Anda di halaman 1dari 14

III

NYERI PASCA BEDAH

PERMASALAHAN
Pada tahun 1990, The Royal Collage of Surgeons (RCS)
melaporkan nyeri setelah pembedahan berkisar 30-70% dengan derajat
sedang sampai berat. Kajian terbaru menemukan bahwa meskipun
insidensi nyeri pasca bedah telah berkurang 2%/tahun pada 30 tahun
terakhir, namun 30% pasien masih merasa nyeri sedang dan 11%
mengeluhkan nyeri berat.
Banyak pasien telah menikmati kemajuan pengetahuan,
keterampilan dan teknologi canggih yang diterapkan pada pembedahan
dewasa ini. Namun penatalaksanaan nyeri yang optimal masih sering
dilupakan. Meskipun pengetahuan tentang patofisiologi nyeri dan
farmakologi analgesik serta teknik pengendalian nyeri telah mengalami
kemajuan, banyak pasien masih menderita nyeri setelah pembedahan.
Dokter dan perawat seringkali kurang adekuat menangani nyeri
pasca bedah karena berbagai sebab. Salah satunya adalah karena
kurangnya pengetahuan mengenai rentang dosis efektif dan lama kerja
opioid, serta adanya ketakutan yang tidak beralasan akan terjadinya
depresi pernafasan dan ketergantungan obat pada pasien yang mendapat
terapi opioid.
Dengan menggunakan pengetahuan, obat-obatan dan teknik yang
kini tersedia, semua pasien dengan nyeri pasca bedah seharusnya dapat
menikmati analgesia yang efektif.
FAKTOR-FAKTOR YANG
NYERI PASCA BEDAH

MEMPENGERAHUI

DERAJAT

Nyeri dan kebutuhan analgesik setelah pembedahan dipengaruhi


oleh beberapa variable, seperti :

III

Nyeri Pasca Bedah

34

Jenis Pembedahan
- Luas luka, banyaknya jaringan yang cedera
- Otot yang teriris atau cara insisi
- Teknik, kehalusan irisan dan tarikan pembedahan, serta jenis jahitan
Daerah Pembedahan
- Gerakan jaringan yang cedera (seperti poembedahan daerah dada dan
abdomen bagian atas)
- Edema pada ruang-ruang tubuh (seperti total knee replacement, TKR)
Faktor-faktor Pasien
- Usia, jenis kelamin, kondisi medis dan derajat emosional
- Alasan untuk/keluaran pembedahan
- Sumber stress lain: mual, kurang tidur, keributan
- Kondisi di rumah, gelisah karena keluarga, pekerjaan
Latar Belakang Budaya
- Respon terhadap penyakit, terapi, dan nyeri
EFEK SAMPING NYERI PASCA BEDAH
Respon fisiologis terhadap luka atau stress bisa berupa gangguan
fungsi pulmonal, kardiovaskuler, gastrointestinal, uriner, metabolisme
dan fungsi otot serta perubahan neuroendokrin dan metabolik.
Pembedahan pada daerah abdomen atas atau toraks menyebabkan
perubahan fungsi paru, yaitu penurunan kapasitas vital, volume tidal,
volume residual, kapasitas residual fungsional dan volume ekspirasi
paksa satu detik. Terjadi juga peningkatan tonus otot abdomen dan
penurunan fungsi diafragma. Semua ini menyebabkan penurunan
komplians paru-paru, splinting otot pernafasan, kesulitan bernafas dalam
atau batuk-batuk kuat, dan pada beberapa kasus berlanjut menjadi
hipoksemia, hiperkarbia, retensi sekret, atelektase dan pneumonia.
Meningkatnya tonus otot juga meningkatkan konsumsi oksigen dan
produksi asam laktat.

III

Nyeri Pasca Bedah

35

Nyeri merangsang neuron simpatis dan mengakibatkan takikardia,


peningkatan stroke volume, kerja jantung dan konsumsi oksigen
miokardium sehingga terjadi peningkatan resiko iskemi otot jantung.
Resiko trombosis vena dalam meningkat bila imobilitas karena nyeri
menyebabkan penurunan aktivitas fisik, bendungan vena dan agregasi
platelet.
Setelah pembedahan, ileus, mual-mual dan muntah dapat terjadi
karena berbagai sebab termasuk karena adanya impuls nosiseptif pada
struktur viseral atau somatik. Nyeri dapat juga menyebabkan
hipomotilitas uretra dan vesika urinaria sehingga timbul kesulitan
berkemih. Karena efek samping ini pasien menjadi lebih lama tinggal di
rumah sakit.
TUJUAN DAN PEMILIHAN TERAPI
Tujuan utama penatalaksanaan nyeri pasca bedah adalah :
1. Mengurangi atau menghilangkan rasa tidak nyaman
2. Membantu proses pemulihan
3. Menghindari atau mengatasi secara efektif efek samping terapi
4. Menjadikan terapi ekonomis
Penggunaan yang optimal dari teknik terapi apapun memerlukan
pengetahuan, keterampilan , pengalaman dan perhatian akan adanya
perbedaan respons dari tiap pasien. Penatalaksanaan nyeri yang
memuaskan bisa saja dicapai melalui berbagai pendekatan terapi yang
berbeda. Sebaliknya, meskipun digunakan teknik yang paling baru dan
canggih namun bila variasi dosis dan interval antar pasien tidak
diperhatikan dan penilaian efektifitas secara berkala tidak dilakukan, hasil
yang dicapai akan kurang optimal.
Inti dari terapi nyeri pasca bedah adalah perikemanusiaan; Ini
adalah dasar pekerjaan seluruh tenaga kesehatan untuk meredakan nyeri.
RCS menekankan bahwa mereka tidak dapat mentolerir pasien merasa
nyeri jika fasilitas untuk terapi nyeri secara efektif tersedia.

III

Nyeri Pasca Bedah

36

Dalam memilih teknik yang terbaik perlu dipertimbangkan faktorfaktor : klinis, pasien dan institusi.
a.
Faktor klinis
Jenis pembedahan tertentu diketahui menyebabkan nyeri
yang lebih hebat dari pembedahan lain, misalnya bedah toraks atau
abdomen akan lebih nyeri dari pembedahan pada tangan atau kaki.
Perbedaan ini harus dikenali, demikian juga berbagai pilihan teknik
yang bisa digunakan. Sebagai contoh, PCA akan menghasilkan
analgesia yag lebih baik dari pemberian opioid IM bila perlu,
namun demikian epidural opioid analgesia (EOA) masih lebih
unggul. Pada pasien tertentu, analgesia optimal yang dihasikan
oleh EOA mungkin sangat diperlukan seperti pada nyeri hebat
yang menggangu fungsi nafas (fraktur iga, bedah toraks) atau
pasien dengan kondisi medis (obesitas, insufiensi respirasi).
Pemberian opioid IV secara intermitten, kontinyu atau
menggunakan PCA mungkin diperlukan pada keadaan tertentu.
Teknik ini tidak memerlukan tambahan waktu dan keterampilan
dari anestesiologis dalam memasang kateter epidural. Perlu
dipertimbangkan personil yang akan memberikan dosis injeksi
melalui kateter epidural, dengan pelatihan yang cukup pekerjaan
ini dapat didelegasikan kepada perawat ruangan.
Pada pasien dengan riwayat kecanduan atau toleransi
terhadap opioid, EOA saja seringkali kurang memberikan hasil
optimal. Pemberian kombinasi opioid dengan anestetik lokal
konsentrasi rendah akan memberikan hasil yang lebih memuaskan.
Pasien dengan riwayat koagulopati atau yang dijadwalkan
akan mendapat antikoagulan selama operasi kardiak atau vaskuler
merupakan masalah tersendiri. EOA akan sangat membantu
mengurangi nyeri pasca bedah, namun apakah teknik ini aman
untuk kelompok pasien tersebut ? Tidak ada jawaban pasti,
masing-masing pasien harus dinilai tersendiri , bila keuntungan

III

Nyeri Pasca Bedah

37

Ini adalah contoh penatalaksanaan yang sederhana namun efektif


dalam menangani nyeri pasca pembedahan yang kompleks dengan
morbiditas tinggi. Meskipun relatif lebih mahal, namun analgesia kuat
yang dihasilkan telah mempercepat pemulihan, mengurangi komplikasi
dan memperpendek masa tinggal di ICU yang hasil akhirnya akan
mengurangi biaya perawatan.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

3.

4.

5.

III

Scott DA, McDonald WM. Assessment, measurement, and history. In:


Macintyre PE, Walker SM, Rowbotham DJ, editors. Clinical Pain
Management: Acute Pain. Great Britain: Hodder Arnold; 2008. p. 135-50.
Cahman J. Routes of administration. In: Macintyre PE, Walker SM,
Rowbotham DJ, editors. Clinical Pain Management: Acute Pain. Great
Britain: Hodder Arnold; 2008. p. 201-11.
Macintyre PE, Coldrey J. Patient-controlled analgesia. In: Macintyre PE,
Walker SM, Rowbotham DJ, editors. Clinical Pain Management: Acute
Pain. Great Britain: Hodder Arnold; 2008. p. 217-29.
Russon KE, Harrop-Griffiths W. Continuous peripheral neural blockade for
acute pain. In: Macintyre PE, Walker SM, Rowbotham DJ, editors. Clinical
Pain Management: Acute Pain. Great Britain: Hodder Arnold; 2008. p. 23648.
Grape S, Schug SA. Epidural and spinal analgesia. In: Macintyre PE,
Walker SM, Rowbotham DJ, editors. Clinical Pain Management: Acute
Pain. Great Britain: Hodder Arnold; 2008. p. 255-66.

Nyeri Pasca Bedah

58

Masalah :
Wanita usia 69 tahun dengan karsinoma esofagus menjalani operasi
esofago-gastrektomi yang memerlukan insisi abdomen dan toraks.
Setelah operasi yang berlangsung 11 jam, pasien dirawat di ICU
dalam keadaan terintubasi untuk monitoring dan ventilasi mekanik.
Penatalaksanaan :
Sebelum pembedahan dilakukan pemasangan kateter epidural
torasik. Dua jam sebelum operasi berakhir, diberikan morphine
epidural 2 mg, dan instruksi untuk mengulang dosis setiap 6-12 jam
tergantung kebutuhan pasien. Pada saat diamati terdapat takikardia
dan pasien gelisah karena kesakitan, dosis dinaikkan menjadi 3 mg.
Berapa waktu kemudian pasien mulai terlihat tenang dan dengan
tulisan tangan menyatakan bahwa tidak merasa sakit lagi. Setelah
mendapat bantuan ventilator selama 8 jam, pasien diekstubasi,
mendapat fisioterapi dan dapat pindah ke kursi tanpa dibantu.
Pasien dipindahkan ke bangsal 24 jam setelah pembedahan dan
morphine epidural dilanjutkan selama 4 hari. Setelah itu pasien
tetap merasa bebas nyeri dengan kodein 60 mg tiap 4 jam diberikan
melalui selang nasogastrik.

b.

Analisa :
Morphine epidural dipilih karena memberikan analgesia kuat untuk
mengantisipasi nyeri pasca bedah hebat dari jenis operasi ini.
Komunikasi dengan pasien juga sudah diperkirakan sulit karena
pasien akan tetap terintubasi setelah operasi. Nyeri pada saat
stimulasi dapat segera dikenali dan dosis morpine dinaikkan sesuai
dengan kebutuhan. Teknik ini memungkinkan ekstubasi dini,
fisioterapi, mobilisasi dan transfer dari ICU dalam waktu singkat.
Meskipun harus menggunakan selang nasogastrik, pasien dapat
tetap bebas nyeri dengan dosis opioid oral yang diberikan.

III

Nyeri Pasca Bedah

57

III

yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin timbul, teknik
epidural anestesi dan analgesia dapat dipertimbangkan.
Setiap teknik penatalaksanan nyeri akut mempunyai resiko
tertentu. Pada penggunaan opioid seringkali dikhawatirkan akan
terjadinya adiksi dan depresi pernafasan. Dengan pengetahuan
yang cukup akan dosis, mula kerja, lama kerja, efek samping dan
patofisiologi dari depresi pernafasan karena opioid, penggunaan
opioid semestinya tidak lagi disertai dengan kekhawatiran yang
seringkali tidak berdasar tersebut.
Analgesia nyeri efektif berpotensi mengurangi komplikasi :
o Analgesia yang efektif membuat pasien lebih kooperatif
dengan fisioterapi, sehingga meningkatkan fungsi respirasi,
mempercepat asupan makanan, mobilisasi yang lebih baik
sehingga menurunkan risiko DVT (deep pain thrombosis).
Ada penemuan level 1 yang menunjukkan bahwa terapi yang
adekuat meningkatkan kualitas respirasi, kardiovaskuler dan
semua keluaran lain.
o Terapi lebih dini dan agresif terhadap nyeri akut akan
mencegah terjadinya nyeri kronik pasca bedah
Faktor pasien
Setiap pasien yang menjalani pembedahan harus dipandang
sebagai individu yang unik dan mungkin memiliki rasa cemas,
takut, harapan tertentu atau ingatan akan pengalaman nyeri
sebelumnya. Beberapa mungkin memiliki riwayat penggunaan
obat-obatan sebelumnya atau memiliki toleransi terhadap opioid.
Faktor-faktor tersebut penting untuk dipertimbangkan dalam
memilih metode pengendalian nyeri. Misalnya, pasien dengan
operasi mayor abdomen seharusnya akan sangat terbantu dengan
epidural morphine, akan tetapi bila pasien takut tusukan jarum
pada tulang belakang perlu dipertimbangkan metode lain untuk
penatalaksanaan nyeri pasca bedahnya.

Nyeri Pasca Bedah

38

c.

III

Pada pasien yang dapat memahami konsep pemberian


analgesia secara mandiri, PCA terbukti memberikan hasil yang
lebih memuaskan. Metode PCA memungkinkan pasien
mengendalikan sendiri dosis analgesia secara optimal, tepat dan
cepat tanpa harus menunggu pemberian dosis oleh perawat atau
dokter. Akan tetapi, bila konsep PCA terlalu sulit dipahami oleh
pasien atau menyebabkan pasien takut tidak bisa mengatasi nyeri
pasca bedahnya, sebaiknya digunakan metode lain.
Faktor institusi (organisasi)
Unit khusus yang memberikan pelayanan penatalaksanaan
nyeri akut dapat didirikan di rumah sakit dengan mengambil
model APS (Acute Pain Service) seperti telah dirintis di beberapa
rumah sakit pendidikan di Indonesia. Beberapa persyaratan yang
sebaiknya dipenuhi sebelum menjalankan unit APS ini adalah
adanya :
Protokol tentang teknik dan obat-obat standar
Protokol tentang penanganan efek samping dan kegagalan
terapi
Instruksi terapi yang jelas, bila perlu menggunakan formulir
khusus
Penilaian dan pencatatan skor nyeri secara berkala untuk
evaluasi terapi
Pelatihan penatalaksanaan nyeri akut bagi perawat ruangan
Pelayanan tersedia selama 24 jam per hari
Program audit dan evaluasi keberhasilan unit APS
Dengan semakin berkurangnya komplikasi dan mobilisasi
yang lebih cepat, maka pasien dapat keluar rumah sakit lebih dini
sehingga biaya kesehatan lebih rendah. Salah satu penyebab
tersering pasien lebih lama keluar dari rumah sakit adalah nyeri
pasca bedah yang tidak terkontrol.

Nyeri Pasca Bedah

39

Penatalaksanaan :
Sebelum penutupan luka operasi, dokter bedah memberikan
infiltrasi 20 ml bupivacaine 0,25% dengan epinephrine 1 : 200.000
di daerah n. iliohipogastrik dan n. ilioinguinal. Setelah pasien mulai
sadar, diberikan dosis awal pethidine 30 mg + metamizole 500 mg
IV dilanjutkan dengan pethidine 50 mg + metamizole 1000 mg
dalam 500 cc cairan infus diberikan drip untuk 8 jam dan diulang 3
4 kali.

Analisa :
Pemberian infiltrasi anestetik lokal menghasilkan kontrol nyeri
yang cepat dan bertahan untuk beberapa jam. Pemberian dosis awal
analgetik IV diikuti dengan dosis pemeliharaan memastikan bahwa
kadar dalam darah sudah optimal pada saat efek anestetik lokal
berkurang. Delapan belas jam setelah operasi, pasien melaporkan
skor nyeri istirahat 2/10, skor nyeri pada saat batuk-batuk kuat 4/10
dan pasien dapat tidur dengan baik pada malam harinya. Analgesia
tercapai dengan efek samping atau komplikasi minimal, dan
memerlukan sarana yang biasa ada di rumah sakit serta ekonomis.

Kasus 2

III

Nyeri Pasca Bedah

56

dengan analgesia konvensional dan beberapa pasien bahkan sangat


menyukainya. Terapi psikologis juga akan sangat membantu. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perbaikan kontrol nyeri pasca bedah dapat
dicapai dengan:
- Memberikan informasi ke pasien
- Edukasi keterampilan, seperti batuk, latihan pernapasan, relaksasi
- Program formal dukungan psikologis dan personal
POIN KUNCI
- Efikasi dan keamanan dapat ditingkatkan dengan menerapkan
pedoma local, edukasi staf dan pasien, penilaian nyeri secara teratur
dan pemantauan regular
- Opioid merupakan gold standard untuk terapi nyeri berat. NSAID
efektif untuk nyeri moderat dan sebagai ko-terapi nyeri berat.
Analgesia regional memiliki manfaat khusus namun memerlukan
manajemen yang teliti dan hati-hati
- Terapi kombinasi regular memberikan efek analgesia yang terbaik
dan efek samping yang sangat minimal. Peresepan harus mencakup
rencana analgesia yang pertama dan kedua disertai profilaksis efek
samping analgetik.
- Pendekatan staf dengan pasien bisa saja meredakan nyeri. Analgesia
non-obat harus selalu dipertimbangkan bila memungkinkan
- Kebanyakan nyeri pasca bedah dapat dikontrol secara efektif dengan
memberikan analgetik dan teknik analgesia secara optimal.
CONTOH KASUS

Tabel 1. Penyebab dan Solusi Kegagalan Analgesia


Masalah
Klinisi
meremehkan nyeri
yang dikeluhkan
pasien

Dokter meresepkan
dosis yang tidak
adekuat

Perawat tidak
memberikan obat
(utamanya opioid)
sesuai jadual
sehingga dosis
tidak cukup

Penyebab
- Staf tidak
menanyakan pasien
mengenai nyeri
mereka
- Pasien tidak
melaporkan nyeri
- Pasien lebih baik
merasa nyeri
daripada menjadi
pengganggu
- Takut akan efek
samping

Solusi
- Penilaian nyeri secara
regular

Skoring sendiri oleh


pasien

Pemantauan tanda
vital secara teratur

Takut menutupi
tanda-tanda fisik lain
untuk penegakan
diagnosis

Edukasi: titrasi
analgesia secara teliti
tidak menghambat
penegakan diagnosis

Memakan waktu
untuk pemberian
obat

PCA (patient
controlled analgesia)

Takut depresi napas


dan sedasi berlebihan

Pemantauan pedoman
dan prosedur yang
tepat untuk terapi
efek samping

Kasus 1
Masalah :
Laki-laki berusia 41 tahun menjalani operasi hernia elektif dengan
anestesi umum.

III

Nyeri Pasca Bedah

55

III

Nyeri Pasca Bedah

40

Pasien tidak mau


mengkonsumsi
analgesia

Takut akan adiksi

Edukasi: adiksi tidak


akan terjadi pada
pasien yang
menerima opioid
untuk terapi nyeri
akut

Efek samping obat

Takut akan obat /


alat

Profilaksis efek
samping secara
regular
Memberi infromasi
yang jelas pada
pasien

Regimen analgesik
tradisional yang
kaku
Analgesia yang
diresepkan pro re
nata (pm) (bila
perlu)

Dosis terlalu kecil,


interval terlalu jauh

Tidak diberikan
sampai pasien
merasa nyeri
sehingga pencegahan
nyeri selalu gagal

Penemuan (evidence)
lokal berdasarkan
pedoman analgesia
Pemberian analgetik
secara teratur

Kepuasan pasien dengan penatalaksanaan nyeri pasca bedahnya


adalah masalah kompleks yang dipengaruhi berbagai faktor medis dan
non-medis. Harus diingat bahwa meskipun dokter yang merawat dapat
menyatakan penatalaksanaan nyeri telah berhasil namun hanya pasien
yang dapat menyatakan bahwa penatalaksanaan nyeri memuaskan.
ALASAN KEGAGALAN TERAPI
Nyeri pasca bedah dapat diterapi secara efektif dengan kombinasi
anestetik local (LA), morfin, NSAID dan parasetamol secara

III

Nyeri Pasca Bedah

41

Kerugian analgesia epidural (5)


- Analgesia gagal bila kateter tergeser
- Memerlukan perhatian khusus spesialis dan pemantauan tingkat
tinggi
- Memiliki beberapa komplikasi antara lain:
o Jarum
Punksi dura (<1%)
Cedera saraf (sekitar 1 dalam 5000), pleura, dura,
atau viscus
Infeksi
Hematoma
o Anestetik Lokal
Hipotensi
Blok motorik berlebihan
Retensi urine
o Opioid
Pruritus, nausea, sedasi, retensi urine, depresi
napas
o Drug erros
Injeksi intravena atau overdosis anestetik lokal
Analgesia Non-Obat
Analgesia non-obat sebaiknya digunakan bila memungkinkan dan
terkadang sangat efektif.Stimulus nyeri dapat dikurangi dengan
immobilisasi (seperti pada fraktur) atau mobilisasi perlahan (seperti pada
low back pain).Inflamasi dan edema dapat dikurangi dengan elevasi
tungkai dan sekumpulan es.Stimulasi yang tidak nyeri seperti stimulasi
panas atau stimulasi saraf transkutan (TENS) diyakini mengurangi
transmisi stimulasi nyeri di medulla spinalis.TENS tidak efektif sebagai
terapi tunggal untuk nyeri ringan sampai berat.Namun demikian,
beberapa uji klinik telah membuktikan efeknya dalam memperbaiki skor
nyeri (atau mengurangi konsumsi opioid) bila digunakan bersama-sama

III

Nyeri Pasca Bedah

54

Analgesia Epidural
Epidural memiliki manfaat yang besar, namun memiliki risiko
signifikan.Efektivitas teknik ini sangat baik namun menuntuk
pemantauan dan perawatan yang terampil. Pemantauan, cara pemberian,
dosis harus ditetapkan pada pedoman lokal.
Efek analgesia epidural
- Blok sensoris memberikan analgesia kualitas tinggi. Teknik ini
mengurangi risiko sedasi, depresi napas, dan mual terkait opioid
sistemik.
- Blokade simpatis menyebabkan vasodilatasi. Akibatnya terjadi
hipotensi jika blokade meluas sampai ke outflow simpatis (T1-L2)
(utamanya pada pasien dengan hipovolemia)
- Blokade motorik dapat membuat pasien merasa lemah
Manfaat analgesia epidural
- Analgesia yang sangat baik dapt tercapai tanpa penggunaan opioid
sistemik. Pasien juga merasa nyaman. Sangat berguna pada
pembedahan yang melibatkan dada, punggung, abdomen, dan kaki.
- Kombinasi opioid dengan anestetik local bekerja secara sinergis
untuk menghasilkan analgesia yang lebih baik dengan efek samping
yang minimal
- Mobilisasi menjadi lebih cepat, pasien dapat batuk dan kooperatif
dengan fisioterapi. Ini utamanya berguna pada pasien dengan
penyakit system pernapasan, atau telah menjalani pembedahan
torasik atau abdomen atas.
- Kajian terbaru menunjukkan perbandingan pasien yang menerima
epidural dengan control dan menemukan bahwa mortalitas berkurang
sampai 1/3, embolus berkurang 55%, infeksi pernapasan berkurang
39%, dan insidensi infark miokard dan gagal ginjal juga berkurang.
(5)

III

Nyeri Pasca Bedah

53

tepat.Pemberian obat-obat konvensional tersebut secara sub-optimal


merupakan penyebab utama kegagalan analgesia (Tabel 1).
MANAJEMEN NYERI PASCA BEDAH
Ada evidence yang menunjukkan bahwa terjadi 3 perubahan
mayor dalam praktik yang berdampak terhadap control nyeri pasca
bedah:
1. Pengenalan pedoman local untuk teknik analgesik sederhana
2. Edukasi pasien, perawat dan dokter untuk mengikuti pedoman yang
ada
3. Penilaian nyeri secara teratur
Pedoman (Guidelines)
Implementasi pedoman lokal dapat meningkatkan efektivitas dan
keamanan.Pedoman untuk setiap teknik analgesic sebaiknya mencakup
standar peresepan, pemantauan, dan prosedur untuk mengatasi atau
mencegah efek samping.Pedoman ini mencakup pemberian obat
seoptimal mungkin sambil meminimalkan risiko komplikasi.
Pemantauan
Pemantauan penting untuk manjemen nyeri yang efektif dan
aman. Pemantauan tanda vital untuk deteksi efek samping setiap terapi
akan memberi kesempatan untuk mencapai dosis maksimal analgetik
yang masih aman (Gambar 1). Pemantauan dasar pada setiap pasien di
rumah sakit sebaiknya mencakup skor nyeri sebagai tanda vital kelima
selain: laju nadi, laju napas, tekanan darah, dan suhu (Tabel 2).
Pemeriksaan Klinik
Pemeriksaan
klinik
merupakan
kunci
keberhasilan
analgesia.Penyebab dan perkiraan progresi nyeri pasca bedah biasanya
dapat diketahui.Perhatian utama adalah penilaian intensitas nyeri,

III

Nyeri Pasca Bedah

42

perubahan seiring dengan waktu, serta respon terhadap terapi. Namun


demikian, penting untuk tidak mengabaikan nyeri akibat:
Efek samping analgesia (seperti iritasi lambung)
Komplikasi pembedahan (seperti nyeri pleuritis)
Penilaian Nyeri yang Efektif
Self Reported (Dilaporkan Sendiri)
Hanya pasien yang merasa nyeri yang benar-benar mengetahui
bagaimana nyeri mereka. Bila memungkinkan, penilaian sebaiknya
oleh pasien sendiri
Spesifik
Penyebab stress yang lain (mual, gelisah, gangguan tidur) sebaiknya
ditanyakan
Reguler
Penilaian sebaiknya dilakukan sesering mungkin dengan interval
yang teratur terutama untuk pasien dengan kontrol nyeri yang tidak
baik
Kuantitatif
Skor nyeri harus direkam untuk dibandingkan setiap waktu. Ini harus
didokumentasikan baik saat istirahat maupun bergerak (seperti napas
dalam, batuk, menggerakkan tangan untuk menggapai sisi tempat
tidur yang lain) (1)

Gambar 4.Contoh chart pemantauan PCA

III

Nyeri Pasca Bedah

43

III

Nyeri Pasca Bedah

52

Jalur Lain
- Opioid intratekal juga memberikan efek analgesia yang lama
- Opioid transdermal dan sediaan slow release memiliki waktu paruh
yang lama dan tidak sesuai untuk terapi nyeri akut
- Jalur baru seperti bukkal dan intranasal bisa berguna
Anestetik Lokal
Anestetik lokal memberikan efek pereda nyeri total untuk sumber
nyeri. Umumnya digunakan di kamar operasi dan dapat dilanjutkan
sampai periode pasca bedah.Durasi kerja anestetik local yang umum
digunakan sekitar 2-6 jam.Untuk efek yang lebih lama, injeksi analgesia
berulang, atau infus kontinyu seringkali dibutuhkan.
Infiltrasi Luka
Infiltasi luka telah terbukti efektif.Mudah dilakukan, namun
efeknya sering hilang sebelum nyeri reda.Karena itu, analgesic lain harus
diberikan sebelum efeknya diperkirakan berakhir.
Topikal
Anestetik local dapat diberikan dalam bentuk gel; contohnya
untuk punksi vena pada anak, atau di atas permukaan tubuh, transuretra,
dan bedah mata.Metode ini sangat mudah, namun kerja singkat.
Blokade Saraf Perifer dan Blokade Pleksus Saraf
Teknik ini memberikan control nyeri yang sangat baik utamanya
untuk bedah tungkai. Kateter dapat digunakan untuk memperpanjang efek
control nyeri pasca bedah, namun kateter terebut seringkali bergeser
sehingga analgetik rescue terkadang diperlukan. (4)

Gambar 1. Contoh grafik observasi pasca bedah

III

Nyeri Pasca Bedah

51

III

Nyeri Pasca Bedah

44

Tabel 2.Contoh pedoman pemantauan pada bangsal bedah


Pasien
Seluruh pasien

Pemantauan
TD, HR, RR, skor nyeri,
sedasi dan mual, cek SpO2
dan pantau secara kontinyu
jika <95%

Pemantauan Tambahan
Opioid intramuskuler
PCA

Seluruh skor sebelum dan


30 menit setelah injeksi i.m.
Dosis kumulatif morfin
-

Epidural

Interval (Frekuensi)
Setiap jam sampai stabil,
kemudian setiap 4 jam

emosi yang terkendali dalam penggunaan alat ini. Saat PCA terpilih,
parameter berikut ini harus diperhatikan (3):
Bolus
- Sejumlah dosis obat diberikan saat pasien menekan tombol

Durasi dosis
- Beberapa alat mampu memberikan bolus selama periode tertentu
- Status hantaran ke pasien sesuai kemauan pasien, namun
pemberian 2-3 menit dapat meminimalkan keluha mual

Setiap jam sampai stabil,


kemudian setiap 4 jam
Setiap jam selama 12 jam,
2 jam setelah stabil,
kemudian 6 jam

Observasi kontinyu
Blok motorik dan
sensoris
Dosis kumulatif obat
epidural, suhu
Inspeksi tempat insersi
kateter
Jika terjadi perubahan kondisi pasien, tingkatkan frekuensi observasi hingga jam

Lock-out time
- Periode dimana alat tidak akan memberikan dosis tambahan saat
tombol ditekan. Biasanya 5-10 menit
- Mencegah pemberian dosis yang terlalu sering
Background
- Infus kontinyu selain dosis bolus
- Tidak rutin pada pasien dewasa
- Tidak ada perbaikan control nyeri namun meningkatkan efek
samping

TD: tekanan darah; HR: heart rate; RR:respiratory rate

METODE
DEWASA

III

UNTUK

SELFT-REPORTING

PADA

PASIEN

Categorical Rating Scale


- Nyeri dinyatakan sebagai: tidak nyeri, ringan, sedang, berat,
sangat berat
- Skor verbal mulai dari 0 sampai 10 atau 0 sampai 100
Visual Analogue Scale (VAS)
Menandai suatu titik untuk menilai nyeri pada penggaris dengan skala
10 cm, dimana 0 mewakili tidak nyeri dan 10 cm mewakili nyeri
yang sangat mengganggu. Skala perlu dijelaskan sebelum
pembedahan. (1)

Nyeri Pasca Bedah

45

Dosis awal (loading)


- Dosis opioid yang dititrasi untuk mencapai analgesia sebelum
pasien mengontrol nyeri mereka sendiri
Setiap pasien dapat memelihara kadar obat dalam darah yang
memberikan kontrol nyeri terbaik dengan efek samping yang minimal.
Teknik ini aman, obat diberikan sesuai kebutuhan, sehingga saat pasien
tersedasi, pemberian obat akan terhenti dengan sendirinya. Depresi napas
dan sedasi umumnya jarang terjadi dan setiap obat yang menggunakan
PCA harus memiliki pedoman local untuk peresepan, prosedur dan
pemantauan standar (Gambar 4). (3)

III

Nyeri Pasca Bedah

50

Oral
- Morfin dapat diberikan melelui mulut.Jalur ini cocok untuk pasien
dengan fungsi gastrointestinal (GI) yang normal dan mereka yang
membutuhkan analgesia yang stabil.Bagaimanapun, bioavailabilitas
jalur ini sedikit bervariasi. (2)
Injeksi i.m.
Metode ini masih tradisional namun aman dan familiar.Bila
digunakan secara optimal teknik ini efektif seperti PCA.Namun,
seringkali gagal karena hanya diberikan saat pasien telah merasa sakit
karena dosisnya tidak adekuat lagi karena ada jeda.Konsentrasi
plasma bervariasi dari berlebihan (dengan efek samping) sampai subterapeutik (dengan breakthrough pain). (2)
Infus intravena
Infus secara kontinyu mengatasi masalah kadar obat yang
bervariasi dalam darah dan jeda pemberian opioid secara i.m. Jalur ini
memerlukan dosis inisial untuk mencapai kadar darah steady-state.
Kecepatan infus disesuaikan dengan respon, namun perubahan dosis
secara cepat tidak dapat dilakukan.Terdapat risiko kumulasi dan
overdosis jika infus diberikan dengan kecepatan konstan tanpa
penyesuaian dengan respon pasien.Teknik ini umumnya cocok untuk
pasien di ICU, HCU dan perawatan terminal. (2)
PCA (Patient controlled analgesia)
PCA merupakan teknik dimana pasien memberikan sejumlah
kecil analgesik terhadap dirinya sendiri bila merasa perlu.Ini mengatasi
masalah pemberian perawat yang sifatnya intermitten.Teknik terbukti
memberikan analghesia dan kenyamanan pasien yang lebih baik dengan
insidensi efek samping yang rendah.Namun demikian, alat PCA masih
mahal, staf perlu dilatih dan pasien harus yang intelektual, memiliki

III

Nyeri Pasca Bedah

49

Tabel 3.Penilaian nyeri dengan system CRIES


Tangisan
Memerlukan O2
untuk mencapai
saturasi >95%
Parameter tandatanda vital
meningkat

Ekspresi
Sulit tidur

0
Tidak
Tidak

1
Keras
<30%

2
Tidak dapat dihibur
>30%

Laju jantung
dan tekanan
darah sama atau
kurang dari nilai
preoperative

Laju jantung
dan tekanan
darah
meningkat
<20% nilai
preoperatif
Mengerut
Kadangkadang

Laju jantung dan


tekanan darah
meningkat >20% nilai
preoperatif

Biasa
Tidak

Mengerut/menggerutu
Terbangun terus

Metode Self-Reporting pada Anak dan Usia Lanjut


Keluhan nyeri pada anak dapat dievaluasi dengan menggunakan
gambar, boneka, dan warna untuk menentukan derajat nyeri.Poker Chip
Tool merupakan kumpulan beberapa kartu berwarna dimana setiap kartu
menandakan potongan nyeri. Sang anak akan mengambil beberapa kartu
sesuai keluhan nyeri mereka. Skala FACES juga sering digunakan.
Penilaian Skor Nyeri Secara Tidak Langsung
Saat pasien tidak dapat melaporkan derajat nyeri mereka sendiri
(seperti bayi dan anak kecil, pasien dengan sakit berat, atau pasien
dengan gangguan jiwa), klinisi harus memperkirakan nyeri secara tidak
langsung. Metodenya antara lain:
- Professional Judgement: berdasarkan pengalaman sendiri,
pengalaman professional sebelumnya, penampakan pasien dan tanda
vital

III

Nyeri Pasca Bedah

46

Sistem fisiologi dan tingkah laku: berdasarkan tanda-tanda aktivitas


simpatis dan tingkah laku yang biasanya berhubungan dengan stress.
Contohnya adalah: FLACC, CRIES (Tabel 3) (1)

TERAPI NYERI RINGAN DAN SEDANG


PCA atau analgesia epidural biasanya memberikan control nyeri
yang baik setelah bedah mayor. Namun demikian, pasien umumnya
mengeluh nyeri pada periode awal pasca bedah (setelah PCA atau
analgesia epidural berhenti) bila terapi hanya diberikan bila perlu secara
oral atau i.m. Analgesia yang tepat harus mencakup seluruh periode nyeri
pasca bedah.Jembatan nyeri (Gambar 2) dapat membantu lebih baik
disbanding tngga nyeri dalam pemberian analgesia, begitu pula untuk
keperluan step-down analgesia.

Skor Nyeri: 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri ringan, 2 = nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri
sangat berat.
s.c. = subkutan; po = per oral

Gambar 2.Jembatan Analgesia (juga dikenal sebagai Glynsbridge)


Penggunaan Jembatan Nyeri
- Pilih analgesia tergantung pada derajat nyeri dan kondisi pasien
- Pemberian secara regular: jika dibutuhkan lebih dari satu dosis
analgesia, peresepan harus dilakukan secara teratur sehingga setiap
dosis diberikan sebelum efek sebelumnya melemah
Gambar 3.Contoh chart morfin regular. APS: acute pain service

III

Nyeri Pasca Bedah

47

III

Nyeri Pasca Bedah

48

Anda mungkin juga menyukai