Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN PADA
PADA KLIEN
KLIEN
DENGAN
DENGAN GLOMERULONEFRITIS
GLOMERULONEFRITIS

DISUSUN
DISUSUNOLEH
OLEH: :
YOWEL
YOWELKAMBU
KAMBU
ADOLFINA
ADOLFINABORI
BORIPP
APRIYANTI
APRIYANTI
ST
STKHAERUNI
KHAERUNI
RITA
RITARESMININGSIH
RESMININGSIH
SAMUEL
SAMUELSTEVI
STEVI
EFRAIM
EFRAIMLARIO
LARIO
NURWAHIDAH
NURWAHIDAH
ERMIDA
ERMIDASUMARDI
SUMARDI

PROGRAM
PROGRAMPENDIDIKAN
PENDIDIKANS1
S1NERS
NERS
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASHASANUDDIN
HASANUDDIN
MAKASSAR
MAKASSAR
2003
2003

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena berkat
perkenaanNyalah maka penulisan makalah dengan judul; Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Glomerulonefritis, dapat kami selesaikan dengan baik dan tidak
kurang sesuatu apapun.
Adapun isi dari Asuhan keperawatan ini secara garis besar menggambarkan
tentang hubungan keterkaitan klinis glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis
kronik dengan berbagai factor kemungkinan etiologinya serta patogenesis yang
menyebabkan kemungkinan munculnya diagnosa keperawatan dari penyimpangan
terhadap Kebutuhan Dasar Manusia tersebut.
Kami sangat menyadari sungguh bahwa materi yang kami sususn ini masih
sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik
dan saran yang merupakan masukan bagi kami demi penyempurnaan penyusunan
makalah ini agar dapat tersaji dengan lebih baik lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi
kita sekalian.
Akhirnya harapan kami kiranya sajian makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
sekalian terutama kepada rekan-rekan sekalian mahasiswa Program Studi Ners B-FK
Angkatan 2002 Unhas Makassar, terimakasih.
Makassar, 25 September 2003
Hormat Kami
Penyusun

Daftar Isi

ii

Halaman
Halaman Judul

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi.

iii

BAB.I PENDAHULUAN..

BAB.II TINJAUAN TEORITIS

A. Glomerulonefritis Akut...

B. Glomerulonefritis Kronik

D. Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis.

BAB.III KESIMPULAN...
Daftar Pustaka

iii

14

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus.
Glomerulonefritis ditandai dengan reaksi radang pada glomerulus dengan adanya
leukosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, loukosit dan protein plasma dalam
ruang Bowman. Selain itu tampak pula kelainan sekunder pada tubulus, interstitium
dan pembuluh darah.
Glomerulonefritis bukan merupakan infeksi ginjal oleh jasad renik, bukan pula
suatu penyakit tersendiri oleh etiologi tertentu, melainkan sebiknya dianggap sebagai
suatu pola reaksi ginjal terhadap berbagai factor yang belum seluruhnya jelas.
Glomerulonefritis (juga disebut sindrom nefrotik), mungkin akut, dimana pada kasus
seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan
fungsi ginjal lambat, tersembunyi, dan progresif

yang akhirnya menimbulkan

penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal
sampai pada tahap akhir.
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti
sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik
yang menyertai). Hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai suatu benda asing dan
mulai membentuk antibody untuk menyerangnya.

Respon peradangan ini

menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya perubahan


laju filtrasi glomerulus (LFG), peningkatan permiabilitas dari dinding kapiler
glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi
abnormal Na dan H2O yang menekan produksi rennin dan aldosteron (Glassock,
1988).

iv

Berbgai macam glomerulofati dapat terjadi, masing-masing dengan penampilan


klinis yang berbeda. Jadi penyakit diklasifikasikan menurut morfologi, etiologi,
patogenesis, sindrom klinis, atau kombinasi dari semuanya. Masing-masing tipe dari
glomerulopati akan menunjukan manifestasi dari gagal ginjal

dalam tiga bulan

awitan. Ini kemudian disebut glomerulonefritis yang berkembang dengan cepat,


memerlukan intervensi medis awal yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. GLOMERULONEFRITIS AKUT
I. Defenisi
GNA adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks antigenantibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.
II. Etiologi
Penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia
awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih
banyak pria dari pada wanita (2 : 1).
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus
gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi.
III. Gambaran Klinik
Hasil penyelidikan klinis immunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses immunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran


basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2.

Proses autoimmune kuman streptokokkus yang nefritogen dalam


tubuh menimbulkan badan autoimmune yang merusak glomerulus.

3.

Streptokokkus

nefritogen

dan

membran

basalis

glomerulus

mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang
langsung merusak membran basalis ginjal.

vi

IV. Gejala Klinik


Gejala yang sering ditemukan :
1. Hematuri
2. Edema
3. Hipertensi
4. Peningkatan suhu badan
5. Mual, tidak ada nafsu makan
6. Ureum dan kreatinin meningkat
7. oliguri dan anuria
V. Komplikasi
1. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
2. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat
HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis
eritropoetik yang menurun.
VI. Evaluasi Diagnostik
1. Urinalisis :
a.

Hematuria (mikroskopis atau makroskopis)

b. Proteinuria (3 + sampai 4+)


c.

Sedimen : silinder sel merah, SDP, sel epitel ginjal

d. BJ : peningkatan sedang

vii

2. Pemeriksaan darah :
a.

Komplemen serum dan C3 menurun

b. BUN dan kreatinin meningkat


c.

Titer DNA ase antigen B meningkat

d. LED meningkat
e.

Albumin menurun

f.

Titer anti streptolisin O (ASO) meningkat

3. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan


memastikan diagnosis.
VII. Manajemen Kolaboratif
1. Intervensi Terapeutik
a.

Batasi masukan cairan, kalium dan natrium

b.

Pembatasan protein sedang dengan oliguri dan peningkatan


BUN; pembatasan lebih drastis bila terjadi gagal ginjal akut.

c.

Peningkatan

karbohidrat

untuk

memberikan

energi

dan

menurunkan katabolisme protein.


2. Intervensi Farmakologis
a.

Anti HT dan diuretic untuk mengontrol HT dan edema.

b.

Penyekat H2 untuk mencegah ulkus stress pada penyakit akut.

c.

Agens ikatan fosfat untuk mengurangi kadar fosfat dan


meningkatkan kalsium.

d.

AB bila infeksi masih ada.

B. Glomerulonefritis Kronik
I. Defenisi
Adalah glomerulonefritis tingkat akhir (and stage) dengan kerusakan
jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan
gangguan fungsi ginjal yang irreversible.
II. Etiologi
1.

Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi.

viii

2.

Dibatas mellitus

3.

Hipertensi kronik

4.

Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium


lanjut.

III. Gambaran Klinik


1.

Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai


terjadi gagal ginjal.

2.

Lemah, nyeri kepala, gelisah, mula, coma dan kejang pada


stadium akhir.

3.

Edema sedikit

bertambah jelas jika memasuki fase nefrotik.

4.

Suhu subfebril.

5.

Kolestrol darah naik.

6.

Penurunan kadar albumin.

7.

Fungsi ginjal menurun.

8.

Ureum meningkat + kreatinin serum.

9.

Anemia.

10.

Tekanan darah meningkat

11.

Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi.

12.

Gagal jantung

13.

Berat badan menurun.

14.

Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

15.

Hematuria.

kematian.

IV. Pemeriksaan Diagnostik


1.

mendadak meninggi.

Pada urine ditemukan :

Albumin (+)

Silinder

Eritrosit

Lekosit hilang timbul

ix

2.

BJ urine 1,008 1,012 (menetap)

Pada darah ditemukan :

LED tetap meninggi

Ureum meningkat

Fosfor serum meningkat

Kalsium serum menurun

3.

Pada stadium akhir :


- Serum natrium dan klorida menurun
-

Kalium meningkat

Anemia tetap

4.

Pada uji fugsional ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.

V. Penatalaksanaan
1.

Medik :

Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.

Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.

Pengawasan hipertenasi

Pemberian antibiotik untuk infeksi.

Dialisis berulang

antihipertensi.

untuk memperpanjang harapan hidup

pasien.
2.

Keperawatan

Disesuaikan dengan keadaan pasien.

Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada


ahlinya.

Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.

Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai


kemampuannya.

Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut

ke sindrom nefrotik atau GGK.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GLOMERULONEFRITIS


1. Pengkajian
Genitourinaria

Urine keruh

Proteinuria

Penurunan urine output

Hematuri
Kardiovaskuler

Neurologis

Letargi

Iritabilitas

Kejang
Gastrointestinal

Hipertensi

Anorexia

Vomitus

Diare
Hematologi

xi

Anemia

Azotemia

Hiperkalemia
Integumen

Pucat

Edema

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia

KE :

Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai


dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak
ada tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi :
1. Monitor dan catat TD setiap 1 2 jam perhari selama fase akut.
R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction
R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
3. Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien.
R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal
4. Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N : 1
2 ml/kgBB/jam).
R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat
menyebabkan tekanan darah.
5. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8
jam.

xii

R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status


neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
6. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
Peningkatan volume cairan b/d oliguri

KE :

Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal


ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.

Intervensi :
1.

Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.


R/ : Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan ,
penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.

2.

Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak
laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
R/ : Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum
merupakan indikasi adanya ascites.

3.

Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila


menggunakan tiazid/furosemide.
R/ : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan
penanganan pemberia potassium.

4.

Monitor dan catat intake cairan.


R/ : Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan
intake sodium.

5.

Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.


R/ : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein
sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.

6.

Monitor hasil tes laboratorium

xiii

R/ : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi


adanya gangguan fungsi ginjal.
Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.

KE : Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan


dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
1.

Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.


R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori
essensial.

2.

Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan


klien.
R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan
bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan
kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.

3.

Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.


R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal
tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.
Intolerance aktiviti b/d fatigue.

KE : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan


adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.
Intervensi :
1.

Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.


R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk
menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan
stress pada ginjal.

xiv

2.

Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang


sesuai dengan perkembangan klien.
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan
mencegah kebosanan.

3.

Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan


pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien
dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
Gangguan istirahat tidur b/d immobilisasi dan edema.

KE : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak


pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada
kulit/bersisik.
Intervensi :
1.

Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien


R/ : Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.

2.

Bantu merubah posisi tiap 2 jam.


R/ : Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan
resiko terjadi kerusakan kulit.

3.

Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.


R/ : Deodoran/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering,
menyebabkan kerusakan kulit.

4.

Dukung/beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami


edema.
R/ : Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk
mengurangi pembengkakan.

5.

Jika klien laki-laki scrotum dibalut.


R/ : Untuk mengurangi kerusakan kulit

xv

BAB.III
KESIMPULAN

xvi

1.

Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari


glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti
sirkulasi triglobulin) atau ekgsogenus (agent infeksius atau proses penyakit sistemik
yang menyertai).
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas yang mengacu kepada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus, yang
menyebabkan reaksi inflamasi atau lesi nekrosis dalam glomerulus yang biasaanya
disebabkan oleh respon imunologis.
Glomerulonefritis kronik adalah glomerulonefritis tingkat akhir (end stage) dengan
kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan
gangguan fungsi ginjal yang ireversibel.

2.

Untuk kasus glomerulonefritis akut umumnya terjadi pada anak-anak 6-8


tahun dan pada usia dewasa muda dengan insidensi glomerulonefrits akut 60-80 %
mewakili infeksi sal.napas bagian atas atau otitis media. Sedangkan pada
glomerulonefritis kronik adalah bentuk progresi dari G.akut. Ini memerlukan waktu
30 tahun untuk merusak ginjal sampai pada tahap akhir.

3.

Penatalaksanaan :
a.

Glomerulonefritis akut.
Intervensi Terapeutik :

Batasi masukan cairan, kalium dan natrium.

Pembatasan protein sedang dengan oliguri dan peningkatan


BUN; pembatasan lebih

Peningkatan

drastis bila terjadi gagal ginjal akut.


karbohidrat

untuk

memberikan

menurunkan katabolisme protein.


Intervensi Farmakologis

Anti HT dan diuretic untuk mengontrol HT dan edema.

Penyekat H2 untuk mencegah ulkus stress pada penyakit akut.

xvii

energi

dan

Agens ikatan fosfat untuk mengurangi kadar fosfat dan meningkatkan


kalsium.

AB bila infeksi masih ada.

b.

Glomerulonefritis kronik :
a.

Medik :

Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.

Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.

Pengawasan hipertenasi

Pemberian antibiotik untuk infeksi.

Dialisis berulang

antihipertensi.

untuk memperpanjang harapan hidup

pasien.
b.

Keperawatan

Disesuaikan dengan keadaan pasien.

Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada


ahlinya.

Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.

Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai


kemampuannya.

Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut


ke sindrom nefrotik atau GGK.

4.

Penetapan Diagnosa Keperawatan :


Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada glomerulonefritis akut dan kronik
berdasarkan penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia terhadap patogenesis adalah :
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan meningkatnya

reabsorbis tubulus dan retensi Na dan H2O.

Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguria

Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan berhungan dengan


anorexia.

xviii

Intolerance activity berhubungan dengan fatigue.

Intolerance activity berhubungan dengan kelemahan.

Kelebihan cairan berhubungan dengan oliguria dan anuria.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi

Resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi.


Peningkatan suhu tubuh berhubungan reaksi radang, pelepasan zat

pirogen.

Kecemasan berhubungan dengan kurang informasi akan perubahan


status kesehatan.

Daftar Pustaka
1. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8
volume 2, Sozannie, Smeltzer and Brenda.E.Bare, penerbit EGC,
Jakarta 2002.
2. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2 edisi 4, Penerbit
EGC, Jakarta 1995.
3. Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan Linda A. Sowden, Edisi
3, Penerbit EGC Jakarta 2002.
4. Pedoman Praktek Keperawatan, Sandra M.Nettina, Penerbit EGC, Jakarta.
5. Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah, Penerbit EGC, Jakarta 1997.
6. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Barbara Engram, Volume I,
Penerbit EGC, Jakarta 1998.
7. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Barbara C. Long, Bandung 1996.

xix

Anda mungkin juga menyukai