dikombinasi dengan antitusf maka batuk akan terhenti dan dahak dan lendir
yang kental tidak bisa keluar dengan lancar. Sedangkan antitusif hanya
digunakan pada pasien yang batuk nonproduktif yang sampai mengganggu
tidurnya. Kalau diperhatikan maka sediaan obat batuk di atas banyak
mengandung zat aktif yang sebenarnya tidak diperlukan.
Ada pula sediaan obat flu yang mengandung 6 bahan aktif dalam satu tablet,
yaitu parasetamol, salisilamid, phenylpropanolamine (PPA), dekstrometorfan,
klorfeniramin, dan kafein. Obat flu ini dibuat untuk pasien flu dengan
gejala demam, hidung buntu, batuk, alergi dan ngantuk. Kombinasi ini
maksudnya ada untuk menguatkan obat lainnya. Ada pula yang bertujuan untuk
menghilangkan efek samping obat utama. Kalau semua gejala ada pada pasien,
mungkin obat kombinasi ini cocok dan pas untuk pasien ini. Tetapi, kalau
pasien hanya demam dan hidung buntu maka bahan aktif lainnya seperti
dektrometorfan, klorfeniramin, dan kafein menjadi mubazir, tidak diperlukan,
dan dapat menimbulkan efek samping obat.
Ada pula sediaan obat untuk asma bronkial yang terdiri dari prednisolon,
efedrin, teofilin, fenobarbital, dan klorfeniramin maleat(7). Penderita asma
bronkial yang ringan cukup diberikan efedrin dan teofiline, sedangkan
penggunaan prednisolon seharusnya diberikan pada pasien yang mengalami
status asthmaticus atau pasien dengan eksaserbasi akut yang berat(8).
Pemberian fenobarbital malah merupakan indikasi kontra pada pasien asma
bronkial karena dapat menyebabkan depresi nafas dan spasme bronkhus yang
menambah sesaknya pasien(9).
Begitu juga pemberian klorfeniramin maleat suatu antihistamin yang mempunyai
efek antikolinergik (atropin like effect) merupakan indikasi kontra pada
pasien asma bronkhiale, karena dapat mengentalkan cairan lendir bronkhus
sehingga pasien bertambah sulit bernapas.
Selain sediaan obat seperti disebutkan di atas, di bawah ini beberapa contoh
sediaan obat polifarmasi yang tidak rasional seperti:
(a) obat antasid tersedia dalam bentuk kombinasi antara magnesium trisikat,
alumunium hidrosid, papaverin HCl, klordiazepoksid, vitamin B1, B2, B6, B12
kalsium pantothenat, nikotinamid;
(b) obat anti asma yang terdiri dari ekstrak belladona, efedrin, kafein,
parasetamol, teofilin, khlorfeniramin,
(c) obat antikolik yang terdiri dari metampiron, salisilamid, fenobarbital,
cafein, hiosin N, metilbromide,
(d) obat analgesik yang terdiri dari metampiron, khlordiazepoksid, diazepam,
vitamin B1, B2, B6, B12, kafein,
(e) obat anti reumatik yang terdiri dari prednisolon, sulfirin,
fenilbutazone, magnesium trisilicate(7).
Dari contoh di atas, terlihat banyak penggunaan kafein. Kafein bukanlah
suatu analgesik atau antiinflamasi, juga tidak dapat memperkuat efek
analgesik atau anti inflamasi obat lain. Malah, ia dapat meningkatkan efek
iritasi aspirin terhadap lambung.
*RESIKO YANG DIHADAPI *
Semakin banyak bahan aktif yang diminum oleh pasien, semakin banyak
kemungkinan efek samping yang akan timbul. Kalau pasien ternyata alergi
obat, sulit untuk menentukan bahan aktif yang mana sebagai penyebab
alerginya.
*KESIMPULAN *