Nyeri menyebabkan pasien bernafas dangkal akumulasi sekret, atelektasis, dan infeksi paru
Kontrol nyeri yang baik meningkatkan mekanisme bernafas, mencegah komplikasi dan memperpendek
lenght of stay di RS dan ICU
Pemberian opoid dan nonopioid IV digunakan sebagai tatalaksana nyeri postoperatif tradisional
Thoracic Epidural Analgesia (TEA) merupakan metode berefek positif terhadap sistem organ dan biasa
digunakan pada operasi jantung
TUJUAN PENELITIAN
Melihat hasil dari efek Thoracal Epidural Analgesia terhadap parameter –parameter respirasi
post operasi.
Level sedasi dan analgesia pasien, waktu ekstubasi, komplikasi respirasi, lamanya perawatan di
ICU dan di RS, dan angka mortalitas.
METODE
METODE
Bentuk Penelitian
Retrospective Study
Tempat
Karadeniz Technical University Faculty of Medicine Hospital
Waktu
January, 1 2009- December 31 2019
SUBJEK
PENELITIAN
PA SIEN
Grup Anelgesia Epidural (Grup E), Grup Analgesia Intravena (Grup I) ,
Pemberian analgetik sedatif dengan midazolam 1-3 mg dan fentanyl 50-100 mcg
Menkonfirmasi posisi kateter epidural dengan memberikan NaCl 0,9 mL pada rongga epidural dan pemberian epinefrin
terlarut untuk mengesampingkan penempatan intravena
Pemberian Bupivacaine 3 mL/jam infus ( Bupivacaine 1 mg/ml) diberikan hingga 48 jam pasca operasi
Hari kedua postoperasi, kateter dilepas 10-12 jam setelah pemberian LMWH dan 2-4 jam setelah pemberian UFH
tergantung dari jenis antikoagulan yang diberikan pada pasien
GRUP I
Kontraindikasi blok neuraksial, gagal menempatkan kateter epidural dan ketidak
tersediaan peralatan TEA
Induksi : Fentanyl 2-4 mcg/kg, thiopental 3-6 mg/kg dan Rocuronium 1 mg/kg
Maintenance anestesi dengan Sevoflurane 1-3 vol%, dengan O2 : udara, FiO2 50%
• Setelah operasi selesai, pasien yang terintubasi dipindahkan ke ICU
• Midazolam 1-2 mg diberikan 2 jam awal perawatan, dan diberikan tambahan sedatif (midazolam
atau haloperidol) pada pasien yang memiliki RASS score antara +1 dan +4
• Penambahan analgetik diberikan pada pasien terintubasi dengan Behavioral scale > 5 atau nilai
CPOT ≥ 3, dan pada pasien tidak terintubasi jika NRS >5
• Pemberian tambahan analgetic Paracetamol 1 gr atau Tramadol 50 mg IV tiga kali per hari,
berlaku pada kedua grup
• Weaning dapat direncanakan pada pasien dengan RR 10-20x/menit, Tidal volume > 5 mL/kgBB
dengan mode ventilator spontan.
• PaO2> 70 mmHg, SatO2 > 90 % dengan FiO2 0.5, PEEP 5 cmH2O dapat dilakukan ekstubasi
• NIV digunakan pada pasien yang mengalami gangguan bernafas setelah dilakukan ekstubasi
(takipnea, SpO2 < 90 % dengan O2 > 4lpm menggunakan face mask)
• Pasien dengan hemodinamik dan respirasi stabil dan tidak memerlukan support inotropik atau O2
dapat dipindahkan ke ruang perawatan
• Pasien yang dapat makan peroral, melakukan mobilisasi dan memiliki fungsi organ yang baik
dapat dipulangkan dari RS
Parameters:
Data demografis pasien, penyakit komorbid ( COPD, hipertensi, DM, infark miokard
sebelumnya, Chronic renal disease, merokok), jenis operasi, ASA dan EuroScores
Fungsi respirasi (preoperasi) -> analisis spirometry forced vital capacity (FVC), forced expiratory
volume selama 1 detik (FEV1).
Pemeriksaan Analisa gas darah pada jam pertama , keempat dan ke delapan postoperasi
Data hemodinamik, durasi pump intraoperatif, durasi aortic cross-clamp, jumlah cairan dan produk
darah yang masuk dan urin output
Parameters:
Postoperatif : durasi ventilasi mekanik (MV), kebutuhan Pemberian sedasi dan analgetic
tambahan, Pemberian O2 dengan face mask setelah ekstubasi dan kebutuhan bronkhodilator
Jumlah cairan dan produk darah yang diberikan, lama perawatan pasien di ICU dan RS
serta angka mortalitas
• Data dianalisis dengan IBM SPSS V.23
• Mann- Whitney U test digunakan untuk membandingkan data
kuantitatif dari grup
• X2 test digunakan untuk menganalisis data kategori
• Data kuantitatif dipresentasikan sebagai median (min-max)
Analisis • Data categorical dipresentasikan sebagai frekuensi (presentase)
• Level signifikansi diterima pada p <0,05
Statistik
HASIL
Perbandingan durasi operasi pada kedua grup
• Penelitian ini didapatkan 1280 data dari 1360 pasien yang menjalani
operasi jantung, antara tahun 2009-2019.
• 48 pasien yang mendapatkan analgesia intravena dan TEA dalam satu
waktu tidak diikutsertakan dalam penelitian
• 30 pasien TEA dan 11 pasien yang menggunakan analgesia intravena
dieksklusi karena ketidaktersediaan data
• Hasil akhir yang dapat diikutsertakan dalam penelitian sebanyak 932
pasien yang mendapat TEA dan 348 pasien yang mendapat analgesia
intravena.
DISKUSI
TEA menguarangi kebutuhan sedasi dan analgesia pasca operasi sehingga
memungkinkan untuk ekstubasi lebih awal, usaha bernafas dan hasil klinis yang
lebih baik.
Dalam studi ini, kelompok analgesia epidural membutuhkan sedasi tambahan yang
lebih sedikit daripada kelompok analgesia IV sebagai akibat dari efek positif dari
TEH pada kecemasan pasca operasi
Pasien yang menerima TEA membutuhkan ventilasi mekanis yang lebih pendek dan
diekstubasi lebih awal dari pasien yang menerima analgesia intravena
Dalam penelitian ini, meskipun lama tinggal di rumah sakit lebih pendek pada
pasien yang menerima TEA, tidak ada perbedaan antara lama tinggal di ICU.
Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik terdeteksi
antara kelompok dalam hal kematian.
Di RS tempat dilakukan penelitian, heparin rutin diberikan setelah lebih dari satu
jam dilakukan kateterisasi epidural. Hematom dan komplikasi terkait tidak
detemukan pada pasien yang diikuti.
Penelitian ini melibatan pasien dalam jumlah banyak --> signifikansi secara klinis dan statistik
sangat berbeda misalnya pada ekstubasi dalam satu jam, one day hospital stay, analisa gas
darah tidak semua data pasien mudah didapatkan karena menckaup jangka waktu yang Panjang
Kekurangan atau ketidakakuratan terdeteksi di beberapa file yang diakses dan beberapa
parameter penelitian penulis, dan pasien ini dikeluarkan dari penelitian.
Walaupun pada grup epidural tampak memperlihatkan hasil yang lebih baik, penambahan
kebutuhan analgetik melebihi 60%, lebih tinggi dari yang diharapkan.
Tim anestesi dan tim bedah yang berbeda-beda peneliti kesulitan mendapatkan protocol yang
standar pada pasien, terutama saat follow up di ICU
KESIMPULAN