Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh. Kulit bekerja
melindungi dan menginsulasi sturktur-struktur di bawahnya dan berfungdi
sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stress yang kita
alami, dan berdampak pada penghargaan orang lain merespon kita. Selama
hidup kulit dapat teriris, tergigit, mengalami iritasi, terbakar, atau terinfeksi.
Kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih.
(Elizabeth, 2009)
Dari berbagai macam penyakit kulit sebagian besar disebabkan karena
terinfeksi, baik terinfeksi bakteri, virus, maupun jamur. Penyakit kulit yang
disebabkan bakteri antara lain, impetigo, selulitis, folikulitis, furunkel, dan
karbunkel. Bakterinya adalah Staphylococcus Aureus dan Streptococcus.
Impetigo adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
streptococcus dan staphylococcus, penyakit ini sangat menular dari manusia
satu ke manusia lainnya melalui kontak, terutama anak-anak. Suhu yang
panas, lembab, dan hygiene kurang baik merupakan factor predisposisi
infeksi tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum : untuk menyelesaikan tugas KMB III system integument.
Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi pengertian impetigo, selulitis, folikulitis, furunkel, dan
karbunkel.
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis selulitis, folikulitis, furunkel,
dan karbunkel.
3. Menjelaskan penatalaksanaan

selulitis,

folikulitis,

furunkel,

dan

karbunkel.
4. Menjelaskan patofisiologis dari infeksi bakteri pada integument.
5. Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien dengan infeksi bacterial
pada integument.
BAB 2
PEMBAHASAN

KMB III SISTEM INTEGUMEN

2.1 Pengertian
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Infeksi kulit primer
berawal dari kulit yang sebelumnya tampak normal dan biasanya infeksi ini
disebabkan oleh satu macam mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi
akibat kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrubsi
keutuhan kulit karena cedera atau pembedahan. Pada kedua keadaan ini
beberapa jenis mikroorganisme dapat terlibat, misalnya staphylococcus
aureus atau streptokokus group A. (Brunner & Suddarth, 2001)
Infeksi bakteri kulit primer yang paling sering ditemukan adalah
impetigo dan selulitis. Folikulitis dapat berlanjut menjadi furunkel atau
karbunkel. (Brunner & Suddarth, 2001)
A. Impetigo
Impetigo merupakan infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh
staphylococcus, streptococcus, atau lebih dari satu jenis bakteri.
Daerah-daerah tubuh, wajah, tangan, leher, dan ektremitas yang
trebuka merupakan bagian yang paling sering terkena. Impetigo
merupakan penyakit menular dan dapat menyebar kebagian kulit pasien
yang lain atau ke anggota keluarga yang menyentuh pasien atau memakai
handuk atau sisir yang tercemar oleh eksudat lesi.
Meskipun impetigo dijumpai pada segala usia, namun penyakit ini
terutama ditemukan diantara anak-anak yang hidup dalam kondisi
hygiene yang buruk. (Brunner & Suddarth, 2001)
B. Selulitis
Selulitis adalah infeksi streptococcus yang ditandai oleh daerah
eritema yang luas, demam, dan limfangitis. (Sylvia, 2005). Selulitis
merupakan infeksi lapisan dermis atau subkutis oleh bakteri selulitis
biasanya terjadi setelah luka, gigitan dikulit atau karbunkel atau furunkel
yang tidak teratasi. (Elizabeth, 2009).
C. Folikulitis, Furunkel dan Karbunkel
Folikulitis merupakan infeksi staphylococcus yang timbul dalam
folikel rambut. Lesi bisa bersifat superfisial atau dalam. Papula atau
kustula yang tunggal atau multiple muncul didekat folikel rambut.
Folikulitis sering terlihat di daerah dagu pada laki-laki yang mencukur
janggutnya dan pada tungkai wanita. Daerah lainnya dalah aksila, batang
tubuh, dan bokong.
KMB III SISTEM INTEGUMEN

Furunkel (Bisul) merupakan inflamasi akut yang timbul dalam pada


satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis
disekitarnya. Kelainan ini lebih dalam dari pada folikulitis. (furunkulisis
mengacu pada lesi yang multiple atau rekureng).furunkel dapat terjadi
pada setiap bagian tubuh kendati lebih prevalen pada daerah daerah yang
mengalami iritasi, tekanan, gesekan dan perspirasi yang berlebihan ,
seperti bagian posterior leher, aksila atau pantat (bluteus). (Brunner &
Suddarth, 2001)
Furunkel dapat berawal sebagai jerawat yang kecil, merah,
menonjol dan terasa sakit. Terap kali infeksi ini berlanjut dan melibatkan
jaringan kulit serta lemak subkutan dengan menimbulkan nyeri tekan,
rasa sakit dan selulitis di daerah sekitarnya. Daerah kemerahan dan
indurasi menggambarkan upaya tubuh untuk menjaga agar infeksi tetap
terlokalisasi. Bakteri (biasanya staphyfilokokus) menimbulkan nekrosis
pada jaringan tubuh yang di serangnya. Terbentuknya bagian tengah bisul
yang pas terjadi beberapa hari kemudian. Kalau hal ini terjadi, bagian
tengah tersebut menjadi berwarna kuning atau hitam, dan bisul semacam
ini dikatakan oleh orang awam sebagai bisul yang sudah matang.
(Brunner & Suddarth, 2001)
Karbunkel berukuran besar dan memiliki letak yang dalam. Biasanya
keadaan ini disebabkan infeksi stafilakokus. Karbunkel paling sering
ditemukan di daerah yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Bagian
posterior leher dan bokong merupakan lokasi yang sering. Pada
karbunkel, inflasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian
total infeksi tersebut sehingga terjadi absorbsi yang mengakibatkan panas
tinggi, rasa nyeri, leukositosis, dan bahkan penyebab infeksi kedalam
darah.
Furunkel dan kabunkel lebih cenderung terjadi pada penderita
dengan penyakit sistemik yang melandasinya, seperti diabetes atau
kelainan malignitas hematologi, dan pada pasien mendapat terapi imuno
supresi untuk penyakit lainnya. Kedua hal ini lebih prevalen pada udara
yang panas khususnya pada kulit dibalik pakaian yang tertutup rapat.
(Brunner & Suddarth, 2001)
KMB III SISTEM INTEGUMEN

2.2 Etiologi dan Manifestasi Klinis


Terdapat berbagai macam bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
pada tubuh manusia. Infeksi bakteri dapat ditularkan melalui udara, air, tanah,
makanan, cairan dan jaringan tubuh serta benda mati. Bakteri pathogen
memiliki kemampuan untuk menularkan, melekat dan menginvasi ke sel
inang, toksikasi, serta mampu mengelabuhi sistem imun, beberapa memiliki
gejala dan beberpa lagi asimptomatik. Beberapa bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi antara lain. (Kowalak, 2003)

Bakteri Streptococcus

KMB III SISTEM INTEGUMEN

Bakteri Staphylococcus
A. Impetigo
Infeksi superfisial yang menular yang mempunyai dua bentuk
klinis,yaitu nonbulosa dan bolusa. Impetigo disebabkan oleh Streptokokus
dan S. Aureus.
Manifestasi Klinis
Manifestasinya berupa lesi yang dapat timbul dimana saja. Pada
impetigo nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil, kemudian pecah
dengan memperluas daerah eksudasi dan terbentuk krusta yang akan
lepas dan meninggalkan daerah kemerahan. Sedangkan pada impetigo
bulosa timbul lepuhan lepuhan besar dan superfisial. Ketika lepuhan
besar tersebut pecah akan terjadi eksudasi dan terbentuk krusta, dan
stratum korneum pada bagian tepi lesi akan mengelupas kembali.
(Kowalak, 2003)

Gambar Impetigo
B. Selulitis
Infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang pada orang orang
normal biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyrogenes. Erisepelas
adalah istilah yang digunakan untuk selulitis superfisial dimana tepinya
berbatas tegas. Pada orang dengan penurunan imunitas berbagai bakteri
mungkin dapat menyebabkan selulitis. Pintu masuk penyebab selulitis
dapat berupa luka lecet ringan, ulkus pada tungkai, atau bahkan retakan
pada tinea pedis. (Kowalak, 2003)
Manifestasi Klinis
Manifestasi yang ditimbulkan berupa kemerahan, terasa panas, dan
bengkak, serta terjadi pelepuhan pelepuhan dan daerah nekrosis.
Klien menjadi demam, merasa tidak enak badan, terjadi kekakuan,

KMB III SISTEM INTEGUMEN

bila menyerang orang tua dapat terjadi penurunan kesadaran.


(Kowalak, 2003)

Gambar Selusitis pada tangan

Gambar Selulitis pada daerah telinga


C. Folikulitis, Furunkel dan Karbunkel
Folikulitis
Infeksi pada bagian superfisial

dari

folikel

rambut

oleh

Staphylococcus aureus menimbulkan pustula kecil dengan dasar yang


kemerahanpada tengah tengah folikel. (Kowalak, 2003)

Gambar Folikulitis

Furunkel

KMB III SISTEM INTEGUMEN

Infeksi dalam folikel rambut yang disebabkan oleh S. Aureus.


Manifestasinya berupa timbul abses yang nyeri pada tempat infeksi
dan sesudah beberapa hari terjadi fluktuasi dan titik-titik yang
merupakan pusat pustula. Begitu inti di bagian tengah nekrosis hancur,
lesi akan menghilang secara bertahap. (Kowalak, 2003)

Gambar Furunkel
Karbunkel
Infeksi yang dalam oleh S. Aureus pada sekelompok folikel rambut
yang berdekatan. Manifestasi awal yang muncul adalah lesi berbentuk
kubah yang lunak serta kemerahan, setelah beberapa hari terjadi
supurasi dan nanah keluar dari muara- muara folikel. (Kowalak, 2003)

Gambar Karbunkel
2.3 Patofisiologis
Infeksi bakteri terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang
jumlahnnya mencapai 100.000 organisme/ml eksudat, atau per gram jaringan,
KMB III SISTEM INTEGUMEN

atau mm2 daerah permukaan. Itu kemudian ditunjang dengan lingkungan yang
rentan terhadap bakteri seperti air, elektrolit, karbohidrat, hasil pencernaan
protein, dan darah. Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi.
Bakteri menimbulkan beberapa efek sakitnya dengan melepaskan
senyawa berikut :
1. Enzim : hemolisin, streptokinase, hialuronidase
2. Eksotoksin : tetanus, difteri yang dilepaskan bakteri gram positif
3. Endotoksin : lipopolisakaridase (LPS) dilepaskan dalam dinding sel saat
kematian bakteri
Setelah kulit terpapar bakteri, timbul respon inflamasi seperti rubor
(kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan kalor (panas).
Setelah itu reaksi inflamasinya menetap, sedangkan infeksinya menghilang.
Infeksi kemudian menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.
2.
3.
4.

Langsung ke jaringan sekitar


Sepanjang daerah jaringan
Melalui system limfatik
Melalui aliran darah
Setelah infeksi menyebar, muncul abses. Abses ini merupakan respon

kekebalan tubuh terhadap infeksi yang muncul. Jika dirawat dengan baik,
akan muncul jaringan granulasi, fibrosis, jaringan parut. Namun jika tidak
ditangani secara baik, akan menyebabkan infeksi kronis, yakni menetapnya
organisme pada jaringan yang menyebabkan respon inflamasi kronis (pierce
& borley, 2007)
2.4 Penatalaksanaan
A. Impetigo
Terapi antibiotic sistemik merupakan terapi yang lazim dilakukan.
Terapi ini akan mengurangi penyebaran yang bersifat menular, mengatasi
infeksi yang dalam dan mencegah glomerulonephritis akut (infeksi ginjal)
yang dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit kulit streptokokus. Pada
impetigo bulosa, benzatin penisilin atau penisilin oran dapat diresepkan.
Impetigo bulosa diobati dengan preparat penisilin yang resisten terhadap
penisilinase (kloksasilin, dikloksasilin).
Terapi antibakteri tropical (misalnya, mupirocin) dapat diresepkan
kalau penyakit tersebut terbatas hanya pada suatu daerah yang kecil.
KMB III SISTEM INTEGUMEN

Namun demikian, terapi tropical mengharuskan obat tersebut dioleskan


pada lesi beberapa kali sehari selama satu minggu dan dalam hal ini,
keharusan tersebut mungkin tidak dapat dipatuhi sepenuhnya oleh
sebagian pasien atau orang yang merawatnya. Disamping itu, antibiotic
topical umumnya tidak seefektif terapi sistemik dalam menghilangkan
atau mencegah penyebaran streptokokus dari traktus respiratoris. Karena
itu, resiko terjadinya glomerulonephritis akan meningkat.
Kalau terapi tropical diresepkan, lesi direndam atau dicuci dahulu
dalam larutan sabun untuk menghilangkan lokasi sentral pertumbuhan
bakteri sehingga antibiotic topical yang digunakan mendapatkan
kesempatan untuk menjangkau lokasi yang terinfeksi. Sesudah krusta
dihilangkan, obat topical (neumisin, basitrasin) dapat dioleskan. Sarung
tangan harus digunakan ketika merawat pasien.
Larutan antiseptic, seperti povidon-iodin
klorheksidin

(hibiclens),

dapat

digunakan

(betadine)

membersihkan

atau
kulit,

mengurangi kandungan bakteri pada daerah yang terinfeksi dan mencegah


penyebaran infeksi.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
Pasien dan keluarga harus diberitahu untuk mandi sehari sekali dengan
sabun bakterisidal. Kebersihan dan praktek-praktek hygiene yang baik
membantu mencegah penyebaran lesi dari daerah kulit yang satu kedaerah
lainnya dan dari orang yang satu ke orang yang lainnya. Setiap orang
harus memiliki handuk dan lap muka sendiri-sendiri. Karena impetigo
merupakan penyakit yang menular, anak yang terinfeksi penyakit ini
harus dijauhkan dari anak lain sampai lesinya benar-benar sembuh.
(Brunner & Suddarth, 2001)
B. Selulitis
1. Perawatan selulitis di rumah
Istirahatkan area tubuh yang terlibat. Tinggikan area tubuh yang
terlibat. Ini akan membantu mengurangi pembengkakan dan
meringankan ketidak nyamanan. Gunakan penghilang rasa sakit
seperti acetaminophen (Paracetamol) atau Ibuprofen. Hal ini akan
mengurangi rasa sakit serta membantu menurunkan demam.
2. Perawatan medis selulitis

KMB III SISTEM INTEGUMEN

Jika infeksi tidak terlalu parah, bisa rawat jalan saja. Dokter
akan memberikan resep untuk antibiotic yang dapat diminum sekitar
satu minggu sampai 10 hari. Jangan menghentikan obat begitu saja,
tanpa petunjuk dari dokter.
Antibiotic akan diberikan

secara

suntikan

ke

otot

(intramuscular) ataupun ke pembuluh darah melalui infus (Intravena)


sehingga harus rawat inap pada kondisi:
a. Jika infeksi parah
b. Jika anda memiliki masalah medis lainnya
c. Jika anda sangat muda atau sangat tua
d. Jika selulitis melibatkan daerah yang luas atau dekat dengan
struktur penting. Misalnya, infeksi disekitar rongga mata.
e. Jika infeksi memburuk atau tak kunjung sembuh setelah
minum antibiotic selama 2-3 hari.
Respon terhadap antibiotic biasanya akan terlihat dalam 2-3
hari dan mulai menunjukkan peningkatan. Dalam kasus yang jarang
terjadi, selulitis dapat berkembang menjadi penyakit yang serius,
dimana infeksi menyebar melalui aliran darah. Beberapa selulitis
parah mungkin memerlukan operasi dan meninggalkan bekas jaringan
kulit. (Anonim, mediskus.com/penyakit/selulitis-infeksi-kulit).
C. Folikulitis, Furunkel dan Karbunkel
Dalam penanganan infeksi staphylococcus, dinding protektif
indurasi yang melokalisasi infeksi tidak boleh rupture.
Kelainan folikuler (folikulitis, furunkel, dan karbunkel) dilakukan
terapi antibiotic sistemik, yang dipilih berdasarkan sensitivitas, umumnya
diperlukan. (Brunner & Suddarth, 2001)
a. Perawatan suportif
Pemberian cairan infus, kompres untuk demam dan tindakan suportif
lainnya diperlukan pada pasien-pasien yang sakitnya berat atau yang
menderita toksisitas. Kompres basah atau hangat akan meningkatkan
vaskularisasi

serta

mempercepat

penyembuhan

furunkel

dan

karbunkel. Kulit disekeliling lesi dapat dibersihkan secara hati-hati


dengan sabun antibacteri dan kemudian diolesi dengan salep
antibiotic.
b. Ekstraksi
KMB III SISTEM INTEGUMEN

10

Kalau pus sudah terlokalisasi dan bersifat fluktuan (bergerak dengan


gelombang yang dapat diraba), tindakan insisi kecil dengan scalpel
akan mempercepat kesembuhan karena tegangan akan berkurang dan
evakuasi pus serta jaringan nekrotik yang lepas terjadi secara
langsung. Kepada pasien diberitahukan agar menjaga drainase lesi
yang ditutupi dengan kasa.
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Anamnesa
Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan
yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat
tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan

keterangan lain mengenai identitas pasien. Keluhan Utama


Nyeri pada kulit dan perubahan bentuk pada kulit
Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita,
apakah ada keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/
menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab
terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang sudah
dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu

perawat yang mengkaji.


Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau

bakteri
Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya

serta

tanggapan

keluarga

terhadap

penyakit

penderita.
b) Pemeriksaan Fisik Integumen
Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi virus biasanya bersifat lokal,
lesi menyebar di seluruh tubuh dimulai suatu vesikula dan akan
berkembang lebih banyak di seluruh tubuh. Setelah 5 hari
kebanyakan lesi mengalami krustasi dan lepas. Ciri khas infeksi

KMB III SISTEM INTEGUMEN

11

virus pada vesikula adalah terdapat bentukan umbilikasi yaitu


vesikula di mana bagian tengahnya cekung didalam.
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri,

ditemukan

karakteristik lesi adalah vesikel yang berkembang menjadi sebuah


bula kurang dari 1 cm pada kulit normal, dengan sedikit atau tidak
ada kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel berisi cairan bening
yang menjadi keruh. bula akan pecah, pabila bula pecah akan

meninggalkan jaringan parut di pinggiran.


Kelembaban
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap
basah dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia.
Semakin tua usia seseorang, kelembapan akan semakin menurun.
Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan jamur maka kelembapan

akan cenderung mengering atau basah disekitar lesi.


Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan.
Dalam keadaan normal permukaan kulit akan terasa hangat secara
keseluruhan. Apabila ada infeksi biasanya akan memyebabkan

hipertermi.
Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat
dengan cara mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka normal turgor < 3
detik.

Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke
daerah kulit. Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal

terasa bengkak atau atrofi.


Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya

drainase.
Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan.
Pemeriksaan pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang

KMB III SISTEM INTEGUMEN

12

perlu dikaji dari edema adalah konsistensi, temperature, bentuk,

mobilisasi.
Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi,
hygine tidak adekuat.
Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur
lapisan dermis
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
Ditandai dengan :
a. Keluhan nyeri pada pasien
b. Perilaku melindungi/distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri
sendiri, nyeri wajah, tegangan otot.
c. Respon otonomik.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang/hilang atau
teradaptasi.
Kriteria Hasil :
1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi. Skala nyeri skala 0-5
2. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
3. Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, Pasien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi

Rasional

Catat lokasi, lamanya intensitas (skala Membantu mengevaluasi tempat


0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda obstruksi dan kemajuan gerakan
KMB III SISTEM INTEGUMEN

13

non-verbal, contoh peningkatan TD dan kalkulus.


nadi, gelisah, merintih, menggelepar.
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam Nafas dalam dapat meningkatkan
dan distraksi

asupan O2 sehingga menurunkan


sensasi
pengalihan

nyeri,

sedangkan

perhatian

dapat

menurunkan stimulus nyeri


Lakukan perawatan kulit dengan tepat Perawatan kulit dengan baik akan
dan baik

membuat px nyaman sehingga


mempercepat penyembuhan dan
mengurangi resiko infeksi

Jelaskan penyebab nyeri

Pengetahuan

pasien

terhadap

nyeri dapat membuat pasien lebih


patuh pada pengobatan.
Kolaborasi dalam memberikan obat Membantu
analgesik

mengurangi

nyeri,

Analgesik memblok stimulus rasa


nyeri

KMB III SISTEM INTEGUMEN

14

2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.


Ditandai dengan:
1) Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C per rectal.
2) Kulit hangat.
3) Takikardia.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam suhu tubuh dapat normal kembali
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh normal (36-37 C)
Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal
Intervensi

Rasional

Monitor suhu tubuh pasien

Peningkatan

suhu

tubuh

yang

berkelanjutan

pada

pasien

akan

memberikan komplikasi pada kondisi


penyakit yang lebih parah dimana efek
dari peningkatan tingakat metabolisme
umum dan dehidrasi akibat hipertermi.
Ajarkan

klien

pentingnya Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh,

mempertahankan asupan cairan juga akan meningkatkan pengeluaran


yang adekuat (> 2000 ml/hari panas tubuh melalui sistem perkemihan,
kecuali

terdapat

kontraindikasi maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan

penyakit jantung atau ginjal)


Pantau

asupan

dan

pasien.

melalui urine.

haluaran Untuk menjaga asupan cairan tubuh


supaya tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi
salah satu pencetus hipertermi

Kolaborasi pemberian analgesik- Analgesik diperlukan untuk penurunan


antipiretik

rasa nyeri dan antipiretik digunakan


untuk menurunkan panas tubuh dan
memberi rasa nyaman pada pasien.

KMB III SISTEM INTEGUMEN

15

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur


lapisan dermis
Ditandai dengan:
1. Gangguan jaringan epidermis dan dermis.
2. Adanya lesi (primer, skunder)
3. Eritema
4. Pruritus.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam, kulit pasien dapat mengalami
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
1. Individu menunjukkan penyembuhan jaringan progresif
2. Berkurangnya gangguan jaringan epidermis, lesi, eritema, dan
pruritis.
Intervensi

Rasional

Kaji kondisi luka klien (area, Untuk memperlancar sirkulasi


warna, bau, kelembaban, turgor).
Tingkatkan asupan protein dan Dengan asupan nutrisi yang cukup
karbohidrat untuk mempertahankan membuat
keseimbangan nitrogen positif.

penyembuhan

semakin cepat

Masase dengan lembut kulit sehat Menjadi


disekitar area yang sakit.

proses
informasi

memberikan

dasar

informasi

untuk

intervensi

perawatan luka selanjutnya.


Lakukan

perawatan

intensif Penanganan dan pemberian obat yang

terhadap kulit dengan perawatan sesuai dengan kondisi kulit pasien


dan

obat

yang

sesuai

lesi/luka yang dialami klien.

KMB III SISTEM INTEGUMEN

dengan dapat

mempercepat

penyembuhan

jaringan

16

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai macam penyakit kulit sebagian besar disebabkan karena
terinfeksi, baik terinfeksi bakteri, virus, maupun jamur. Penyakit kulit yang
disebabkan bakteri antara lain, impetigo, selulitis, folikulitis, furunkel, dan
karbunkel. Bakterinya adalah Staphylococcus Aureus dan Streptococcus.
Patofisiologi infeksi bakteri terjadi setelah kulit terpapar bakteri,
timbul respon inflamasi seperti rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan),
dolor (nyeri), dan kalor (panas). Setelah itu reaksi inflamasinya menetap,
sedangkan infeksinya menghilang.

KMB III SISTEM INTEGUMEN

17

Anda mungkin juga menyukai