Disusun Oleh :
YUSUF
Nirem : 05.1.4.14.0491
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
TAHUN 2016
1. Pendahuluan
UU Desa Nomer 6 Tahun 2014 tentang Desa yang didukung PP No. 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa dan PP No. 60 tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN,
telah memberikan pondasi dasar terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kebijakan dasar dan strategi dalam pelaksanaan tersebut perlu dirumuskan
dalam Road map Implementasi pelaksanaan UU Desa. Road map juga didasarkan
pada PP No. 43 Tahun 2014, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Rumusan tersebut sebagai bagian
Pelaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6),
Pasal 50 ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77
ayat (3), dan Pasal 118 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa.Kebijakan tersebut didukung dengan: 1) Permen Desa, PDT dan
Transmigrasi No. 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan
Hak Asal Usul; 2 Permen Desa, PDT dan Transmigrasi No. 2 Tahun 2015
Tentang Tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa; 3) Permen Desa, PDT
dan Transmigrasi
No.
Permendagri No. 111 tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; 5) Permendagri Nomor 112 tahun
2014 Tentang Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; 6) Permendagri Nomor
113 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa; 7) Permendagri Nomor 114
tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.
pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 2014 sampai 2019. Adanya road map
memberikan arah kemana proses implentasi UU Desa. .
2. Tujuan
Menjadi instrumen yang akan memberikan arahan skenario dan tahapan
proses dalam melakukan pencapaian pelaksanaan, pengintegrasian, transisi
kebijakan dan pelaksanaan program pembangunan mulai dari preparasi,
tindaklanjut preparasi, pemantapan, pengintegrasian dan transisi program
Kementerian/ Kelembagaan menjadi kebijakan nasional yang diselaraskan dengan
UU Desa.
3. Visi
Terlaksannya pelaksanaan integrasi, transisi program Kementerian/
Lembagan dan pelaksanaan UU Desa dengan Sistem Pembangunan Partisipatif
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPP-SPPN) sampai Tahun 2019,
4. Misi
1. Merumuskan arah, tujuan. kebijakan dan strategi pelaksanaan UU Desa
menjadi kebijakan terpenting dalam strategi penanggulangaan kemiskinan,
2. Menyatupadukan
sistem
Sistem
Pembangunan
Partisipatif
Sistem
program
Kementerian/
Kelembagaan
ke
dalam
sistem
APBDes
Partisipatif
dan
Laporan
Keterangan
kapasitas
kelembaga
kemasyarakatan,
desa
dan
Sistem
Pembangunan
Partisipatif
Sistem
Perencanaan
khusus
dalam
mendukung
perencanaan,
pelaksanaan,
agar dapat
2019-2019:
Menekankan
pemantapan
Sistem
Perencanaan
yang
dilakukan
sebagai
upaya
dan
proses
penguatan
pengintregrasian memiliki arah dan titik sentuh yang jelas sesuai sasarannya yaitu:
1. Pemerintah Desa dan Daerah, diorientasikan untuk penguatan komitmen
dan mendorong reorientasi kebijakan untuk penguatan pembangunan
berbasis pemberdayaan masyarakat dalam perspektif satu perencanaan
dan satu pemganggaran yang berbasis RPJMdes & RKPDes.
2. Masyarakat Sipil, dalam memperkuat lembaga desa dan masyarakat dalam
pemahaman
dan
pemantapan
Community
Development
(CD)/
dan
terorganisirdi
perlukan
kementerian
tersendiri
yaitu
mempunyai
komitmen
yang
tinggi
dalam
melakukan
antara
lain
ada
Program
Nasional
Pemberdayaan
desa atau aset masyarakat dari PNPM dan K/L; 3) Terdapat lebih 30.000
tenaga fasilitator/ pendamping profesional yang mempunyai keahlian
teknis dalam pembangunan perdesaan dan kawasan perdesaan dan sangat
strategis dalam dukungan pelaksanaan UU Desa di dalam masa transisi
pelaksanaan UU Desa; 4) Diperlukan waktu untuk penyusunan atau
penjabaran operasionalisasi dari UU Desa dalam bentuk kebijakan (PP,
PMK, Permen, Juklak-Juknis, dan lainnya); 5) Perlu preparasi bagi
pemerintah desa dan daerah untuk menyesuaikan peraturan pelaksanaan
UU Desa; 6) Perlu peningkatan kapasitas Kades dan perangkat Desa yang
terencana secara sistematis dan fokus penguatan kapasitas kelompok
masyarakat, dan sedangkan bidang Otonomi Daerah kurang mendapatkan
pelatihan atau pembinaan secara khusus; 7) Perlu upaya untuk mengurangi
risiko terkait dengan kesalahan pengelolaan dana yang memiliki
konsekuensi hukum dan kemungkinan tidak tercapainya sasaran
kesejahteraan masyarakat; 8) Perlu perumusan skema alih kelola atas asset
yang dihasilkan PNPM Mandiri Perdesaan, program K/L dan lembagalembaga yang telah terbentukm oleh program; 9) Perlunya rumusan
kegiatan strategis didalam dalam kegiatan dalam masa transisi UU Desa,
4. Mengatur/Menata
Ulang
Piranti
Lunak
Pembangunan
Desa.
pembangunan
Kabupaten/Kota;
(2)
Perencanaan
Desa
sebagaimana
penyelenggaraan
dimaksud
Pemerintahan
pada
Desa,
ayat
(1)
memuat
pelaksanaan
rencana
pembangunan,
Pasal 81
Desa
dilaksanakan
sesuai
dengan
Rencana
Kerja
pengintegrasian
dan
pendelegasian.
Arah
Kebijakan
mengatur. Jenis
kegiatan
ini
dikerjakan
oleh
SKPD
atau
Kementrian/Kelembagaan sendiri.
8. Penguatan Kelembagaan Pemerintahan dan Kemasyarakatan Desa
dan Pemerintah Lokal. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut
dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam
memberdayakan masyarakat. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Revitalisai kelembagaan masyarakat dan desa dalam mendukung
pelaksanaan UU Desa menjadi perlu. Orientasi kelembagan yang hanya
mengangandalkan keprojekan perlu direvitalisasi menjadi kelembagaan
yang sensitif satu perencanaan dan satu penganggaran. Mengembangan
kelembagaan perlu menjawab berbagai hal yang terkait dengan
pengintegrasian SPP-SPPN. Lembaga Kemasyarakatan Desa merupakan
pilar penting selain Pemerintah Desa dan BPD dalam melaksanakan yang
mempunyai fungsi antara lain: a) penampungan dan penyaluran aspirasi
masyarakat dalam pembangunan; b) Penanaman dan pemupukan rasa
persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara
Kesatuan Republik Indonesia; c) Peningkatan kualitas dan percepatan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat; d) Penyusunan rencana,
pelaksana,
pengendali,
pelestarian
dan
pengembangan
hasil-hasil
Pemberdayaan
dan
peningkatan
kesejahteraan
keluarga
dan;
g)
partisipatif,
produktif
dan
berkelanjutan
dengan
berbasis
kawasan
dalam
mendukung
pusat-pusat
pertumbuhan
dan
kegiatan masyarakat,
pengelola aset produktif dan sumber daya alam, serta program/ proyek dari
pihak ketiga yang bersifat antar desa; c) Meningkatkan kemampuan
kelembagaan masyarakat dan aparat pemerintah desa serta kecamatan
dalam memfasilitasi sistem pembangunan partisipatif yang integratif ke
dalam sistem pembangunan daerah yang berbasis pada pemberdayaan
masyarakat; d) Meningkatkan keterpaduan antar program atau kegiatan
strategi penanggulangan kemiskinan di daerah; e) Mengakomodasikan dan
merealisasikan usulan kegiatan pembangunan dari masyarakat ke dalam
perencanaan pembangunan daerah; f) Meningkatkan kapasitas lembaga
kemasyarakatan dan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan
berkelanjutan; g) Memujudkan sinkronisasi antara perencanaan program,
perencanaan penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan
daerah setingkat kecamatan dan desa; h) Meningkatkan sinergi pendekatan
perencanaan (politis, teknokratis dan partisipatif) dan proses perencanaan
(atas-bawah dan bawah-atas ); i) Meningkatkan pengembangan dan
peningkatan kapasitas kemasyarakatan dan pemerintahan, terutama
pemerintahan
Mewujudkan
desa
dalam
sistem
pengelolaan
penganggaran
pembangunan
pemerintah
terpadu;
daerah
j)
yang
Desa
dikelola
dengan
semangat
kekeluargaan
dan
forum
permusyawaratan
yang
diikuti
oleh
Badan
memusyawarahkan
hal
yang
bersifat
strategis
dalam
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Pemerintah
Daerah
pendampingan
teknis
dan
akses
ke
pasar;
dan
c)
bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang
berdaya saing; b) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau; c) bidang keamanan dan
ketertiban; (2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan
Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa; (3)
Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa
yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa DAN; (4)
Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas
hal yang berkaitan dengan pembentukan lembaga antar-Desa: a)
pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa; b) perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa; c)
pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan
Kawasan Perdesaan; d) masukan terhadap program Pemerintah Daerah
tempat Desa tersebut berada; dan e) kegiatan lainnya yang dapat
diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa; (5) Dalam melaksanakan
pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar- Desa dapat membentuk
kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan; (6) Dalam pelayanan usaha
antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa
atau lebih. Permasalahan mendasar di tingkat desa yaitu: a) Kapasitas
Fiskal Desa Lemah (Faktor Internal); b) Orientasi Meminta (Bantuan yang
bersifat
tetapi
(BUMDes)
lebih
difokuskan
dan
diorientasikan
pada
"teknologi tepat guna" ini biasanya lebih bercirikan solusi "padat karya"
daripada "padat modal". Kendati perangkat hemat pekerja juga digunakan,
ia bukan berarti berbiaya tinggi atau mahal ongkos perawatan. Pada
pelaksanaannya, teknologi tepat guna seringkali dijelaskan sebagai
penggunaan teknologi paling sederhana yang dapat mencapai tujuan yang
diinginkan secara efektif di suatu tempat tertentu. Teknologi tepat guna
memiliki arti yang berlainan, seringkali merujuk pada teknik atau rekayasa
yang berpandangan istimewa terhadap ranting-ranting sosial dan
lingkungan. Penerapan teknologi tepat guna dalam pembangunan desa dan
kawasan perdesaan adalah mengembangkan potensi dan sumber daya yang
ada di desa untuk dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi baik itu
konstruksi yang lazim maupun konstruksi yang tidak lazim diterapkan
didaerah
lain.
Penerapan
konstruksi
yang
tidak
lazim
dengan
Kewibawaan
Program
Pembangunan
&
Integritas
dengan
perencanaan
partisipatif;
d)
Pendampingan
ekonomi
perdesaan.
Kompetensi
Pendamping
dalam
pendapat
DPRD
dan
Bupati;
e)
Kemampuan
pendampingan
dalam
teknis
pemberdayaan
dan
dengan
desa
dan
pemerintahan
desa;
o)
Kemampuan
masyarakat
Desa,
ikut
serta
merencanakan
dan
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Pemerintah
Daerah
kapasitas,
pengorganisasian
atau
mengembangkan/
masyarakat;
c)
Melakukan
fasilitasi
terkait
dengan
melakukan
kritik
adan
otokritik
dari
kerja-kerja
fasilitasi
dan
pengorganisasian masyarakat.
17. Reorientasi Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendamping Profesional.
Tenaga
pendamping
profesional
adalah
fasilitator
pendamping
kapasitas
dan
kelembagaan
masyarakat.
Kedaulatan
yang dilakukan secara kreatif, inovatif dan menjadi bagaian dari proses
pemberdayaan dan tanggungjawb sosial diantara warga masyarakat dalam
pembangunan. Proses ini secara keseluruhan perlu dipastikan dan dikemas
dalam evaluasi dan monitoring perencanaan serta pembangunan berbasis
masyarakat. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melakukan sertifikasi
dan audit dan internal atau pendekatan monev secara menyeluruh yang
melibatkan para stakeholder desa, kecamatan dan kabupaten. Implentasi
pelaksanaan UU Desa juga mengembangkan pendekatan hak dasar dalam
kerangka pengawasan pembangunan. Doktrin negara kesejahteraan
(welfare state), dan dalam naskah legal negara kita yaitu Pembukaan UUD
45; Batang tubuh UUD 45 pasal 26 sampai dengan pasal 34; UU No 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta dokumen legal lainnya
negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam mewujudkan
kesejahteraan warga negaranya. Dasar Hukum Pengawasan Pembangunan
Oleh Masyarakat, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; UU No. 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik; UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik; UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengawasan berbasis
masyarakat setidaknya menjawab beberapa permasalahan yang terkait
dengan kemandirian masyarakat dalam keterlibatan masyarakat melakukan
pemantauan pembangunan. Upaya yang dilakukan antara lain: a)
Pengorganisasian Komunitas, mengembangkan kelompok masyarakat
penerima manfaat program menjadi kelompok masyarakat terorganisir; b)
Pendidikan Kritis, penguatan kapasitas kelompok masyarakat penerima
manfaat program dengan pendidikan topikal dalam menjalankan
pengawasan pembangunan berbasis komunitas, antara lain Kewajiban
Penyelenggara
Negara
dan
Kewajiban
Warga
Negara,
Penilaian
terpilih dengan
81.229 dengan
yang
mungkin
terjadi
sebagai
akibat
adanya
kegiatan
didanai
kegiatan
pembangunan
desa,
namun
juga
untuk
tentang
Kajian
Lingkungan
Hidup
(Environmental
kebijakan
termasuk
komitmen
Pemda
dalam