Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK IV

03008061
03008064
03009165
03009176
03010046
03010047
03010048
03010049
03010050
03010051

Birri Ifkar
Calvindra Leenesa
Nadia Anggun Mowlina
Nyimas Ratih Amandhita NP
Ayu Nabila Kusuma P.
Bagus Dwi Putranto
Bayu Adiputro
Beatrix Tiara Indie
Bela Amanda Putri
Bella Ammara Karlinda

Jakarta
13 Januari 2012

DAFTAR ISI

Bab I

:Pendahuluan 3

Bab II

:Laporan Kasus. 4

Bab III

:Pembahasan. 8

Bab IV

:Tinjauan Pustaka.... 13

Bab V

:Kesimpulan 22

Daftar Pustaka 23

BAB I
PENDAHULUAN
2

Penyakit Kecacingan di Indonesia masih merupakan masalah besar atau masih


merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat
tinggi. Cacing-cacing yang menginfestasi anak dengan prevalensi yang tinggi ini
adalah cacing gelang (ascaris lumbricoides), cacing cambuk (trichuris trichiura), cacing
tambang (necator americanus) dan cacing pita, kalau di diperhatikan dengan teliti,
cacing-cacing yang tinggal diusus manusia ini memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap kejadian penyakit lainnya misalnya kurang gizi.
Ascariasis adalah infeksi cacing yang paling umum, dengan prevalensi seluruh
dunia diperkirakan 25% (0,8-1,22 milyar orang). Survey yang dilakukan di beberapa
tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup
tinggi, sekitar 60-90% terutama pada anak. Ascariasis simtomatik dapat bermanifestasi
menjadi gangguan pertumbuhan, pneumonitis, atau obstruksi usus. Manusia merupakan
satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Parasit ini ditemukan kosmopolit. Cacing ini
terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dana
lembab dengan sanitasi yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah
pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.1,2

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena


badannya semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir. Kadang-kadang
ada gejala diare. Sejak 2 minggu yang lalu pasien batuk-batuk dan sesak nafas. Anak
juga mengalami demam. Demam telah dirasakan hilang timbul sejak sekitar 2 minggu
yang lalu, tetapi tetap tinggi selama 3 hari terakhir. Batuknya kering dan berbunyi.
Keluarga pasien tinggal di daerah yang padat, kumuh, dan tidak mempunyai jamban
keluarga. Anak sering bermain di halaman tanpa memakai alas kaki dan tidak mencuci
tangan sebelum makan.
Pemeriksaan fisik:

Kesadaran
Suhu
Kulit
Motorik
Mata & THT
Jantung
Paru-paru
RR
Abdomen

: compos mentis
: 39o C
: tidak ditemukan ptechiae
: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Wheezing
: 20x/menit
: tampak membuncit, hepar dan lien tidak teraba

Pemeriksaan Laboratorium

Darah:
Hb
: 10 g/dL
Leukosit
: 4.500/L
Hematokrit
: 32%
LED
: 25 mm/jam
Trombosit
: 250.000/L
Hitung Jenis Leukosit
: 0/15/4/25/40/6
Tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi, parasit malaria tidak ditemukan
Urine
Protein
:Glukosa
:Sedimen
:Leukosit
: 3-4/LPB
Eritrosit
: 0/LPB
Silinder
:4

Bakteri
:Faeces
Leukosit
: Eritrosit
: Darah Samar
: Ditemukan telur cacing

Widal
S. Tiphy O
: S. Tiphy H
: S. Paratiphy A/B/C : -

Rontgen thorax :

Tampak

Infiltrat

pada

seluruh

lapangan

paru

kiri

dan

kanan

Hasil Pemeriksaan Sputum :


a.
b.
c.
d.

Pewarnaan Gram tidak ditemukan bakteri


Pewarnaan tahan asam: BTA negative
Pemeriksaan KOH 10%: Jamur negative
Pewarnaan Wright/ Giemsa: eosinofilia

BAB III
PEMBAHASAN
Keluhan utama atau masalah utama pasien ini adalah mengalami penurunan
berat dan penurunan nafsu makan. Dari keluhan tersebut kita memerlukan data-data

tambahan untuk menyingkirkan hipotesis agar bisa menegakkan diagnosis pada pasien
ini.
Anamnesis tambahan
1. Riwayat penyakit sekarang seperti apakah ada nyeri di bagian dada sebagai
indikasi dari bronkopneumonia, atau adakah nyeri perut dan nyeri saat buang
air besar, lalu apakah fecesnya berdarah untuk indikasi dari amebiasis, apakah
ada gatal di malam hari pada bagian anus atau kaki untuk indikasi beberapa
jenis infeksi cacing, apakah pernah muntah atau fecesnya mengandung cacing
untuk indikasi dari infeksi cacing ascaris.
2. Gaya hidup: untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan pasien, seperti pola makan,
higiene dan sanitasi dari lingkungan, untuk indikasi adanya kemungkinan
infeksi cacing atau amebiasis.
3. Riwayat penyakit dahulu, apakah dulu pernah ada keluahan yang sama, apakah
sudah berobat untuk mengatasi keluhan,
4. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama sebagai indikasi dari kemungkinan tertular infeksi cacing
dan amebiasis.
Pemeriksaan Fisik

Kesadaran
Suhu
Kulit
Motorik
Mata
THT
Jantung
Paru-paru
RR
Abdomen

: compos mentis
: 39o C
: tidak ditemukan ptechiae
: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Wheezing
: 20x/menit
: tampak membuncit, hepar dan lien tidak teraba

Interpretasi:

Dari pemeriksaan fisik di atas didapatkan hasil yang hampir secara keseluruhan
normal hanya didapatkan kelainan pada paru-paru yaitu terdapat wheezing yang
menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi saluran napas bagian atas, edema laring
atau adanya benda asing yang bisa mengindikasikan kemungkinan adanya larva cacing
di paru . Perut yang membuncit bisa menunjukkan indikasi adanya cacing dalam perut.

Diagnosis: Askariasis
Diagnosis diterapkan berdasarkan pemeriksaan tinja dimana ditemukan telur yang tidak
dibuahi, dan sindrome loeffler yaitu: demam, batuk, eosinofilia, dan pada foto thorax
ditemukan infiltrat.
Tatalaksana:
1. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga
dan hygiene pribadi seperti:
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan serta sesudah
buang air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
Biasakan memakai jamban/WC.
Mengadakan pengobatan massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik
ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Pengobatan penderita
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing
karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat
yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk

mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan


massal. Beberapa obat yang sering dipakai seperti: piperazin, minyak chenopodium,
hetrazan dan tiabendazol. Obat cacing yang sekarang dipakai berspektrum luas, lebih
aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya
(Soedarto, 1991).
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:
1. Mebendazol
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang
baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa
melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus
terjadi migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan
dan obat ini biasanya dapat diterima (well tolerated). Obat ini mempunyai
keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat
berspekturm luas ini berguna di daerah endemik di mana infeksi multipel
berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis
tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan
mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius
vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan
dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg
piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan

10

mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti


berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo. 1,2

Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
5.

Pneumonia
Obstruksi ileus
Perforasi usus
Obstruksi ductus biliaris
Gangguan pertumbuhan karena malnutrisi

Prognosis
Ad Vitam: Ad Bonam
Karena, pada pasien ini akan dilakukan tindakan bedah yang angka
kesembuhannya tinggi.
Ad Sanationam: Dubia ad bonam
Jika kebiasaan hidup pasien dirubah misalnya memakai alas kaki, dan hygiene
lingkungan baik maka penyakit tidak akan terulang.
Ad Fungsionam: Ad bonam
Karena infeksi cacing ini tidak merusak organ usus, dan infiltrat pada paru akan
menghilang dalam waktu 3 minggu.

11

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ascariasis
Ascariasis disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris lumbricoides atau cacing
gelang. Ascaris lumbricoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalam usu halus
manusia.

Morfologi Ascaris lumbricoides


Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat
(conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak
melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 20 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 8
mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan
panjangnya 10 - 30 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama
dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral.
Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai
gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan
untuk memasukkan makanan.3

Siklus Hidup dan Cara Penularan


Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika
tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan menetas
dan melepaskan larva infektif (larva rhabditiform) dan kemudian menembus dinding

12

usus masuk kedalam vena portae hati, mengikuti aliran darah masuk kejantung kanan
dan selanjutnya keparu-paru dengan masa migrasi berlangsung selama 1 7 hari.
Larva tumbuh didalam paru-paru dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk ke bronkus, trakhea, laring
dan kemudian ke faring, berpindah ke oesopagus dan tertelan melalui saliva atau
merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus dan berakhir sampai
kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur
cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan bersama tinja.
Siklus hidup cacing ini mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi
pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh
menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, di
mana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami
perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini
tahan terhadap pengaruh cuaca buruk, berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena
infeksi secara terus menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi
dewasa dan menggantikannya. Apabila makanan atau minuman yang mengandung
telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut
sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat
menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak
langsung dengan kulit.4

Aspek Klinik

13

Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita akibat pengaruh migrasi


larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak
menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi)
terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing sendiri
dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi
gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema
diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas. Cacing dewasa dapat pula
menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus.
Oleh karena adanya migrasi cacing ke organorgan misalnya ke lambung, oesophagus,
mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita.
Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam
beberapa keadaan sebagai berikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat
rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam usus buntu
(apendiks), saluran empedu (duktus choledocus) dan saluran pankreas (ductus
pankreatikus). Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat
disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi
cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan
dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan
histologi.
Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja
atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai
dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.4

14

Epidemiologi Ascariasis
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak
sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka
tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva
cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak
langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host
merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat
mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain
itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya.
Prevalensi Ascariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja
manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi
pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah,
sehingga memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah
akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya
akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.5 Perkembangan telur
dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23oC
sampai 30oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan
telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama
dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.

B. Pneumonia
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme(bakteri,
virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang

15

berupa aveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya
kemampuan paru sebagai tempatpertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu.
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh.
Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut
dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah
(efusi pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis
(pneumotoraks) dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran
infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.
Etiologi
Penyebab pneumonia bermacam-macam yaitu bakteri, virus, fungus, alergi, aspirasi,
hypostatic pneumonia. Pneumonia bakteri dapat disebabkan oleh Pneumococcus,
Staphylococcus, H.influenza, TBC, Klebsiella, bakteri coli.

Insidens dan Epidemiologi


Salah satu penyebab utama pneumonia adalah Pneumococcus.Pneumococcus dengan
serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa
dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil
dan bayi. Pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur di bawah dua bulan, berjenis
kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang
memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan
defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat
pneumonia adalah bayi di bawah umur dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang

16

gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan
kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan
adanya penyakit kronis pada bayi.

Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru bayi melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium
kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
Bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi
merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara,
warna mernjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus didapatkam
fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu: lobus masih tetap padat dan
warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karna diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler
tidak lagi kongesif.(4) stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia
lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur.
Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

Manifestasi Klinis
Secara anatomik pneumonia terbagi atas dua yaitu :

Pneumonia lobaris

17

Merupakan penyakit primer,kebanyakan menyerang anak besar (biasanya


sesdudah berumur 3 tahun). Anak tampak sakit berat,demam tinggi,pergerakan
dada pada sisi yang sakit tampak lambat,pekak relatif pada perkusi. Gambaran
radiologik jelas terlihat infiltrate yang jelas. Pada penyembuhan demam
menurun secara tiba-tiba (krisis) dalam 5-9 hari. Jarang timbul relaps,prognosis
baik, mortalitas rendah,sembuh sempurna.

Bronchopneumonia

Biasanya merupakan penyakit sekunder,timbul setelah menderita penyakit lain.


Kebanyakan menyerang bayi dan anak kecil. Keadaan umum tidak terlalu
terganggu (bila belum sesak), demam tidak terlalu tinggi (sering sebagai demam
remitten). Tidak ditemukan pekak relatif pada perkusi, pada foto thorax tidak
tampak bayangan infiltrate (atau bila ada tersebar kecil). Sering relaps,
mortalitas

lebih

tinggi,

dan

sembuh

dengan

sisa-sisa

fibrosis.

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, selain klinis,pemeriksaan yang mendukung diagnosis
adalah:
a. Pemeriksaan Rontgen toraks
Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara
pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infitrat didapatkan pada
satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi
seperti

pleuritis,

etelektasis,

abses

paru,

pneumatokel,

pneumatoraks,

pneumomediastinum atau perikarditis.


18

b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis,
biasanya 15.000 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat
dibiak dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih
tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak
hilin. Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.

Diagnosis Banding
Keadaan yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung,
aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberculosis.

Pengobatan dan Penatalaksanaan


Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi
berhubung hal ini tidak selalu dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan
ditambah dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/ hari atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas
panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan
intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan
NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml botol infuse.
Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus
Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jauh ke dalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan

19

kekurangan basa sebanyak -5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di
rumah sakit.

Komplikasi
Dengan penggunaan anti biotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai,
Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi media
lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di
turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

20

BAB V
KESIMPULAN
Prevalensi Ascaris masih tinggi di Indonesia, beberapa wilayah lebih dari 70%
penduduk mengalami Ascariasis ditemukan di beberapa desa di Sumatra (78%),
Kalimantan(79%), Sulawesi(88%), NTB(92%) dan Jawa Barat(90%). Di daerah
endemi dengan insidens tinggi terjadi penularan terus menerus yang dipengaruhi oleh
keadaan tanah dan iklim yang sesuai.
Pentingnya kebersihan lingkungan dan sanitasi juga berperan penting dalam
memutus infeksi dari Ascaris. Namun, pengertian sanitasi lingkungan yang baik sulit
dikembangkan dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosio-ekonomi rendah
dengan keadaan seperti rumah berhimpitan di daerah kumuh dengan sanitasi yang
buruk, atau kebiasaan masyarakat desa yang tidak mempunyai jamban dan penggunaan
kotoran manusia sebagai pupuk.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Pohan HT. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 2938-9.
2. Supali T, Margono SS, Abidin AN. Nematoda Usus. In: Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4 th ed.
Jakarta: FKUI; 2008.p.6-9
3. Brotowidjoyo, MD, 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta.
4. Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.
5. Brown, Harold, W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai