Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
JULI 2016

OS PERFORASI SPONTAN Et Causa


ULKUS KORNEA

OLEH :
Erik Purnomo
C111 11 275
PEMBIMBING:
dr. Dini Mulyani Verawaty Sitorus
SUPERVISOR:
dr. Yunita Sp.M (K) M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:
Nama

: Erik Purnomo

NIM

: C111 11 275

Judul Case Report

: OS Perforasi Spontan Ulkus Kornea

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Juli 2016

Konsulen,

dr. Yunita Sp.M (K), M.Kes

Pembimbing,

dr. Dini Mulyani Verawaty Sitorus

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Agama
Nomor Rekam Medis
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Rumah sakit

: Ny.JN
: Perempuan
: 1 Juli 1940
: 76 tahun
: Islam
: 062840
: Singki, Anggeraja Enrekang
: 14 Juli 2016
: IGD RS Universitas Hasanuddin

ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada mata kiri
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
disertai keluar darah secara tiba-tiba dari bola mata kiri. Riwayat mata pasien
terkena duri daun salak 7 bulan yang lalu. Pada saat itu pasien merasakan mata
merah dan mata hitam menjadi putih secara perlahan lahan. Riwayat 7 bulan yang
lalu keluar cairan seperti gel tidak diketahui dan pasien berobat di Rumah Sakit
Enrekang dan diberi tetes mata dan obat oral namun tidak mengetahui nama
obatnya dan tidak kontrol teratur. Sejak 2 hari terakhir pasien merasakan mata
merah ada, nyeri pada mata ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada
dan keluar darah secara tiba tiba. Pasien kemudian berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat setelah merasakan keluar darah dari mata dan dirujuk ke RS
Wahidin Sudirohusodo. Riwayat trauma yang baru tidak ada. Riwayat Operai
katarak pada mata kanan 5 bulan yang lalu.Saat ini pasien tdak ada keluhan pada
mata kanan. alergi obat tidak ada, riwayat hipertensi ada tapi tidak berobat teratur,
riwayat DM tidak ada.Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 76 kali/menit

Pernafasan

: 22 kali/menit

Suhu

: 36,5 C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

Oculi sinistra

Oculi Dextra :

Inspeksi
Pemeriksaan

OD

Palpebra

Edema (-), hiperemis Edema


(+),
(-)
hiperemis (+)
Hiperlakrimasi (-)
Hiperlakrimasi (+)

Apparatus
lakrimalis
Silia

OS

Sekret (-)

Sekret (+)

Konjungtiva

Hiperemis (-)

Mekanisme
muskular

Ke segala arah

Hiperemis
(+),
mixed injectio (+)
kemosis (+)
Pergerakan
-4
(Nyeri)

Kornea

Jernih

Bilik Mata Depan

Kesan normal

Iris
Pupil

Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasi


tampak atrofi
Bulat, sentral,RC (+) Sulit dievaluasi

Lensa

IOL (+)

Keruh pada seluruh


kuadran,
tampak
perforasi
pada
bagian
sentral
dengan massa uvea
disertai darah pada
bibir luka.
Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi

1.

2. Palpasi
PEMERIKSAAN

OD

OS

Tensi okuler

Tn

Tn -1

Nyeri tekan

(-)

(+)

Massa tumor

(-)

(-)

Tidak ada pembesaran

Tidak ada pembesaran

Glandula periaurikuler

3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
- VOD

: 20 / 60 . (tidak dikoreksi)

- VOS

: 0 (tidak dikoreksi)

5. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan


6. Tes fluoresensi
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tes sensitivitas kornea : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Funduskopi
9. Slit lamp :
- SLOD

:Tidak dilakukan pemeriksaan

:Palpebra edema (-), silia secret (-), konjungtiva hiperemis


(-),kornea jernih, edema(-), BMD normal, iris coklat kripte (+),
pupil bulat sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih

- SLOS

:Palpebra edema (+), silia sekret (+), konjungtiva hiperemis,


injeksi pericornea (+), fluoresence (+) kornea edema, keruh di
sentral dan para sentral, permukaan kornea tidak rata, Infiltrat
kornea bentuk dendrit di sentral dan parasentral kornea, flare
(+), BMD kesan normal, iris coklat, kryptae (+), pupil bulat,
reflex cahaya (+), Lensa kesan Jernih.

11. Laboratorium :

RESUME
terpimpin : Dialami sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
disertai keluar darah secara tiba-tiba dari bola mata kiri. Riwayat mata pasien
terkena duri daun salak 7 bulan yang lalu. Pada saat itu pasien merasakan mata
merah dan mata hitam menjadi putih secara perlahan lahan. Riwayat 7 bulan yang
lalu keluar cairan seperti gel tidak diketahui dan pasien berobat di Rumah Sakit
Enrekang dan diberi tetes mata dan obat oral namun tidak mengetahui nama
obatnya dan tidak kontrol teratur. Sejak 2 hari terakhir pasien merasakan mata
merah ada, nyeri pada mata ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada
dan keluar darah secara tiba tiba. Pasien kemudian berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat setelah merasakan keluar darah dari mata dan dirujuk ke RS
Wahidin Sudirohusodo. Riwayat trauma yang baru tidak ada. Riwayat Operai
katarak pada mata kanan 5 bulan yang lalu.Saat ini pasien tdak ada keluhan pada
mata kanan. alergi obat tidak ada, riwayat hipertensi ada tapi tidak berobat teratur,
riwayat DM tidak ada.Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
- SLOD

:Palpebra edema (-), silia secret (-), konjungtiva hiperemis


(-),kornea jernih, edema(-), BMD normal, iris coklat kripte (+),
pupil bulat sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih

- SLOS

:Palpebra edema (+), silia sekret (+), konjungtiva hiperemis,


injeksi pericornea (+), fluoresence (+) kornea edema, keruh di
sentral dan para sentral, permukaan kornea tidak rata, Infiltrat
kornea bentuk dendrit di sentral dan parasentral kornea, flare
(+), BMD kesan normal, iris coklat, kryptae (+), pupil bulat,
reflex cahaya (+), Lensa kesan Jernih.

DIAGNOSIS
Oculi Sinistra perforasi et causa ulkus kornea
TERAPI

Edukasi
Terapi Sistemik
o IVFD RL 12 tpm
o Ceftriaxon 1 gr/ 24 jam/intravena
o Dexametasone 1 ampul/8 jam/intravena
o Ranitidin ampul/8jam/iv
o Neurobion 500/24jam/intravena
o Ketokonazole 200mg/12jam/oral

Terapi Topikal
o C.LFX loading dose 1 gtt/5menit/OS selama 30 menit, lanjut 1
gtt/3jam/OS
Natacen 1 tetes/6jam/OS
Eyelide tapping
Bilas RL: Betadine =12ml 1:3 pagi,sore
Anjuran: Eviserasi

o
o
o
o
PROGNOSIS
1.Quo ad visum
2.Quo ad sanationem
3.Quo ad vitam

: malam
: dubia et malam
: bonam

4.Quo ad kosmeticum

: malam

ULKUS KORNEA
A Pendahuluan
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas permukaan epitel normal yang
berhubungan dengan nekrosis jaringan kornea.1 Ulkus kornea dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau infeksi jamur; hal tersebut dapat terjadi sebagai penyebab
utama ataupun sekunder pada mata, sebagai contoh, abrasi, penggunaan lensa
kontak, atau penggunaan steroid topikal.2,3
Ulkus kornea biasanya steril namun ada juga penyebab lain ulkus kornea
seperti infeksi. Ulkus kornea akibat virus terjadi ketika epitel kornea intak. Ulkus
kornea akibat bakteri terjadi apabila ada riwayat trauma sehingga epitel kornea
tidak intak. Dengan semakin terkenalnya penggunaan steroid pada infeksi mata,
ulkus kornea akibat infeksi jamur semakin sering terjadi. 4
Sikatriks akibat ulkus kornea merupakan penyebab utama terjadinya
kebutaan dan gangguan visus di seluruh dunia Kebanyakan gangguan visus dapat
dicegah dengan diagnosis awal dan terapi yang tepat, dengan meminimalkan
faktor predisposisi.3
B Epidemiologi
Sekitar 25.000 orang di Amerika setiap tahunnya mengalami infeksi
keratitis. Insiden tahunan keratitis mikroba berhubungan dengan penggunaan
kontak lensa yang diperkirakan 2-4 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak
lunak dan 10-20 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak extended-wear. 4
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan

denganterjadinya peningkatan resiko terjadinya invasi pada kornea, penggunaan


lensa kontak yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim semi (Maret-Juli).
Dari penelitian ini juga didapatkan insiden terjadinya ulkus kornea meningkat
sampai delapan kali lipat. 4

C Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi mata3


Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran
11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik.Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air
mata.Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi

limbus.Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung
saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 5
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 6,7

Gambar 2. Histologi kornea 1


1

Epitel
-

Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.


Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan

Membrana Bowman
-

Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen


yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

Stroma
-

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Membrana Descement
-

Membrane aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan


sel endotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

Duas Layer
-Dulunya dianggap sebagai bagian dari membrane descement (pre desement)
yang ternyata merupakan lapisan tersendiri yang berada antara stoma dan
membrane desement.

Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longusberjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus.Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

10

mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel


dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.3
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya,
dan deturgensinya.3
D Patogenesis dan Patologi
Apabila kerusakan atau cedera pada epitelium telah dimasuki oleh agenagen

asing,

terjadilah

sekuel

perubahan

patologik

yang

muncul

saat

perkembangan ulkus kornea dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat
stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus
kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh,
dan terapi yang diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus
kornea dapat menjadi: 3
a. Ulkus terlokalisir dan sembuh
b. Penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. Menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
1

Patologi Ulkus Kornea yang Terlokalisir


a Stadium Infiltrasi Progresif
Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorfonuklear

dan/atau limfosit ke epitelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma


jika jaringan ini juga terkena nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung

pada virulensi agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien.


Gambar 3. Stadium Infiltrasi Progresif 3
b

Stadium Ulkus Aktif

11

Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epitelium.
Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella
dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman
dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi
ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat
iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera
okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion.
Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun
maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.

Gambar 4. Stadium Ulkus Aktif 3


c

Stadium Regresi
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan

immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik.
Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan
respon imun humoral dan sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan
epitelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

12

Gambar 5. Stadium Regresi 3

Stadium Sikatrik.
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya

epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epitelium,


jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada
kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epitelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus
sangat superfisial dan hanya merusak epitelium saja, maka akan sembuh tanpa ada
kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman
dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan
nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus
yang lebih dari 1/3 stroma kornea.

Gambar 6. Stadium Sikatrik 3


2

Patologi Perforasi Ulkus Kornea


Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan

mencapai membrana descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele,

13

(lihat gambar 6b). Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara
tiba-tiba seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan
perforasi, kebocoran humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan
diafragma iris-lensa akan bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada
posisi dan ukuran perforasi. Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris,
dapat terjadi proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma
adheren adalah hasil akhir setelah tejadinya cedera. 3

(b)
Gambar 7. Descemetocele (a. Gambaran diagram) (b. Gambaran klinis) 3
E Jenis- Jenis Ulkus Kornea
1 Ulkus Kornea Infeksi
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi yang terjadi sekunder
akibat kerusakan pada epitel kornea. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus
vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah
pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibagian bawah
kamera anterior. 9
a

Keratitis Bakterial

Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan
bakteri oportunistik (mis: Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis), yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang
cenderung menyebar perlahan dan superfisial.9

14

Pasien dengan keratitis bakterial hadir dengan gejala visus menurun,


fotofobia, nyeri pada okular moderate sampai severe, kemerahan, edema. Pada
pemeriksaan slit lamp, temuan penting adalah adanya focal white opacity dalam
stroma kornea dengan defek epitel kornea diatasnya dengan fluorescein. Temuan
lain meliputi edema epitel difus, stroma infiltrasi sekitar ulserasi tersebut, dan
eksudasi mukopurulen. Reaksi anterior chamber dan hipopion mungkin ada. Hal
ini penting untuk menentukan kedalaman dan lokasi dari defek epital dan infiltrasi
stroma. Anterior chamber dievaluasi untuk melihat adanya flare dan hipopion. 10

Ulkus Kornea Streptococcus Pneumoniae (Pneumokokkus)

Ulkus kornea pneumokokkus biasanya muncul 24-28 jam setelah inokulasi


pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus
berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari
tempat infeksi ke sentral kornea. Lapisan superfisial kornea adalah yang pertama
terlihat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening.
Biasanya ada hipopion.9

Ulkus Kornea Pseudomonasa Aeruginosa


Ulkus pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan

paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Ulkus ini
terlihat gambaran infiltrat kelabu atau kuning pada epitel kornea. Diduga bahwa
virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan produksi
intraselular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan besar
pada stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kologenase, akan tetapi sekarang
disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.3
Lesi ulkus yang disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea.
Ulkus kornea sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea karena
pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada
awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat
hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat
dan eksudat mungkin berwana hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan

15

P.Aeruginosa. Ulkus kornea pseudomonas biasanya berhubungan erat dengan


penggunaan lensa kontak lunak terutama lensa jenis extended-wear. 3

Ulkus Kornea Moraxella Liquefaciens


M. liquefaciens menimbulkan ulkus lonjong indolen yang umumnya

mengenai kornea bagian bawah dan meluas ke bagian dalam stroma selang
beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada, hanya sedikit dan kornea
sekitarnya umumnya bening. Ulkus M. Liquefaciens hampir selalu terjadi pada
pasien peminum alkohol, diabetes atau dengan penyakit imunosupresi lainnya.3
b. Keratitis Jamur
Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea jamur hanya timbul bila stroma
kornea kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak suatu peristiwa
yang masih mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan
pemakaian lensa kontak lunak. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat
dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid
yang tidak tepat. Setelah 5 hari ruda paksa atau 3 minggu kemudian pasien akan
merasa sakit hebat pada mata dan silau. 9
Ulkus jamur indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit
(umumnya menginfiltrasi tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama).
Lesi utama, dan juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel disertai reaksi
bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering dijumpai. 9
Keratitis jamur yang lebih menonjol di negara berkembang dunia. Laju
perkembangan keratitis jamur lambat, terapi anti jamur yang tersedia tidak
optimal, terutama karena penetrasi okular rendah. Secara keseluruhan, sepertiga
dari semua infeksi jamur memerlukan intervensi bedah karena kegagalan
pengobatan atau perforasi kornea. Jamur yang terkait denganperforasi kornea
termasuk Fusarium solani,Aspergillus fumigatus, Penicillium citrinum, Candida
albicans, Cephalosporium, dan Curvularia. Tingkat perforasi kornea pada
keratitis jamur berkisar dari 4 % sampai 33 %. 9

16

Gambar 8. Keratitis Akibat Infeksi Jamur. 3

Keratitis Virus
Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan
rekurens. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan
penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk keratitis
epitelialnya merupakan kelainan mata yang sebanding dengan herpes
labialis, yang memiliki ciri ciri immunologik dan patologik sama,
demikian pula waktu terjadinya. Perbedaan satu satunya adalah bahwa
perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kornea
yang avaskuler menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lokasi lesi.
Infeksi

okular

Herpes

Simpleks

Virus

(HSV)

pada

pejamu

immunokompeten biasanya sembuh sendiri pada pejamu yang lemah


imun, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal
perjalanannya dapat kronik dan merusak.9

17

Gambar 9. Lesi herpes simpleks keratitis. A.Eptiel keratitis berulang B dan


C. Ulkus dendritik, Diagramatic depicitin D. Ulkus geografi E. Keratitis
disciform

Studi serologik menunjukkan bahwa hamper semua orang dewasa


pernah terpajan virus ini walaupun tidak sampai menimbulkan gejala
klinis penyakit. Sesudah infeksi primer, virus ini menetap secara laten di
ganglion trigeminum. Faktor faktor yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit ini, termasuk lokasinya, masih perlu diungkapkan. Kebanyakan
infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1 (penyebab herpes
labialis), tetapi pada beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan
disebabkan oleh HSV tipe 2 (penyebab herpes genitalis) lesi kornea yang
ditimbulkan oleh kedua jenis ini tidak dapat dibedakan. 9
Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi
kulit mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan
pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan banyak jenis sel
jaringan, misalnya sel HeLa dan terbentuk plak-plak khas. Namun pada
kebanyakan kasus, diagnosis dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan

18

ulkus dendritik atau geografik khas dan sensasi kornea yang sangat
menurun, bahkan sampai hilang sama sekali. Metode PCR digunakan
untuk identifikasi HSV dari jaringan dan cairan, juga dari sel-sel epitel
kornea secara akurat. 9

Keratitis Virus Varicella-Zoster


Infeksi virus varicella-zosterVZV terjadi dalam dua bentuk yaitu
primer (varicella) dan rekurens (herpes zoster). Pada varicella jarang
terjadi manifestasi di mata, pada zoster oftalmik sering. Pada varicella
(cacar air) lesi mata umumnya berupa lesi cacar di palpebrae dan tepian
palpebrae.9
Berbeda dari keratitis HSV rekurens yang umumnya hanya
mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak
awal terjadinya. Lesi epitelnya amorf dan bebercak, sesekali terdapat
pseudodendrit linear yang agak /mirip dendrit-sejati pada keratitis HSV.
Kadang-kadang timbul keratitis disiformis dan menyerupai keratitis
disiformis HSV. Kehilangan sensasi kornea, dengan resiko terjadinya
keratitis neurotropik, selalu merupakan ciri yang mencolok dan sering
menetap berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh. 9

d Keratitis Acanthamoeba
Achantamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.Infeksi kornea oleh
Achantamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi ini
juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air
atau tanah yang tercemar. 9
Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan, dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural, tetapi seringkali hanya
ditemukan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea.9
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas
media khusus.Biopsi kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik

19

menampakkan adanya bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit).Larutan dari


kotak lensa kontak harus dibiakkan. Sering bentuk amuba dapat ditemukan
pada larutan kotak penyimpanan lensa kontak.
2

Ulkus Kornea Non - Infeksi


Ulkus Marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk

khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer
kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen
vaskular. 9
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat nyeri.
Ulkus ini timbulnya sekunder akibat konjungtivitis bakteri akut atau kronik,
terutama blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang akibat konjungtivitis
Koch-Weeks (Haemophilus aegyptius). Walaupun demikian, ulkus ini bukan suatu
proses infeksi dan pada kerokan tidak terdapat bakteri penyebab. Ulkus ini timbul
akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi
dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea. 9
Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi atau hipopion. Penyebab dari ulkus mooren belum
diketahui namun diduga autoimun. 60-80 % kasus unilateral dan ditandai dengan
penggalian (excavation) limbus dan kornea perifer, yang nyeri dan progresif dan
sering berakibat kehilangan mata. Ulkus ini tidak responsif dengan antibiotik
maupun kortikosteroid. Dilakukan eksisi konjungtiva limbus dan keratoplasti
tektonik lamelar. Terapi imuopsupresif sistemik sering diperlukan untuk
mengontrol penyakit tahap menengah atau lanjut. 9

20

Ulkus Kornea Akibat Defesiensi Vitamin A


Ulkus kornea yang khas pada avitaminosis A terletak disentral dan
bilateral, berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea
disekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (karenanya disebut keratomalacia)
juga sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva mengalami keratinisasi, yang
terlihat sebagai bercak Bitot. Bercak bitot adalah daerah berbuih, berbentuk baji
pada konjungtiva, biasanya pada sisi temporal, dengan dasar bajinya pada limbus
dan apeksnya meluas kearah kantus lateralis. Ulserasi kornea akibat avitaminosis
A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di
saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. 9

F Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu
nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama
palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi
kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di
pusat. Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang
yang sakit. Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berairmata dan fotofobia umunnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 9,10
G Diagnosis

21

Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisis, dan pemeriksaan penunjang. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah: 7,9,
1

Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya riwayat cidera
superfisial. Benda asing dan abrasi merupakan dua lesi kornea yang paling
umum. Adanya riwayat penyakit kornea juga mempunyai makna. Ulkus
kornea juga memberikan gejala mata merah ringan hingga berat, fotofobia,
penglihatan menurun disertai sekret. Perlu juga ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal karena kortikosteroid mungkin telah dipakai dan
dapat menjadi predisposisi bagi penyakit bakteri, jamur, atau virus.9

Pemeriksaan fisis
Pemakaian slit lamp penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar.
Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan cahaya
di atas kornea. Dengan cara ini terlihat daerah kasar yang menandakan
adanya defek epitel 9

Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein

Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada


kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein
akan berwarna hijau ditengahnya. 9

Pewarnaan gram dan KOH

Biasanya kokus gram positif, stafilokokkus aureus dan streptokok


pneumoniakan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk
bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang

supuratif.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus dengan
menggunakan larutan KOH. 9

Kultur

22

Kultur bakteri biasanya dilakukan pada semua kasus pada saat


kunjungan pertama. Kultur untuk jamur, acanthamoeba, atau virus
dapat dikerjakan bila gambaran klinis nya khas atau bila tidak ada
respon terhadap terapi infeksi bakteri. 9

H Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya pada ulkus kornea adalah dengan sikloplegi,
antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat member obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotik, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum
ulkus diobati sebagai berikut: 1
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan
2.
3.
4.
5.

berfungsi sebagai inkubator.


Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
Kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Debridemen sangat membantu penyembuhan
Antibiotik yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.

Ulkus Kornea Bakterial


Terapi dimulai secara

intensif,

pengobatan

agresif

dengan

fluoroquinolones generasi keempat sambil menunggu hasil laboratorium. Dosis


diberikan setiap 30 menit untuk enam jam pertama, diikuti dengan pemberian
per jam. Sikloplegik sangat baik untuk kenyamanan pasien dan untuk
mencegah terjadinya sinekia. 3
Menghindari Steroid. Terutama pada fase awal. Pengobatan kortikosteroid
dapat mengahambat secara signifikan pembentukan epitelisasi pada kornea.
Setelah kornea telah mengalami epitelisasi dan organisme memberikan respon
yang baik terhadap antibiotik (biasanya setelah 72 jam pengobatan), steroid
dapat diberikan sebagai terapi untuk mengendalikan peradangan persisten dan
mengurangi kerusakan jaringan. Namun, hasil studi menunjukan bahwa ulkus

23

kornea dengan terapi kortikosteroid topikal ajuvan tidak memperbaiki


b

penglihatan dalam 3 bulan. 3


Ulkus Kornea Virus 7
Diberikan antivirus. Untuk ulkus epitel, pengobatan yang diberikan adalah
antivirus topikal, khususnya trifluridine tetes (sembilan kali sehari) atau
gansiklovir gel (lima kali sehari). Antivirus topikal sebaiknya tidak digunakan
selama lebih dari 10 sampai 14 hari karena dapat membunuh sel normal dan
menyebabkan toksik pada kornea. Selain itu, antivirus lisan seperti acyclovir,
valacyclovir, dan famciclovir dapat mempercepat penyembuhan.
Steroid hanya diberikan pada keratitis stroma. Perawatan untuk stroma
keratitis adalah pemberian steroid topikal. Selain itu, pasien biasanya diberikan
antivirus sebagai profilaksis untuk mencegah terulangnya defek pada epitel
saat pasien menggunakan steroid. Namun, kontraindikasi steroid pada keratitis
epitel yaitu steroid dapat membantu virus untuk bereplikasi. Sebaliknya,
antiviral topikal yang diresepkan untuk ulkus epitel yang kontraindikasi pada
stroma keratitis karena tidak efektif (tidak ada virus hidup) dan bisa
menyebabkan keracunan.
Pengobatan lebih kompleks pada pasien dengan keratitis herpetic
necrotizing, di mana kedua virus hidup dan respon imun yang hadir.. Mata
dengan keratitis virus rentan terhadap superinfeksi maka dapat menggunakan
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri. Selain itu, untuk pasien
yang immunocompromised atau memiliki penyakit penglihatan yang berulang
diberikan dosis rendah asiklovir oral atau valacyclovir secara signifikan

mengurangi risiko kekambuhan.


Ulkus Kornea Jamur 3
Natamycin topikal 5 % atau amfoterisin topikal B 0,15 % adalah terapi lini
pertama untuk gejala dicurigai keratitis. Natamycin merupakan anti jamur yang
di yang disetujui olef FDA. Natamycin ini meresap ke kornea deengan baik
setelah pemberian topikal dan obat pilihan untuk keratitis jamur. Amfoterisin
B, karena banyak toksisitas diberikan sebagai pengobatan lini kedua untuk
Natamycin. Dosis yang disarankan adalah 1 mg /kg / hari intravena atau topikal
pada 0,15 % menjadi 0,3 % larutan setiap 30 sampai 60 menit. Efek sampng
dapat mencakup toksisitas ginjal, sakit kepala, demam, menggigil dan

24

anorexia. Seperti halnya untuk kebanyakan cedera segmen anterior dan infeksi.
Siklopegik harus diberikan untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Selain
terapi standar untuk keratitis jamur yaitu Vorikonazol (topikal dan oral) juga
telah berhasil digunakan.
Debridemen mekanis dari kornea yang epitel dapat membantu dalam
penetrasi topikal obat ke stroma sambil mengambil spesimen untuk
histopatologi dan evaluasi. Terapi penetrasi keratoplasty sering diperlukan
untuk mengembalikan gangguan visus karena jaringan parut kornea. Meskipun
terapi farmakologis maksimal, transplantasi awal selama penyakit aktif
mungkin diperlukan untuk yang mengalami perforasi atau yang mendekati
terjadinya perforasi.
I

Komplikasi

Komplikasi ulkus kornea antara lain: 8


1

Iridosiklitis toksik: seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen

karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.


Glaukoma sekunder: timbul karena adanya blok dari eksudat yang

fibrinous pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).


Descemetocele: Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen yang
menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet, yang dapat
menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat tekanan
intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang
disebut dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang

mengancam dan sering kali menimbulkan nyeri hebat.


Perforasi ulkus kornea: tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin atau spasme
otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam menjadi
perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri berkurang dan
pasien merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk:
-

Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.


Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul karena
adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba. Anterior
capsular katarak: terbentuk saat terjadi kontak antara lensa dan ulkus

25

pada saat perforasi pada area pupillary. Fistula kornea: terbentuk saat
perforasi pada area pupillary tidak diikuti oleh iris dan dibatasi oleh
epitelium yang membuat jalan secara cepat. Terjadinya kebocoran
-

aqueous secara terus menerus melalui fistula ini.


Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang berkembang

karena penyebaran infeksi secara intraokular.


Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau
perdarahan koroid yang muncul pada beberapa pasien karena

terjadinya penurunan tekanan bola mata secara mendadak.


Jaringan parut kornea: Merupakan hasil akhir dari penyembuhan ulkus
kornea. Jaringan parut kornea menyebankan gangguan penglihatan secara
permanen mulai dari penurunan penglihatan ringan sampai dengan buta
total. Tergantung pada gambaran klinis dari ulkus kornea, jaringan parut
mungkin dapat seperti nebula, makula, leukoma, kerectesia (ektatik
sikatrik), lekoma adheren atau staphyloma.

Prognosis
Banyak orang yang sembuh sempurna dari ulkus kornea atau infeksi,
atau mereka hanya mendapatkan perubahan minimal dalam penglihatan. Akan
tetapi, ulkus kornea atau infeksi dapat menyebabkan kerusakan jangka
panjang kepada kornea dan mempengaruhi penglihatan. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang G.K, Amman J. et al. Ophtalmology: A Short Textbook. Germany.
2010. p127-42
2. Khaw P T, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4 th ed. London. BMJ
books.p10-1
3. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Age
International: New Delhi. 2007. Pg. 89-126
4. Mills T.J. corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview#a0199

26

5. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi
keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013. h. 1-13
6. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam : Ilmu Penyakit Mata . Edisi
keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013. h. 161-67.
7. World Health Organization. Guidelines for the Management of Corneal
Ulcer. 2004
8. Farida Y. Corneal Ulcer Treatment. J Majority Volume 12. H. 119-27. 2015
9. Biswell R. Kornea. In : Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P.
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2009
10. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of
Medicine

NIH

National

Institutes

of

Health.

In

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm

27

Anda mungkin juga menyukai