Anda di halaman 1dari 4

Adakah Pengaruh Temperatur Lingkungan terhadap

Performans Burung Puyuh Jepang (Coturnix


coturnix japonica)?
hermawan 30/11/2011 - 19:04Animal science
PENDAHULUAN
Sebagai dasar, kita ketahui bahwa fenotip dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Fenotip adalah ekspresi dari faktor genetik yang dapat kita amati, dapat berupa bentuk,
karakteristik, hingga produtivitas ternak. Hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang dapat
berupa pakan, kandang, temperatur, penyakit, manajemen, dan lain lain. Dalam paper ini akan
dibahas mengenai faktor lingkungan yaitu temperatur, dimana temperatur merupakan faktor yang
sangat menjadi masalah semenjak dahulu kala dalam peternakan, khususnya peternakan unggas.
Banyak sekali faktor faktor yang menyebabkan stres pada ternak. Dengan adanya sters, akan
mengakibatkan perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan tadi mengenai badan ternak yang
diterima oleh organ reseptor / penerima. Informasi tadi dibawa syaraf menuju otak untuk diambil
keputusan selanjutnya. Di dalam otak diatur sistem sistem apa sajakah yang akan bekerja untuk
menanggapi respon tersebut, baik secara tingkah laku, hormonal, syaraf auto, maupun sistem
imun / daya tahan tubuh. Maka dari itu, ternak bisa disebut dalam kondisi stres. Untuk
menanggulanginya, tubuh merespon melalui toleransi, adaptasi, dan homesotasis. Sehingga
berakibat adanya perubahan, baik perilaku, fisiologi, morfologi, ataupun genetik.
Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan stres pada ternak, terlebih ternak unggas. Dalam hal
ini, unggas yang digunakan adalah Burung Puyuh Jepang atau dalam nama latin yaitu Coturnix
coturnix japonica. Dari stres ini dapat mengakibatkan tingginya temperatur tubuh secara
fisiologis, dengan efek menurunya daya produksi produksi secara biologis. Dalam paper ini
dijelaskan data dari sejumlah jurnal mengenai performans Burung Puyuh Jepang yang ditinjau
dari pertumbuhan, pengembangbiakan, tingkat daya tahan hidup, produksi telur, dan serum
darah.
Padahal kita ketahui bahwa wilayah Indonesia merupakan wilayah tropis dimana temperatur
relatif tinggi. Maka dari itu, diharapkan dengan adanya pembahasan ini, kita mengetahui akibat
dari temperatur lingkungan terhadap ternak terutama Burung Puyuh Jepang. Dengan demikian,
rekayasa lingkungan dapat kita buat agar ternak dalam kondisi nyaman. Sehingga potensi genetis
dapat berjalan secara optimal karena tidak terkena stres.
MATERI
Dalam bidang peternakan, kita mengetahui bahwa fenotipe merupakan hasil dari genotipe dan
lingkungan. Fenotip adalah ekspresi dari faktor genetik yang dapat kita amati, dapat berupa
bentuk, karakteristik, hingga produtivitas ternak. Secara teoritis, faktor genotipe berperan sebesar
30% dan lingkungan berperan sebesar 70%. Dari angka tersebut, faktor lingkungan sangat

berpengaruh terhadap ternak. Beberapa yang termasuk faktor lingkungan ternak adalah pakan,
kandang, temperatur, penyakit, manajemen, dan lain lain.
Temperatur dapat diartikan sebagai tingkat kalor baik dari radiasi, konveksi maupun konduksi
dalam suatu tempat dan waktu tertentu. Jika tingkat kalor tinggi, maka temperatur dianggap
semakin tinggi pula. Temperatur suatu tempat berbeda dengan tempat yang lainnya, tergantung
dari koordinat geometri ( garis lintang dan bujur ) serta ketinggian tempat. Hal tersebut yang
membedakan persebaran hewan di dunia, antara hewan dengan adaptasi tropis dan adaptasi sub
tropis, hewan dataran rendah dan dataran tinggi. Maka dari itu pula setiap hewan khususnya
hewan ternak memiliki tingkat ketahanan suhu yang berbeda. Dicontohkan katahanan suhu sapi
Frisian Holstein berbeda dengan sapi Ongole, berbeda pula antara Burung puyuh hutan dan yang
sudah domestikasi.
Tingkat ketahanan temperatur tiap hewan berbeda, temperatur yang dihasilkan tubuh cenderung
terlepas melalui radiasi dan konveksi ke lingkungan. Namun hal tergantung dari luas permukaan
tubuh per bobot tubuh. Sehingga hewan yang berbadan besar cenderung lebih bisa
mempertahankan suhunya dibanding hewan yang berbadan kecil.
Temperatur yang tinggi menyebabkan sisi negatif yang besar khususnya bagi hewan aves.
Dengan hal tersebut, ternak unggas akan mengalami pengurangan konsumsi pakan,efisiensi
pakan, bobot hidup, serta kecepatan pertumbuhan yang memepengaruhi produksi dan kualitas
telur (Ozbey and Ozcelik, 2004 ).
Temperatur tinggi bertindak sebagai stres, yang berasal dari lingkungan luar. Pada penelitian
yang dilakukan, suhu tinggi ( 35o C ) diberikan kepada Puyuh Jepang dalam jangka waktu enam
minggu. Lalu dihitung adanya perbedaan antara Burung Puyuh yang dipelihara normal dan suhu
tinggi melalui performans yang ditinjau dari pertumbuhan, pengembangbiakan, tingkat daya
tahan hidup, produksi telur, dan serum darah.
Dari diagram di atas dijelaskan mengenai proses berjalanya respon stres oleh hewan, dalam
kasus ini adalah Burung Puyuh Jepang. Stres berupa temperatur tinggi lingkungan yang sengaja
diberikan kepada ternak tersebut. Temperatur tinggi tadi secara langsung diterima oleh organ
reseptor, yaitu kulit ternak.
Melalui sistem syaraf, informasi dilanjutkan menuju otak, di dalamnya diatur berbagai perintah
untuk memberikan respon kepada stres tadi. Respon diberikan agar kondisi pada tubuh ayam
tidak mengalami suatu kerusakan apapun dari akibat stres tadi. Respon berupa perintah untuk
menjalankan sistim endokrin, sistim autonervous, dan sistim imun.
Biasanya respon tersebut dilakukan melalui sistim hormonal atau endokrin. Dimulai dari kelenjar
pituitari yang mengeluarkan hormon kepada kelenjar endokrin lain yang lebih spesifik kerjanya.
Lalu hormon dari kelenjar tadi menuju ke seluruh tubuh melalui cairan darah untuk merespon
stres.
Setika respon tersebut telah berjalan, maka ternak menjadi stres. Dalam usahanya untuk
menjadikan normal, pada tubuhnya dan perilakunya berkaitan dengan toleransi, adaptasi, dan

homeostasis. Tubuh selalu berusaha untuk mengimbangi stres yang terjadi, agar tidak terjadi
kerusakan. Toleransi berkaitan dengan kemampuan ternak menerima stres, adaptasi berkaitan
dengan kemampuan ternak menyesuaikan diri dengan stres, dan yang ketiga adalah homeostasis
yaitu keseimbangan.
Pada akhirnya muncul beberapa perilaku baru yang mencerminkan terjadinya stres. Perubahan
perilaku tersebut berkaitan dengan :
1. Perilaku : gerak gerik hewan ternak, baik sifatnya, mobilitasnya, suaranya, nafasnya,
dll.
2. Fisiologi : perubahan pada sisi biokimia dalam tubuh ternak. Seperti, gula darah,
kolesterol, dll.
3. Morfologi : perubahan bentuk tubuh pad hewan ternak. Seperti perubahan bentuk ayam,
warna jengger, dll.
4. Genetik : perubahan pada sisi genetik, namun jarang terjadi. Seperti, perubahan
kromosom turunan, dll.
Dari penelitian didapatkan data bahwa pada perubahan temperatur yang dijadikan sebagai stres
kepada Burung Puyuh Jepang terjadi respon diantaranya.
1. Serum darah
Dari serum darah yang diambil dan dianalisa, didapat bahwa semakin tinggi termperatur, kadar
glukosa, urea, Na, trigliserida dan kloesterol meningkat secara signifikan. Sedangkan protein,
albumin, P, K, ALP mengalami penurunan yang signifikan pula. Peningkatan kadar glukosa
terjadi disebabkan oleh kelenjar adrenalin yang berada si atas ginjal terkena respon hormon dari
otak untuk menjalankan porses fisiologis sebagai tidnakan respon terhadap stres. Karena
adrenalin bekerja, detak jantung ikut meningkat pula. Sehingga ketika Burung Puyuh mengalami
stres, detak jantungnya pun ikut meningkat. Na dan urea meningkat karena air yang digunakan
untuk proses dalam tubuh menurun. Sehingga konsentrasi Na dan Urea meninngkat.
1. Tingkat Daya Tahan Hidup
Dari data jurnal didapat bahwa, semakin tinggi temperatur kemungkinan untuk survival.
Semakin kecil kemugngkinanya
1. Pertumbuhan
1. Pengembangbiakan
1. Produksi Telur
Dari hasil penelitian antara temperatur dan produksi telur Burung Puyuh, terdapat kaitan negatif
antara keduanya. Sehingga performans produksi telur menjadi menurun, bagian yang menurun
adalah ukuran besar dan berat dari telur serta tipisnya cangkang telur yang keluar.
Hal ini bukan semata mata karena penambahan suhu, namun berkitan dengan konsumsi pakan.
Semakin tinggi temperatur semakin tidak berselera makan. Dengan kurangnya makan,
berkurang pula nutrisi untuk pembuatan telur.

Anda mungkin juga menyukai