MRS-R32/14
POLITEKNIK
PIKSI GANESHA BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dengan judul Interaksi Sistem
Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara Ngurah Rai dengan
tepat waktu.
Makalah ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Septiyani Endang Yunitasari, S.KM., M.pd, dosen Ergonomi Kesehatan
2. Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan
satu persatu.
Demi kesempurnaan makalah ini, besar harapan kami pembahas dapat memberi kritik
dan saran yang membangun untuk kemajuan makalah ini di masa mendatang.
Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai Interaksi Sistem
Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara Ngurah Rai, serta
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.
Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..i
Daftar Isi......ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan..2
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Ergonomi.....3
2.1
Pengertian Ergonomi...3
B. Sistem Manusia-Mesin................................................................................4
2.2
Pengertian Sistem Manusia-Mesin.4
2.3
Komponen Sistem Manusia-Mesin4
2.4
Perbandingan dan Interaksi Manusia-Mesin .5
Table 2.4.1 Perbandingan Manusia dan Mesin..8
Tabel 2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Manusia..9
Tabel 2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Mesin10
2.5
Faktor Keberhasilan Kerja10
2.6
Pengenalan Jenis Mesin Kantor13
C. Jurnal Analisis Sistem manusia-Mesin dan Pemecahan Masalah Ergonomi Melalui
Pendekatan Participatory pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara
Ngurah Rai
2.7
Abstrak.....15
2.8
Metode Penelitian.16
2.9
Analisis Data.16
2.10 Hasil dan Pembahasan..17
BAB III Interaksi Sistem Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara
Bandar Udara Ngurah Rai
3.1
Pebahasan Jurnal..25
BAB IV KESIMPULAN
4.1
Kesimpulan .28
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian lalu lintas udara (air traffic controls) merupakan salah satu tugas
pokok dan fungsi utama dai suatu Bandar Udara. Bentuk pelayanan lalu lintas udara (air
traffic services) yang dikelola di Bandar Udara Ngurah Rai meliputi 5 bentuk pelayanan,
yaitu: flight information service, alerting service, aerodrome control service, approach
control service dan area control service. Setiap bentuk pelayanan tersebut diatur dan
dilakukan dari suatu ruangan khusus yang terpisah satu sama lain tetapi saling koordinasi.
Ruang-ruang pengendalian lalu lintas udara tersebut meliputi; flight information control,
aerodrome control & ground control (tower), , area control centered (ACC) dan
provision of approach control (APP).
Tugas dan tanggung jawab dari seorang operator sangat berat, karena harus
memberikan pelayanan prima tanpa boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Sementara
itu sistem kerja yang dilakukan seorang operator sangatlah komplek yang selalu
menuntut ketahan fisik dan mental yang tinggi. Sistem manusia-mesin yang ada di air
traffic controls (ATC) merupakan sistem teknologi dalam skala besar dan cukup modern.
Sehingga untuk menjadi seorang operator diperlukan persyaratan-persyaratan khusus
sesuai dengan standar yang ditetapkan secara internasional.
Dalam kaitanya dengan sistem manusia-mesin di ATC, operator akan selalu
berinteraksi dengan berbagai komponen pokok, baik interaksi antara liveware-software,
liveware-hardware, Liveware-liveware, maupun liveware-environment. Untuk dapat
memberikan pelayanan dengan aman, nyaman dan efisien, maka interaksi manusia-mesin
harus betul-betul serasi satu sama lainnya [2]. Evaluasi terhadap sistem manusia mesin
pada ATC harus selalu dilakukan, mengingat kompleksitas sistem kerja yang terus
1
memberikan beban tambahan baik fisik maupun mental bagi operator ATC. Dalam
kaitanya dengan kerja bergilir, shift malam merupakan shift kerja yang paling banyak
memberikan pengaruh, baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial [1,3,4].
Mengingat kompleksitas sistem manusia-mesin pada ATC dan tugas pada shift
malam sering memberikan pengaruh negatif pada operator, maka perlu dilakukan kajian
yan lebih mendalam pada area tersebut. Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam
memecahkan masalah ergonomi pada ATC,
keharusan agar mereka selalu merasa terlibat, berkontribusi dan bertanggung jawab atas
apa yang mereka kerjakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Sistem Manusia-Mesin ?
2. Apa saja Komponen Sistem Manusia Perangkat ?
3. Apakah Perbandingan Manusia dan Mesin ?
4. Apa saja Faktor Keberhasilan Kerja ?
5. Apa itu Pengenalan Jenis Mesin Kantor ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Manusia-Mesin.
2. Untuk mengetahui apa saja Komponen Sistem Manusia Perangkat.
3. Untuk mengetahui Perbandingan Manusia dan Mesin.
4. Untuk mengetahui apa saja Faktor Keberhasilan Kerja.
5. Untuk mengetahui Pengenalan Jenis Mesin Kantor.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Ergonomi
2.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomika atau ergonomic adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem, serta profesi yang
2
mempraktikkan
teori,
prinsip,
data,
dan
metode
dalam
perancangan
untuk
Computer Vision Syndrome (CVS): problem kelelahan dan ketegangan pada mata
karena menggunakan komputer dalam jangka waktu lama. Mata terus dipaksa
menatap layar monior. Gejala yang diderita antara lain : mata terasa kering, mata
merah, gatal, mata berair, kehilangan fokus , dalam kasus tertentu bisa juga
memunculkan sakit kepala, nyeri puggung, nyeri pundak dan kejang otot.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS): masalah nyeri pergelangan tangan karena saraf di
bagian pergelangan tangan terhimpit lama. Dalam kasus ekstrem, penyembuhan
menerus.
Neck Tension Syndrome : nyeri pada leher ini dapat memunculkan sakit kepala,
b. The Sensories
c. The Processing
2.3.2
Aksi (gerak, kekuatan) yang muncul/ditunjukkan oleh satu atau lebih mesin yang
bekerja.
c. Controls
Interaksi antara manusia dengan mesin didasarkan pada ketetapan pengontrolan
(batasan) yang mampu dilakukan oleh effectors.
d. Workspace
Tempat dalam bentuk sesungguhnya (3 Dimensi) dimana sebuah kerja bisa
dilakukan.
e. Environment (Lingkungan Fisik)
Di dalamnya terdapat banyak aspek yang mempengaruhi manusia. Pendekatan
terhadap worksystems ditujukan pada cara yang mempengaruhi manusia dan
mesin bekerja.
Kebisingan, getaran, pencahayaan atau unsur iklim dikaitkan dengan aspek
ergonomis.
f. Work Organization
Pengertian dasar merujuk pada pengaturan langsung interaksi kerja antara
manusia dengan mesin.
Secara luas merujuk kepada struktur organisasi dimana aktivitas kerja berada
yang didukung oleh sistem secara teknis maupun sosial.
2.4 Perbandingan dan Interaksi Manusia-Mesin
Sistem manusia mesin merupakan sebuah sistem yang baik biasanya memiliki
sifat deterministik yang relatif tertutup. Sehingga sistem dapat diduga yang selalu
berjalan tepat seperti seharusnya. Dalam sistem informasi, unsur mesin seperti komputer
dan program komputer relatif tertutup dan deterministik. Sedang unsur manusia adalah
sistem terbuka dan probabilistik. Pemakaian manusia dan mesin membentuk sebuah
sistem manusia-mesin. Sistem manusia-mesin dapat mengandalkan mesin dan memakai
manusia hanya sebagai suatu pengawas atas operasi mesin. Sistem secara umum bisa
didefinisikan sebagai sekelompok elemen-elemen (yang lazim disebut sub-sistem) yang
terorganisir dan memiliki fungsi yang berkaitan erat satu dengan lainnya guna mencapai
tujuan bersama yang telah diterapkan sebelumnya. Suatu sistem akan terjadi dalam suatu
lingkungan yang akan memberi batasan, dan perubahan-perubahan yang timbul dalam
lingkungan ini akan mempengaruhi sistem dan elemen-elemen sistem tersebut.
Satu hal yang akan sangat penting dipertimbangkan didalam analisis sistem ialah
bahwa setiap sistem akan merupakan bagian (sub-sistem) dari sistem lain yang lebih
besar. Dengan demikian pendekatan sistem (system approach) akan dimaksudkan sebagai
pendekatan yang memperhatikan setiap permasalhan secara total atau terpadu (integral).
Pemecahan masalah dalam hal itu harus dianalisis dengan melihat keterkaitan
antara satu sistem dengan sub-sistem yang lainnya. Selanjutnya yang dimaksudkan
dengan sistem manusia-mesin (man-machine system) ialah kombinasi antara satu atau
beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin, dimana salah satu dengan lainnya
akan saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukanmasukan yang diperoleh. Dengan mesin maka disini akan diartikan secara luas, yaitu
mencakup semua objek fisik seperti mesin, peralatan, perlengkapan, fasilitas dan bendabenda yang biasa dipergunakan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. Jelas tampak
bahwa sistem biasa diklasifikasikan sebagai closed system dimana manusia disini
memegang posisi kunci, karena keputusan akan sangat tergantung pada didirinya. Arus
informasi dan arahnya dalam hal ini bisa digambarkan sebagai berikut :
1. Display
instrument
akan
mencatat
dan
memberikan
informasi
mengenai
dilaksanakan operator pada saat menangani mekanisme kontrol dari mesin. Disini
penelitian Ergonomi dapat dilakukan dalam bentuk persepsi visual, bentuk display untuk
menampilkan informasi dan rancangan dari mekanisme kontrol mesin itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan sistem manusia-mesin, dikenal 3 macam hubungan
(interaksi) manusia-mesin, yaitu manual man-machine systems, semiautomatic manmachine systems, dan automatic man-manchine systems.
Dalam Manual Man-Machine Systems ini masukan (input) akan langsung
ditransfomasikan oleh manusia menjadi keluaran (output). Contoh dalam hal ini ialah
seorang pekerja melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan peralatan sederhana
seperti ball-point untuk menulis. Disini manusia masih memegang kendali (control)
secara penuh didalam melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanyalah
sekedar menambah kemampuan atau kapabilitasnya didalam menyelesaikan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya. Sistem dimana manusia secara penuh sebagai sumber
tenaga (power) dan pengendali (control) langsung dikenal sebagai sistem manual.
Adanya revolusi industri dan perkembangan teknologi yang pesat, maka telah berhasil
diketemukan berbagai macam mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks cara
kerjanya.
Tidak seperti halnya pada manual man-machine system, maka dalam
semiautomatic man-machine system akan ada mekanisme khusus yang akan mengolah
masukan (input) atau informasi dari luar sebelum masuk kedalam sistem manusia.
dikontrol terlebih dahulu melewati suatu mekaniske tertentu sebelum suatu output
berhasil diproses. Contoh kontrit dari sistem tersebut adalah apa yang terjadi dalam cara
kerja mobil. Adanya instrumen-instrumen atau display-display panel dalam mobil akan
mampu menunjukkan kecepatan mobil yang sedang berjalan dan / atau jumlah bahan
bakar yang masih ada dalam tangki mobil tersebut. Disini manusia (pengemudi) tidak
akan bisa secara langsung mengendalikan atau mengontrol sumber tenaga penggerak
mobil tersebut secara langsung, karena dalam sistem ini mesinlah yang akan memberikan
tenaga yang mampu menyebabkan mobil bergerak. Manusia disini kemudian akan
7
melaksanakan fungsi kontrol dengan memakan waktu input-nya lewat display dan
mekanisme lainnya seperti kemudi, rem, gas, dan lain-lain. Sistem dimana mesin akan
memberikan tenaga (power) dan manusia akan melaksanakan fungsi kontrol dikenal
sebagai sistem semiautomatic.
Dalam sistem automatis sistem mesin akan memegang peranan penuh secara
langsung. Disini mesin akan melaksanakan dua fungsi sekaligus, yaitu penerima
rangsangan dari luar (sensing) dan pengendali aktivitas seperti yang umum dijumpai
dalam prosedur kerja yang normal. Fungsi operator disini hanyalah memonitor dan
menjaga agar supaya mesin tetap bekerja secara baik, serta memasukkan data atau
menggantikan dengan program-program baru apabila diperlukan. Sistem dimana mesin
akan berfungsi penuh sebagai sumber tenaga (power) dan pengendali langsung aktivitas
dikenal sebagai sistem automatic. Penyelidikan tertahap fungsi manusia-mesin adalah
didasarkan atas suatu kenyataan bahwa antara manusia dan mesin masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini berarti bahwa ada beberapa pekerjaan
yang akan lebih jika dikerjakan oleh manusia dan sebaliknya ada pula beberapa jenis
pekerjaan yang labih baik bila dilaksanakan oleh mesin.
Dengan memperhatikan kekurangan serta kelebihan masing-masing maka akan
diperoleh tabel perbandingan manusia mesin ini antara lain seperti berikut :
Tabel 2.4.1 Perbandingan Manusia dan Mesin
Masalah
1. Kecepatan
2. Tenaga (Power)
Manusia
Lambat
kecil (terbatas) & berubah-ubah
3. Keseragaman
Mesin
Cepat
Dapat diatur dengan baik, bisa kecil-besardan tetap
seragam, standar, cocok untuk pekerjaan
rutin, berulang, atau yang perlu ketepatan
4. Ingatan
5. berpikir
induktif - baik
Deduktif baik
6. Kalkulasi
7. Reaksi trehadap
yang berlebihan
8. Kepintaran
KEKURANGAN
1. Tidak daat melakukan koreksi
2. Tidak dapat melakukan pengembangan sendiri
(terbatas pada data yang tersimpan)
3. Tidak dapat menerima beban lebih (Overload)
maka akan rusak tiba-tiba.
KEKURANGAN
12
Mesin-mesin yang digunakan dalam suatu kantor mempunyai bentuk dan jenis yang
beragam dan dapat diklasifikasikan menurut tenaga gerak, cara kerja komponen mesin dan
fungsi mesin.
Macam- Macam Mesin Kantor
1.Tenaga penggerak
Menurut tenaga penggerak, mesin kantor dibagi menjadi 2 yaitu :
- Mesin Manual, mesin kantor yang dioperasikan dengan menggunakan tenaga manusia
atau tenaga murni.
- Mesin Listrik (Elektrik), mesin kantor yang pengoperasiannya menggunakan tenaga
listrik.
2. Cara kerja komponen mesin
Menurut cara kerja komponen mesin, mesin kantor dibagi menjadi 2 yaitu :
-
Mesin Mekanis, mesin kantor yang rangkaian komponennya bergerak atau bekerja hanya
pada waktu dioperasikan. Mesin ini ada yang digerakkan secara manual, tapi ada juga
yang digerakkan dengan tenaga listrik.
Mesin Elektronik, mesin kantor yang rangkaian komponennya bersifat elektronis atau
menggunakan bahasa mesin. Mesin ini hanya dapat digerakkan dengan menggunakan
tenaga listrik.
3. Fungsinya
Menurut fungsinya, mesin kantor dibagi menjadi 8 yaitu:
-
Mesin Pemisah
Mesin pengganda
Mesin pengontrol
observasi terhadap posisi kerja, sikap dan cara kerja serta wawancara langsung dengan para
operator dan supervisor pada ACC. Untuk mempermudah analisis interaksi antara liveware dan
hardware dilakukan pengambilan photo terhadap operator pada saat berinteraksi dengan
peralatan kerja yang digunakan.
Beban kerja dihitung berdasarkan parameter denyut nadi kerja dengan menggunakan
metode 10 denyut dengan cara palpasi pada arteri radialis. Penghitungan denyut nadi dilakukan
pada waktu sebelum kerja dan sebelum istirahat Di samping itu juga dilakukan pengisian
kuesioner tentang gangguan sistem muskuloskeletal dengan menggunakan kuesioner Body
Mapfor evaluating body part discomfort, baik dengan dua skala likert (ya/tidak) maupun 4
skalalikert. Kelelahan subjektif diukur hanya pada akhir jam kerja menggunakan kuesioner 30
item dengan 2 skala likert (ya/tidak). Pengukuran kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja
dilakukan dengan menggunakan kuesioner Bourdon Wiersma pada waktu sebelum kerja dan
pada akhir jam kerja.
2.9 Analisis Data
Analisis data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.0 for
windows. Uji statistik yang akan dipakai untuk menganalisis data dari masing-masing
pengukuran adalah sebagai tersebut berikut ini.
1. Hasil pengukuran hardware dan sarana pendukung kerja lainnya ditabulasi dan dianalisis
secara deskriptif yang dianalisis.
2. Hasil rekaman photo dianalisis secara diskriptif dan dilakukan cross check terhadap hasil
wawancara dengan para operator.
3. Analisis perbedaan kemaknaan rerata pre-posttest dengan t-paired pada tingkat kemaknaan
(=0,05).meliputi hasil observasi:
a.penghitungan denyut nadi
b. skor gangguan otot skeletal
c. skor tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi(dari Bourdon Wiersma)
4. Hasil pengisian kuesioner keluhan dan kelelahan subjektif dianalisis secara proporsional.
16
dan
berpengaruh terhadap performansi kerja. Untuk mendapatkan performansi yang tinggi, maka
elemen-elemen tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia pekerja. Dalam hal sistem manusia-mesin di ruang ATC, khususnya bagian ACC
melibatkan teknologi yang cukup tinggi dan komplek. Setiap operator harus berinteraksi dengan
beberapa hardware (monitor, displai, alat kontrol, alat komunikasi, dll) secara sinergi.
Hal demikian tentunya akan memberikan beban tambahan baik fisik maupun mental. Di
samping beban tambahan akibat kompleksitas interaksi sistem kerja, ternyata sering kali operator
harus mendapat beban tambahan lain berupa ketidakserasian hardware yang digunakan. Dalam
menggunakan beberapa alat kontrol, operator harus melakukan sikap paksa (menjangkau) dalam
menekan tombol-tombol kontrol. Kondisi demikian disebabkan karena alat kontrol tidak
semuanya berada pada daerah jangkauan optimu. Operator harus melakukan gerakan mundur
antara 100-125 cm untuk dapat melihat monitor bagian atas. Oleh karena letak monitor cukup
tinggi, meskipun sudah melakukan gerakan mundur, tetapi sudut pandang mata masih terlalu
besar, sehingga menyebabkan sikap paksa pada daerah kepala, leher dan bahu. Kondisi demikian
juga memberikan beban tambahan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam kerja
gambar (1).
Beban tambahan lain juga diterima operator yang disebabkan oleh karena kondisi yang
tidak aman, di mana pengaturan kabel banyak yang tidak tertanam dan justru mengganggu
clearance legs. Hal tersebut menyebabkan keterbatasan ruang gerak kaki dan menyebabkan
perasaan tidak nyaman dalam bekerja. Di samping itu alat kontrol yang dipasang di bawah meja,
sering membentur lutut operator.
17
18
silau.
Untuk dapat memecahkan masalah ergonomi dengan baik, khususnya masalah sistem
manusia-mesin, maka perlu dilakukan pendekatan participatory. Dalam hal ini setiap operator
harus dilibatkan pada setiap langkah perbaikan, karena merekalah yang paling tahu masalahmasalah yang sedang dihadapi. Sedangkan pihak manajemen perlu mengembangkan open
management dengan didasari pada
partisipasi aktif dari karyawan dengan supervisor dan managernya untuk menerapkan
pengetahuan ergonomi di tempat kerjanya untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja .
Dengan pendekatan participatory, maka semua orang yang terlibat dalam unit kerja akan
selalu merasa terlibat, berkontribusi dan bertanggung jawab tentang apa yang mereka kerjakan.
Didasarkan pada pendekatan
participatory
perubahan desain stasiun kerja yang lebih ergonomis. Berkaitan dengan hal tersebut maka desain
stasiun kerja yang diusulkan seperti pada gambar 2 dibawah.
muskuloskeletal tepat untuk digunakan. Dalam hal interaksi sistem manusia-mesin, apabila tidak
ada keserasian antara operator dan sarana kerja yang digunakan, maka akan dapat menyebabkan
gangguan pada anggota tubuh tertentu, lebih lanjut dikenal sebagai gangguan sistem
muskuloskeletal. Gangguan tersebut terjadi oleh karena terjadinya sikap paksa pada anggota
tubuh untuk dapat menyesuaikan atau mengoperasikan alat kerja, seperti gerakan menjakau,
membungkuk, memutar badan yang terjadi berulang-ulang.
Dari hasil pengisian kuesioner Body Map sebagian operator mengalami gangguan
sistem muskuloskeletal. Kenyerian atau keluhan pada otot skeletal yang dominan adalah pada
bagian pinggang (83,33%), punggung (66,67%), bahu kanan dan bokong (58,33%), leher atas
dan lengan kanan atas (50%), dan anggota tubuh lainnya kurang dari 50%. Sedangkan hasil
pengisian kuesioner
sebelum kerja sebesar 32,50 6,65 dan setelah kerja sebesar 36,67 6,17.
Dengan uji t-paired ternyata perbedaan rerata skor tersebut signifikan dengan
hitung=3,44, p=0,006. Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa hampir seluruh tenaga
kerja yang bekerja dengan sikap kerja yang tidak alamiah dan dalam waktu yang lama juga
mengalami gangguan sistem muskuloskeletal dan kelelahan otot setelah kerja bergilir.
Dapat disimpulkan bahwa terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal pada operator
ACC tersebut kemungkinan besar disebabkan karena interaksi manusia-mesin yang tidak serasi
dan terjadi berulang-ulang.
Penilaian beban kerja operator ACC
Hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
sangat komplek, baik faktor internal maupun eksternal.
1 Faktor eksternal, meliputi:
a) tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun bersifat mental;
b)
organisasi, seperti ; kerja bergilir, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, reward and
kemungkinan besar disebabkan karena jenis pekerjaan operator ACC lebih bersifat mental dari
pada fisik. Sedangkan penilaian beban kerja yang didasarkan pada penghitungan denyut nadi
lebih ditujukan untuk beban kerja fisik, karena denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju
metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi. Mengingat beban kerja
fisik operator ACC dalam kategori ringan, maka penilaian beban kerja didasarkan pada denyut
nadi tersebut kurang dapat diandalkan karena faktor emosi akan lebih menentukan.
Dalam penelitian beban kerja mental berdasarkan metode SWAT pada shift malam
adalah antara ringan dan sedang. Sedangkan pada shift pagi beban kerja mental adalah tinggi.
Hal tersebut berhubungan erat dengan banyaknya jumlah pesawat yang harus dilayani operator,
di mana jumlah pesawat pada shift pagi lebih banyak dari pada shift malam. denyut jantung
operator ATC lebih tinggi selama shift sore yang lebih sibuk (the busy afternoon shift) dari
pada
21
vigilant
22
and sleepy) terus menerun mulai dari 3 jam pertama kerja dan puncaknya terjadi pada 8-10 jam
setelah kerja.
Pengaruh shift malam terhadap tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja
Salah satu efek bekerja pada shift malam adalah terjadinya gangguan performansi kerja.
Hal ini dapat dipahami, karena bekerja pada waktu orang lain tidur atau sebaliknya adalah
merubah fungsi alamiah tubuh. Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik (meskipun tidak
maksimum) adalah melalui proses adaptasi dan aklimatisasi yang cukup lama.
Melalui uji kecepatan, ketelitian dan konstansi (uji Bourdon Wiersma) dapat digunakan
sebagai indikasi dalam menentukan tingkat performansi kerja. Dari hasil uji kecepatan (rerata
waktu uji) dari 12 subjek didapatkan waktu rata-rata sebelum kerja adalah 8,24 detik dan setelah
kerja 8,58 detik, sehingga hanya terjadi perbedaan kecepatan sebesar 0,35 detik dan secara
statistik tidak signifikan (p>0,05). Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara
sebelum kerja dan setelah kerja rerata waktu (kecepatan) tidak ada perubahan (B= 83,3% dan
CB=16,7%). Dari hasil uji kecepatan tersebut jelas bahwa kecepatan kerja operator ACC tidak
mengalami penurunan setelah shift malam. Dalam hal ini faktor pendidikan dan latihan (khusus
operator ATC) sebelum menjadi pegawai berpengaruh terhadap kecepatan gerak.
Pada uji ketelitian (banyaknya kesalahan yang dibuat) dari 12 subjek didapatkan rerata
kesalahan sebelum kerja adalah sebanyak 10,25 dan setelah kerja sebanyak 10,58. Berarti hanya
terdapat peningkatan kesalahan sebesar 0,33 dan secara statistik tidak signifikan (p>0,05).
Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak
ada perubahan tingkat kesalahan (CB= 16,7%; C= 58,3%; R=16,7% dan K= 8,3%). Hal tersebut
membuktikan bahwa kecepatan dan ketelitian merupakan dua hal yang tidak bisa sejajar, di mana
semakin tinggi tingkat kecepatan, maka tingkat kesalahan akan semakin besar.
Sedangkan pada uji konstansi (perbandingan antara jumlah kuadrat dari deviasi dan
waktu rata-rata) sebelum kerja didapatkan rerata konstansi hitung sebesar 3,97 dan setelah kerja
sebesar 4,83. Berarti hanya terdapat perbedaan konstansi kerja sebesar 0,86 dan secara statistik
juga tidak signifikan (p>0,05). Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan tingkat konstansi
antara sebelum kerja dan setelah kerja relatif tidak berubah (B= 8,3%; CB= 33,3%; C= 41,7%
23
dan R=16,7%). Tingkat konstansi ini berhubungan dengan tingkat alertness seseorang, di mana
semakin rendah tingkat konstansi, maka akan semakin rendah alertnessnya atau sebaliknya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara sebelum kerja dan setelah kerja pada uji kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja. Tingkat
kecepatan yang Baik yang diperagakan para operator ACC tersebut menyebabkan tingkat
ketelitian dan konstansi yang rendah. Hal tersebut perlu diwaspadai karena tingkat ketelitian dan
konstansi yang rendah sering menyebabkan kesalahan. Dalam hal demikian semakin tidak teliti
dan tidak konstan kerja seseorang, maka akan semakin rendah pula tingkat performansi kerjanya.
BAB III
Interaksi Sistem Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara
Bandar Udara Ngurah Rai
3.1
Pembahasan Jurnal
Setelah kami pahami, pada jurnal ini penelitian yang dilakukan pada air traffic controls
(ATC) pada bagian area control center (ACC) di PT Angkasa Pura II, Bandara Ngurah Rai
dimenggunakan metode case study dengan rancangan one group pre-posttest design.dan
pengukuran langsung terhadap hardware (tata letak displai, kontrol, landasan kerja, kursi) dan
sarana kerja pendukung lainnya. Di dilakukan observasi terhadap posisi kerja, sikap dan cara
kerja serta wawancara langsung dengan para operator dan supervisor pada ACC. Analisi data
hasil pengukuran dengan menggunakan bantuan program SPSS 10.0 for windows, dan uji
statistik yang dilakukan utuk menaganalis data .
24
Dalam hasil dan pembahasan jurnal tersebut dapat kita ketahui bahwa performansi kerja
yang tinggi dipengaruhi oleh elemen-elemen pokok yang saling berinteraksi dan elemen tersebut
harus serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.
Ternyata operator tidak mendapatkan keserasian hardware kerja dan mendapatkan beban
tambahan yang disebabkan karena masih ada paksaan ketika menjangkau atau pada saat
menekan tombol-tombol kontrol, dan ketika akan melihat monitor bagian atas, operator ACC
harus mundur terlebih dahulu, dan itu pun menurut kami sangat salah besar karena menambah
beban kerja, jarak pandang dan monitor jauh, sehingga menyebabkan sikap paksa terhadap
kepala, leher, dan bahu.di tambah lagi dengan pengaturan kabel yang tidak aman dan operator
harus ekstra hati-hati terhadap pijakan kaki nya. Landasan kerja sempit, kursi untuk sandaran
pinggang/punggung tidak dapat digunakan secara sempurna.
Dengan adanya masalah di atas maka yang dapat dilakukan adalah redesain stasiun kerja,
mikroklimat, dan penerangan atau pengaturan cahaya pada layar monitor kontrol sebaiknya tidak
dilakukan langsung dari pencerahan layar monitor kontrol, sebaiknya dibuat penerangan lokal
saja. Maka dari itu dilakukanlah pendekatan participatory, dan benar setelah dilakukan
pendekatan ini, para operator mempunyai keinginan untuk mengubah desain sistem kerjanya,
dan memberi gambaran yang lebih ergonomis, dengan begitu operator dapat mengurangi stress
kerja nya.
Pada saat dilakukan pengisian kuesioner Body Map terdapat beberapa operator yang
mengalami gangguan sistem musculoskeletal karena operator ACC sebagian besar adalah duduk
statis (pembebanan otot statis), dari data kuesioner tersebut operator mengakui kenyerian dan
keluhan pada otot skeletal pada bagian pinggang, punggung, bahu kanan dan bokong, leher atas,
lengan kanan atas, dan anggota tubuh lainnya didapatkan rerata skor sebelum bekerja 32,50
6,65 dan setelah bekerja 36,67 6,17, dan dapat disimpulkan gangguan sistem musculoskeletal
bertambah setelah operator bekerja.
Beban kerja operator ACC ada 2 (dua) yaitu beban kerja mental dan beban kerja fisik,
ternyata beban kerja fisik bisa diperhitungkan melalui denyut nadi (denyut jantung), ketika shift
pagi beban kerja mental adalah tinggi, dikarenakan banyaknya pesawat yang harus dilayani oleh
operator, ketika sore denyut jantung lebih tinggi dari pada shift pagi, secara gangguan fisilogis
25
yang paling dominan dialami oleh pekerja malam dan menimbukan terjadinya kelelahan dan
gangguan performansi kerja. Dari hasil pengisian kuesioner kelelahan subjektif dapat dijelaskan
bahwa pengaruh shift malam terhadap pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, kelelahan fisik
ternyata adanya kelelahan subjektif yang cukup tinggi,
Dengan adanya hasil beban kerja operator ACC, kita dapat menyimpulkan seharusnya
para operator ACC jam bekerjanya arus selalu bergiliran sesuai jadwal yang ditentukan dengan
pertimbangan adanya peregangan tubuh (isirahat) maupun rentan waktu yang cukup. Sehingga
para operator ACC tidak mengalami pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan kelelahan
fisik, karena penurunan mulai dari 3 jam pertama bekerja.
Pengaruh shift malam terhadap tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja dapat di
indikasikan sebagai penentuan tingkat performansi kerja, dan dari hasil uji kecepatan dari 12
subjek dan ternyata jelas bahwa kecepatan kerja operator ACC shift malam tidak mengalami
penurunan. Sedangkan pada uji ketelitian atau banyaknya kesalahan yang terjadi dilakukan uji
terhadap 12 subjek juga tidak mengalami penurunan setelah shift malam. Sedangkan pada uji
konstansi sebelum bekerja dan setelah bekerja tidak signifikan.
Dari uraian yang kita telaah tadi dapat disimpulkan bahwa, para operator ACC memang
benar tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum kerja dan setelah kerja pada shift
malam, namun tetap harus kita waspadai karena jika tingkat ketelitian dan konstansi yang rendah
dapat menyebabkan kesalahan.
26
BAB IV
KESIMPULAN
4.1
Kesimpulan
1.
Sistem Manusia dan mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan
satu atau beberapa mesin, yang saling berinteraksi, untuk menghasilkan keluaran-keluaran
berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh.
2.
27
3.
Tujuan diipergunakanya mesin dalam suatu proses pekerjaan untuk menghemat fisik
tenaga dan pikiran manusia dalam melakukan tugas-tugasnya baik yang bersifat rutin maupun
insidental, baik untuk pekerjaan yang bersifat industrial (engeneering) maupun bersifat teknis
mencatat (paperwork).
Dari hasil dan pembahasan jurnal di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Terjadi interaksi yang kurang serasi antara manusia-mesin pada operator ACC.
Terbukti masih banyak sikap paksa pada operator waktu kerja seperti; gerakan
menjangkau berlebihan, melihat monitor dengan sudut pandang yang terlalu besar dan tulang
belakang tidak dapat tersandar dengan baik waktu duduk.
2. Tata letak sarana pendukung, seperti kabel dan alat kontrol kurang tepat yang menyebabkan
rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja.
3. Akibat interaksi manusia-mesin yang kurang serasi, sebagian operator mengalami gangguan
sistem muskuloskeletal secara signifikan pada anggota tubuh bagian pinggang, punggung, bahu
kanan dan bokong, leher atas dan lengan kanan atas.
4. Beban kerja operator ACC lebih bersifat mental dari pada fisik.
5. Setelah bertugas pada shift malam, sebagian besar operator mengalami kelelahan berupa
pelemahan kegiatan dan kelelahan fisik. Namun demikian mereka tidak mengalami pelemahan
motivasi.
6. Tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak
ada perubahan. Tingkat kecepatan yang tinggi menyebabkan tingkat ketelitian dan konstansi
kerja menjadi rendah.
Daftar Pustaka
28
Buku :
Sedarwanti, DR. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. PT. Mandar Maju . Bandung.
29