Nama
NIM
: Ciswandi
: 1112097000026
Pada gambar (1) sampel pada ujung sample rod terletak diantara pick up coil. Selain
itu, terdapat pula magnet sebagai tempat menempelnya pick up coil. Sample rod bekerja
dengan cara berosilasi, daerah dimana sample rod bekerja terdapat pengaruh medan magnet
yang berasal dari magnet. Oleh karena itu, ada perubahan fluks magnetik yang terjadi saat
sample rod bekerja. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini
Pada gambar (2) daerah yang ditandai dengan garis putus-putus menjelaskan adanya
perubahan fluks magnetik yang terjadi ketika sample rod berosilasi. Fluks magnetik itu
sendiri adalah jumlah medan magnet yang melewati luas penampang tertentu, untuk lebih
jelasnya lihat gambar (3).
Ketika fluks magnet berubah terhadap waktu maka akan menimbulkan tegangan pada
pickup coil, sehingga dapat dituliskan pada persamaan berikut:
Vcoil=
d
dt
( ddz )( dzdt )
V coil=
( ddz )
( dzdt )
Gambar (4) menjelaskan ketika sample rod berosilasi, kemudian mengenai fluks
magnetik sehingga terjadilah perubahan fluks magnetik terhadap sumbu z. Oleh karena itu,
medan magnet yang terdapat pada daerah yang diberi garis putus-putus (lihat pada gambar 4)
akan mengalami perubahan, begitu pula dengan fluks magnetiknya juga mengalami
perubahan. Maka bisa dikatakan perubahan fluks magnetik hanya terjadi pada daerah yang
dilalui oleh sample rod saat berosilasi sedangkan daerah yang tidak dilalui oleh sample rod
tidak terjadi perubahan fluks magnetik, perhatikan gambar (5) dibawah ini :
Daerah yang diarsir merupakan daerah yang dilalui oleh sample rod sehingga perubahan
( ddz )> 0
adalah daerah yang tidak dilalui oleh sample rod sehingga tidak ada perubahan fluks yang
terjadi (
( ddz )=0
sumbu z
( ddz ) .
sebagai berikut :
=B . A
=B .(l z)
( dzdt )
dikarenakan setiap perubahan posisi benda (dalam hal ini berisolasi) itu membutuhkan waktu
meskipun perubahan posisi benda akan kembali ke posisi awal dari benda itu. Kemudian
ternyata ketika sample rod berosilasi, osilasinya itu membentuk gelombang sinusoidal,
perhatikan gambar dibawah ini :
Dimana
z= Asin t .
tegangan pada koil dengan frekuensi sampel rod tersebut, dimana semakin besar frekuensi
sampel rod maka tegangan pada koil akan semakin besar pula. Itulah penjelasan dari
persamaan ini:
Vcoil=
d
dt .
Peristiwa dimana tegangan yang timbul berasal dari perubahan fluks magnetik
terhadap waktu disebut dengan Hukum Faraday, yang mengatakan bahwa gaya gerak listrik
(ggl) induksi yang timbul sebanding dengan perubahan laju fluks magnetiknya terhadap
waktu dengan perumusannya sebagai berikut :
=N
Dimana:
Dengan alasan seperti inilah mengapa hukum Faraday tentang perubahan fluks magnetik
merupakan prinsip dasar dari kerja Vibrating Sample Magnetometer (VSM).
Tanda minus (-) pada hukum Faraday menunjukan bahwa arah arus yang timbul
akibat ggl (gaya gerak listrik) induksi berlawanan dengan asal perubahan fluks. Fenomena ini
merupakan prinsip dari hukum Lenz yang menyatakan jika timbul GGL induksi pada suatu
rangkaian maka arah arus induksi yang dihasilkan mempunyai arah sedemikian hingga
menimbulkan medan magnet induksi yang menentang perubahan medan magnet (arus induksi
berusaha mempertahankan fluks magnetic total tetap konstan).
Pada percobaan pertama (gambar a), magnet diarahkan masuk menuju kumparan,
maka jarum pada galvanometer menyimpang kekanan sesaat kemudian kembali lagi ke
posisi awal, Hal ini disebabkan ketika magnet dimasukkan kedalam kumparan, medan
magnet dalam kumparan akan bertambah dan fluks magnetik yang dilalui oleh magnet juga
bertambah, akibatnya akan
menjaga fluks
magnetiknya agar tetap konstan yang mana arahnya berlawanan dengan fluks magnetik. Dari
fluks induksi tersebut dapat menentukan arah arus induksinya dengan menggunakan kaidah
tangan kanan, yang mana arah arus tersebut yang membuat jarum galvanometernya
menyimpang kekanan.
Pada percobaan kedua (gambar B), magnet diarahkan keluar dari kumparan, setelah
posisi magnet diluar jarum pada galvanometer meyimpang ke kiri sesaat kemudian kembali
lagi ke posisi awal. Hal ini disebabkan ketika magnet dikeluarkan dari kumparan, medan
magnet dalam kumparan akan berkurang dan fluks magnetik yang dilaluinya pun berkurang,
sehingga akan timbul fluks induksi yang akan menjaga fluks magnetiknya tetap konstan
dengan menambahkan jumlah fluks yang ada didalam kumparan yang arahnya searah dengan
fluks induksi tersebut. Dari fluks induksi tersebut dapat menentukan arah arus induksinya
dengan menggunakan kaidah tangan kanan, yang mana arah arus tersebut yang membuat
jarum glvanometernya menyimpang kekiri.
Pada percobaan ketiga (gambar c), posisi magnet diam, akibatnya fluks magnetik
pada kumparan tetap konstan dan tidak ada fluks induksi yang dihasilkan maka arah arus
induksinya pun tidak dapat ditentukan. Sehingga jarum pada galvanometer tetap nol tidak
menyimpang kekanan maupun kekiri.
Setelah memahami prinsip tersebut, selanjutnya kembali ke Vibrating Sample
Magnetometer (VSM), dimana pada Vibrating Sample Magnetometer (VSM) terdapat
komponen sensor hall. Sensor hall adalah transduser (pengubah) yang bervariasi tegangan
output sebagai respon terhadap medan magnet. Sensor hall ini bekerja berdasarkan efek hall,
yang kita tahu prinsip dasar dari efek hall adalah gaya Lorentz.
Gaya Lorentz merupakan gaya yang ditimbulkan oleh muatan listrik atau arus listrik
yang bergerak dalam suatu medan magnet. Jadi apabila ada suatu kawat yang memiliki
arus dan berada dalam medan magnet, maka kawat tersebut akan dipengaruhi oleh sebuah
gaya yang disebut gaya lorentz. Arah dari gaya Lorentz dapat ditentukan menggunakan
kaidah tangan kanan sebagai berikut ini :
Dijelaskan bahwa ibu jari menunjukkan arah dari arus, keempat jari sisa menunjukkan arah
dari medan magnet, dan telapak tangan menunjukkan arah dari gaya Lorentz.
Penjelasan diatas hanya membahas jika kawat berarusnya hanya satu. Namun, bagaimana jika
kawat penghatar ada dua sejajar dengan arah arus kedua kawat searah dan arus kedua kawat
berlawanan, seperti pada gambar berikut :
Pada gambar (8.a) menunjukkan dua kawat sejajar dengan arus yang searah, pada
kawat dengan arus I1 dengan arah keatas sesuai dengan kaidah tangan kanan maka medan
magnetnya (B1) kearah kanan, kemudian pengaruh dari medan magnet (B 1) mengenai kawat
dengan arus I2 sehingga I2 dipengaruhi oleh medan magnet (B1) kemudian terjadilah gaya
lorentz pada kawat dengan arus I2 yang arahnya masuk (menuju kawat berarus I 1). Pada
kawat berarus I2 dengan arahnya keatas maka medan magnet (B 2) kearah kanan juga,
kemudian pengaruh dari medan magnet (B2) mengenai kawat berarus I1 sehingga I1
dipengaruhi oleh medan magnet (B2) kemudian terjadilah gaya lorentz pada kawat dengan
arus I1 yang arahnya masuk (menuju kawat berarus I2). Jadi terjadilah gaya tarik-menarik
antar kedua kawat sejajar tersebut.
Pada gambar (8.b) menunjukkan dua kawat sejajar dengan arus yang berlawanan,
pada kawat dengan arus I1 dengan arah keatas sesuai dengan kaidah tangan kanan maka
medan magnetnya (B1) kearah kanan, kemudian pengaruh dari medan magnet (B 1) mengenai
kawat I2 sehingga kawat I2 dipengaruhi medan magnet (B1) kemudian terjadilah gaya lorentz
kearah luar (menjauh dari kawat I2 ) hal ini disebabkan arus pada I2 kebawah dan medan
magnet yang mempengaruhinya kekanan. Pada kawat dengan arus I 2 kearah bawah maka
medan magnet B2 kearah kiri, kemudian pengaruh dari medan magnet (B 2) mengenai kawat I1
sehingga I1 dipengaruhi oleh medan magnet B2 kemudian terjadillah gaya Lorentz kearah luar
(menjauhi kawat I1) hal ini disebabkan medan magnet yang mempengaruhinya kearah kiri
sedangkan arusnya keatas. Jadi terjadillah gaya tolak-menolak antar kedua kawat tersebut.
Prinsip dari gaya Lorentz yang telah dijelaskan diatas adalah cara untuk menentukan
kemana arah muatan bergerak pada efek hall. Efek hall itu sendiri adalah suatu peristiwa
berbeloknya aliran listrik dalam pelat konduktor karena pengaruh dari medan magnet. Oleh
karena itu, prinsip utama dari efek hall adalah gaya Lorentz, hal ini dibuktikan dengan adanya
gaya yang terjadi ketika suatu arus mengalir pada benda, dimana benda tersebut berada dalam
medan magnet dan gaya tersebut tegak lurus terhadap arus.
Berdasarkan gambar (9) dijelaskan bahwa ketika arus mengalir yang ditunjukkan pada
i, kemudian terdapat magnet yang tentunya menghasilkan medan magnet dengan arah B1
ditunjukkan pada gambar. Sesuai dengan hukum gaya lorentz, apabila suatu arus yang
mengalir melalui suatu medan magnet maka akan timbul gaya yang arahnya tegak lurus
dengan arus itu. Pada gambar (9) ditunjukkan ketika suatu arus melalui dengan arah i (bisa
dilihat pada gambar 9) kemudian melalui medan magnet dengan arah B 1 berdasarkan kaidah
tangan kanan maka akan timbul gaya F1 yang arahnya keatas positif (sesuai gambar 9).
Sehingga tegangan outputnya (tegangan hall) bernilai positif.
Sebaliknya jika arah medan magnetnya diubah menjadi B 2 dengan arah arus yang
sama (bisa dilihat pada gambar 9) maka sesuai kaidah tangan kanan akan menghasilkan gaya
kebawah atau negatif. Sehingga tegangan output (tegangan hall) pun bernilai negatif.
Prinsip pada efek hall tersebut juga berlaku pada saat meletakkan sensor hall pada
Vibrating Sample Magnetometer (VSM), dalam peletakkannya tidaklah boleh terpasang
dengan terbalik jika terbalik maka arus yang terdeteksi pada monitor menunjukkan negatif.
Namun kita anggap jika pemasangan sensor benar maka arus yang terdeteksinya pun
menunjukkan positif. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :
Pada gambar (10) yang diatas menunjukan pemasangan sensor hall yang benar
dimana arah arusnya ke atas dan arah medan magnet kekanan sehingga dengan menggunakan
kaidah tangan kanan gaya lorentznya pun ke arah masuk (bisa dilihat pada gambar 10).
Pada gambar (10) yang dibawah pemasangan sensor hall yang terbalik dimana arah
arusnya kebawah dengan arah medan magnetnya sama yaitu ke kanan maka gaya lorentznya
adalah ke arah keluar (bisa dilihat pada gambar 10).
Moment range
: 30 emu
H field Range
: 32000 Oe
Time Cosntant
: 0.1 S
Test Average
Treat Average
Exciting Device
: Electromagnet
Mode of ctrl-H
: Auto
Testing Mode
: normal
Treating Mode
: Prototype
: . . . mg (massa nikel)
: 8.902 g/cm3
: 5000 Oe
8) Apakah nilai saturasi dan nilai medan koersif memenuhi persyaratan nilai
kalibrasi?
Jika Iya:
B. Menjalankan VSM
1) Sample holder didalam kapsul obat
Pasang sampel pada batang sampel
Moment Range
: 30 emu
H Field Range
: 32000 Oe
Time Constant
: 0.1 S
Test Average
Treat Average
Exciting Device
: Electromagnet
Mode of ctrl-H
: Auto
Testing Mode
: Normal
Treating Mode
: Prototype
Hasil VSM danpat di plot kan dengan berbagai cara. Tersedia opsi untuk
pengukuran temperature ruang adalah:
Bagaimana cara menggunakannya : pilih tipe mode gambar dan kill Treat
Data
7) Simpan dan cetak hasil
1.5
1
0.5
B(T)
0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.2
0.4
0.6
0.8
B(H)
M(H)
-0.5
-1
-1.5
H(T)
Gambar (11)
Pada gambar (11) menunjukan hasil pengukuran menggunakan VSM berupa kurva
histeresis M(H) dan B(H). Pada kurva M(H) didapatkan nilai magnetisasi saturasinya sebesar
0.62 T. Nilai saturasi adalah nilai medan magnetik maksimum yang dihasilkan oleh sampel.
Jadi, meskipun medan magnetik dari luar atau nilai H diperbesar maka tidak akan menaikkan
nilai magnetisasi yang dihasilkan. Selanjutnya kurva M(H) (gambar 11) menunjukkan nilai
magnetisasi remanen atau sisa yang dihasilkan sebesar 0.018 T. Remanen itu sendiri adalah
suatu medan magnetik sisa setelah medan magnet dari luar (H) bernilai nol atau sudah tidak
diberikan. Sehingga apabila medan magnetik dari luar diturunkan dari nilai saturasinya
sampai nol maka hampir tidak ada medan magnetisasi yang dihasilkan. Pada kurva M(H)
(gambar 11) juga didapatkan medan koersif sebesar 0.0089 T.
Pada kurva B(H) (gambar 11) didapatkan nilai medan magnetik (B) sebesar 1 T, nilai
(B) disini bukan saturasi dari kurva B(H) sebab jika medan magnet dari luar (H) diperbesar
maka nilai yang dihasilkan B juga semakin besar. Jadi medan magnetik (B) sebesar 1 T ini
merupakan nilai yang didapat ketika kurva M(H) mengalami saturasi. Kemudian besar
remanen (sisa) yang dihasilkan sebesar 0 T, artinya tidak ada sisa medan magnet (B) ketika
medan dari luar (H) yang diberikan adalah nol. Adapun medan koersifnya yang dihasilkan
adalah 0.0061 T, sehingga energi produk maksimum yang dihasilkan hampir tidak ada
(mendekati nol).
B(H)
0
-3
-2
-1
M(H)
-1
-2
-3
-4
H(T)
Gambar 12
Gambar (12) menunjukkan hasil pengukuran berupa kurva histeresis dalam parameter
M(H) dan B(H), pada kurva M(H) (gambar 12) didapatkan nilai saturasinya sebesar 1.11 T ,
sehingga apabila medan magnet yang diberikan dari luar diperbesar maka akan tetap
menghasilkan medan magnet (M) tetap sebesar 1.11 T. Kemudian nilai medan magnetik
remanennya adalah 0.84 T, artinya terdapat sisa dari medan magnet yang dihasilkan setelah
medan magnet dari luar telah mencapai nol. Dari kurva M(H) pada gambar (12) juga
didapatkan nilai dari medan koersifnya sebesar sebesar 1.42 T.
Selanjutnya pada kurva B(H) (gambar 12) didapatkan besar medan magnetik (B)
sebesar 3.64 T, dan nilai tersebut bukan nilai saturasi dari kurva B(H) karena jika medan
magnetik luar (H) diperbesar maka medan magnet (B) yang didapat juga semakin besar. Jadi,
nilai tersebut merupakan nilai yang didapat kurva B(H) ketika kurva M(H) mengalami
saturasi. Kemudian pada kurva B(H) didapatkan pula remanen atau sisanya sebesar 0.71 T
dan nilai medan koersif yang dihasilkan pada kurva B(M) adalah 0.72 T.
Berdasarkan kedua kurva yaitu kurva M(H) dan B(H), terjadi selisih nilai medan
magnet ketika kurva M(H) mengalami saturasi yaitu 4 T - 1.1 T = 2.9 T, nilai 4 T disini
adalah nilai yang di dapatkan kurva B(H) saat kurva M(H) mengalami saturasi dan nilai 2.9 T
merupakan besar medan magnetik yang diberikan dari luar (H). Karena sesuai persamaan B =
M + H, sehingga B - M = H, dimana B adalah medan magnet sampel, M adalah
magnetisasinya dan H adalah besar medan magnetik yang diberikan dari luar.
Selanjutnya menggunakan serbuk NdFeB dengan massa 66 mg, berikut hasil setelah
diukur menggunakan VSM
4
3
2
1
B(T)
0
-3
-2
-1
-1
B(H)
M(H)
-2
-3
-4
H(T)
Gambar 13
Gambar (13) menunjukkan kurva histeresis dalam parameter M(H) dan B(H), pada
kurva M(H) (gambar 13) didapatkan nilai saturasinya sebesar 0.99 T. Kemudian nilai medan
magnetik remanennya adalah 0.74 T, artinya terdapat sisa dari medan magnet yang dihasilkan
setelah medan magnet dari luar telah mencapai nol. Dari kurva M(H) pada gambar (13) juga
didapatkan nilai dari medan koersifnya sebesar sebesar 1.42 T.
Pada kurva B(H) (gambar 13) didapatkan nilai medan magnet (B) sebesar 3,51 T, dan
nilai tersebut bukan saturasi dari kurva B(H) karena jika medan magnetik luar (H) diperbesar
maka medan magnetik (B) yang dihasilkan semakin besar pula. Kemudian pada kurva B(H)
didapatkan pula remanen atau sisanya sebesar 1 T dan nilai medan koersif yang dihasilkan
pada kurva B(M) adalah 0.64 T.
Berdasarkan kedua kurva yaitu kurva M-H dan B-H (gambar 13), terjadi selisih nilai
medan magnetik ketika kurva M(H) mengalami saturasi yaitu 4 T - 0.99 T = 3.01 T, nilai 4 T
disini yaitu nilai yang didapat kurva B(H) saat kurva M(H) saturasi dan nilai 3.01 T
merupakan besar medan magnetik yang diberikan dari luar (H). Berdasarkan persamaan
B=M H , dimana B adalah medan magnet sampel, M adalah magnetisasinya dan H
adalah besar medan magnetik yang diberikan dari luar.
Lampiran
Kurva Histeresis M(H) Kaliberasi Nikel
Daftar Pustaka
Bertotti, Giorgio. 1998. Hysteresis in Magnetism. California : Academic Press
Giancoli, Douglas C. 2009. Physics for scientists and engineers with modern physics-4th ed.
New Jersey: Pearson Education