral.

KOMPLIKASI STROKE

1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan


herniasi atau kompresi batang otak.
2. Kejang.
3. Transformasi hemoragik.
4. Infeksi: pneumonia, ISK.
5. Gangguan aktivitas sehari-hari.

30
MANAJEMEN FAKTOR RISIKO STROKE

Stroke dapat dicegah dengan merubah gaya hidup dan mengendalikan atau
mengontrol atau mengobati faktor-faktor risiko. Pencegahan stroke dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan (yang sangat dianjurkan) sebelum terkena
stroke. Caranya adalah dengan mempertahankan tujuh gaya hidup sehat.
 Hentikan kebiasaan merokok.
 Berat badan diturunkan atau dipertahankan sesuai berat badan ideal.
 Body Mass Index (BMI) < 25 mg/m2
 Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita, dan < 90 cm untuk pria.
 Makan makanan sehat; rendah lemak jenuh dan kolesterol, menambah asupan
kalium dan mengurangi natrium, buah-buahan dan sayur-sayuran.
 Olahraga yang cukup dan teratur dengan melakukan aktivitas fisik yang punya
nilai aerobik seperti jalan cepat, bersepeda, berenang, dan lain-lain, secara teratur
minimal 30 menit dan minimal 3 kali per minggu.
2. Edukasi
Edukasi sebagai upaya untuk pencegahan agar tidak terkena stroke berulang dengan cara
mengendalikan faktor risiko yang telah ada seperti mengontrol hipertensi, kadar
kolesterol, gula darah, dan asam urat; merubah gaya hidup; minum obat dan kontrol
sesuai anjuran dokter secara teratur.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumatir CU. Pola penderita stroke di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode 1984-1985.
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Saraf.
1988.
2. Chusid JG, deGroot J. Correlative Neuroanatomy. 20th edition. United States of
America: Appleton & Lange, 1998.
3. Baehr M, Frotscher M. Blood Supply and Vascular Disorders of the Central Nervous
System in Duus’ Topical Diagnosis in Neurology 4th Completely Revised Edition.
New York: Thieme, 2005. 443-445.
4. Toole JF. Cardiac cause of cerebral ischaemia in cerebrovascular disorders 3th. New
York: Raven Press, 1986. 168-171.
5. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: pengenalan dan penatalaksanaa kasus-kasus
neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007; 18-34.
6. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
7. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin dunia kedokteran no.34. Afasia sebagai gangguan
komunikasi pada kelainan otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
8. Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis,
Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1996.
9. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologis: Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi
IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2010.
10. Lumbantobing SM. Neurologis klinis pemeriksaan fisik dan mental. Ban XI:
Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

32

Anda mungkin juga menyukai