62105860-Ototoksik. Referat THT
62105860-Ototoksik. Referat THT
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
222 juta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ototoksisitas adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organ
vestibuler yang berfungsi mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengaran
dari labirin ke otak yang disebabkan oleh zat-zat kimia atau toxin (obatobatan).1,2,3,4,5
2.2 Anatomi
Bagian utama telinga dalam terdiri dari dua yaitu koklea (rumah siput)
yang merupakan dua setengah lingkaran yang berfungsi sebagai organ
pendengaran dan vestibulum yang terdiri dari tiga buah kanalis semirkularis.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut membran vestibuli sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membran basal melekat sel-sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti yang menbentuk organ
corti. 11
2.4 Patogenesis
Mekanisme dari tuli akibat ototoksik masih belum begitu jelas.
Patologinya meliputi hilangnya sel rambut luar yang lebih apical, yang diikuti
oleh sel rambut dalam. Hal ini permulaannya menyebabkan gangguan pendengaran
frekuensi tinggi yang dapat berlanjut ke frekuensi rendah. Pasien-pasien tertentu
tidak mengetahui adanya gangguan pendengaran hingga defisit mencapai derajat
ringan sedang ( >30 dB hearing level ) pada frekuensi percakapan.
Kebanyakan poin yang terbukti saat ini adalah terdapat
pengikatan obat dengan glikosaminoglikan
ototoksik
mengubah
proses-proses
menyebabkan
biokimia
hilangnya
yang
pendengaran
penting
yang
dengan
menyebabkan
penyimpangan metabolik dari sel rambut dan bisa menyebabkan kematian sel
secara tiba-tiba. 1,5
Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah hilangnya selsel rambut yang dimulai dari basal koklea, kerusakan seluler pada stria vaskularis,
limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler.
Kerusakan vestibuler juga merupakan
aminoglikosida
tertutama
pada
ginjal
dan
sistem
Streptomisin
Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang
Kehilangan sel rambut bagian luar secara terpencar di lengkung basal atas
koklea.
b.
c.
2.
Dihidrostreptomisin
Dihidrostreptomisin dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang
berat dan tidak menentu bahkan sampai setelah 2 bulan setelah dihentikan.
Ketulian tidak bisa, diramalkan serta tidak bergantung pada dosis obat yang
diberikan. Karena efek ototoksiknya yang besar serta kegunaannya yang tidak
lebih bagus daripada streptomisin, obat ini telah ditarik dari peredaran di Amerika
Serikat. 8
3.
Neomisin
Neomisin
tersedia
untuk
penggunaan
topikal
dan
oral,
b.
c.
d.
e.
4.
Gentamisin
Gentamisin buruk absorpsinya melalui oral dan harus diberi secara
parateral untuk penggunaan sistemik. Ketika diberi melalui IM, kadar puncak
tercapai pada 0.5 1 jam. Eliminasi pada serum kira-kira 2 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal normal. Konsentrasi puncak gentamisin tercapai pada akhir
infus selama 2 jam dengan dosis 1 mg/ Kg pada pasien dengan kadar rata-rata 4,5
g/mL ( antar 0,5 8 g/mL).
Konsentrasi aminglikosid pada serum harus dimonitor untuk memastikan
kadar yang adekuat dan untuk menghindari efek toksik. Harus dihindari kadar
diatas 12 g/mL untuk menurukan resiko gagal ginjal dan terjadinya toksisitas
nervus kranial. Sedangkan pada pemberian secra IM, kadar diatas 10 12 g/mL
dianggap menimbulkan efek toksik.
Drugs/Gentamicinpd.html
Gentamisin tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau ampul 60 mg/1,5
ml, 80 mg/2ml, 120 mg/3 ml dan 280 mg/2 ml dan setiap salep atau krim dalam
kadar 0,1 dan 0,3 %. Dosis awal untuk dewasa dan anak-anak dengan dehidrasi
0,75-1,5 mg/kgBB, normal 1-2 mg/kgBB, neonatus 2-2,5 mg/kgBB sedangkan
dosis penunjang dewasa dengan fungsi ginjal normal 1-2 mg/kgBB setiap 6-12
jam, fungsi ginjal terganggu 1-1,5 mg/kgBB setiap 12-48, sedangkan anak dengan
fungsi ginjal normal 1-2 mg/kgBB setiap 4-8 jam dan fungsi ginjal terganggu
1-1,5 mg/kgBB setiap 8-48 jam serta untuk neonatus 2,-2,5 setiap 8-24 jam.6
Gentamisin, seperti juga streptomisin lebih mengenai vestibuler dari
pada auditorik. Kadar efektif untuk infeksi sedang dan berat adalah 6-8
ug/ml, untuk infeksi gawat 8-10 ug/m dan kadar toksik potensial lebih dari
10-12 ug/ml. Dosisnya disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal, lanjut
usia, kegemukkan, sepsis, gagal jantung, luka bakar, dialisis dan neonatus.. Pada
sebuah penelitian diketahui bahwa gentamisin menyebabkan efek ototoksik
sebesar 10 -15 %. 4,6,8
5.
Kanamisin
Untuk suntikan tersedia larutan dan bubuk kering. Larutan dalam vial
ekuivalen dengan basa kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 gr/ 3 ml untuk orang dewasa
10
serta 75 mg/2 ml untuk anak. Untuk pemberian oral kapsul/tablet 250 mg dan
sirup 50 mg/ml.6
Pemberian IV jarang dikerjakan, karena absorpsi melalui suntikan IM
sangat baik. Dosis oral untuk anak adalah 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 kali
pemberian, untuk orang dewasa dapat mencapai 8 gr sehari. Dosis awal pada
dewasa dan anak dengan dehidrasi 5-7,5 mg/kgBB, normal 7,5 mg/kgBB dan
neonatus 10 mg/kgBB. Kadar efektif dalam serum untuk infeksi sedang berat 2025 ug/ml, infeksi berat 25-30 mg/ml dan kadar dalam plasma yang berpotensi
menimbulkan toksik lebih dari 32 ug/ml. Pada pasien yang fungsi ginjalnya
normal, 15 mg/kg/hari kanamisin akan menyebabkan gangguan pendengaran
ringan.6
Efek ototoksik kanamisin tidak seberat neomisin, tetapi seperti halnya
neomisin, efeknya terutama pada koklea. Kanamisin menyebabkan gangguan
pendengaran sensorineural. Diantara obat-obat aminoglikosida, kanamisin paling
sering menyebabkan kerusakan koklea unilateral.
Penemuan histologik efek ototoksik kanamisin adalah :
a.
b.
c.
Krista saluran semisirkuler normal, oleh karena itu degenerasi neural tidak
signifikan. 4,6,8
6.
Aminoglikosida lainnya
Efek ototoksik tobramisin sama dengan kanamisin. Tobramisin tersedia
sebagai larutan 80 mg/2 ml untuk suntikkan IM. Untuk infus dilarutkan dengan
dekstrose 5 % atau larutan NaCL yang diberikan dalam 30-60 menit. Tidak boleh
diberikan dalam 10 hari dengan dosis untuk orang dewasa dan anak-anak dengan
dehidrasi 0,75-1,5 mg/KgBB, normal 1-2 mg/kgBB dan neonatus 2-2,5 mg/kgBB.
Dosis penunjang tobramisin dewasa degang fungsi ginjal normal 1-2 mg/kgBB
setiap 6-12 jam, gangguan fungsi ginjal 1-1,5 mg/kgBB setiap 12-48 jam, anakanak fungsi ginjal normal 1-2 mg/kgBB setiap 4-8 jam, gangguan fungsi ginjal 11,5 mg/kgBB setiap 8-48 jam dan neonatus 2-2,5 mg/kgBB setiap 8-24 jam.
Kadar efekti untuk infeksi sedang dan berat adalah 6-8 ug/ml, untuk infeksi
11
gawat 8-10 ug/m dan kadar toksik potensial lebih dari 10-12 ug/ml . Dosisnya
disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal, lanjut usia, kegemukkan, sepsis,
gagal jantung, luka bakar, dialisis dan neonatus.6,12
Amikasin memiliki efek toksik yang ringan terhadap vestibular dan
lebih rendah efek ototoksiknya daripada gentamisin. Obat ini tersedia untuk
suntikan IM dan IV dalam vial berisi 100,250, 500, 1.000 dan 2.000mg.
Dosis awal lazim yang digunakan pada dewasa dan anak dengan dehidrasi 5-7,5
mg/kgBB, normal 7,5 mg/kgBB dan neonatus 10 mg/kgBB. Kadar efektif dalam
serum untuk infeksi sedang berat 20-25 ug/ml, infeksi berat 25-30 mg/ml dan
kadar dalam plasma yang berpotensi menimbulkan toksik lebih dari 32 ug/ml.
Adanya gangguan pada fungsi ginjal memerlukan pengurangan dosis dan
perpanjangan interval waktu antara dosis dengan berpedoman pada kadar efektif
didalam darah yang berkisar antara 5-10 ug/ml sampai 20-25 ug/ml.6,12
b. Antibiotik Lainnya
1.
Eritromisin
Termasuk ke dalam golongan makrolid yang bekerja menghambat sintesis
12
2. Vankomisin
Beberapa gejala yang sering muncul pada ototoksik pada umumnya adalah
tinitus dimana ini terjadi pada pasien dengan konsentrasi serum vankomisin yang
tinggi pada gagal ginjal atau pada pasien yang mendapatkan terapi aminoglikosida
secara bersamaan, digunakan dalam waktu yang lama, dan dalam dosis yang
besar.5,6,10
Karena sangat toksik, obat ini hanya digunakan bila penderita alergi
terhadap obat yang lain lebih aman. Ketulian permanen dan uremia yang fatal
karena itu perlu pemeriksaan audiogram dan faal ginjal secara teratur, lebih lebih
bila berlangsung dalam 1 minggu. Obat ini tersedia dalam bubuk 500 mg untuk
pemberian IV. Dosis untuk dewasa 2-4 gr/hari yang dibagi dalam beberapa
pemberian dan untuk anak 40 mg/kgBB/hari. Dosis ini diberikan dengan
dilarutkan dalam 100-200 ml NaCL atau dekstrose 5 % yang diberikan IV secara
perlahan-lahan, kadar puncak terapeutik vankomisin 25-40 mg/mL, kadar normal
5-12 mg/mL dan efek toksik terjadi saat kadar vankomisin mencapai > 80 mg/mL
(SI: > 54mmol/L).6, Anonimous. 2011. Vancomycin. Diunduh dari http://drugsarea.com/Dets-Drugs/Vancomycinpd.html
c.
Diuretik
Dua diuretik penyebab utama efek ototoksik adalah furosemid dan asam
etakrinat. Dimana kedua obat ini merupakan diuretik yang efeknya sangat
kuatdibandingkan dengan yang lain. Manifestasi ototoksiknya adalah gangguan
pendengaran sensorikneural, tinnitus dan vertigo. Asam etakrinat dapat
menyebabkan ketulian sementara maupun menetap dan hal ini merupakan
efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada
furosemid. Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi
elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik
kelompok obat ini. Bila karena suatu hal diperlukan pemberian obat yang juga
bersifat ototoksik, misalnya aminoglikosida, sebaiknya dipilih diuretik lainnya,
misalnya tiazid.6
Efek ototoksik tampak pada sistem dari penghambatan sodium-pomsium
ATPase koklear, menyebabkan perubahan komposisi elektrolit endolimfe.
Gangguan pendengaran pada asam etakrinat dan furosemid umumnya
13
Sedangkan
untuk
pemberian
secara
oral
untuk
dewasa
dosis
14
Anonimous. 2011.
4,8,
Anonimous.
2011.
Ethacrynic
Acid.
Diunduh
dari
http://drugsarea.com/Dets-
Drugs/EthacrynicAcidpd.html
d. Salisilat
Asam salisilat dan derivatnya yang lebih dikenal dengan sebagai asetosal
dan aspirin sering dipakai sebagai analgetik, antiperitik, keratolitik dan
antireumatik. Gejala toksik umumnya berupa asidosis metabolik sedangkan gejala
utama berupa salisilismus, dan beberapa tahun ini ototoksik akibat salisilat banyak
diteliti oleh karena terapi aspirin dosis tinggi pada arthritis rematoid. Tata, 2010, keracunan
salisilat. Diunduh dari: http://tatablo9.blogspot.com/
Untuk memperoleh efek anti inflamasi yang baik kadar plasma perlu
dipertahankan antara 250-300 mcg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis 4 gr/hari
untuk orang dewasa. Sedian paling banyak adalah aspirin dalam bentuk 100 mg
untuk anak-anak dan 500 mg untuk dewasa dimana dosis yang lazim digunakan
adalah 325-650 mg untuk dewasa diberikan secara oral setiap 3 atau 4 jam. Untuk
anak-anak 15-20 mg/kgBB yang diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak
melebihi 3,6 gr/hari, gejala toksik natrium salisilat pada orang dewasa terjadi jika
menelan 10g/lebih dalam periode 12-14 jam (kadar plasma >30mg/100ml) dan
akan bersifat letal dengan dosis 20-30 g. Dosis letal pada anak yaitu pada 2,7 g
metol salisilat.6, Tata, 2010, keracunan salisilat. Diunduh dari: http://tatablo9.blogspot.com/
Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensori neural frekuensi
15
tinggi, bilateral dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan pendengaran akan
pulih dan tinnitus akan hilang. Keracunan salisilat yang berat dapat menimbulkan
kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Gejalanya adalah
nyeri kepala, pusing, tinnitus, gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa
bingung, cemas, rasa kantuk, banyak keringat, haus, mual dan muntah. 4,5,6,8
e.
Anti Malaria
Kina dan klorokuin adalah obat anti malaria yang biasa digunakan.
Absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadia lengkap dan cepat dan makanan
mempercepat absorpsi ini. Metabolisme dalam tubuh berlangsung lambat sekali
dan metabolitnya dieksresi melalui urin. Dosis harian 300 mg menyebabkan kadar
mantap kira-kira 125 ug/l sedangkan dengan dosis oral 0,5 gr tiap minggu dicapai
kadar plasma antara 150-250 ug/l.6
Untuk terapi supresi diberikan klorokuin difosfat 0,5-1 gr sekali seminggu
pada hari yang tetap, sejak 1 minggu sebelum seseorang menuju ke daerah
endemik dan diteruskan sampai paling sedikit 6 minggu setelah meninggalkan
tempat dan pada anak-anak 5 mg/kgBB dengan cara yang sama dan serangan
klinik diatsi dengan dosis awal 1 gr disusul dengan 0,5 gr setelah 6 jam dan 2 hari
berikutnya sehingga total 2,5 gr dalam 3 hari. Dosis boleh diulang dalam 6 jam
dengan syarat dalam 24 jam tidak melebihi 800 mg klorokuin basa.6
Kina adalah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona. Kina
digunakan dalam terapi malaria. Untuk pemberian oral dikenal 2 regimen dosis
yaitu garam kina 3 kali sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama 3 tablet Fansidar
dosis tinggal, garam kina 3 kali sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama tetrasiklin
4 kali sehari 250 mg selam 7 hari. Dosis kina untuk anak-anak 25 mg/kgBB hari
yang diberikan sebagai dosis terbagi seperti orang dewasa, dosis suntikan atau
infus pada dewasa 10-20 mg/kgBB garam kina dilarutkan dalam 500 ml NaCL dan
dekstrosa 5 % yang di infus perlahan selam 4 jam dan dosis untuk anak-anak 12,5
mg/kgBB/hari maksimum perhari 25mg/kgBB.6
Efek ototoksisitasnya berupa gangguan pendengaran sensorineural dan
tinitus. Kuinin dapat menyebabkan sindroma berupa gangguan pendengaran
sensorineural, tinnitus dan vertigo. Tetapi bila pengobatan dihentikan biasanya
16
pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan hilang. Studi terbaru menyatakan
bahwa kuinin mengganggu motilitas sel-sel rambut. Pada pemakaian klorokuin
pada dosis tinggi (lebih dari 250 mg sehari) atau penggunaan lama (diatas 1
tahun), efek sampingnya lebih hebat, yaitu rambut rontok, tuli menetap, dan
kerusakan menetap.
Perlu dicatat bahwa kina dan klorokuin dapat melalui plasenta. Pernah ada
laporan kasus tentang tuli kongenital dan hipoplasi koklea karana pengobatan
malaria waktu ibu sedang hamil. 4,6,8
f.
Anti Kanker
Neurotoksik atau neuropari perifer terjadi tergantung pada dosis dan durasi
Drugs/Vancomycinpd.html
Walaupun obat anti kanker pernah dilaporkan bersifat ototoksik, obatobatan tersebut sangat jarang ditemukan sebagai satu-satunya penyebab gangguan
vestibuler. Cisplatin adalah anti kanker yang paling luas penggunaannya, namun
sayangnya bersifat kokleotoksik dan nefrotoksik. Toksisitas cisplatin sinergis
dengan gentamisin dan pada dosis tinggi cisplatin telah dilaporkan dapat
menyebabkan tuli total. Pada binatang percobaan, ototoksisitas cisplatin
berhubungan dengan peroksidasi lipid. Carpolatin dan cisplatin diklasifikasikan
sebagai ankylating agents, keduanya merusak sel-sel kanker (dan beberapa sel
tubuh yang sehat juga ikut rusak) dengan cara merusak DNA dari sel tersebut.
Gejala yang ditimbulkan cisplatin sebagai ototoksisitas adalah tuli
subjektif, tinnitus dan otalgia, tetapi dapat juga disertai dengan gangguan
17
18
belum
ditemukan
kaitan
pasti
antara
obat
anti
2.7 Penatalaksanaan
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila
pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam
dapat diketahui secara audiometrik, maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut
harus segera dihentikan. Berat ringan ketulian yang terjadi tergantung kepada
jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan. Kerentanan pasien termasuk yang
menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat tersendiri. Apabila ketulian sudah
terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan alat Bantu dengar
(ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakan sisa
pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan
belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral dapat dipertimbangkan
pemasangan implan koklea. 10, 11
2.8 Pencegahan
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka
pencegahan menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk
mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien,
19
monitoring ketat level obat dalam serum dan fungsi ginjal harus baik sebelum,
selama dan setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur fungsi audiometri
sebelum terapi, memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan
gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang
pendengaran dan vertigo. 11, 2010
Pada pasien-pasien yang telah mulai menunjukkan gejala tersebut diatas
harus dilakukan evaluasi audiologik dan segera menghentikan pengobatan dan
baiknya antibiotik yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran baiknya tidak
diberikan pada wanita hamil, berusia lanjut dan orang-orang yang sebelumnya
pernah menderita ketulian dan sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap kadar
obat dalam darah jika memungkinkan baik sebelum dan selama pengobatan
berlangsung.8,11
2.9 Prognosis
Prognosis sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan, kerentanan pasien, adanya faktor resiko seperti gagal ginjal akut
ataupun kronis dan penggunaan obat ototoksik yang lain secara bersamaan akan
tetapi pada umumnya prognosis tidak begitu baik dan malah makin memburuk. 10,
11
BAB III
KESIMPULAN
Ototoksisitas adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan
organ
Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah hilangnya sel-sel
rambut yang dimulai dari basal koklea, kerusakan seluler pada stria
vaskularis, limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler. Yang
menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut ke
frekuensi rendah.
Tinitus dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas. tinitus cirinya
kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz serta biasa
bilateral, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit
memfiksasi pandangan, terutama setelah perubahan posisi, ataksia dan
oscillopsia tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya.
Obat obat yang sering menyebabkan Ototoksik diantaranya :
a. Golongan Aminoglikosida ( Streptomisin, Dihidrostreptomisin, Neomisin,
Gentamisin, Kanamisin )
b. Diuretik ( Asam Etakrinat dan Furosemid )
c. Salisilat ( aspirin )
d. Anti Malaria ( Kina dan klorokuin )
e. Anti kanker ( Cisplastin )
f. Obat topikal telinga
Pencegahan dengan mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik,
menilai kerentanan pasien, monitoring ketat level obat dalam serum dan
fungsi ginjal harus baik selama dan setelah terapi, mengukur fungsi
audiometri sebelum terapi, memonitor efek samping secara dini
Berat ringan ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat, jumlah dan
lamanya pengobatan jenis obat, lamanya pengobatan, kerentanan pasien,
adanya faktor resiko seperti gagal ginjal akut ataupun kronis dan penggunaan
obat ototoksik.
Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara
lain dengan alat Bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory training,
termasuk cara menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar,
belajar komunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli
total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea
21
22