Ternyata
Ternyata
Gunung Toba berada di bawah dasar Danau Toba Sumatera Utara, yang sewaktu - waktu di
perkirakan dapat meletus. Gunung Toba sampai saat ini masih memiliki anak, bahkan Gunung
Sinabung yang beberapa waktu lalu meletus dan Gunung Sibayak, merupakan anak dari Gunung
Toba.
Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus tiga kali :
Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di
selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.
Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan
ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan
Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat.
Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba
sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Letusan Gunung Toba merupakan letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah
diketahui di planet Bumi ini. Dan hampir memusnahkan generasi umat manusia di planet Bumi.
73.000 tahun yang lalu letusan dari supervolcano di Indonesia hampir memusnahkan seluruh
umat manusia, hanya sedikit yang selamat. Kedahsyatan letusan gunung Toba memang sangat
terkenal dan merupakan 3 besar letusan volcano terdahsyat di planet bumi. Dan dikabarkan juga
matahari sampai tertutup selama 6 tahun.
Letusan ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang telah dialami di bumi sejak masa
dimana manusia bisa berjalan tegak. Dibandingkan dengan SuperVolcano Toba, bahkan krakatau
yang menyebabkan sepuluh ribu korban jiwa pada 1883 hanyalah sebuah sendawa kecil. Padahal
krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT. Sebagai perbandingan: ledakan
Bom Nuklir hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton, dan secara lisan maka daya
musnahnya 10.000 kali lebih lemah dibanding krakatau. Letusan Gunung toba hampir
memusnahkan umat manusia 73.00 tahun yang lalu.
Bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan,
yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Yang mungkin telah mengurangi jumlah populasi
manusia menjadi hanya sekitar 5000 sampai 10000 manusia saja.
Sebenarnya manusia jaman sekarang berasal dari beberapa ribu manusia yang selamat dari
letusan super volcano Toba 73.000 tahun yang lalu
Oleh karena itu Gunung berapi di Indonesia bertanggung jawab atas hampir musnahnya umat
manusia. Dan Dari 60 hingga 70 gunung berapi yang dapat ditemuai di area tersebut (Indonesia)
sekarang.
Beberapa diantaranya menjadi aktif kembali dalam beberapa bulan maupun beberapa minggu
setelah gempa di dasarlaut pada bulan desember 2004.
Letusan Gunung Toba ini, yang menyebabkan timbulnya Danau Toba, yang merupakan danau
terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara dan memiliki pemandangan yang begitu indah. Di
tengah danau ini ada satu pulau yang di sebut dengan Pulau Samosir, yang merupakan asal
Kedahsyatan letusan gunung api raksasa (supervolcano) Toba itu, bersumber dari gejolak bawah
bumi yang hiperaktif. Lempeng lautan Indo-Australia yang mengandung lapisan sedimen
menunjam di bawah lempeng benua Eurasia, tempat duduknya Pulau Sumatera, dengan
kecepatan 7 sentimeter per tahun.
Gesekan dua lempeng di kedalaman sekitar 150 kilometer di bawah bumi itu menciptakan panas
yang melelehkan bebatuan, lalu naik ke atas sebagai magma. Semakin banyak sedimen yang
masuk ke dalam, semakin banyak sumber magmanya.
Kantong magma Toba yang meraksasa tersebut, disuplai oleh banyaknya lelehan sedimen
lempeng benua yang hiperaktif. Kolaborasi tiga peneliti dari German Center for Geosciences
(GFZ) dengan Danny Hilman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauzi dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2010 lalu menyimpulkan, bahwa
di bawah Kaldera Toba terdapat dua dapur magma yang terpisah.
Dapur magma ini diperkirakan memiliki volume sedikitnya 34.000 kilometer kubik yang
mengonfirmasi banyaknya magma yang pernah dikeluarkan oleh gunung ini sebelumnya.
Tak hanya dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dari dapur magma, Kaldera Toba ternyata juga
sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang mengimpitnya, sehingga kalangan geolog
menyebutnya sebagai vulkano-tektonik.
Tumbukan lempeng bumi yang sangat kuat dari lempeng Indo-Australia, telah memicu
terbentuknya sesar geser besar yang disebut sebagai Zona Sesar Besar Sumatera (Sumatera Fault
Zone/SFZ). Sesar ini memanjang hingga 1.700 kilometer dari Teluk Lampung, hingga Aceh.
Hampir semua gunung berapi di Sumatera berdiri di atas sesar raksasa ini.
Uniknya, Kaldera Toba tidak berada persis di atas sesar ini. Dia menyimpang beberapa kilometer
ke sebelah timur laut sesar Sumatera. Di antara Sungai Barumun dan Sungai Wampu,
Pegunungan Barisan (yang berdiri di atas sesar) tiba-tiba melebar dan terjadi pengangkatan
dari bawah yang membentuk dataran tinggi; panjangnya 275 km dan lebar 150 km yang disebut
Batak Tumor, papar Van Bemmelen, geolog Belanda yang pada 1939 untuk pertama kali
mengemukakan bahwa Toba adalah gunung api.
Pengangkatan Batak Tumor ini, disebut Bemmelen, menjadi fase awal pembentukan Gunung
Toba. Saat pembubungan terjadi, sebagian magma keluar melalui retakan awal membentuk tubuh
gunung. Jejak awal tubuh gunung ini masih terlihat di sekitar Haranggaol, Tongging, dan
Silalahi. Sementara sebagian besar lainnya telah musnah saat terjadinya letusan Toba terbaru
sekitar 74.000 tahun lalu (Youngest Toba Tuff/YTT).
Danau Toba jelas terpengaruh oleh gaya sesar ini. Bentuk Danau Toba yang memanjang, bukan
bulat sebagaimana lazimnya kaldera, menunjukkan dia terpengaruh dengan gaya sesar geser
yang berimpit di kawasan ini.
Sisi terpanjang danau, yang mencapai 90 km, sejajar dengan Zona Sesar Sumatera, yang
merupakan salah satu patahan teraktif di dunia selain Patahan San Andreas di Amerika. Aktivitas
gunung berapi di Sumatera, termasuk Toba, dikontrol oleh patahan ini.
6 Hal Mengerikan ini Akan Terjadi Jika Danau Toba Meletus Sekali Lagi
Jutaan ton material asam belerang akan menyelimuti bumi [Image Source]Bahkan
ketika ini terjadi di masa lalu, dunia tiba-tiba gelap seketika. Seperti ketika
Sumatera dan Kalimantan terkena bencana asap, namun dengan tingkat yang lebih
parah lagi. Bahkan momen kegelapan ini diperkirakan tak hilang dalam waktu
beberapa tahun. Ngeri!
Samudera hanya beberapa derajat dari titik beku [Image Source]Penelitian ini pun
dikembangkan termasuk dengan penemuan debu-debu fulkanis kuno di Greenland.
Lewat penelitian ini akhirnya terkuak sebuah titik temu. Si peneliti yakin jika ada
sebuah fenomena yang memicu suhu ekstrem ini. Dan pada akhirnya diketahui jika
penyebabnya adalah erupsi Gunung Toba. Sang geolog juga menyebutkan jika garagara erupsi ini samudera seluruh dunia mengalami penurunan suhu sampai 5
derejat celcius. Hampir beku!
Bumi akan mengalami cuaca super ekstreme [Image Source]Dunia mungkin akan
memasuki zaman es namun berbeda versi. Akibat letusan Toba, Bumi tak hanya
membeku tapi juga gelap luar biasa. Takkan ada yang sanggup melewati ini, hingga
akhirnya skenario ini bakal jadi akhir kehidupan makhluk hidup.
Pulau Samosir mungkin juga akan lenyap [Image Source]Hal ini sangat mungkin
karena Toba terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, IndoAustralia dan Pasifik. Saling tumbuk tiga lempeng ini menyebabkan subduksi atau
penyusupan. Sehingga gara-gara ini eksistensi Danau Toba Sendiri jadi terancam.
Saat erupsi sendiri pasti juga akan terjadi lontaran besar, di momen tersebut pasti
juga akan mengakibatkan sebagian pulau Samosir terlempar.
Kejadian ini juga akan memicu gunung berapi lain untuk erupsi [Image
Source]Setelah Toba meledak, maka kemungkinan besar deretan gunung yang
berada pada jalur tektoniknya ikut erupsi pula. Jika gunung-gunung meletus
bersamaan, maka tak terbayangkan ngerinya.
Bencana-bencana seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa diintevensi manusia. Ada pun alat-alat
canggih yang ada sifatnya hanya memberikan peringatan, tidak mencegah. Jadi, jika bencana ini
terjadi, maka sepertinya takkan ada harapan. Bahkan kata para peneliti, kehidupan takkan pernah
mudah lagi ketika super volcano memuntahkan isinya.
tanggal 10-11 April 1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap
sebagai suara tembakan senapan. Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini
semakin kuat.
Tiga lajur api terpancar dan bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api.
Batuan apung dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan
abu pada pukul 9:00-10:00 malam.
Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh sisi semenanjung, memusnahkan
desa Tambora. Ledakan besar terdengar sampai sore tanggal 11 April. Abu menyebar sampai
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bau nitrat tercium di Batavia dan hujan besar yang
disertai dengan abu tefrit jatuh, akhirnya letusan Tambora kembali mulai mereda antara tangal
11 dan 17 April 1815 dan sekaligus melenyapkan tiga kerajaan pada masa itu.
Debu vulkanik menyebar setinggi puluhan kilometer mempengaruhi iklim seantero Bumi,
menutup sinar matahari selama berbulan-bulan lamanya Bumi bagian utara dan selatan tetap
menjadi dingin Di Eropa dan Amerika Utara pun matahari tetap tertutup debu vulkanik dan
membuat daerah tersebut tetap dingin walau dimusim panas. Jutaan orang kelaparan, mayat
terkapar bergelimpangan, semua akibat tumbuhan layu dan mati tanpa adanya matahari
sepanjang tahun. Salju tak kunjung cair, mengerikan. masa itu dikenal dunia sebagai Tahun
yang tak melalui musim panas atauA year without summer.
Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau
Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian
kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat
laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sejarah
Letusan
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora
telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan ketiga letusan Tambora terjadi pada tahun:
Letusan
pertama:
39.910
sebelum
masehi,
Letusan
kedua:
3.050
Letusan ketiga: 740 sebelum masehi, selama 150 tahun.
selama
sebelum
200
tahun
masehi
Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan
memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga.
Jumlah konsentrasi sulfat di inti es dari Tanah Hijau tengah, tarikh tahun dihitung dengan variasi
isotop oksigen musiman. Terdapat letusan yang tidak diketahui pada tahun 1810-an. Sumber: Dai
(1991 / wikimedia.org)
Namun pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.
Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada
bulan April tahun 1815.
Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah
semburan tefrit sebesar 1.6 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa,
kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera.
Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora
setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.
Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang berada di Surabaya mencatat dalam buku
hariannya mengaku mendengar letusan tersebut, juga beberapa orang di benua Australia bagian
Barat Laut.
Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tiba-tiba muncul awan mendung
yang membuat redupnya sinar matahari.
Peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Igan Supriatman Sutawidjaja,
dalam tulisannya, Characterization of Volcanic Deposits and Geoarchaeological Studies from
the 1815 Eruption of Tambora Volcano, menyebutkan, distribusi awan panas diperkirakan
mencapai area 820 kilometer persegi.
Artifak peninggalan penduduk asli kerajaan Tambora yang ikut terkubur abu vulkanik
(newswise.com)
Letusan gunung Tambora juga tercatat sebagai letusan gunung yang paling mematikan.
Jumlah korban tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa tapi sebagian ahli
menyebut angka 91.000 jiwa.
Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan dan sisanya karena bencana
kelaparan dan penyakit yang mendera.
Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan
Amerika Serikat, yang didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang
menyebabkan tahun tanpa musim panas di dua benua itu.
Bahkan di Eropa, Napoleon Bonaparte kalah perang karena efek dari gunung Tambora ini.
Berikut ringkasan laporan kesaksian saat letusan Gunung Tambora terjadi, yang disarikan dari
Transactions of the Batavian Society Vol VIII, 1816, dan dan The Asiatic Journal Vol II,
Desember 1816.
Selama enam minggu arkeolog menggali telah menemukan sisa dua mangkok untuk orang
dewasa berbahan perunggu, pot keramik, peralatan dari besi dan artifak lainnya. Desain dan
dekorasi dari artefak menunjukkan bahwa budaya Tamboran (orang Tambora) terkait dengan
budaya orang Vietnam dan orang Kamboja. (Image: URI News Bureau)
Sumanap
(Sumenep),
10
April
1815
Sore hari tanggal 10, ledakan menjadi sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang
kota, laksana tembakan meriam.
Menjelang sore keesokan harinya, atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada
pukul 16.00.
Pada pukul 19.00 tanggal 11, arus air surut, disusul air deras dari teluk, menyebabkan air sungai
naik hingga 4 kaki dan kemudian surut kembali dalam waktu empat menit.
Baniowangie
(Banyuwangi),
10
April
1815
Pada tanggal 10 April malam, ledakan semakin sering mengguncang bumi dan laut dengan
kejamnya. Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan terus berkurang secara perlahan hingga
akhirnya benar-benar berhenti pada tanggal 14.
Fort
Marlboro
(Bengkulu),
11
April
1815
Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman ini pada pagi hari tanggal 11 April 1815.
Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus sejak fajar
merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan, tetapi tidak menemukan apa pun.
Suara yang sama juga terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang, Moco-moco,
dan wilayah lain. Seorang asing yang tinggal di Teluk Semanco menulis, sebelum tanggal 11
April 1815 terdengar tembakan meriam sepanjang hari.
Dua ilmuwan sedang menyelidiki bekas-bekas peradaban yang telah lenyap di dekat gunung
Tambora.
Jam 11.30 mulai terlihat cahaya matahari menerobos awan abu tebal. Pukul 05.00 sudah semakin
terang, tetapi masih tidak bisa membaca atau menulis tanpa cahaya lilin.
Tidak ada seorang yang ingat ataupun tercatat dalam tradisi erupsi yang sedemikian besar.
Ada yang melihat kejadian itu sebagai transisi kembalinya pemerintahan yang lama.
Lainnya melihat kejadian itu dari sisi takhayul dan legenda bahwa sedang ada perayaan
pernikahan Nyai Loro Kidul (Ratu Kidul) yang tengah mengawini salah satu anaknya.
Maka dia tengah menembakkan artileri supernaturalnya sebagai penghormatan. Warga menyebut
abu yang jatuh berasal dari amunisi Nyai Loro Kidul.
1815
Dengan sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali. Pagi hari tanggal 15 April, kami
berlayar dari Makassar dengan sedikit angin.
Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun tertutup debu. Di sepanjang pantai, pasir
terlihat bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang. Perahu sangat sulit
menembus Teluk Bima karena laut benar-benar tertutup.
Heinrich Zollinger, Peneliti Pertama Penyingkap Gunung Tambora 1847
Heinrich Zollinger merupakan peneliti yang berjejak pertama kalinya di Tambora usai gunung itu
menunjukkan amarahnya. Zollinger menyambanginya pada 1847 atau 32 tahun setelah letusan
mahadahsyat yang berdampak pada perubahan iklim dunia.
Dia mendaki dan memanjat reruntuhan tebing ketika Tambora masih hangat berselimut kepulan
asap yang menyeruak ke angkasa.
Patung dada Heinrich Zollinger yang dikenang di Botanischer Garten Zrich (Roland
zh/Wikimedia Commons)
Zollinger merupakan ahli botani asal Swiss yang ditunjuk Kerajaan Belanda sebagai kolektor
tanaman resmi di negeri kepulauan Hindia Belanda pada 1842.
Tugasnya melakukan ekspedisi ilmu pengetahuan yang dibiayai oleh pemerintah. Kediamannya
di sebuah vila pedesaan Tjikojakini CikuyaKaresidenan Banten.
Awalnya dia mengumpulkan data tetumbuhan di lingkungan wilayah Banten dan Buitenzorg
kini Bogor.
Dia merambahi dari kawasan Pantai Anyer, Kota Tangerang, sampai lembah dan gunung,
termasuk Gede-Pangrango, Salak, dan Tangkubanperahu.
Tahun berikutnya dia merambahi kediaman dewa gunung di Penanggungan, Semeru, Arjuna dan
gunung-gunung di Jawa Timur lainnya.
Pada 1844 Zollinger mencatat keberhasilan berada di puncak Gunung Welirang, salah satu
menara kembar di Jawa.
Koleksi prospektus tumbuhan yang dikumpulkan Zollinger, salah satunya, dikirim ke Profesor
Alexander Moritzi, naturalis asal Swis yang bekerja di Solothurn, Swis. Moritzi kelak
membantunya dalam hal penamaan, penomoran, dan distribusi.
Pada 1847, petualangannya sampai ke Sumbawa. Tujuan Zollinger adalah mempelajari letusan
masa silam Tambora yang berdampak pada keseimbangan alam setempat dan pemulihannya.
Zollinger merayapi lereng Tambora hingga mencapai bibir kalderanya di ketinggian sekitar 2.851
meter. Menurutnya, sebelum letusan mahadahsyat pada 1815, tinggi Tambora mencapai hampir
4.000 meter!
Zollinger pulang ke Swiss pada 1847, kemudian dia menjabat direktur sekolah seminari di
Kussnacht, Swis. Baru pada 1855 dia kembali ke Jawa sebagai seorang ahli botani independen
dan kolektor tanaman. Ekspedisi kedua di Hindia Belanda pun dimulai.
Biaya perjalanan ke pelosok Hindia diperolehnya lewat kiriman prospektus herbarium kepada
para ilmuwan di Eropa. Selain mendapatkan uang jasa atas kirimannya, Zollinger juga mendapat
perlindungan selama perjalanannya berupa asuransi jiwa.