Anda di halaman 1dari 32

Interaksi Sistem Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara

Bandar Udara Ngurah Rai


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ergonomi Kesehatan
Program Studi Manajemen Rumah Sakit
Disusun oleh:
Aep Saepudin (14.305.145)
Ecep Budi Rohiman (14.305.140)
Ghira Musab Nuramdhan (14.305.112)
Mahendra Jukistra (14.305.187)
Uci Megawati (14.305.154)

MRS-R32/14

POLITEKNIK
PIKSI GANESHA BANDUNG
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dengan judul Interaksi Sistem
Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara Ngurah Rai dengan
tepat waktu.
Makalah ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Septiyani Endang Yunitasari, S.KM., M.pd, dosen Ergonomi Kesehatan
2. Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan
satu persatu.
Demi kesempurnaan makalah ini, besar harapan kami pembahas dapat memberi kritik
dan saran yang membangun untuk kemajuan makalah ini di masa mendatang.
Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai Interaksi Sistem
Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara Ngurah Rai, serta
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.
Terima kasih.

Bandung, 18 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..i
Daftar Isi......ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan..2
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Ergonomi.....3
2.1
Pengertian Ergonomi...3
B. Sistem Manusia-Mesin................................................................................4
2.2
Pengertian Sistem Manusia-Mesin.4
2.3
Komponen Sistem Manusia-Mesin4
2.4
Perbandingan dan Interaksi Manusia-Mesin .5
Table 2.4.1 Perbandingan Manusia dan Mesin..8
Tabel 2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Manusia..9
Tabel 2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Mesin10
2.5
Faktor Keberhasilan Kerja10
2.6
Pengenalan Jenis Mesin Kantor13
C. Jurnal Analisis Sistem manusia-Mesin dan Pemecahan Masalah Ergonomi Melalui
Pendekatan Participatory pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara
Ngurah Rai
2.7
Abstrak.....15
2.8
Metode Penelitian.16
2.9
Analisis Data.16
2.10 Hasil dan Pembahasan..17
BAB III Interaksi Sistem Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara
Bandar Udara Ngurah Rai
3.1

Pebahasan Jurnal..25

BAB IV KESIMPULAN
4.1

Kesimpulan .28

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian lalu lintas udara (air traffic controls) merupakan salah satu tugas
pokok dan fungsi utama dai suatu Bandar Udara. Bentuk pelayanan lalu lintas udara (air
traffic services) yang dikelola di Bandar Udara Ngurah Rai meliputi 5 bentuk pelayanan,
yaitu: flight information service, alerting service, aerodrome control service, approach
control service dan area control service. Setiap bentuk pelayanan tersebut diatur dan
dilakukan dari suatu ruangan khusus yang terpisah satu sama lain tetapi saling koordinasi.
Ruang-ruang pengendalian lalu lintas udara tersebut meliputi; flight information control,
aerodrome control & ground control (tower), , area control centered (ACC) dan
provision of approach control (APP).
Tugas dan tanggung jawab dari seorang operator sangat berat, karena harus
memberikan pelayanan prima tanpa boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Sementara
itu sistem kerja yang dilakukan seorang operator sangatlah komplek yang selalu
menuntut ketahan fisik dan mental yang tinggi. Sistem manusia-mesin yang ada di air
traffic controls (ATC) merupakan sistem teknologi dalam skala besar dan cukup modern.
Sehingga untuk menjadi seorang operator diperlukan persyaratan-persyaratan khusus
sesuai dengan standar yang ditetapkan secara internasional.
Dalam kaitanya dengan sistem manusia-mesin di ATC, operator akan selalu
berinteraksi dengan berbagai komponen pokok, baik interaksi antara liveware-software,
liveware-hardware, Liveware-liveware, maupun liveware-environment. Untuk dapat
memberikan pelayanan dengan aman, nyaman dan efisien, maka interaksi manusia-mesin
harus betul-betul serasi satu sama lainnya [2]. Evaluasi terhadap sistem manusia mesin
pada ATC harus selalu dilakukan, mengingat kompleksitas sistem kerja yang terus
1

memberikan beban tambahan baik fisik maupun mental bagi operator ATC. Dalam
kaitanya dengan kerja bergilir, shift malam merupakan shift kerja yang paling banyak
memberikan pengaruh, baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial [1,3,4].
Mengingat kompleksitas sistem manusia-mesin pada ATC dan tugas pada shift
malam sering memberikan pengaruh negatif pada operator, maka perlu dilakukan kajian
yan lebih mendalam pada area tersebut. Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam
memecahkan masalah ergonomi pada ATC,

participatory approach menjadi suatu

keharusan agar mereka selalu merasa terlibat, berkontribusi dan bertanggung jawab atas
apa yang mereka kerjakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Sistem Manusia-Mesin ?
2. Apa saja Komponen Sistem Manusia Perangkat ?
3. Apakah Perbandingan Manusia dan Mesin ?
4. Apa saja Faktor Keberhasilan Kerja ?
5. Apa itu Pengenalan Jenis Mesin Kantor ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Manusia-Mesin.
2. Untuk mengetahui apa saja Komponen Sistem Manusia Perangkat.
3. Untuk mengetahui Perbandingan Manusia dan Mesin.
4. Untuk mengetahui apa saja Faktor Keberhasilan Kerja.
5. Untuk mengetahui Pengenalan Jenis Mesin Kantor.

BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Ergonomi
2.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomika atau ergonomic adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem, serta profesi yang
2

mempraktikkan

teori,

prinsip,

data,

dan

metode

dalam

perancangan

untuk

mengoptimalkan sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kelemahan, dan keterampilan


manusia. Ergonomi berasal dari dua kata bahasa Yunani: ergon dan nomos: ergon berarti
kerja, dan nomos berarti aturan, kaidah, atau prinsip.
Masih banyak kasus gangguan kesehatan yang didapati para pekerja kantoran
dewasa ini dikarenakan penggunaan perangkat komputer yang terlalu lama yang tidak
tepat, misalnya:
-

Computer Vision Syndrome (CVS): problem kelelahan dan ketegangan pada mata
karena menggunakan komputer dalam jangka waktu lama. Mata terus dipaksa
menatap layar monior. Gejala yang diderita antara lain : mata terasa kering, mata
merah, gatal, mata berair, kehilangan fokus , dalam kasus tertentu bisa juga

memunculkan sakit kepala, nyeri puggung, nyeri pundak dan kejang otot.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS): masalah nyeri pergelangan tangan karena saraf di
bagian pergelangan tangan terhimpit lama. Dalam kasus ekstrem, penyembuhan

dilakukan dengan metode pembedahan.


Repetitive Strain Thumb Pain DeQuervain: Nyeri pada ibu jari yang diakibatkan
penggunaan mouse, keyboard,texting menggunakan telepon seluler, atau PDA terus

menerus.
Neck Tension Syndrome : nyeri pada leher ini dapat memunculkan sakit kepala,

kelelahan dan ketegangan pada mata.


Tenosynovitis (Repetitive Strain Finger Pain) : nyeri pada jari tangan disebabkan

penggunaan mouse atau keyboard.


- Thoracic Outlet Syndrome: Nyeri pada dada.
B. Sistem Manusia-Mesin
2.2 Pengertian Sistem Manusia-Mesin
Sistem Manusia dan mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia
dengan satu atau beberapa mesin, yang saling berinteraksi, untuk menghasilkan keluarankeluaran berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh. Ergonomi adalah ilmu
interdisipliner yang mempelajari interaksi antara manusia dan objek yang Fokus
perhatian ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam
perencanaan man-made objek (proses perancangan produk) dan lingkungan kerja.

Pendekatan agro ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan


keterbatasan manusia, baik secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam
sistem manusia-mesin yang integral. Maka, Secara sistematis pendekatan ergonomi
kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk tujuan rancang bangun, sehingga
akan tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia.
Pada gilirannya rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang
cocok, aman, nyaman dan sehat.
2.3 Komponen Sistem Manusia-Mesin
2.3.1 Komponen Manusia
a. The Effectors

3 (tiga) effectors utama adalah: tangan, kaki, suara.

b. The Sensories

The senses/indera adalah alat/cara manusia membangun kesadaran (memahami)


terhadap kondisi sekitarnya.
5 (Five) senses/indera: sight, hearing, touch,taste, smell.

c. The Processing

2.3.2

Dalam melaksanakan aktivitas kerja, komponen manusia memerlukan energi dan


informasi.
Energi untuk kerja otot diperoleh dari proses-proses fisiologis, juga dihasilkan
sisa pembakaran.
Otak merupakan pusat pengolah data, yang terdiri dari low-level programs untuk
mengatur aktivitas kerja sensorimotor dasar, dan higher level cognitive mengatur
kerja yang berkaitan dengan otak.
Manusia merupakan penghasil/sumber sekaligus pengguna energi.
Komponen Mesin

a. The Controlled Process


Operasi-operasi dasar pada mesin yang dikontrol oleh manusia.
b. Display
4

Aksi (gerak, kekuatan) yang muncul/ditunjukkan oleh satu atau lebih mesin yang
bekerja.

c. Controls
Interaksi antara manusia dengan mesin didasarkan pada ketetapan pengontrolan
(batasan) yang mampu dilakukan oleh effectors.
d. Workspace
Tempat dalam bentuk sesungguhnya (3 Dimensi) dimana sebuah kerja bisa
dilakukan.
e. Environment (Lingkungan Fisik)
Di dalamnya terdapat banyak aspek yang mempengaruhi manusia. Pendekatan
terhadap worksystems ditujukan pada cara yang mempengaruhi manusia dan
mesin bekerja.
Kebisingan, getaran, pencahayaan atau unsur iklim dikaitkan dengan aspek
ergonomis.
f. Work Organization
Pengertian dasar merujuk pada pengaturan langsung interaksi kerja antara
manusia dengan mesin.
Secara luas merujuk kepada struktur organisasi dimana aktivitas kerja berada
yang didukung oleh sistem secara teknis maupun sosial.
2.4 Perbandingan dan Interaksi Manusia-Mesin
Sistem manusia mesin merupakan sebuah sistem yang baik biasanya memiliki
sifat deterministik yang relatif tertutup. Sehingga sistem dapat diduga yang selalu
berjalan tepat seperti seharusnya. Dalam sistem informasi, unsur mesin seperti komputer
dan program komputer relatif tertutup dan deterministik. Sedang unsur manusia adalah
sistem terbuka dan probabilistik. Pemakaian manusia dan mesin membentuk sebuah
sistem manusia-mesin. Sistem manusia-mesin dapat mengandalkan mesin dan memakai
manusia hanya sebagai suatu pengawas atas operasi mesin. Sistem secara umum bisa
didefinisikan sebagai sekelompok elemen-elemen (yang lazim disebut sub-sistem) yang
terorganisir dan memiliki fungsi yang berkaitan erat satu dengan lainnya guna mencapai
tujuan bersama yang telah diterapkan sebelumnya. Suatu sistem akan terjadi dalam suatu
lingkungan yang akan memberi batasan, dan perubahan-perubahan yang timbul dalam
lingkungan ini akan mempengaruhi sistem dan elemen-elemen sistem tersebut.

Satu hal yang akan sangat penting dipertimbangkan didalam analisis sistem ialah
bahwa setiap sistem akan merupakan bagian (sub-sistem) dari sistem lain yang lebih
besar. Dengan demikian pendekatan sistem (system approach) akan dimaksudkan sebagai
pendekatan yang memperhatikan setiap permasalhan secara total atau terpadu (integral).
Pemecahan masalah dalam hal itu harus dianalisis dengan melihat keterkaitan
antara satu sistem dengan sub-sistem yang lainnya. Selanjutnya yang dimaksudkan
dengan sistem manusia-mesin (man-machine system) ialah kombinasi antara satu atau
beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin, dimana salah satu dengan lainnya
akan saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukanmasukan yang diperoleh. Dengan mesin maka disini akan diartikan secara luas, yaitu
mencakup semua objek fisik seperti mesin, peralatan, perlengkapan, fasilitas dan bendabenda yang biasa dipergunakan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. Jelas tampak
bahwa sistem biasa diklasifikasikan sebagai closed system dimana manusia disini
memegang posisi kunci, karena keputusan akan sangat tergantung pada didirinya. Arus
informasi dan arahnya dalam hal ini bisa digambarkan sebagai berikut :
1. Display

instrument

akan

mencatat

dan

memberikan

informasi

mengenai

perkembangan kegiatan/proses produksi yang berlangsung, operator kemudian


menyerap informasi ini secara visual (persepsi) dan mencoba menginterpretasikannya
secara seksama. Berdasarkan interpretasi yang dilakukan serta pengetahuan yang
sebelumnnya sudah dimiliki maka operator (manusia) kemudian mencoba membuat
keputusan.
2. Langkah berikutnya, operator kemudian mencoba mengkomunikasikan keputusan
yang telah diambilnya kemesin dengan menggunakan mekanisme kontrol. Instrument
kontrol selanjutnya memberikan gambaran (display) mengenai hasil dari tindakan
yang telah dilakukan oleh operator, dan selanjutnya sistem kerja mesin akan
memberikan proses kegiatan produksi sesuai dengan program yang diberikan oleh
operator tersebut. Demikian seterusnya siklus ini akan berulang.
Dalam sistem manusia mesin yang dimodelkan secara sederhana dapat terlihat
bahwa problematik Ergonomi akan nampak dalam hal persepsi yang bisa diambil oleh
manusia (operator) dari instrumen display (mesin) dan handling operations yang
6

dilaksanakan operator pada saat menangani mekanisme kontrol dari mesin. Disini
penelitian Ergonomi dapat dilakukan dalam bentuk persepsi visual, bentuk display untuk
menampilkan informasi dan rancangan dari mekanisme kontrol mesin itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan sistem manusia-mesin, dikenal 3 macam hubungan
(interaksi) manusia-mesin, yaitu manual man-machine systems, semiautomatic manmachine systems, dan automatic man-manchine systems.
Dalam Manual Man-Machine Systems ini masukan (input) akan langsung
ditransfomasikan oleh manusia menjadi keluaran (output). Contoh dalam hal ini ialah
seorang pekerja melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan peralatan sederhana
seperti ball-point untuk menulis. Disini manusia masih memegang kendali (control)
secara penuh didalam melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanyalah
sekedar menambah kemampuan atau kapabilitasnya didalam menyelesaikan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya. Sistem dimana manusia secara penuh sebagai sumber
tenaga (power) dan pengendali (control) langsung dikenal sebagai sistem manual.
Adanya revolusi industri dan perkembangan teknologi yang pesat, maka telah berhasil
diketemukan berbagai macam mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks cara
kerjanya.
Tidak seperti halnya pada manual man-machine system, maka dalam
semiautomatic man-machine system akan ada mekanisme khusus yang akan mengolah
masukan (input) atau informasi dari luar sebelum masuk kedalam sistem manusia.

dikontrol terlebih dahulu melewati suatu mekaniske tertentu sebelum suatu output
berhasil diproses. Contoh kontrit dari sistem tersebut adalah apa yang terjadi dalam cara
kerja mobil. Adanya instrumen-instrumen atau display-display panel dalam mobil akan
mampu menunjukkan kecepatan mobil yang sedang berjalan dan / atau jumlah bahan
bakar yang masih ada dalam tangki mobil tersebut. Disini manusia (pengemudi) tidak
akan bisa secara langsung mengendalikan atau mengontrol sumber tenaga penggerak
mobil tersebut secara langsung, karena dalam sistem ini mesinlah yang akan memberikan
tenaga yang mampu menyebabkan mobil bergerak. Manusia disini kemudian akan
7

melaksanakan fungsi kontrol dengan memakan waktu input-nya lewat display dan
mekanisme lainnya seperti kemudi, rem, gas, dan lain-lain. Sistem dimana mesin akan
memberikan tenaga (power) dan manusia akan melaksanakan fungsi kontrol dikenal
sebagai sistem semiautomatic.
Dalam sistem automatis sistem mesin akan memegang peranan penuh secara
langsung. Disini mesin akan melaksanakan dua fungsi sekaligus, yaitu penerima
rangsangan dari luar (sensing) dan pengendali aktivitas seperti yang umum dijumpai
dalam prosedur kerja yang normal. Fungsi operator disini hanyalah memonitor dan
menjaga agar supaya mesin tetap bekerja secara baik, serta memasukkan data atau
menggantikan dengan program-program baru apabila diperlukan. Sistem dimana mesin
akan berfungsi penuh sebagai sumber tenaga (power) dan pengendali langsung aktivitas
dikenal sebagai sistem automatic. Penyelidikan tertahap fungsi manusia-mesin adalah
didasarkan atas suatu kenyataan bahwa antara manusia dan mesin masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini berarti bahwa ada beberapa pekerjaan
yang akan lebih jika dikerjakan oleh manusia dan sebaliknya ada pula beberapa jenis
pekerjaan yang labih baik bila dilaksanakan oleh mesin.
Dengan memperhatikan kekurangan serta kelebihan masing-masing maka akan
diperoleh tabel perbandingan manusia mesin ini antara lain seperti berikut :
Tabel 2.4.1 Perbandingan Manusia dan Mesin

Masalah
1. Kecepatan
2. Tenaga (Power)

Manusia
Lambat
kecil (terbatas) & berubah-ubah

3. Keseragaman

tidak bisa diandalkan, perlu


dimonitor

Mesin
Cepat
Dapat diatur dengan baik, bisa kecil-besardan tetap
seragam, standar, cocok untuk pekerjaan
rutin, berulang, atau yang perlu ketepatan

4. Ingatan

Bisa mengingat segala macam,


dengan pendekatan dari berbagai
sudut, baik untuk menentukan
dasar-dasar pikiran maupun
strategi.

Baik untuk menyimpan memori proses


guna memproduksi sesuatu yang sudah
ditentukan, baik untuk jangka pendek,
maupun panjang, terbatas pada data yang
tersimpan

5. berpikir

induktif - baik

Deduktif baik

6. Kalkulasi

lambat & sangat mungkin


melakukan kesalahan, tetapi
memiliki kemampuan koreksi
Degradasi

Cepat dan tepat, tetapi tidak memiliki


kemampuan koreksi

dapat menyesuaikan sesuatu yang


dapat atau tidak dapat diduga.
Dapat meramal, menganalisis dan
membuat keputusan

tidak ada, hanya bisa memutuskan ya atau


tidak sesuai program

7. Reaksi trehadap
yang berlebihan
8. Kepintaran

kerusakan yang tiba-tiba

Tabel 2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Manusia


KELEBIHAN
1. relatif lebih stabil
2. Dapat diatur dengan baik sesuai kebutuhan
3. Dapat melakaukan pekerjaan rutin / massal
dengan standar
4. Dapat melakukan kalkulasi dengan cepat

KEKURANGAN
1. Tidak daat melakukan koreksi
2. Tidak dapat melakukan pengembangan sendiri
(terbatas pada data yang tersimpan)
3. Tidak dapat menerima beban lebih (Overload)
maka akan rusak tiba-tiba.

Tabel 2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Mesin


KELEBIHAN

KEKURANGAN

1. Mudah untuk menyesuaikan diri dengan.


lingkungan
2. Dapat merubah peranan dengan cepat &
teratur
3. Memungkinkan dapat bekerja dalam kondisi
apapun

Sifat mudah berubah-ubah & tidak stabil (cara


atau apa yang dihasilkan saat ini belum tentu sama
dengan yang dihasilkan akan datang)

2.5 Faktor Keberhasilan Kerja


Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas/keberhasilan kerja, baik yang
berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan
perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan.
9

Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, enam faktor utama yang


menentukan produkstivitas/keberhasilan tenaga kerja ;
1. Sikap kerja seperti ; kesediaan kerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima
tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim
2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen
dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri .
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha
bersama antara pimpinan organisisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan
produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) dan panitia
mengenai kerja unggul.
4. Manajemen produktivitas, yaitu: manajemen yang efisien mengenai sumber dan
sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efisiensi tenaga kerja, seperti : perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengembilan resiko, kreatifitas dalam
berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
Disamping hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas/keberhasilan kerja diantaranya adalah:
1. Sikap mental
a. Motivasi kerja
b. Disiplin kerja
c. Etika kerja
2. Pendidikan
Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun non formal. Tingginya
kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong pegawai yang bersangkutan
melakukan tindakan yang produktif.
3. Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu
bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih
terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang
cukup.
4. Manajemen
Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh
pimpinanuntuk mengelola atau memimpin serta mengendalikan staf atau bawahannya.
Apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi
sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif.
5. Hubungan Industrial Pancasila (H.I.P)
10

Penerapan hubungan industrial Pancasila maka akan :


a. Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif
sehingga produktivitas dapat meningkat.
b. Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menmbuhkan
partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.
c. Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong diwujudkannya jiwa
yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas.
6. Tingkat Penghasilan
Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi dan
kemampuan yang dimilikidapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.
7. Gizi dan Kesehatan
Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizi nya dan berbdan sehat maka akan
lebih kuat bekerja apabila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat
meningkatkan produktivitas kerjanya.
8. Jaminan Sosial
Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya
dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan
sosial pegawai mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga
mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas
kerja.
9. Lingkungan dan iklim kerja
Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang
bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih
baik menuju ke arah peningkatan produktivitas.
10. Sarana Produksi
Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Apabila
sara produksi yang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat menimbulkan
pemborosan bahan yang dipakai.
11. Teknologi
Apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya maka akan
memungkinkan :
11

a. Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi.


b. Jumlah produksi yang lebih banyak dan bermutu.
c. Memperkecil pemborosan bahan sisa.
12. Kesempatan Berprestasi
Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan
potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun untuk
organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan
dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang
dimiliki meningkatkan produktivitas kerja.
Tiap faktor yang dapat saling bepengaruh, dan dapat mempengaruhi peningkatan
produktivitas baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih tepat. Latihan membentuk dan
meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian tingkat produktivitas kerja seorang
pegawai akan semakin tinggi pula.
Tingkat produktivitas seorang pegawai juga sangat bergantung pada kesempatan
yang terbuka padanya. Kesempatan dalam hal ini sekaligus berarti :
a. Kesempatan untuk bekerja.
b. Pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang.
c. Kesempatan mengembangkan diri.
Keterampilan dan produktivitas seorang pegawai berkembang melalui pekerjaan
dan didalam pekerjaan. Keterampilan tertentu yang tidak diterapakan dalam jangka waktu
tertentu dapat menentukan atau menghiangkan keterampilan yang telah dimiliki.
Sikap mental dan keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan
produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap
mental serta meningkatkan keterampilan pegawai guna mewujudkan produktivitas kerja.
Organisasi merupakan suatu tempat dimana pegawai akan memperoleh
pengalaman kerja dan kesempatan meningkatkan keterampilan. Tanggung jawab
peningkatan keterampilan melalui pengalaman dan kesempatan akan bergantung dari
pimpinan organisasi.

12

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor manajemen sangat berperan


dalam meningkatkan produktivitas kerjabaik secara langsung melalui perbaikan
organisasi dan tata prosedur untuk memperkecil pemborosan, maupun secara tidak
langsung melalui pencitraan jaminan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang,
penyediaan fasilitas pelatihan, dan perbaikan penghasilan serta pemberian jaminan sosial.
2.6 Pengenalan Jenis Mesin Kantor
Mesin kantor (office machine) adalah sebuah alat yang dipergunkan untuk
menghimpun, mencatat dan mengolah bahan-bahan, data ataupun keterangan dlam suatu
pekerjaan tata usaha yang cara kerjanya bersifat magnetik,elektik dan mekanik.
Untuk memutuskan perlu atau tidaknya mesih kantor hendaknya memperhatikan
hal-hal berikut :
a. Mesin-mesin yang dipakai harus benar-benar diperlukan
b. Jenis mesin hendaknya praktis
c. Mesin tersebut dapat mengurangi biaya pelaksanaan pekerjaan
d. Mesin dapat mempercepat selesainya pekerjaan
e. Mutu mesin harus baik
f. Pemeliharaan mesin dapat di lakukan dengan mudah
g. Mesin harus sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan
Tujuan diipergunakanya mesin dalam suatu proses pekerjaan untuk menghemat fisik
tenaga dan pikiran manusia dalam melakukan tugas-tugasnya baik yang bersifat rutin
maupun insidental, baik untuk pekerjaan yang bersifat industrial ( engeneering) maupun
bersifat teknis mencatat ( paperwork).

Jenis pekerjaan yang membutuhkan pengunaan mesin adalah :


-

Pekerjaan berulang-ulang dalam jumlah banyak

Pekerjaan yang berat bagi manusia

Pekerjaan yang lambat bila dengan tangan


13

Hasil pekerjaan yang berformat rapi

Pekerjaan yang harus teliti

Mesin-mesin yang digunakan dalam suatu kantor mempunyai bentuk dan jenis yang
beragam dan dapat diklasifikasikan menurut tenaga gerak, cara kerja komponen mesin dan
fungsi mesin.
Macam- Macam Mesin Kantor
1.Tenaga penggerak
Menurut tenaga penggerak, mesin kantor dibagi menjadi 2 yaitu :
- Mesin Manual, mesin kantor yang dioperasikan dengan menggunakan tenaga manusia
atau tenaga murni.
- Mesin Listrik (Elektrik), mesin kantor yang pengoperasiannya menggunakan tenaga
listrik.
2. Cara kerja komponen mesin
Menurut cara kerja komponen mesin, mesin kantor dibagi menjadi 2 yaitu :
-

Mesin Mekanis, mesin kantor yang rangkaian komponennya bergerak atau bekerja hanya
pada waktu dioperasikan. Mesin ini ada yang digerakkan secara manual, tapi ada juga
yang digerakkan dengan tenaga listrik.

Mesin Elektronik, mesin kantor yang rangkaian komponennya bersifat elektronis atau
menggunakan bahasa mesin. Mesin ini hanya dapat digerakkan dengan menggunakan
tenaga listrik.

3. Fungsinya
Menurut fungsinya, mesin kantor dibagi menjadi 8 yaitu:
-

Mesin penghimpun data atau informasi

Mesin Pemisah

Mesin pencatat data atau informasi


14

Mesin pengolah data

Mesin pengganda

Mesin pengirim data atau informasi (mesin komunikasi)

Mesin pengontrol

C. Jurnal Analisis Sistem manusia-Mesin dan Pemecahan Masalah Ergonomi Melalui


Pendekatan Participatory pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara Bandar Udara
Ngurah Rai
2.7 Abstrak
Tugas dan tanggung jawab dari seorang controller sangat berat karena harus memberikan
pelayanan prima tanpa boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Untuk dapat memberikan
pelayanan dengan aman, nyaman dan efisien, maka interaksi manusia-mesin harus serasi satu
sama lainnya. Analisis didasarkan pada hasil rekaman photo, rekaman wawancara dan
pengukuran stasiun kerja. Untuk mengetahui pengaruh interaksi manusia-mesin, kepada 12
subjek shift malam diberikan kuesioner keluhan subjektif dan uji kecepatan, ketelitian dan
konstansi dengan Bourdon Wiersma Test. Penelitian hanya di fokuskan pada ruang
pengendalian ACC. Dari hasil pengukuran stasiun kerja dan rekaman photo ditemukan interaksi
yang kurang sinergis antara man-mesin. Beban kerja operator lebih bersifat mental. Pada akhir
jam kerja sebagian besar operator mengalami keluhan subjektif dan kelelahan. Berdasarkan
pendekatan participatory, secara umum controllers menginginkan adanya redesain stasiun kerja
yang lebih ergonomis, seperti; perbaikan letak kontrol dan displai, penyekat antar ruang
pengendalian, serta keamanan dan kerapian peralatan pendukung. Keinginan tersebut perlu
direspon secara positif oleh pihak manajemen sehingga mereka merasa terlibat, berkontribusi dan
bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.
2.8 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada air traffic controls (ATC) pada bagian area control center
(ACC) di PT Angkasa Pura II, Bandara Ngurah Rai. Pengambilan data dilakukan selama kurun
waktu satu bulan (Nopember 2001). Penelitian ini menggunakan metode case study dengan
rancangan one group pre-posttest design. Berdasarkan purposive sampling ditetapkan sebanyak
12 subjek penelitian dari satu unit pengendalian ACC yang bertugas pada malam hari.
Selanjutnya dilakukan pengukuran langsung terhadap hardware (tata letak displai, kontrol,
landasan kerja, kursi) dan sarana kerja pendukung lainnya. Di samping itu juga dilakukan
15

observasi terhadap posisi kerja, sikap dan cara kerja serta wawancara langsung dengan para
operator dan supervisor pada ACC. Untuk mempermudah analisis interaksi antara liveware dan
hardware dilakukan pengambilan photo terhadap operator pada saat berinteraksi dengan
peralatan kerja yang digunakan.
Beban kerja dihitung berdasarkan parameter denyut nadi kerja dengan menggunakan
metode 10 denyut dengan cara palpasi pada arteri radialis. Penghitungan denyut nadi dilakukan
pada waktu sebelum kerja dan sebelum istirahat Di samping itu juga dilakukan pengisian
kuesioner tentang gangguan sistem muskuloskeletal dengan menggunakan kuesioner Body
Mapfor evaluating body part discomfort, baik dengan dua skala likert (ya/tidak) maupun 4
skalalikert. Kelelahan subjektif diukur hanya pada akhir jam kerja menggunakan kuesioner 30
item dengan 2 skala likert (ya/tidak). Pengukuran kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja
dilakukan dengan menggunakan kuesioner Bourdon Wiersma pada waktu sebelum kerja dan
pada akhir jam kerja.
2.9 Analisis Data
Analisis data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.0 for
windows. Uji statistik yang akan dipakai untuk menganalisis data dari masing-masing
pengukuran adalah sebagai tersebut berikut ini.
1. Hasil pengukuran hardware dan sarana pendukung kerja lainnya ditabulasi dan dianalisis
secara deskriptif yang dianalisis.
2. Hasil rekaman photo dianalisis secara diskriptif dan dilakukan cross check terhadap hasil
wawancara dengan para operator.
3. Analisis perbedaan kemaknaan rerata pre-posttest dengan t-paired pada tingkat kemaknaan
(=0,05).meliputi hasil observasi:
a.penghitungan denyut nadi
b. skor gangguan otot skeletal
c. skor tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi(dari Bourdon Wiersma)
4. Hasil pengisian kuesioner keluhan dan kelelahan subjektif dianalisis secara proporsional.

2.10 Hasil dan Pembahasan


Keserasian interaksi manusia (liveware)-mesin (hardware) pada ruang ACC

16

Dalam sistem manusia-mesin terdapat elemen-elemen pokok yang saling berinteraksi


satu sama lainnya. Elemen-elemen tersebut meliputi
firmware

dan

human operator, hardware, software,

environment. Sedangkan elemen (alat, cara dan lingkungan kerja) sangat

berpengaruh terhadap performansi kerja. Untuk mendapatkan performansi yang tinggi, maka
elemen-elemen tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia pekerja. Dalam hal sistem manusia-mesin di ruang ATC, khususnya bagian ACC
melibatkan teknologi yang cukup tinggi dan komplek. Setiap operator harus berinteraksi dengan
beberapa hardware (monitor, displai, alat kontrol, alat komunikasi, dll) secara sinergi.
Hal demikian tentunya akan memberikan beban tambahan baik fisik maupun mental. Di
samping beban tambahan akibat kompleksitas interaksi sistem kerja, ternyata sering kali operator
harus mendapat beban tambahan lain berupa ketidakserasian hardware yang digunakan. Dalam
menggunakan beberapa alat kontrol, operator harus melakukan sikap paksa (menjangkau) dalam
menekan tombol-tombol kontrol. Kondisi demikian disebabkan karena alat kontrol tidak
semuanya berada pada daerah jangkauan optimu. Operator harus melakukan gerakan mundur
antara 100-125 cm untuk dapat melihat monitor bagian atas. Oleh karena letak monitor cukup
tinggi, meskipun sudah melakukan gerakan mundur, tetapi sudut pandang mata masih terlalu
besar, sehingga menyebabkan sikap paksa pada daerah kepala, leher dan bahu. Kondisi demikian
juga memberikan beban tambahan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam kerja
gambar (1).
Beban tambahan lain juga diterima operator yang disebabkan oleh karena kondisi yang
tidak aman, di mana pengaturan kabel banyak yang tidak tertanam dan justru mengganggu
clearance legs. Hal tersebut menyebabkan keterbatasan ruang gerak kaki dan menyebabkan
perasaan tidak nyaman dalam bekerja. Di samping itu alat kontrol yang dipasang di bawah meja,
sering membentur lutut operator.

17

Gambar 1. Stasiun Kerja yang Menyebabkan Gerakan Tambahan


Disebabkan Area Kerja diluar Pandangan
Dan jangkauan Optimum.
Landasan kerja yang digunakan untuk penempatan alat-alat kontrol, telephon, dll terlalu
sempit dengan lebar 31 cm, menyebabkan beberapa alat komunikasi harus disusun bertumpuk.
Kondisi demikian dapat mempersulit operator dalam bekerja. Di samping itu, semua kursi yang
digunakan operator mempuyai sandaran tangan dengan tinggi antara 66-69 cm dari lantai. Oleh
karena tinggi ruang gerak kaki hanya 63 cm, maka kursi tidak akan dapat masuk di bawah meja,
sehingga sandaran punggung/pinggang tidak dapat digunakan secara sempurna.
Selain redesain stasiun kerja, mikroklimat (suhu udara, kelembaban, kecepatan udara,
intensitas penerangan dan kebisingan) harus dalam batas-batas nyaman, sehingga kondisi
mikroklimat tidak memberikan beban tambahan bagi operator. Khususnya intensitas penerangan
umum pada ruang ACC tidak terlalu menjadi permasalahan. Hal tersebut disebabkan karena
objek kerja berada di sekitar monitor sehingga diperlukan penerangan lokal. Sedangkan operator

18

lebih memilih mengatur contrast dan

bright dari layar monitor, dengan alasan supaya tidak

silau.
Untuk dapat memecahkan masalah ergonomi dengan baik, khususnya masalah sistem
manusia-mesin, maka perlu dilakukan pendekatan participatory. Dalam hal ini setiap operator
harus dilibatkan pada setiap langkah perbaikan, karena merekalah yang paling tahu masalahmasalah yang sedang dihadapi. Sedangkan pihak manajemen perlu mengembangkan open
management dengan didasari pada

political will. Partisipasi dalam ergonomi merupakan

partisipasi aktif dari karyawan dengan supervisor dan managernya untuk menerapkan
pengetahuan ergonomi di tempat kerjanya untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja .
Dengan pendekatan participatory, maka semua orang yang terlibat dalam unit kerja akan
selalu merasa terlibat, berkontribusi dan bertanggung jawab tentang apa yang mereka kerjakan.
Didasarkan pada pendekatan

participatory

ternyata para operator menginginkan adanya

perubahan desain stasiun kerja yang lebih ergonomis. Berkaitan dengan hal tersebut maka desain
stasiun kerja yang diusulkan seperti pada gambar 2 dibawah.

Gambar 2. Usulan Desain Stasiun Kerja Operator ATC dengan Tipe U


Memudahkan Jangkauan Area Kerja
Pengaruh interaksi manusia-mesin terhadap gangguan sistem muskuloskeletal
Mengingat sikap kerja operator ACC sebagian besar adalah duduk statis (pembebanan
otot statis), maka metode subjektif untuk menilai gangguan ketidaknyamanan pada sistem
19

muskuloskeletal tepat untuk digunakan. Dalam hal interaksi sistem manusia-mesin, apabila tidak
ada keserasian antara operator dan sarana kerja yang digunakan, maka akan dapat menyebabkan
gangguan pada anggota tubuh tertentu, lebih lanjut dikenal sebagai gangguan sistem
muskuloskeletal. Gangguan tersebut terjadi oleh karena terjadinya sikap paksa pada anggota
tubuh untuk dapat menyesuaikan atau mengoperasikan alat kerja, seperti gerakan menjakau,
membungkuk, memutar badan yang terjadi berulang-ulang.
Dari hasil pengisian kuesioner Body Map sebagian operator mengalami gangguan
sistem muskuloskeletal. Kenyerian atau keluhan pada otot skeletal yang dominan adalah pada
bagian pinggang (83,33%), punggung (66,67%), bahu kanan dan bokong (58,33%), leher atas
dan lengan kanan atas (50%), dan anggota tubuh lainnya kurang dari 50%. Sedangkan hasil
pengisian kuesioner

Body Map dengan 4 skala likert (pre-posttest), didapatkan rerata skor

sebelum kerja sebesar 32,50 6,65 dan setelah kerja sebesar 36,67 6,17.
Dengan uji t-paired ternyata perbedaan rerata skor tersebut signifikan dengan

hitung=3,44, p=0,006. Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa hampir seluruh tenaga
kerja yang bekerja dengan sikap kerja yang tidak alamiah dan dalam waktu yang lama juga
mengalami gangguan sistem muskuloskeletal dan kelelahan otot setelah kerja bergilir.
Dapat disimpulkan bahwa terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal pada operator
ACC tersebut kemungkinan besar disebabkan karena interaksi manusia-mesin yang tidak serasi
dan terjadi berulang-ulang.
Penilaian beban kerja operator ACC
Hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
sangat komplek, baik faktor internal maupun eksternal.
1 Faktor eksternal, meliputi:
a) tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun bersifat mental;
b)

organisasi, seperti ; kerja bergilir, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, reward and

punishment, dll; serta


c) lingkungan kerja, seperti; lingkungan kerja fisik, kimia, biologis, fisiologis dan psikologis.
20

2 Faktor internal, meliputi:


a) Faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi); dan
b) Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, dll.)
Bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja fisik adalah
dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh.
Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang
linier dengan konsumsi oksigen. Katagori berat ringannya beban kerja didasarkan pada
metabolisme, respirasi, temperatur dan denyut jantung menurut Christensen.
Dari hasil penghitungan denyut nadi didapatkan rerata denyut nadi kerja sebesar 76,69
denyut/menit. Berdasarkan rerata denyut nadi kerja tersebut maka beban kerja dalam kategori
ringan. Dibandingkan dengan rerata denyut nadi istirahat (65,94 denyut/menit) terdapat
peningkatan denyut nadi sebesar 10,75 denyut/menit ( 16,3%). Pada uji statistik dengan t-paired
test ternyata peningkatan tersebut signifikan (nilai t hitung 3,824 dan p=0,003). Dalam penelitian
sebelumnya dilaporkan hasil yang hampir sama, bahwa beban kerja fisik operator ATC (tower)
adalah ringan dengan rerata denyut nadi kerja 73

2,68 denyut/menit. Kondisi tersebut

kemungkinan besar disebabkan karena jenis pekerjaan operator ACC lebih bersifat mental dari
pada fisik. Sedangkan penilaian beban kerja yang didasarkan pada penghitungan denyut nadi
lebih ditujukan untuk beban kerja fisik, karena denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju
metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi. Mengingat beban kerja
fisik operator ACC dalam kategori ringan, maka penilaian beban kerja didasarkan pada denyut
nadi tersebut kurang dapat diandalkan karena faktor emosi akan lebih menentukan.
Dalam penelitian beban kerja mental berdasarkan metode SWAT pada shift malam
adalah antara ringan dan sedang. Sedangkan pada shift pagi beban kerja mental adalah tinggi.
Hal tersebut berhubungan erat dengan banyaknya jumlah pesawat yang harus dilayani operator,
di mana jumlah pesawat pada shift pagi lebih banyak dari pada shift malam. denyut jantung
operator ATC lebih tinggi selama shift sore yang lebih sibuk (the busy afternoon shift) dari
pada

shift pagi. Sedangkan penurunan kapasitas mental berpengaruh terhadap

behaviour pada pekerjaan.

21

vigilant

Pengaruh shift malam terhadap kelelahan subjektif


Secara fungsional seluruh organ pada siang hari adalah dalam keadaan siap beraktivitas
(ergotropic phase), sedangkan pada malam hari adalah sebaliknya (trophotropic phase) yaitu
fungsi tubuh secara alamiah akan beristirahat untuk penyegaran. Oleh karena beberapa alasan
baik teknis, ekonomi maupun sosial, maka kerja pada malam hari sering kali tidak dapat
dihindarkan. Kondisi tersebut sering menyebabkan berbagai gangguan, seperti gangguan
fisiologis (kualitas tidur rendah, kapasitas fisik dan mental turun, gangguan saluran pencernaan),
gangguan psikologis, sosial maupun gangguan performansi kerja. Secara umum gangguan
fisiologis yang paling dominan dialami oleh pekerja malam adalah terjadinya kelelahan dan
gangguan performansi kerja.
Dari hasil pengisian kuesioner kelelahan subjektif (30 item), dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a). Pada kelompok 10 item pertama (pelemahan kegiatan), prosentase adanya kelelahan subjektif
cukup tinggi dengan kisaran prosentase antara 16,67 83,33%. Dari 10 item tersebut 9 item
pertanyaan mempunyai prosentase lebih dari 50%.
b). Pada kelompok 10 item ke dua (pelemahan motivasi), prosentase adanya kelelahan subjektif
relatif kecil dengan kisaran prosentase antara 8,33 66,67%. Dari 10 item pertanyaan tentang
pelemahan motivasi tersebut 9 item pertanyaan mempunyai prosentase kurang dari 50%.
c). Pada kelompok 10 item ke tiga (kelelahan fisik), prosentase adanya kelelahan subjektif juga
cukup tinggi dengan kisaran antara 25,00 83,33%. Dari 10 item tersebut 5 item pertanyaan
mempunyai prosentase lebih dari 50%.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa setelah bekerja pada shift malam,
ternyata para operator masih mempunyai motivasi yang cukup tinggi. Namun demikian tidak
dapat dihindarkan bahwa setelah bekerja 12 jam mereka mengalami kelelahan yang bersifat fisik
karena kurang tidur. Hal tersebut terlihat dari hasil prosentase kelelahan subjektif pada kelompok
10 item pertama dan ke tiga. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian tentang kelelahan
dan stress pada air traffic controllers. Di mana tingkat kelelahan (weak, tense, tired, exhausted

22

and sleepy) terus menerun mulai dari 3 jam pertama kerja dan puncaknya terjadi pada 8-10 jam
setelah kerja.
Pengaruh shift malam terhadap tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja
Salah satu efek bekerja pada shift malam adalah terjadinya gangguan performansi kerja.
Hal ini dapat dipahami, karena bekerja pada waktu orang lain tidur atau sebaliknya adalah
merubah fungsi alamiah tubuh. Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik (meskipun tidak
maksimum) adalah melalui proses adaptasi dan aklimatisasi yang cukup lama.
Melalui uji kecepatan, ketelitian dan konstansi (uji Bourdon Wiersma) dapat digunakan
sebagai indikasi dalam menentukan tingkat performansi kerja. Dari hasil uji kecepatan (rerata
waktu uji) dari 12 subjek didapatkan waktu rata-rata sebelum kerja adalah 8,24 detik dan setelah
kerja 8,58 detik, sehingga hanya terjadi perbedaan kecepatan sebesar 0,35 detik dan secara
statistik tidak signifikan (p>0,05). Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara
sebelum kerja dan setelah kerja rerata waktu (kecepatan) tidak ada perubahan (B= 83,3% dan
CB=16,7%). Dari hasil uji kecepatan tersebut jelas bahwa kecepatan kerja operator ACC tidak
mengalami penurunan setelah shift malam. Dalam hal ini faktor pendidikan dan latihan (khusus
operator ATC) sebelum menjadi pegawai berpengaruh terhadap kecepatan gerak.
Pada uji ketelitian (banyaknya kesalahan yang dibuat) dari 12 subjek didapatkan rerata
kesalahan sebelum kerja adalah sebanyak 10,25 dan setelah kerja sebanyak 10,58. Berarti hanya
terdapat peningkatan kesalahan sebesar 0,33 dan secara statistik tidak signifikan (p>0,05).
Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak
ada perubahan tingkat kesalahan (CB= 16,7%; C= 58,3%; R=16,7% dan K= 8,3%). Hal tersebut
membuktikan bahwa kecepatan dan ketelitian merupakan dua hal yang tidak bisa sejajar, di mana
semakin tinggi tingkat kecepatan, maka tingkat kesalahan akan semakin besar.
Sedangkan pada uji konstansi (perbandingan antara jumlah kuadrat dari deviasi dan
waktu rata-rata) sebelum kerja didapatkan rerata konstansi hitung sebesar 3,97 dan setelah kerja
sebesar 4,83. Berarti hanya terdapat perbedaan konstansi kerja sebesar 0,86 dan secara statistik
juga tidak signifikan (p>0,05). Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan tingkat konstansi
antara sebelum kerja dan setelah kerja relatif tidak berubah (B= 8,3%; CB= 33,3%; C= 41,7%

23

dan R=16,7%). Tingkat konstansi ini berhubungan dengan tingkat alertness seseorang, di mana
semakin rendah tingkat konstansi, maka akan semakin rendah alertnessnya atau sebaliknya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara sebelum kerja dan setelah kerja pada uji kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja. Tingkat
kecepatan yang Baik yang diperagakan para operator ACC tersebut menyebabkan tingkat
ketelitian dan konstansi yang rendah. Hal tersebut perlu diwaspadai karena tingkat ketelitian dan
konstansi yang rendah sering menyebabkan kesalahan. Dalam hal demikian semakin tidak teliti
dan tidak konstan kerja seseorang, maka akan semakin rendah pula tingkat performansi kerjanya.

BAB III
Interaksi Sistem Manusia-Mesin pada Ruang Pengendalian Lalulintas udara
Bandar Udara Ngurah Rai

3.1

Pembahasan Jurnal
Setelah kami pahami, pada jurnal ini penelitian yang dilakukan pada air traffic controls

(ATC) pada bagian area control center (ACC) di PT Angkasa Pura II, Bandara Ngurah Rai
dimenggunakan metode case study dengan rancangan one group pre-posttest design.dan
pengukuran langsung terhadap hardware (tata letak displai, kontrol, landasan kerja, kursi) dan
sarana kerja pendukung lainnya. Di dilakukan observasi terhadap posisi kerja, sikap dan cara
kerja serta wawancara langsung dengan para operator dan supervisor pada ACC. Analisi data
hasil pengukuran dengan menggunakan bantuan program SPSS 10.0 for windows, dan uji
statistik yang dilakukan utuk menaganalis data .

24

Dalam hasil dan pembahasan jurnal tersebut dapat kita ketahui bahwa performansi kerja
yang tinggi dipengaruhi oleh elemen-elemen pokok yang saling berinteraksi dan elemen tersebut
harus serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.
Ternyata operator tidak mendapatkan keserasian hardware kerja dan mendapatkan beban
tambahan yang disebabkan karena masih ada paksaan ketika menjangkau atau pada saat
menekan tombol-tombol kontrol, dan ketika akan melihat monitor bagian atas, operator ACC
harus mundur terlebih dahulu, dan itu pun menurut kami sangat salah besar karena menambah
beban kerja, jarak pandang dan monitor jauh, sehingga menyebabkan sikap paksa terhadap
kepala, leher, dan bahu.di tambah lagi dengan pengaturan kabel yang tidak aman dan operator
harus ekstra hati-hati terhadap pijakan kaki nya. Landasan kerja sempit, kursi untuk sandaran
pinggang/punggung tidak dapat digunakan secara sempurna.
Dengan adanya masalah di atas maka yang dapat dilakukan adalah redesain stasiun kerja,
mikroklimat, dan penerangan atau pengaturan cahaya pada layar monitor kontrol sebaiknya tidak
dilakukan langsung dari pencerahan layar monitor kontrol, sebaiknya dibuat penerangan lokal
saja. Maka dari itu dilakukanlah pendekatan participatory, dan benar setelah dilakukan
pendekatan ini, para operator mempunyai keinginan untuk mengubah desain sistem kerjanya,
dan memberi gambaran yang lebih ergonomis, dengan begitu operator dapat mengurangi stress
kerja nya.
Pada saat dilakukan pengisian kuesioner Body Map terdapat beberapa operator yang
mengalami gangguan sistem musculoskeletal karena operator ACC sebagian besar adalah duduk
statis (pembebanan otot statis), dari data kuesioner tersebut operator mengakui kenyerian dan
keluhan pada otot skeletal pada bagian pinggang, punggung, bahu kanan dan bokong, leher atas,
lengan kanan atas, dan anggota tubuh lainnya didapatkan rerata skor sebelum bekerja 32,50
6,65 dan setelah bekerja 36,67 6,17, dan dapat disimpulkan gangguan sistem musculoskeletal
bertambah setelah operator bekerja.
Beban kerja operator ACC ada 2 (dua) yaitu beban kerja mental dan beban kerja fisik,
ternyata beban kerja fisik bisa diperhitungkan melalui denyut nadi (denyut jantung), ketika shift
pagi beban kerja mental adalah tinggi, dikarenakan banyaknya pesawat yang harus dilayani oleh
operator, ketika sore denyut jantung lebih tinggi dari pada shift pagi, secara gangguan fisilogis
25

yang paling dominan dialami oleh pekerja malam dan menimbukan terjadinya kelelahan dan
gangguan performansi kerja. Dari hasil pengisian kuesioner kelelahan subjektif dapat dijelaskan
bahwa pengaruh shift malam terhadap pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, kelelahan fisik
ternyata adanya kelelahan subjektif yang cukup tinggi,
Dengan adanya hasil beban kerja operator ACC, kita dapat menyimpulkan seharusnya
para operator ACC jam bekerjanya arus selalu bergiliran sesuai jadwal yang ditentukan dengan
pertimbangan adanya peregangan tubuh (isirahat) maupun rentan waktu yang cukup. Sehingga
para operator ACC tidak mengalami pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan kelelahan
fisik, karena penurunan mulai dari 3 jam pertama bekerja.
Pengaruh shift malam terhadap tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja dapat di
indikasikan sebagai penentuan tingkat performansi kerja, dan dari hasil uji kecepatan dari 12
subjek dan ternyata jelas bahwa kecepatan kerja operator ACC shift malam tidak mengalami
penurunan. Sedangkan pada uji ketelitian atau banyaknya kesalahan yang terjadi dilakukan uji
terhadap 12 subjek juga tidak mengalami penurunan setelah shift malam. Sedangkan pada uji
konstansi sebelum bekerja dan setelah bekerja tidak signifikan.
Dari uraian yang kita telaah tadi dapat disimpulkan bahwa, para operator ACC memang
benar tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum kerja dan setelah kerja pada shift
malam, namun tetap harus kita waspadai karena jika tingkat ketelitian dan konstansi yang rendah
dapat menyebabkan kesalahan.

26

BAB IV
KESIMPULAN

4.1

Kesimpulan

1.

Sistem Manusia dan mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan

satu atau beberapa mesin, yang saling berinteraksi, untuk menghasilkan keluaran-keluaran
berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh.
2.

Dalam kaitannya dengan sistem manusia-mesin, dikenal 3 macam hubungan (interaksi)

manusia-mesin, yaitu manual man-machine systems, semiautomatic man-machine systems, dan


automatic man-manchine systems.

27

3.

Tujuan diipergunakanya mesin dalam suatu proses pekerjaan untuk menghemat fisik

tenaga dan pikiran manusia dalam melakukan tugas-tugasnya baik yang bersifat rutin maupun
insidental, baik untuk pekerjaan yang bersifat industrial (engeneering) maupun bersifat teknis
mencatat (paperwork).
Dari hasil dan pembahasan jurnal di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Terjadi interaksi yang kurang serasi antara manusia-mesin pada operator ACC.
Terbukti masih banyak sikap paksa pada operator waktu kerja seperti; gerakan
menjangkau berlebihan, melihat monitor dengan sudut pandang yang terlalu besar dan tulang
belakang tidak dapat tersandar dengan baik waktu duduk.
2. Tata letak sarana pendukung, seperti kabel dan alat kontrol kurang tepat yang menyebabkan
rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja.
3. Akibat interaksi manusia-mesin yang kurang serasi, sebagian operator mengalami gangguan
sistem muskuloskeletal secara signifikan pada anggota tubuh bagian pinggang, punggung, bahu
kanan dan bokong, leher atas dan lengan kanan atas.
4. Beban kerja operator ACC lebih bersifat mental dari pada fisik.
5. Setelah bertugas pada shift malam, sebagian besar operator mengalami kelelahan berupa
pelemahan kegiatan dan kelelahan fisik. Namun demikian mereka tidak mengalami pelemahan
motivasi.
6. Tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak
ada perubahan. Tingkat kecepatan yang tinggi menyebabkan tingkat ketelitian dan konstansi
kerja menjadi rendah.

Daftar Pustaka
28

http://id.wikipedia.org/wiki/ergonomika (diakses pada tanggal 16/8/16, pkl:12.30 WIB)


http://www.goog;e.co.id/url?q=http://bayuadhipratama123.blogspot.com/2016/09/manusiasebagai-sistem-manusia-mesin (diakses pada tanggal 16/8/16, pkl:14.30 WIB)
http://ieraperkantoran.wordpress.com/mesin-kantor/ (diakses pada tanggal 17/8/16, pkl:09.00
WIB)
http://www.google.co.id/url?q=http://shadibakri.uniba.ac.id/wp-content/uploads/2016/02/1AATC-NGURAHRAI.pdf
(diakses pada tanggal 17/8/16, pkl:10.30 WIB)

Buku :
Sedarwanti, DR. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. PT. Mandar Maju . Bandung.

29

Anda mungkin juga menyukai