Anda di halaman 1dari 4

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT OBAT-OBATAN (OTOTOKSIK)

a. Definisi
Ototoksik adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi karena efek
samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi pada pendengaran biasanya
bermanifestasi menjadi tuli sensoryneural. Yang dapat bersifat reversibel dan bersifat
sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen.
b. Etiologi
Disebabkan oleh obat-obatan ototoksik seperti :
1. Obat-obat golongan aminoglikosida
Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan
kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga terjadi tuli
unilateral disertai gangguan vestibular.
Obat-obat tersebut adalah : streptomisin,neomisin,kanamisin, gentamisin, tobramisin,
amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin. Gentamisin dan streptomisin
merupakan oabat ototoksitas yang paling sering.
2. Eritromisin
Gejala pemeberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang pendengaran
subjektif tinnitus yang meniup dan kadang-kadang disertai vertigo. Antibiotic lain
seperti vankomisin, viomisin, capreomisin, minosiklin dapat mengakibatkan atotoksitas
bila diberikan pada pasien yang terganggu fungsi ginjalnya.
3. Loop diureticts
Ethycrynic acid, furosemid dan butamide adalah diuretic yang kuat yang disebut loop
diuretic karena dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-elektrolit dan airpada cabang
naik dari lengkungan Henle. Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi ringan,
tetapi pada kasus-kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen.
4. Obat anti inflamasi
Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi
dan tinnitus. Tetepi bila obat dihentikan pendengaran akan pulih dan tinnitus akan
hilang.
5. Obat anti malaria
Kina dan klorokuin adalah anti malaria yang biasa digunakan. Efek ototoksitasnya
berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan biasanya
pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan hilang.
6. Obat anti tumor
Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksitas adalah tuli subjektif,
tinnitus dan otalgia, tetapi dapat terjadi juga ganngguan keseimbangan. Tuli biasanya
bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8 KHz, kemudian terkena
frekuensi yang lebih rendah.tinitus biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada
penghentian pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat bisa bersifat
menetap.
7. Obat tetes telinga

Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosid seperti


neomisin dan polimiksin B. terjadinya ketulian oleh karena obat tersebut bias
menembus membrane tingkap bundar (round window membrane). Walaupun
membrane tersebut pada manusia lebih tebal 3x dibandingkan pada baboon (semacam
monyet besar) ( >65 mikron), tetapi dari hasil penelitian masih dapat ditembus oleh
obat-obat tersebut.sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar.
c. Tanda dan Gejala
Tinnitus
Tinnitus biasanya menyertai segala jenis tulisensorial oleh sebab apapun dan sering
mendahului serta lebih mengganggu dari pada tulinya sendiri. Tinnitus yang berhubungan
dengan ototoksitas cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 kHz-6KHz. Pada
keadaan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga tdk pernah
hilang.
Gangguan pendengaran
Vertigo
d. Patomekanisme
Toksisitas aminoglikosida terutama target ginjal dan sistem cochleovestibular, namun tidak
jelas ada korelasi antara tingkat nephrotoxicity dan ototoxicity. Toksisitas koklea yang
mengakibatkan gangguan pendengaran biasanya dimulai dalam frekuensi tinggi dan
sekunder untuk kerusakan ireversibel luar sel-sel rambut pada organ Corti, terutama pada
pergantian basal koklea. Mekanisme aminoglikosida ototoxicity diperantarai oleh gangguan
sintesis protein mitokondria, dan pembentukan radikal oksigen bebas. Mekanisme awal
aminoglikosida dalam merusak pendengaran adalah penghancuran sel-sel rambut koklea,
khususnya sel-sel rambut luar..
Aminoglikosida muncul untuk menghasilkan radikal bebas di dalam telinga bagian dalam
dengan mengaktifkan nitric oksida sintetase yang dapat meningkatkan konsentrasi oksida
nitrat. Radikal oksigen kemudian bereaksi dengan oksida nitrat untuk membentuk radikal
peroxynitrite destruktif, yang dapat secara langsung merangsang sel mati. Apoptosis adalah
mekanisme utama kematian sel dan terutama diperantarai oleh kaskade mitokondria
intrinsik. Nampaknya aminoglikosida berinteraksi dengan logam transisi seperti sebagai
besi dan tembaga mungkin terjadi pembentukan radikal bebas tersebut. Akhirnya fenomena
ini menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel rambut luar koklea, yang
mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen.
Ototoxicity aminoglikosida kemungkinan multifaktor, dan penyelidikan lebih lanjut terus
berlanjut. Beberapa penelitian sedang menyelidiki chelators besi dan antioksidan sebagai
agen mungkin untuk mencegah gangguan pendengaran selama terapi, sementara studi lain
mengeksplorasi bentuk terapi gen sebagai pilihan pengobatan di masa depan.
Saat ini, tidak ada perawatan yang tersedia selain dari amplifikasi dan implantasi koklea,
karena itu, pencegahan sangat penting.
e. Diagnosis

Anamnesis
a. Tinitus, ganguan pendengaran, vertigo gejala utama ototoksik
b. Riwayat pemakaian obat ototoksik yang lama
c. Biasanya tuli arena obat itu Tuli sensorineural ( tidak ada gap), tuli bilateral
atau unilateral.
Pemeriksaan fisik
1. Tuli nada tinggi 4 KHz samapai 6 KHz
2. 1-4 Grade ototoksik menurut CTCAE ( the national cancer institute common
terminology criteria adverse event.
a. Grade 1 : perubahan/kehilangan ambang batas dengar 15 25 dB
b. Grade 2 : > 25 90 dB
c. Grade 3 : Indikasi hearing aid ( > 20 dB bilateral HL in the speech frequencies,
> 30 dB unilateral HL )
d. Grade 4 : indikasi implant koklea dan perlu latihan melihat bahasa bibir
f. Penatalaksanaan
Saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat mengembalikkan kerusakan telinga yang terjadi
karena konsumsi obat-obatan golongan Aminoglikosida. Bila pada waktu pemberian obatobatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dalam diketahui secara
audiiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus segera dihentikan.
Berat ringannya ketulian tergantung dari jenis obat, jumlah, dan lamanya penggunaan obat.
Hal tersebut lebih rentan terjadi pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan jenis obat itu
sendiri.
Pengobatan yang tersedia saat ini ditujukan untuk mengurangi dampak kerusakan dan
merehabilitasi fungsi. Individu dengan gangguan pendengaran dapat dibantu dengan alat
bantu dengar, psikoterapi, auditory training, termasuk dengan mengguanakn sisa
pendengaran dewngan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan blajar bahasa
isyarat. Dan mereka yang mengalami gangguan pendengaran bilateral yang sudah
mendalam dapat diatasi dengan melakukan implan koklea. Dalam kasus kehilangan fungsi
keseimbangan, terapi fisik merupakan hal yang sangat bernilai bagi banyak individu.
Tujuannya adalah untuk membantu otak menjadi terbiasa dengan informasi yang berubah
dari telinga bagian dalam dan untuk membantu individu dalam mengembangkan cara lain
untuk menjaga keseimbangan.
Tetapi dalam kasus-kasus tertentu yang terjadi karena rusaknya organ vestibuler seperti
terjadinya tinnitus, vertigo, ataupun kehilangan keseimbangan rupanya juga dapat
ditanggulangi dengan obat aminoglikosida, dengan mempengaruhi system vestibuler yang
sebenarnya sudah mengalami kelainan pada awalnya. kelainan awal di organ vestibuler
yang sudah terbentuk mekanismenya di rusak oleh aminoglikosida yang bersifat ototoksik
terhadap organ vestibuler, sehingga gejala awal seperti tinnitus ataupun vertigo menjadi

berkurang, walaupun pada akhirnya dapat memberikan efek ototoksik pada organ
vestibuler lainnya atau organ akustik yang lain.
g. Pencegahan
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat ototoksik , maka pencegahan menjadi
lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk mempertimbangkan
pengguanaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien, memonitor efek samping
secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala ototoksisitas pada telinga dalam
yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan vertigo.
Pada pasien yang menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus dilakukan evaluasi
audiologik dan menghentikan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai