03008061
03008064
03009165
03009176
03010046
03010047
03010048
03010049
03010050
03010051
Birri Ifkar
Calvindra Leenesa
Nadia Anggun Mowlina
Nyimas Ratih Amandhita NP
Ayu Nabila Kusuma P.
Bagus Dwi Putranto
Bayu Adiputro
Beatrix Tiara Indie
Bela Amanda Putri
Bella Ammara Karlinda
Jakarta
13 Januari 2012
DAFTAR ISI
Bab I
:Pendahuluan 3
Bab II
:Laporan Kasus. 4
Bab III
:Pembahasan. 8
Bab IV
:Tinjauan Pustaka.... 13
Bab V
:Kesimpulan 22
Daftar Pustaka 23
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Kesadaran
Suhu
Kulit
Motorik
Mata & THT
Jantung
Paru-paru
RR
Abdomen
: compos mentis
: 39o C
: tidak ditemukan ptechiae
: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Wheezing
: 20x/menit
: tampak membuncit, hepar dan lien tidak teraba
Pemeriksaan Laboratorium
Darah:
Hb
: 10 g/dL
Leukosit
: 4.500/L
Hematokrit
: 32%
LED
: 25 mm/jam
Trombosit
: 250.000/L
Hitung Jenis Leukosit
: 0/15/4/25/40/6
Tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi, parasit malaria tidak ditemukan
Urine
Protein
:Glukosa
:Sedimen
:Leukosit
: 3-4/LPB
Eritrosit
: 0/LPB
Silinder
:4
Bakteri
:Faeces
Leukosit
: Eritrosit
: Darah Samar
: Ditemukan telur cacing
Widal
S. Tiphy O
: S. Tiphy H
: S. Paratiphy A/B/C : -
Rontgen thorax :
Tampak
Infiltrat
pada
seluruh
lapangan
paru
kiri
dan
kanan
BAB III
PEMBAHASAN
Keluhan utama atau masalah utama pasien ini adalah mengalami penurunan
berat dan penurunan nafsu makan. Dari keluhan tersebut kita memerlukan data-data
tambahan untuk menyingkirkan hipotesis agar bisa menegakkan diagnosis pada pasien
ini.
Anamnesis tambahan
1. Riwayat penyakit sekarang seperti apakah ada nyeri di bagian dada sebagai
indikasi dari bronkopneumonia, atau adakah nyeri perut dan nyeri saat buang
air besar, lalu apakah fecesnya berdarah untuk indikasi dari amebiasis, apakah
ada gatal di malam hari pada bagian anus atau kaki untuk indikasi beberapa
jenis infeksi cacing, apakah pernah muntah atau fecesnya mengandung cacing
untuk indikasi dari infeksi cacing ascaris.
2. Gaya hidup: untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan pasien, seperti pola makan,
higiene dan sanitasi dari lingkungan, untuk indikasi adanya kemungkinan
infeksi cacing atau amebiasis.
3. Riwayat penyakit dahulu, apakah dulu pernah ada keluahan yang sama, apakah
sudah berobat untuk mengatasi keluhan,
4. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama sebagai indikasi dari kemungkinan tertular infeksi cacing
dan amebiasis.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
Suhu
Kulit
Motorik
Mata
THT
Jantung
Paru-paru
RR
Abdomen
: compos mentis
: 39o C
: tidak ditemukan ptechiae
: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Wheezing
: 20x/menit
: tampak membuncit, hepar dan lien tidak teraba
Interpretasi:
Dari pemeriksaan fisik di atas didapatkan hasil yang hampir secara keseluruhan
normal hanya didapatkan kelainan pada paru-paru yaitu terdapat wheezing yang
menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi saluran napas bagian atas, edema laring
atau adanya benda asing yang bisa mengindikasikan kemungkinan adanya larva cacing
di paru . Perut yang membuncit bisa menunjukkan indikasi adanya cacing dalam perut.
Diagnosis: Askariasis
Diagnosis diterapkan berdasarkan pemeriksaan tinja dimana ditemukan telur yang tidak
dibuahi, dan sindrome loeffler yaitu: demam, batuk, eosinofilia, dan pada foto thorax
ditemukan infiltrat.
Tatalaksana:
1. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga
dan hygiene pribadi seperti:
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan serta sesudah
buang air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
Biasakan memakai jamban/WC.
Mengadakan pengobatan massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik
ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Pengobatan penderita
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing
karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat
yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk
10
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
Pneumonia
Obstruksi ileus
Perforasi usus
Obstruksi ductus biliaris
Gangguan pertumbuhan karena malnutrisi
Prognosis
Ad Vitam: Ad Bonam
Karena, pada pasien ini akan dilakukan tindakan bedah yang angka
kesembuhannya tinggi.
Ad Sanationam: Dubia ad bonam
Jika kebiasaan hidup pasien dirubah misalnya memakai alas kaki, dan hygiene
lingkungan baik maka penyakit tidak akan terulang.
Ad Fungsionam: Ad bonam
Karena infeksi cacing ini tidak merusak organ usus, dan infiltrat pada paru akan
menghilang dalam waktu 3 minggu.
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ascariasis
Ascariasis disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris lumbricoides atau cacing
gelang. Ascaris lumbricoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalam usu halus
manusia.
12
usus masuk kedalam vena portae hati, mengikuti aliran darah masuk kejantung kanan
dan selanjutnya keparu-paru dengan masa migrasi berlangsung selama 1 7 hari.
Larva tumbuh didalam paru-paru dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk ke bronkus, trakhea, laring
dan kemudian ke faring, berpindah ke oesopagus dan tertelan melalui saliva atau
merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus dan berakhir sampai
kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur
cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan bersama tinja.
Siklus hidup cacing ini mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi
pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh
menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, di
mana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami
perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini
tahan terhadap pengaruh cuaca buruk, berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena
infeksi secara terus menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi
dewasa dan menggantikannya. Apabila makanan atau minuman yang mengandung
telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut
sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat
menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak
langsung dengan kulit.4
Aspek Klinik
13
14
Epidemiologi Ascariasis
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak
sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka
tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva
cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak
langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host
merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat
mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain
itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya.
Prevalensi Ascariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja
manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi
pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah,
sehingga memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah
akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya
akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.5 Perkembangan telur
dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23oC
sampai 30oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan
telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama
dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.
B. Pneumonia
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme(bakteri,
virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang
15
berupa aveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya
kemampuan paru sebagai tempatpertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu.
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh.
Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut
dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah
(efusi pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis
(pneumotoraks) dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran
infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.
Etiologi
Penyebab pneumonia bermacam-macam yaitu bakteri, virus, fungus, alergi, aspirasi,
hypostatic pneumonia. Pneumonia bakteri dapat disebabkan oleh Pneumococcus,
Staphylococcus, H.influenza, TBC, Klebsiella, bakteri coli.
16
gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan
kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan
adanya penyakit kronis pada bayi.
Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru bayi melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium
kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
Bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi
merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara,
warna mernjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus didapatkam
fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu: lobus masih tetap padat dan
warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karna diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler
tidak lagi kongesif.(4) stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia
lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur.
Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
Manifestasi Klinis
Secara anatomik pneumonia terbagi atas dua yaitu :
Pneumonia lobaris
17
Bronchopneumonia
lebih
tinggi,
dan
sembuh
dengan
sisa-sisa
fibrosis.
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, selain klinis,pemeriksaan yang mendukung diagnosis
adalah:
a. Pemeriksaan Rontgen toraks
Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara
pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infitrat didapatkan pada
satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi
seperti
pleuritis,
etelektasis,
abses
paru,
pneumatokel,
pneumatoraks,
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis,
biasanya 15.000 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat
dibiak dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih
tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak
hilin. Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.
Diagnosis Banding
Keadaan yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung,
aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberculosis.
19
kekurangan basa sebanyak -5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di
rumah sakit.
Komplikasi
Dengan penggunaan anti biotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai,
Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi media
lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di
turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
20
BAB V
KESIMPULAN
Prevalensi Ascaris masih tinggi di Indonesia, beberapa wilayah lebih dari 70%
penduduk mengalami Ascariasis ditemukan di beberapa desa di Sumatra (78%),
Kalimantan(79%), Sulawesi(88%), NTB(92%) dan Jawa Barat(90%). Di daerah
endemi dengan insidens tinggi terjadi penularan terus menerus yang dipengaruhi oleh
keadaan tanah dan iklim yang sesuai.
Pentingnya kebersihan lingkungan dan sanitasi juga berperan penting dalam
memutus infeksi dari Ascaris. Namun, pengertian sanitasi lingkungan yang baik sulit
dikembangkan dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosio-ekonomi rendah
dengan keadaan seperti rumah berhimpitan di daerah kumuh dengan sanitasi yang
buruk, atau kebiasaan masyarakat desa yang tidak mempunyai jamban dan penggunaan
kotoran manusia sebagai pupuk.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Pohan HT. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 2938-9.
2. Supali T, Margono SS, Abidin AN. Nematoda Usus. In: Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifudin PK, Sungkar S, Editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 4 th ed.
Jakarta: FKUI; 2008.p.6-9
3. Brotowidjoyo, MD, 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta.
4. Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.
5. Brown, Harold, W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta.
22