Anda di halaman 1dari 24

DENTAL HEALTH EDUCATION (DHE)

Definisi Dental Health Education (DHE)


Dental Health Education (DHE) atau yang biasa juga dikenal sebagai Pendidikan
Kesehatan Gigi (PKG) merupakan suatu usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan
non formal yang berkelanjutan. Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu proses belajar yang
timbul oleh karena adanya kebutuhan kesehatan sehingga menimbulkan aktivitas-aktivitas
perseorangan atau masyarakat dengan tujuan untuk menghasilkan kesehatan yang baik.

Tujuan Pendidikan Kesehatan Gigi


Pendidikan kesehatan gigi pada anak yaitu suatu usaha yang secara emosional akan
menghilangkan rasa takut, menumbuhkan rasa ingin tahu, mau mengamati dan akhirnya secara
fisik akan melakukan aktivitas sedemikian rupa sehingga baik untuk kesehatan pribadi. Maksud
dan tujuan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak pada hakekatnya adalah
memperkenalkan anak dengan dunia kesehatan gigi serta segala persoalan mengenai gigi,
sehingga mampu memelihara kesehatan gigi, melatih anggota badan anak sehingga mereka dapat
membersihkan gigi sesuai dengan kemampuannya dan mendapatkan kerjasama yang baik dari
anak bila memerlukan perawatan pada giginya.
Menurut Noor (1972), tujuan pendidikan kesehatan gigi adalah :
1. Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut.

2. Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut dan gangguan
lainnya pada gigi dan mulut.

Komponen Pendidikan Kesehatan Gigi


Komponen pendidikan adalah :
1. Anak didik, anak didik biasa pula disebut sebagai peserta didik. Peserta didik adalah
individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar dengan berbagai latar belakang.
2. Tujuan pendidikan sebagai target, atau kualifikasi yang ingin dicapai, yaitu perubahan
tingkah laku ke arah perilaku sehat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3. Kurikulum, termasuk didalamnya metode, alat, materi atau bahan yang akan
disampaikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan atau program kesehatan yang
ditunjang.
4. Pelaksana pendidikan, yaitu semua petugas kesehatan yang dapat mempengaruhi
individu atau masyarakat untuk meningkatkan kesehatan mereka (innovator kesehatan).
5. Lingkungan didik, lingkungan didik berpengaruh besar terhadap pendidikan,
keterlibatan pendidik dan anak didik dibatasi ruang dan waktu.

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Pada dasarnya pendidikan harus dilaksanakan seumur hidup sesuai dengan proses
perkembangan psikis dan biologis manusia. Demikian pula halnya dengan pendidikan kesehatan.
Oleh karena itu lingkungan pendidikan kesehatan dapat kita bedakan atas :
1. Keluarga.
Lingkungan pendidikan ini biasanya disebut sebagai pendidikan informal dan merupakan
pendidikan dasar yang diperoleh oleh setiap individu sebelum mendapatkan pendidikan
lain. Penanaman pendidikan kesehatan sedini mungkin oleh orang tua terhadap anaknya
akan berpengaruh besar dalam perubahan sikap pelihara diri anaknya.
2. Sekolah.
Pendidikan yang diperoleh di sekolah disebut sebagai pendidikan formal. Sebagai bukti
bahwa seseorang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan formal akan memperoleh
ijazah atau surat tanda tamat belajar. Pendidikan kesehatan di sekolah harus diterapkan
melalui Mata Pelajaran Olahraga dan Kesehatan. Penanaman pendidikan kesehatan akan
berpengaruh terhadap pembentukan sikap pelihara diri yang diharapkan akan terus
tertanam sampai akhir hayat.
3. Masyarakat.
Pendidikan ini biasanya dilakukan untuk menambah atau melengkapi pendidikan di
sekolah.

Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan Gigi


Dimensi tingkat pelayanan kesehatan gigi, dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan
(five levels of prevention) dari Leavel and Clark sebagai berikut :
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion).

Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan gigi diperlukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan gigi, misalnya dengan memilih makanan yang menyehatkan gigi, mengatur
pola makanan yang mengandung gula.
2. Perlindungan Khusus (Specific Protection).
Yang termasuk dalam program upaya pelayanan perlindungan khusus ini, misalnya
pembersihan karang gigi, menyikat gigi segera setelah makan, topical aplikasi, fluoridasi
air minum dan sebagainya. Pendidikan kesehatan gigi pada tingkat ini diperlukan agar
masyarakat menjadi sadar untuk memelihara kesehatan gigi, terutama untuk daerah yang
belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi.
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).
Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin perlu dilakukan, misalnya pemeriksaan gigi
dengan sinar-X secara berkala, penambalan gigi yang terkena karies, penambalan fissure
yang terlalu dalam dan sebagainya. Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan
karena masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan
gigi, sehingga seringkali mereka membiarkan giginya yang berlubang tidak segera
ditambal dan mengakibatkan penyakit yang lebih parah.
4. Pembatasan Cacat (Disability Limitation).
Pembatasan cacat merupakan tindakan pengobatan penyakit yang parah, misalnya pulp
capping, pengobatan urat saraf, pencabutan gigi dan sebagainya. Pada tingkat ini
pendidikan kesehatan diperlukan karena mereka sering tidak mengobati penyakitnya
secara tuntas. Misalnya, pada perawatan urat saraf yang memerlukan beberapa kali
kunjungan atau mereka ingin segera mencabut giginya walaupun sebenarnya masih dapat
dilakukan penambalan.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation).
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan bentuk
sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan. Pendidikan kesehatan pada

tingkat ini masih diperlukan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya


mengembalikan fungsi pengunyahan setelah dilakukan pencabutan dengan pembuatan
geligi tiruan. Selain itu, juga diberikan penerangan tentang kemungkinan kemungkinan
yang dapat terjadi akibat tidak dilakukan pembuatan geligi tiruan.
Definisi dan Klasifikasi Plak Gigi
Plak gigi adalah suatu masa bakteri yang tebal dan tidak mengalami klasifikasi,
melekat erat pada permukaan gigi atau restorasi. Plak ini tetap melekat meskipun ada
gerakan otot, aksi pembersihan saliva, ataupun berkumur. Sumber utama mikrobial plak
adalah mikroorganisme mulut dan komponen saliva.
Deposit bakteri plak terbentuk pada gigi yang tidak cukup bersih. Plak dapat
menumpuk pada permukaan gigi yang terlindung dari gerakan pembersihan mekanis
yang normal dari pipi, bibir, lidah dan makanan. Komposisi plak bervariasi sesuai dengan
lokasinya.
Istilah plak digunakan secara umum untuk menggambarkan hubungan atau
perlekatan bakteri pada permukaan gigi. Berdasarkan hubungannya dengan margin
gingival, plak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu plak supragingiva dan plak
subgingiva.
A. Plak Supragingiva
Plak supragingival didefenisikan sebagai plak yang menumpuk mahkota klinis
gigi di atas gingiva margin. Plak supragingiva dalam jumlah yang sedikit tidak terlihat
secara klinis kecuali bila plak tersebut diwarnai oleh pigmen yang berasal dari rongga
mulut atau pewarnaan dengan disclosing solution.
Selama akumulasi dan pembentukan plak, plak nampak sebagai massa globular
yang terlihat dengan permukaan bernodul yang bervariasi warnanya mulai abu-abu
kekuningan sampai kuning. Plak supra gingival pada umumnya berkembang pada daerah
1/3 gingiva terutama pada permukaan yang kasar dan tepi restorasi yang overhanging.

B. Plak Subgingiva
Plak subgingiva adalah plak yang terdapat di bawah gingival margin dalam sulkus
gingival atau periodontal poket. Plak subgingiva dapat dibedakan atas plak subgingiva
yang melekat pada gigi dan plak subgingiva yang melekat pada epithelium. Pada
permukaan gigi, bakteri plak melekat pada sulkus gingival dan poket periodontal. Plak
subgingiva yang melekat pada epithelium merupakan komponen plak subgingiva yang
berhubungan langsung dengan epitel subgingiva, dan meluas dari margin gingiva sampai
junctional epithelium
Mekanisme Pembentukan Plak Gigi
Proses pembentukan plak ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama merupakan
tahap pembentukan lapisan acquired pelicle sementara tahap kedua merupakan tahap
proliferas bakteri. Pada pertama, setelah acquired pelicle terbentuk, bakteri mulai
berproliferasi disertai dengan pembentukan matriks interbakterial yang terdiri atas
polisakarida ekstraseluler, yaitu levan dan dextran dan juga mengandung protein saliva.
Hanya bakteri yang dapat membentuk polisakarida ekstraseluler yang dapat tumbuh pada
tahap pertama, yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis,
Streptococcus salivarius sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis yang
terdiri atas jenis kokus pada tahap awal proliferasi bakteri. Perkembangbiakan bakteri
membuat lapisan plak bertambah tebal dan karena adanya hasil metabolism dan adhesi
dari bakteribakteri pada permukaan luar plak, lingkungan di bagian dalam plak berubah
menjadi anaerob.
Pada tahap kedua, jika kebersihan mulut diabaikan, dua sampai empat hari, kokus
gram negatif dan basilus akan bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi 30%), dengan 15%
di antaranya terdiri atas bacillus yang bersifat anaerob. Pada hari kelima Fusobacterium,
Aactinomyces, dan Veillonella yang aerob akan bertambah jumlahnya.
Komposisi Plak

Plak terdiri dari 20% bahan organik dan anorganik dan sisanya adalah air. Bahan
organik meliputi kompleks protein polisakarida yang terdiri dari karbohidrat dan protein
kira-kira 30% dan lemak kira-kira 15%. Komponen ini merupakan produk ekstraseluler
dari bakteri plak, sisa-sisa sitoplasmik dan membran sel, hasil pengunyahan makanan dan
derifat glikoprotein. Karbohidrat yang terbesar ditemukan pada plak supragingiva adalah
dextran, levan dan galaktose, yang diproduksi oleh bakteri polisakarida kira-kira 9,5%
dari total plak. Komponen anorganik yang terdapat dalam plak adalah kalsium, fosfor
sedangkan magnesium, potassium dan sodium ditemukan dalam jumlah yang kecil.
Kandungan anorganik tertinggi ditemukan pada permukaan lingual incisivus bawah. Ion
kalsium ini ikut membantu perlekatan antara bakteri dan antar bakteri dengan pelikel.
Sehingga, hampir 70-80% komponen anorganik ditemukan sebagai kristalin calcium
phosphate.
Plak yang terletak terbentuk sempurna, selain bakteri dapat pula berisi
mikroorganisme lain. Mycoplasma telah berhasil ditemukan, dan sejumlah kecil lagi
protozoa juga ada. Mikroorganisme pada bakteri plak yang hampir selalu ditemukan
adalah golongan streptococcus dan lactobacillus. Selain itu, ditemukan juga golongan
jamur actinomycetes. Susunan komponen bakteri dan biokimia plak bervariasi dan
tergantung pada konsentrasi bakteri dalam saliva, oksigen komposisi makanan serta
adanya penyakit periodontal. Plak gigi bukan merupakan sisa makanan dan
pembentukannya tidak ada hubungannya dengan konsumsi makanan. Plak supra gingiva
lebih cepat terbentuk pada saat tidur, kemudian pada saat tidak ada makanan dikunyah,
serta pada saat makan. Hal ini terjadi karena aksi mekanik makanan dan aliran saliva
pada saat mastikasi menyebabkan plak sulit terbentuk.
Pengaruh Plak Terhadap Gigi dan Jaringan Periodonsium

Dari seluruh deposit lunak yang sering terdapat pada gigi, plak dianggap paling
penting sebagai factor utama pada awal perkembangan karies dan penyakit periodontal.
Disamping hal tersebut diketahui pula bahwa, terdapat factor penyebab lain sebagai
predisposisi akumulasi plak dan modifikasi dari reaksi inflamasi.
Penelitian epidemiologi menunjukkan, tentang hubungan yang positif antara
jumlah plak dengan keparahan gingivitis kronis atau periodontitis. Penelitian lain,
menunjukkan hubungan yang erat antara plak dan penyakit periodontal.
Efek yang membahayakan dari plak bukanlah dikarenakan keberadaannya semata,
tetapi efek produk bakteri tertentu yang menentukan.. Bakteri plak yang kariogenik
menggunakan karbohidrat, terutama fruktosa dan galaktosa sebagai sumber energy, yang
bila digunakan dapat meninkatkan produksi asam dari polisakarida ektra dan intraseluler.
Keadaan asam yang dihasilkan dapat melarutkan mineral dalam email gigi. Hal ini
merupakan tahap awal dari karies gigi.
Substansi lain yang bertanggung jawab pada tingkatan utama dari kerusakan
jaringan dari penyakit periodontal, seperti produk yang disintesa oleh bakteri plak
termasuk enzim, toxin dan produk buangan dari hasil metabolisme. Bakteri pada plak dan
produknya membentuk ikatan utama dalam rantai peristiwa yang menyebabkan destruksi
periodonsium. Kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi terjadi pada daerah gingiva.
Selama beberapa hari, jumlah organism pada permukaan ini meningkat melalui
multiplikasi dan dari mretensi organism pada permukaan ini meningkat melalui
multiplikasi dan dari retensi organism baru. Bila dibiarkan berlanjut dan tidak
dihilangkan, pembentukan plak terus terjadi dengan tambahan lebih banyak bakteri,
khususnya skeling gingiva margin dan daerah interdental.
Kontrol Plak
1. Defenisi Kontrol Plak

Kontrol plak adalah penyingkiran plak mikrobial dan pencegahan terhadap


akumulasinya ke permukaan gigi sekitarnya. Kontrol plak juga menghambat
pembentukan kalkulus. Menghilangkan plak akibat mikroba, dapat menyembuhkan
inflamasi gingival yang masih pada stadium awal. Penghentian pembersihan gigi dapat
menyebabkan rekurensi gingivitis. Dengan demikian kontrol plak merupakan cara efektif
untuk merawat dan mencegah gingivitis, serta merupakan bagian terpenting dari semua
prosedur pencegahan penyakit periodontal. Pada dasarnya plak dapat dihilangkan dengan
pembersihan secara mekanik dan penghambatan secara kimiawi.
Metode Kontrol Plak Secara Mekanik
Metode kontrol plak secara mekanik merupakan suatu metode pembersihan dental
plak dan pencegahan akumulasi plak pada gigi dan permukaan gingival secara rutin
dengan memanfaatkan daya gesekan dari suatu alat. Secara umum metode kontrol plak
secara mekanik dapat dilakukan dengan dua alat utama, yaitu sikat gigi dan dental floss.
2.2.1 Sikat gigi
Sikat gigi pertama kali dipatenkan pada tahun 1857 di Amerika. Pada umumnya
sikat gigi memiliki desain dan ukuran yang beragam, seperti dalam hal panjang,
kekerasan, dan susunan bulu sikat gigi. Banyak sekali diciptakan variasi dalam peletakan
bulu sikat, panjang bulu sikat, dan kekerasan bulu sikat oleh berbagai industri sikat gigi,
yang diharapkan dapat memberikan keunggulan tertentu dalam pembersihan plak secara
keseluruhan pada permukaan gigi. Namun dari studi klinis yang dilakukan, didapatkan
bahwa suatu desain sikat gigi memiliki kemampuan pembersihan yang sama. Untuk
memaksimalkan pembersihan plak, biasanya penggunaan sikat gigi dikombinasikan
dengan bahan abrasif kimiawi, seperti pasta gigi. (Newman, 2006)
2.2.1.1 Sikat gigi konvensional

Yang dimaksud dengan sikat gigi konvensional adalah suatu sikat gigi yang
penggunaannya tidak menggunakan bantuan sumber tenaga elektrik. Sikat gigi jenis ini
lebih lama dikenal dan lebih banyak digunakan daripada sikat gigi elektrik. Penggunaan
sikat gigi konvensional sebaiknya dilakukan penggantian secara periodic setiap 3 bulan
sekali, tujuannya untuk memelihara keefektifan pembersihan sikat. (Newman, 2006)

Gambar 2.1 Beberapa bentuk sikat gigi konvensional


1.
Desain sikat gigi konvensional
Desain sikat gigi konvensional pada umumnya memiliki bentuk kepala sikat
menyerupai huruf U yang tujuannya agar dapat mencapai area bukal, lingual,dan
permukaan oklusal/insisal saat dilakukan pembersihan plak (Newman, 2006)
Terdapat dua jenis bahan bulu sikat gigi, yaitu bahan alami dan buatan (sintetis).
Yang termasuk dalam bulu sikat gigi alami adalah bulu babi dan siwak. Penggunaan bulu
babi sebagai bahan bulu sikat gigi kurang menguntungkan karena bulu tersebut mudah
berjumbai, pecah, dan kehilangan elastisitas lebih cepat dibandingkan dengan bulu sikat
gigi sintetis. Sedangkan bulu sikat sintetis salah satunya adalah bulu sikat yang dibuat
dari bahan nilon. Bahan nilon dinilai lebih menguntungkan karena selain ukurannya yang
homogen, tidak mudah patah, tidah mudah kehilangan keelastisan, juga cenderung tidak

menimbulkan trauma pada gingival maupun permukaan akar, tentunya dengan teknik
pemakaian yang benar.
Sikat gigi dengan bulu sikat berbahan nilon merupakan produk bulu sikat yang
paling banyak dijumpai di pasaran yang umumnya dalam satu sikat gigi terdapat 3-4 baris
susunan bulu sikat nilon. Keuntungan penggunaan bahan nilon salah satunya adalah
dapat diproduksinya bulu sikat dengan diameter dengan tingkat kekerasan tertentu untuk
keperluan dan target pasaran tertentu. Secara umum, bulu sikat dibagi menjadi 3
berdasarkan tingkat kekerasannya, yaitu bulu sikat hard ( 0.014 inchi = 0.4 mm),
medium ( 0.012 inchi = 0.3 mm), dan soft ( 0.007 inchi = 0.2 mm) (Newman, 2006)
2.
Metode menyikat gigi
Secara umum, metode menyikat gigi dibedakan berdasarkan pola gerakan yang
diperagakan saat membersihkan plak, yaitu (1) roll (metode roll, teknik modifikasi
Stillman), (2) vibratory (teknik Stillman, Charter, Bass), (3) circular (teknik Fones), (4)
vertical (teknik Leonard), (5) horizontal (teknik Scrub). Berikut ini akan diuraikan
mengenai beberapa teknik menyikat gigi: (Newman, 2006)
a)

Metode Roll
Letakkan kepala sikat sejajar dengan bidang oklusal
Bulu sikat mencakup 3 gigi paling distal dengan posisi menempel pada

gigi dan gingival dengan kemiringan 45o ke arah apikal.

Lakukan gerakan memutar pada bidang oklusal gigi, sebanyak 8 kali


putaran di tiap region.

Untuk gigi anterior pada sisi lingual maupun fasial, sikat gigi digerakkan
sejajar dengan sumbu panjang gigi.

Untuk area oklusal, sikat gigi digerakkan maju mundur

Metode tersebut di atas dapat diaplikasikan pada rahang atas maupun


rahang bawah.
b)
Teknik Modifikasi Stillman

Atur peletakan ujung bulu-bulu sikat sebagian pada servikal gigi, dan

sebagian lainnya pada gingival.

Bulu sikat diarahkan miring ke apikal terhadap sumbu panjang gigi.

Beri tekanan lateral pada margin gingival, dengan 20 kali stroke pendek
maju dan mundur, sekaligus mencakup arah koronal di sepanjang attached gingival dan
permukaan gigi.

Untuk membersihkan gigi insisif pada sisi lingual, handle sikat dipegang
secara vertikal.

Untuk membersihkan area oklusal dari gigi-gigi molar dan premolar, sikat
diposisikan tegak lurus bidang oklusal, dimasukkan ke dalam grooves, interproksimal,
dan embrasur gigi tersebut.

Teknik ini diperuntukkan bagi penderita dengan resesi gingival dan area
akar gigi yang terbuka.
c)
Teknik Bass

Tempelkan bulu sikat pada margin gingival dengan kemiringan 45o


terhadap sumbu panjang gigi

Kemudian masukkan ujung-ujung bulu sikat tersebut ke dalam sulkus dan


area interproksimal gigi

Area yang dijangkau bulu sikat pada tiap posisi sekitar 3 gigi dan dimulai
dari gigi yang terletak paling distal

Lakukan vibrasi halus dan pendek disertai gerakan maju mundur

Pada tiap posisi penyikatan diberikan stroke sebanyak 20 kali

Pembersihan terpusat pada area 1/3 servikal mahkota klinis, sulkus


gingival, dan area interproksimal gigi

Untuk gigi anterior, gerakan penyikatan dilakukan pada area servikal


dengan gerakan yang sama dengan area posterior

Untuk area oklusal gigi, berikan tekanan yang kuat dan dalam pada pit dan
fissure, dengan stroke pendek dan gerakan maju mundur.

Teknik Bass merupakan teknik yang paling banyak direkomendasikan


karena teknik ini menekankan pada peletakan sulkuler dari bulu sikat
Gambar 2.2 Aplikasi teknik Bass dilihat dari aspek labial.

d)

Teknik Charter
Letakkan bulu sikat gigi menghadap rahang dengan kemiringan 45o

terhadap sumbu panjang gigi

Sedangkan sisi samping dari bulu sikat terletak pada gingival.

Lakukan vibrasi maju dan mundur, tujuannya untuk memijat gingival.

Untuk area oklusal, bulu sikat diletakkan pada pit dan fissure, kemudian
berikan stroke pendek maju dan mundur

Teknik ini merupakan teknik untuk membersihkan plak lunak dan


pemijatan gingival.

2.2.1.2 Sikat gigi elektrik


Sikat gigi elektrik mulai dikenal sejak tahun 1939. Prinsip penggunaan sikat gigi
elektrik adalah memanfaatkan energy akustik dengan frekuensi rendah secara dinamik,
sehingga mempermudah pembersihan plak melalui ujung-ujung bulu sikat yang
digerakkan. Getaran yang dihasilkan oleh sikat gigi elektrik dapat mempengaruhi
perlekatan bakteri pada permukaan oral dan mempengaruhi viabilitas bakteri. Tekanan
hidrodinamik yang dihasilkan oleh sikat gigi elektrik dapat membersihkan plak pada
jarak yang berdekatan dengan ujung bulu sikat, sehingga meningkatkan pembersihan plak
terutama pada area interproksimal gigi (Newman, 2006)
Penggunaan sikat gigi elektrik biasanya diperuntukkan bagi: (1) anak-anak dan
remaja, (2) anak-anak dengan keterbatasan fisik maupun mental, (3) pasien rawat inap,

termasuk orang-orang tua yang membutuhkan bantuan orang lain untuk membersihkan
gigi, (4) pasien pengguna peranti ortodontik cekat (Newman, 2006)

Gambar 2.3 Aplikasi sikat gigi elektrik


1. Desain sikat gigi
Desain sikat gigi elektrik yang paling banyak dijumpai memiliki kepala sikat
berbentuk bulat dengan gagang sikat yang ramping yang tersambung dengan motor
penggerak. Bulu sikat yang digunakan berbahan nilon, dengan variasi kekerasan bulu
sikat (diameter bulu sikat) yang sama pada sikat gigi konvensional. Penggunaan sikat gigi
elektrik dapat bertahan hingga 5-6 bulan (Newman, 2006).
2. Metode menyikat gigi
Dengan bervariasinya gerakan yang dihasilkan oleh sikat gigi elektrik, tidak
dibutuhkan tehnik spesifik dalam penggunaannya. Pengguna sikat gigi elektrik hanya
perlu untuk mengkonsentrasikan penempatan kepala sikat disepanjang perbatasan
permukaan gigi dengan margin gingival dan menggerakkan secara otomatis menyeluruh
pada permukaan gigi (Newman, 2006).
2.2.1.3 Sikat gigi interdental
Sikat gigi interdental merupakan suatu sikat gigi yang diperuntukkan spesifik
untuk membersihkan plak pada area interproksimal gigi berdesakan ataupun gigi-gigi
dengan ruang interdental yang besar.

Gambar 2.4 Beberapa macam sikat gigi interdental


1. Desain sikat gigi
Sikat gigi interdental berbentuk cone atau sikat silindris yang bulu sikatnya
menjulang pada satu handle saja.
2. Metode menyikat gigi
Penggunaan sikat gigi interdental tidak memiliki teknik tertentu. Bulu sikat
interdental dimasukkan melalui celah interproksimal gigi dan digerakkan maju mundur
dengan stroke pendek linguo-fasial. (Newman, 2006)
2.2.2 Dental floss
Dental floss merupakan suatu alat yang direkomendasikan untuk membersihkan
plak pada permukaan proksimal gigi. Dental floss yang beredar di pasaran terbuat dari
multifilament nilon, baik yang dililit atau tanpa lilit, terikat atau tak terikat, berlapis lilin
atau tidak, dan nilon tebal atau yang tipis. Namun dari studi klinis didapatkan bahwan
variasi dari tipe nilon dari dental floss memiliki kemampuan pembersihan plak yang
sama. Pemilihan dental floss tergantung pada kekuatan kontak dengan gigi, kekerasan
permukaan proksimal gigi, dan keterampilan penggunaan oleh penderita. (Newman,
2006)

Gambar 2.5 Teknik pemegangan dental floss


Teknik penggunaan dental floss meliputi: (1) Ambil salah satu dental floss
kemudian rentangkan dengan ibu jari dan jari telunjuk, (2) Masukkan dental floss dengan
menelusuri permukaan gigi pada bagian proksimal sampai dengan area marginal secara
perlahan-lahan, (3) Ulangi kembali gerakan tersebut, kemudian pindahkan menuju distal
dari gigi depannya. (4) apabila dental floss rusak atau kotor, ganti dengan dental floss
yang baru. (Newman, 2006)
2.3 Metode Kontrol Plak (Kimiawi)
Sampai saat ini, kontrol plak masih mengandalkan pada pembersihan secara
mekanis. Meskipun telah dikembangkan bahan-bahan kimia yang bersifat anti plak.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol plak secara kimiawi hanyalah sebagai
penunjang dan bukan sebagai pengganti kontrol plak secara mekanis.
Metode kontrol plak secara kimiawi adalah dengan memakai bahan kumur atau
pasta gigi pada umumnya mengandung senyawa aktif anti bakteri untuk mencegah
terjadinya plak misalnya pada pasien periodontal dengan letak gigi yang berjejal.
2.3.1 Pasta Gigi
Pasta gigi digunakan untuk membantu dalam membersihkan dan memoles
permukaan gigi, serta memberikan kesehatan untuk gigi dan gingiva. Pasta gigi pada
umumnya mengandung bahan anti plak dan anti desensitisasi, Selain itu, pasta gigi juga
mengandung bahan pembersih, bahan abrasif (kalsium karbonat, kalsium fosfat, sodium

bikarbonat, sodium klorida, sodium oksida, silikat), detergen (sodium, sodium laurel
sulfat, sodium sarkosilat), bahan lain : humektan (gliserin, sorbitol), air, bahan pengental
(kaboksimetillulosa, alginat, amilosa), bahan perasa dan pewarna (Newman, 2006).
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi
triklosan dengan sitrat seng lebih efektif dalam menghambat pembentukan plak dan
gingivitis dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Triklosan mempunyai efek
penghambat yang sedang terutama terhadap bakteri anaerob negative, sedangkan sitrat
seng tidak begitu efektif. Namun kombinasi antara triklosan dengan sitrat seng
memberikan efek anti bakteri yang lebih kuat, diduga karena triklosan akan memperkuat
efek dari sitrat seng dengan jalan mengurangi absorbsi (Newman, 2006).
Pasta gigi yang digunakan untuk desensitisasi berupa pasta gigi dengan kerja
menyumbat tubulus dentin dengan kandungan stronsium klorida (sensodyne), natrium
monofluorofosfat (colgate), dan formaldehid (thermodent), pasta gigi dengan kerja
mengurangi eksitabilitas saraf yang mengandung kalium nitrat (dengue), dan pasta gigi
dengan aksi ganda yang mengandung kalium nitrat dan natrium monofluorofosfat
(sensodyne-f) (Newman, 2002).
Pasta gigi dapat meningkatkan keefektifan penyikatan tetapi dapat menyebabkan
kemungkinan abrasi minimum pada permukaan gigi karena pasta gigi juga mengandung
bahan abrasif seperti silicon oxides, aluminium oxides, dan granular polyvinyl chlorides.
Pasta gigi harus cukup abrasive sebagai pembersih dan pemoles, aman, serta tahan
terhadap permukaan gigi dan tambalan halus. Pasta gigi yang mengandung fluoride dan
anti mikroba memberikan manfaat dalam mengontrol karies dan gingivitis (Newman,
2006).
2.3.2 Irigasi Oral
Alat irigasi oral berfungsi untuk membersihkan debris dan bakteri yang melekat.
Alat irigasi oral yang digunakan oleh pasien periodontal di rumah dapat berupa

semprotan tekanan tinggi atau stabil. Alat irigasi oral ini lebih efektif untuk pembersihan
daerah interdental daripada sikat gigi dan obat kumur. Penggunaan alat irigasi oral akan
lebih efektif bila digunakan kombinasi dengan alat atau bahan yang lain, misalnya bahan
antiseptik seperti chlorhexidine (Newman, 2006).
Alat irigasi oral untuk supragingiva yang paling sering digunakan yaitu
convensional plastic tips dengan lipatan 900 pada tip, dilekatkan pada pompa yang
mengeluarkan titik-titik air yang berdenyut dengan kecepatan yang diatur dengan dial.
Pasien diinstruksikan untuk mengarahkan semprotan air melewati proksimal papilla,
ditahan selama 10-15 detik, kemudian mengikuti sepanjang margin gingiva sampai pada
daerah proksimal berikutnya secara berulang. Irigator sebaiknya digunakan dari
permukaan bukal dan lingual. Pasien dengan radang pada gingiva biasanya dimulai
dengan tekanan yang rendah dahulu kemudian tekanan ditingkatkan sampai medium
senyaman pasien utnuk meningkatkan kesehatan jaringan periodontal. Beberapa pasien
senang menggunakan peralatan ini pada setting tekanan yang paling tinggi dan tidak ada
laporan yang merugikan tentang hal ini, sehingga aman digunakan. Irigasi supragingiva
dengan menggunakan cairan antiseptik, chlorhexidine, dalam waktu 6 bulan
menunjukkan hasil signifikan yaitu menurunnya inflamasi gingival (Newman, 2006).

Gambar 2.6 Irigasi supragingiva


Untuk mengirigasikan bahan anti plak berupa cairan ke daerah subgingiva
digunakan alat irigasi mulai alat yang sederhana berupa alat suntik biasa yang jarumnya
dibengkokkan dan ujungnya ditumpulkan, sampai alat untuk irigasi khusus yang

diproduksi pabrik. Umumnya pasien periodontal menggunakan soft rubber tip untuk
prosedur kontrol plak di rumah karena alat ini dapat dimasukkan ke dalam poket
periodontal, sehingga tekanan dan aliran air tidak terlalu keras. Soft rubber tip sebaiknya
dimasukkan ke dalam poket periodontal dan area furkasi sedalam 3 mm jika
memungkinkan, dan setiap poket harus dibersihkan selama beberapa detik.
Irigasi subgingiva tidak saja dilakukan oleh dokter gigi di klinik tetapi juga bisa
dilakukan pasien sehari-hari di rumah. Dasar pemikiran bagi irigasi subgingiva adalah
bahwa cara berkumur-kumur, sikat gigi, dan penggunaan dental floss tidak efektif
mencapai subgingiva. Pada kasus-kasus periodontitis justru mikroorganisme subgingiva
yang harus disingkirkan dalam rangka mengontrol inflamasi yang terjadi masih terus
dilakukan penelitian. Pasien dengan premedikasi antibiotik untuk prosedur ini sebaiknya
tidak menggunakan alat irigasi subgingiva.

Gambar 2.7 Soft rubber tip untuk irigasi subgingiva


2.3.3 Obat Kumur
Obat kumur yang telah mendapat rekomendasi dari American Dental Association
yaitu campuran fenol minyak eukaliptol dan golongan chlorhexidine dari golongan
bisguanida (Newman, 2006).
Chlorhexidine merupakan derivat bisquanid dan yang umumnya
digunakan dalam bentuk glukonatnya. Chlorhexidine memiliki anti bakteri dengan
spektrum luas, efektif terhadap gram positif dan gram negatif, walaupun efektifitasnya
lebih rendah. Chlorhexidine sangat efektif mengurangi radang gingiva dan akumulasi
plak. Efek anti plak chlorhexidine tidak hanya bakteriostatik tetapi juga mempunyai daya
lekat yang lama pada permukaan gigi sehingga memungkinkan efek bakterisid. Dengan

demikian akumulasi plak dapat dicegah , sehingga mengurangi terjadinya gingivitis


(Fauza, 2012).
Berbagai percobaan klinis menggunakan obat kumur mengandung
chlorhexidine telah banyak dilakukan dan ternyata berpengaruh terhadap gingivitis dan
periodontitis. Pembentukan plak dapat dicegah dengan berkumur larutan chlorhexidine
0,2% dan tidak tampak tanda-tanda radang gingiva setelah beberapa minggu walaupun
tanpa membersihkan mulut secara mekanis. Chlorhexidine mengikat kelompok asam
anonik dari glikoprotein saliva sehingga pembentukan pelikel akuid terhambat. Hal ini
menghambat kolonisasi bakteri plak. Chlorhexidine mengikat plasma polisakarida yang
menyelubungi bakteri atau langsung berikatan dengan dinding sel bakteri. Ikatan dengan
polisakarida akan menghambat adsorbs bakteri ke permukaan gigi. Sebaliknya ikatan
chlorhexidine langsung dengan sel bakteri menyebabkan perubahan struktur permukaan
yang pada akhirnya menyebabkan pecahnya membran sitoplasma bakteri, serta
mengendapkan faktor-faktor aglutinasi asam dalam saliva dan menggantikan kalsium
yang berperan merekatkan bakteri membentuk massa plak (Fauza, 2012).
Meskipun chlorhexidine dinilai efektif sebagai bahan anti plak, tetapi
bahan ini mempunyai kelemahan berupa pembentukan stain pada permukaan gigi
maupun mukosa. Oleh sebab itu, penggunaannya hanya diindikasikan untuk jangka
pendek (sampai 2 minggu) (Newman, 2006).
Obat kumur yang mengandung campuran fenol-minyak essensial
mengandung bahan aktif berupa timol dan eukaliptol. Mekanisme kerja timol adalah
menghancurkan dan mengendapkan dinding sel bakteri. Minyak eukaliptol bekerja
dengan jalan menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi (Newman, 2006).
2.4 Evaluasi kontrol plak

Salah satu kegiatan penting dalam keberhasilan kontrol plak seseorang adalah
dilakukannya evaluasi kontrol plak oleh dokter gigi maupun periodontis. Evaluasi kontrol
plak tersebut bertujuan untuk melihat keberhasilan klinisi dalam memberikan motivasi,
edukasi, dan instruksi yang tepat dan diterapkan secara rutin oleh penderita, bukan untuk
menghilangkan plak saja tetapi lebih kepada tindakan pencegahan terhadap suatu
kelainan periodontal. (Newman, 2006)
2.4.1 Penggunaan disclosing agent
Penggunaan disclosing agent dapat digunakan sebagai evaluasi klinis terhadap
kebersihan gigi penderita. Disclosing agent merupakan suatu larutan yang diaplikasikan
pada permukaan gigi dan dapat memberikan pewarnaan terhadap deposit bakteri pada
permukaan gigi yang diulasi larutan tersebut. (Newman, 2006)
2.4.2 Scoring system
Scorring system merupakan suatu sistem penilaian secara periodic yang dilakukan
oleh dokter gigi atau periodontis untuk memberikan gambaran terhadap peningkatan
keberhasilan suatu perawatan periodontal ataupun untuk melihat besar faktor resiko dari
suatu kambuhan kelainan periodontal. Indeks yang digunakan dokter gigi atau
periodontis dalam memberikan scorring pada kesehatan periodontal penderita meliputi
plaque control record dan bleeding point index.
1. Plaque Control Record
Dikenal juga sebagai Indeks OLeary, merupakan suatu tindakan evaluasi kontrol
plak dengan menggunakan larutan disclosing atau tablet, dan memeriksa tiap permukaan
gigi (kecuali permukaan oklusal) untuk melihat keberadaan plak yang tercat di
dentogingival junction. Plak yang tercat, dicatat pada sebuah kotak yang yang dibagi
menjadi 4 bagian yang mewakili sisi permukaan gigi.

Untuk penghitungannya, terlebih dahulu dihitung jumlah total keseluruhan gigi


yang terdapat plak, kemudian nomor indeksnya dikalkulasikan untuk mencari presentasi
dari permukaan plak dengan jumlah seluruh permukaan, kemudian dikalikan 100.
(Newman, 2006)
2. Bleeding Point Index
Bleeding point indeks merupakan suatu evaluasi perdarahan gingival disekitar
masing-masing gigi penderita. Teknik pemeriksaan Bleeding point index, meliputi: (1)
Retraksi pipi penderita, kemudian tempatkan periodontal probe 1 mm ke dalam sulkus
atau poket pada aspek distal dari gigi yang paling posterior di setiap kuadran, (2)
Gerakkan probe perlahan di sepanjang sulkus hingga ke area mesial interproksimal dari
aspek fasial, (3) Lakukan tahap yang sama pada gigi-gigi lain di tiap kuadran, (4) Tunggu
30 detik, kemudian catat perdarahan yang terjadi pada sisi distal, fasial, dan mesial, (5)
Lakukan probing dari aspek lingual dan palatal (Newman, 2006).
Prosentase dari jumlah permukaan perdarahan dikalkulasi dengan membagi
jumlah permukaan yang mengalami perdarahan dengan jumlah total permukaan gigi (4
sisi tiap gigi), kemudian dikalikan 100 untuk mengkonversikan hasil tersebut ke dalam
bentuk persen (Newman 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Carranza, A. Fermin, Takei, H. Henry, and Newman, G Michael, 2002, Clinical Periodontology,
Saunders Company, USA.
Hauwink et al., 1993. Ilmu kedokteran gigi pencegahan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Itjinningsih, 1995, Anatomi Gigi, Buku Kedokteran, Jakarta.
Lindhe, Jan, 1993, Textbook of Clinal Periodontology, Munksgaard, Copenhagen.
Mount, J. Graham and Hume, W.R., 2005, Preservation and Restoration of Tooth Structure,
Knowledge Book and Software, Australia.

Pilot,T. 1993, Penyakit Periodontal, dalam Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Howink, B., dkk.,
Penerjemah : Sutatmi Suryo, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Terigan, R., 1995, Kesehatan Gigi dan mulut, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai