Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir
(Campbell, 2004). Berdasarkan Tobin (2005), suhu berpengaruh kepada tingkat
metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul
semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya
tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula (Chang,
1996). Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring
dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja.
Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi
untuk mencapai keadaan yang homeostatic. Homeostatik pada dasarnya
merupakan suatu upaya mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil
dinamis (steady state ) yang menjamin optimalisasi berbagai proses fisiologis
dalam tubuh. Untuk mencapai keadaan tersebut, tubuh melakukan berbagai
aktivitas regulasi, sebagai mekanisme untuk mencapai homeostatis yang
diharapkan. Regulasi dan homeostatis juga terjadi di tingkat populasi dan
komunitas dalam suatu ekosistem.
Jenis hewan poikiloterm tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu
lingkungannya tidak memadai atau tidak sesuai, seperti contoh jika suhu
lingkungannya berada dibawah batas minimum maka hewan poikiloterm sulit
untuk tumbuh dan berkembang walaupun dengan waktu yang lama, begitu pula
sebaliknya. Sehingga untuk dapat tumbuh dan berkembang, jenis hewan
poikiloterm memerlukan suhu lingkungan di atas batas suhu minimumnya.
Dengan suhu berada maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk tumbuh
dan berkembang.
Untuk itulah, makalah ini akan membahas tentang penggolongan hewan
berdasarkan
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan hewan ektotermis dan endotermis
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan hewan poikilotermi dan homeotermi.
.
1.2.3 Bagaimana hubungan koefisien suhu waktu fisiologis pada beruang dan
kerang hijau?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan tentang konsep suhu dan waktu fisiologis pada hewan
poikilotermi
1.3.2 Menjelaskan hubungan koefisien suhu (Q.10) pada serangga dan
pengaruhnya terhadap peledakan populasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menjelaskan tentang konsep suhu dan waktu fisiologis pada hewan
poikilotermi
1.4.2 Untuk menjelaskan hubungan koefisien suhu (Q.10) pada serangga dan
pengaruhnya terhadap peledakan populasi


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Umum Beruang
Beruang cokelat (Ursus arctos) adalah salah satu jenis beruang. Hidup di
wilayah timur Eurasia dan Amerika Utara. Beruang cokelat bisa berbobot 130
700 kg (3001500 pon). Beruang kodiak termasuk jenis beruang cokelat yang
terbesar, yang seukuran dengan beruang kutub yang memiliki anggota terbanyak
dalam kerluarga beruang yang merupakan hewan pemangsa darat terbesar.
Berikut klasifikasinya.
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Ursidae
Genus : Ursus
Spesies : U. Arctos








Gambar 1. Beruang Coklat (U. Arctos)
Sumber (http://id.wikipedia.org/wiki/Beruang_cokelat)

2.2 Deskripsi Umum Kerang Hijau
2.3 Konsep Hewan Ektotermal dan Endotermal
Dalam kaitannya dengan panas luar, maka hewan-hewan selain bangsa aves
dan mamalia suhu tubuhnya sangatlah dipengaruhi oleh panas luar, pada hewan-
hewan selain bangsa aves dan mamalia ini senantiasa terjadi aliran panas secara
bolak-balik dengan lingkungannya. Selama malam hari, biasanya panas mengalir dari
tubuh hewan ke lingkungannya, sedangkan pada siang hari, panas mengalir dari
lingkungan ke dalam tubuh hewan. Pemasukan panas dari lingkungan ke dalam tubuh
hewan adalah dimaksudkan untuk mengoptimalkan laju metabolisme dan aktivitas
hewan tersebut. Hewan-hewan yang demikian disebut hewan ektotermal.
Berbeda dengan hewan ektothermal, maka hewan-hewan bangsa aves dan
mamalia suhu tubuhnya tidak banyak dipengaruhi oleh panas luar. Bangsa burung dan
mamalia ini suhu tubuhnya terutama dipengaruhi oleh produksi panas dalam yang
terjadi di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, bangsa aves dan mamalia ini disebut
hewan endotermal.
Hewan endotermal dalam kondisi suhu lingkungan yang berubah-ubah, suhu
tubuhnya tetap konstan. Suhu tubuh konstan dikarenakan kelompok hewan ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengatur suhu tubuhnya melalui
perubahan produksi panas (laju metgabolisme) dalam tubuhnya sendiri, yang diatur
oleh otak khususnya hipotalamus sebagai thermostat atau pusat pengatru suhu tubuh.
Suhu tubuh hewan endotermal (Homeoterm) berkisar 30
0
C- 40
0
C. Karena
kemampuannya mengatur suhu maka kelompok hewan ini disebut juga sebagai
hewan regulator.
Sebagai ilustrasi hubungan suhu lingkungan dan suhu tubuh antara hewan
poikiloterm dan homeoterm, ditunjukkan gambar berikut:










Gambar 1. Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan pada hewan
poikiloterm dan homeoterm.
Berkaitan dengan suhu tubuh hewan, maka ada cara penggolongan lain
yang diterapkan pada hewan, yaitu atas dasar konstan atau tidak konstannya suhu
tubuh hewan. Atas dasar ini, hewan digolongkan menjadi dua golongan yaitu
hewan homoeothermal dan hewan poikilothermal. Hewan homoeothermal adalah
hewan yang memiliki suhu tubuh relatif konstan, sedangkan hewan poikilothermal
merupakan hewan yang suhu tubuhnya dapat berfluktuasi mengikuti fluktuasi
suhu lingkungannya. Dalam kaitannya dengan istilah endothermal dan
ektothermal, maka hewan homoeothermal sesungguhnya sama dengan hewan
endothermal, sedangkan hewan poikilothermal sama dengan hewan ektothermal.
Perbedaan yang ada di antara mereka adalah terletak pada dasar yang dipakai
untuk menggolongkannya.
2.4 Konsep Waktu Suhu
Untuk pertumbuhannya, hewan ektothermal (poikilterm) memerlukan
kombinasi antara faktor waktu dan faktor suhu lingkungan. Hewan ektothermal
(Poikiloterm) tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya
dibawah batas suhu minimum kendatipun diberikan waktu yang cukup lama. Jadi
suhu lingkungan menentukan suhu tubuh hewan poikiloterm. Bahkan suhu
menajadi faktor pembatas bagi kehidupannya.
Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolism di
dalam tubuh. Karena itu dari sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan
bagi hewan-hewan ektoterm tidak hanya berkaitan dengan aktivitasnya saja tetapi
juga mengenai pengaruhnya terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran
suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat
hubungan linier. Konsekuensinya ialah bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama
waktu perkembangan akan berbeda-beda. Dengan perkataan lain, pernyataan
berapa lamanya waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan
pada suhu berapa berlangsungnya proses perkembangan itu. Karena pada hewan
ektoterm (Poikiloterm), waktu (berlangsungnya proses perkembangan) merupakan
fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang seringkali
dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting.
Contoh: Apabila diketahui, misalnya suhu ambang terjadinya
perkembangan pada sejenis belalang adalah 16
o
C dan pada suhu 20
o
C (yaitu 4
o
C
di atas suhu ambang) lamanya waktu yang diperlukan untuk menetas hanya 17,5
hari, maka pada suhu 30
o
C (yaitu 14
o
C di atas suhu ambang) lama waktu yang
diperlukan untuk perkembangan telur dari jenis belalang untuk menetas adalah 5
hari hari- derajat di atas suhu ambang. Angka 70 ini diperoleh dari 14 x 5 atau dari
4 x 17,5.
2.5 Penerapan waktu-suhu dalam pengendalian hama
Konsep waktu-suhu penting untuk memahami hubungan antara waktu
dengan keterjadian-keterjadian serta dinamika populasi hewan ektoterm
(poikiloterm). Sering timbul jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya
hampir tiap tahun pada waktu yang berbeda beda, merupakan suatu fenomena
alam. Kejadian tersebut bila ditelaah lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya
peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang sama di atas
suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut.
Dengan menggunakan konsep-konsep waktu-suhu yang diwujudkan dalam
bentuk jumlah hari-derajat, maka fenomena alam akibat proses perkembangan
seperti peledakan populasi , dapat diramalkan kapan akan terjadinya. Dalam
bidang pertanian dan perkebunan, peramalan terjadinya peledakan suatu populasi,
mempunayi nilai guna yang sangat penting. Sebab dengan diketahuinya jumlah
hari-derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan dapat
ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan teknik pemberantasan hama tersebut,
karena memberantas telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan
dewasanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai