0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
26 tayangan4 halaman
Teks tersebut membahas tentang larangan dan perintah dalam hukum Islam serta pengertian kata isim dan fiil dalam Al-Quran. Teks lain membahas tentang jenis-jenis kalimat termasuk kalimat perintah dalam hadits. Secara ringkas, teks-teks tersebut membahas tentang konsep larangan dan perintah dalam hukum Islam beserta penggunaan kata kerja dan kata benda dalam Al-Quran serta jenis kalimat perintah yang ditemukan
Teks tersebut membahas tentang larangan dan perintah dalam hukum Islam serta pengertian kata isim dan fiil dalam Al-Quran. Teks lain membahas tentang jenis-jenis kalimat termasuk kalimat perintah dalam hadits. Secara ringkas, teks-teks tersebut membahas tentang konsep larangan dan perintah dalam hukum Islam beserta penggunaan kata kerja dan kata benda dalam Al-Quran serta jenis kalimat perintah yang ditemukan
Teks tersebut membahas tentang larangan dan perintah dalam hukum Islam serta pengertian kata isim dan fiil dalam Al-Quran. Teks lain membahas tentang jenis-jenis kalimat termasuk kalimat perintah dalam hadits. Secara ringkas, teks-teks tersebut membahas tentang konsep larangan dan perintah dalam hukum Islam beserta penggunaan kata kerja dan kata benda dalam Al-Quran serta jenis kalimat perintah yang ditemukan
Toatubun, Maimunah. 2014. Memahami Kalimat Perintah dan
Larangan dalam Teks Hukum Islam. STAIN Ambon. Hal. 4 Larangan (Al-Nahyu) Pengertian Al-Nahyu menurut bahasa berarti batas atau tujuan. Arti lain dari kata ini yakni al-Ghadir (anak sungai atau rawa), karena air yang mengalir akan berhenti kalau telah sampai pada tempat tersebut. Dan dari akar kata yang sama, akal juga disebut an-Nuhyat, karena ia dapat mencegah orang yang berakal untuk berbuat salah. Disamping makna lughawi seperti tersebut di atas, kata Al-Nahyu juga diartikan sebagai sesuatu yang dilarang untuk dikerjakan dan senantiasa meninggalkannya. Dan biasa pula yang digunakan yaitu seperti dalam bentuk kalimat ( ) atau dengan kata lain Al-Nahyu adalah kebalikan dari al-amr. Adapun Al-Nahyu menurut ulma Ushuliyiin didefenisikan dengan ( tuntutan meninggalkan perbuatan dari phak yang lebih tinggi kepada pihak yang rendah). Berangkat dari beberapa pernyataan diatas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Al-Nahyuadalah, kalimat pernyataan yang menunjukkan adanya suatu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Seperti larangan Allah kepada hambaNya, larangan pimpinan kepada bawahannya.
Bahsoan , Agil. 2015. Sighat Amar Dalam Memahami Produk Hukum
Pada Ekonomi Syariah. UNG Sulawesi. Hal 2 Hakikat Amar Amar berasal dari bahasa Arab yang berarti perintah. Menurut Muhammad Hasyim Kamali, amar dapat didefinisikan sebagai perintah lisan untuk melaksanakan sesuatu yang keluar dari orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah (Muhamad Hasyim Kamali, 1996). Supaya amar dapat berlaku sebagai perintah, para ulama memperbincangkannya, apakah kedudukan yang menyuruh dan disuruh dijadikan pertimbangan atau tidak ? apakah sikap dan bentuk ucapan
Ichwanul Karim (PAI)
suruhan menentukan atau tidak ?. Perbincangan mengenai hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul dalam merumuskan definisi. Abu Muhammad Al Makdisy & Qadhi Abu Husain, mereka mensyarahkan ketika menyuruh dalam ucapan yang meninggi. Pendapat ini diikuti oleh Al Amidi. Definisi amar yang sesuai dengan pensyarahan tersebut adalah Al amru huwa thalaba al fili ala wajhil istila, istidaul fili ala wajhil istila . Dalam definisi tersebut digunakan kata thalaba alfili untuk menghindarkan pengertian bentuk nahyi dan lainnya dari macam-macam ucapan. Sedangkan penggunaan kata ala wajhil istila untuk menjelaskan bahwa doa dan iltimas tidak termasuk dalam amar meskipun menggunakan kata amar. (Abu Muhammad Abdullah Al Makdisy, t.th)
Wahidi, Ridhoul. 2014. Pola-Pola Pengunaan Kata Isim dan Fiil
Dalam Al-Quran. Riau. Hal 13 Kata Isim dan Fiil Penelitian tentang pola-pola penggunaan kata isim dan Fiil dalam al-Quran dapat dikategorikan sebagai kajian nahwu terapan dalam perspektif alQuran. Karena sifatnya terapan, maka kaidah-kaidah nahwu (tata bahasa Arab) tidak diulas secara tegas. Kaidah-kaidah ini hanya diposisikan sebagai keterangan penjelasan. Dari telaah yang dilakukan, penulis menemukan bahwa hakikat isim dalam perspektif al-Quran bukan dimaksudkan semata untuk kata benda. Kata isim juga mencakup kata sifat, keadaan, kata ganti, kata tunjuk, nama, dan mashdar (kata dasar) atau pembendaan. Penggunaan kata isim dalam alQuran dapat diklasifikasikan menjadi tujuh bagian atau kelas, yaitu (1) mudzakkar dan muannats, (2) mufrad, mutsann, dan jamak, (3) nakirah dan marifat, (4) munsharif dan ghair munsharif, (5) maqshur dan manqush, (6) jmid dan musytaq, (7) murab dan mabn. Selanjutnya, hakikat fiil adalah perbuatan yang terikat dengan waktu tertentu. Pola-pola penggunaan fiil disesuaikan dengan keterikatan waktu (kala) yang menyertai fiil tersebut, yaitu pola penggunaan fiil madhi (kata kerja kala lampau), fiil mudhri (kata kerja kala sedang/akan), dan fiil amr (kata perintah melakukan perbuatan [kala akan]). Kata isim (benda) dan fiil (kerja) dalam al-Quran merujuk makna yang spesifik sesuai jenis dan bentuk kata tersebut. Akan tetapi, ada juga kata isim yang diartikan atau diterjemahkan dengan mendekati makna kata kerja. Selain itu, apabila kata isim disebutkan secara terpisah, maka menunjukkan pengertian umum, sedangkan apabila kata isim disebutkan bersamaan
Ichwanul Karim (PAI)
dengan kata lain sebagai penjelasnya, maka pengertian isim menjadi terbatas pada yang dijelaskan saja. Ramdiani, Yeni. 2014. Maa Alharfiah fii allughah alarabiyah. STAI Nurul Hakim Kediri. Hal 3
Hardiansyah, Indra. 2011. Penggunaan Kalimat Perintah Dalam
Kitab Bukhari Muslim. UNEJ Jember. Hal 17 Kalimat Akhadiyah (1988:11) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Alwi (2000:352) membagi kalimat berdasarkan bentuknya menjadi empat jenis yaitu : 1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, 2) kalimat interogatif atau kalimat tanya, 3) kalimat eksklamatif atau kalimat seru, 4) kalimat imperatif atau kalimat perintah. Kalimat perintah sebagai salah satu jenis kalimat memiliki keunikan karena mengandung makna yang bermacam-macam dan dibutuhkan ketelitian untuk memahaminya. Kalimat perintah juga memiliki banyak variasi sehingga menarik untuk diteliti. Alwi (2000:354-362) membedakan kalimat perintah berdasarkan jenisnya menjadi enam yaitu : 1) perintah atau suruhan biasa, 2) perintah halus, 3) perintah permintaan, 4) perintah ajakan dan harapan, 5) perintah larangan, dan 6) perintah pembiaran. Semua jenis kalimat perintah tersebut tidak hanya dapat disampaikan dalam bahasa lisan tetapi juga dalam bahasa tulis. Kalimat perintah dalam bahasa tulis banyak ditemukan dalam hadits. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam
Ichwanul Karim (PAI)
agama Islam selain Al Quran, Ijma dan Qiyas. Bahkan hadits memiliki kedudukan sebagai sumber hukum kedua setelah Al Quran.