Anda di halaman 1dari 5

KANDUNGAN KIMIA PADA RIMPANG JAHE

Muriani Nur Hayati, M.Pd

I. PENDAHULUAN
Jahe (Zingiber officinale Rosc.), satu dari sejumlah temu-temuan dari suku
Zingiberaceae, menempati posisi yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat
Indonesia, karena peranannya dalam berbagai aspek kegunaan, perdagangan, kehidupan,
adat kebiasaan, kepercayaan dalam masyarakat bangsa Indonesia yang sifatnya
majemuk dan terpencarpencar di seluruh nusantara ini. Jahe juga termasuk komoditas
yang sudah ada sejak ribuan tahun digunakan sebagai bagian dari ramuan rempahrempah yang diperdagangkan secara luas di dunia. Walaupun tidak terlalu mencolok,
penggunaan komoditas jahe berkembang dari waktu ke waktu, baik jumlah, jenis,
kegunaan maupun nilai ekonominya
Secara kimiawi pada dasarnya kandungan senyawa dalam jahe ada dua jenis yaitu
senyawa mudah menguap (volatil) dan tidak mudah menguap (nonvolatil). Aroma khas
ini berasal dari minyak atsiri yang dikategorikan sebagai senyawa mudah menguap.
Minyak atsiri dalam jahe merupakan gabungan dari 3 senyawa terpenoid yang terdiri
dari senyawa-senyawa seskuiterpena, zingiberena, bisabolena, sineol, sitral, zingiberal,
dan zingiberol. Zingiberal mengandung gugus aldehid, dan zingiberol mengandung
gugus hidroksida,-OH), felandren (phellandrena), borneol, sitronellol, geranial, linalool,
limonene, dan kamfena (Hernani 2012). Oleh karena kualitas jahe ditentukan oleh
aroma yang ditimbulkan sedangkan jahe mempunyai aroma kompleks yang tersusun
dari berbagai macam senyawa kimia dan untuk menentukan aroma tersebut tidak mudah
diketahui oleh orang awam ditambah dengan pengaruh lokasi penanaman juga dapat
membedakan aroma, maka untuk itu dibutuhkan sebuah instrumen berbasis larik sensor
yang dapat mengklasifikasi kualitas jahe.
II. KANDUNGAN KIMIA RIMPANG JAHE
A. Kandungan kimia rimpang jahe mengandung dua komponen, yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang khas
pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak
atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe kering
mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti
kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau
di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak
atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri

juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan
minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannyapun makin
menyusut walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)
Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering
diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari
umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin
merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35%
yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis
jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang
tinggi dan jenis jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit.
Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar
matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang
dihasilkan.
Berikut ini adalah komponen volatile dan non-volatile rimpang jahe
Fraksi
volatile

Komponen
(-)-zingeberene,
(+)-ar-curcumene,
(-)-sesquiphelandrene, -bisaboline, -pinene, bornyl acetat,
borneol, camphene, -cymene, cineol, cumene, -elemene,
farnesene, -phelandrene, geraneol, limonene, linalool,
myrcene, -pinene, sabinene.
Non-volatile
Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, Gingerdion,
Gingereno
Sumber: WHO Monographs on selected medical plants Vol 1, 1999
III. KOMPONEN UTAMA JAHE
Komponen utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang
dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada
suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dibandingkan gingerol,
merupakan komponen utama jahe kering (Mishra, 2009). Jolad et al. (2004) melaporkan
bahwa dalam jahe segar telah teridentifikasi 63 senyawa, dimana 31 senyawa pernah
dilaporkan dan 20 senyawa baru. Senyawa yang teridentifikasi antara lain gingerol ([4],
[6], [8] dan [10]-gingerol), shogaol ([4], [6], [8]) (Gambar 1); [10]-shogaol), [3]dihidroshogaol, paradol ([6], [7], [8], [9], [10], [11], dan [13]), dihidroparadol, turunan
asetil gingerol, gingerdiol, mono dan turunan di-asetil gingerdiol, 1- dehidrogingerdion,
diarilheptanoid, dan turunan metil eter. Demikian juga dengan senyawa metil [4]gingerol dan metil [8]- gingerol, metil [4]-, metil [6]- dan metil [8]-shogaol, 5deoksigingerols dan metil [6]-paradol. Dalam jahe kering teridentifikasi sebanyak 115
senyawa, dimana 88 senyawa pernah dilaporkan (Jolad et al. 2005). Senyawa [6]-, [8]-,
[10]- dan [12]-gingerdione juga teridentifikasi. Gingerol sebagai komponen utama jahe

dapat terkonversi menjadi shogaol atau zingeron Senyawa paradol sangat serupa dengan
gingerol yang merupakan hasil hidrogenasi dari shogaol. Shogaol terbentuk dari
gingerol selama proses pemanasan (Wohlmuth et al. 2005). Kecepatan degradasi dari
[6]-gingerol menjadi [6]-shogaol tergantung pada pH, stabilitas terbaik pada pH 4,
sedangkan pada suhu 100C dan pH 1, degradasi perubahan relatif cukup cepat
(Bhattarai et al. 2001).
Konsentrasi gingerol
dari jahe kering akan
berkurang
dibandingkan
dalam
jahe
segar,
sedangkan shogaol akan
meningkat. Pada Gambar 1
ditampilkan
paradol,
gingerdion dan zingiberol.
Komponen lain adalah
senyawa
ingenol
dan
shogaol
mempunyai
aktivitas sebagai antivirus
(Lee et al. 2008).

IV. PENGOLAHAN
JAHE
Secara umum jahe bisa dikembangkan dalam berbagai produk makanan,
minuman. Beberapa produk yang bisa dikembangkan dari jahe dan telah banyak beredar
di luar negeri adalah acar jahe, roti jahe, biskuit, permen, beer (ginger ale), sirup, serbuk
(Arnoudon 2002). Produk di dalam negeri yang dibuat dari jahe, antara lain jahe kering,
permen jahe, bubuk jahe, minyak jahe dan oleoresin. Produk berbasis jahe memiliki
berbagai aplikasi di banyak industri seperti pengolahan makanan, farmasi, minuman
ringan, pengalengan daging, kembang gula, pengolahan tembakau, membuat sabun
dengan prospek ekspor yang baik juga. Jahe juga dimanfaatkan untuk memproduksi

minyak jahe dan oleoresin. Permintaan terhadap produk ini cukup baik dan berpeluang
untuk investasi baru. Ada pasar yang besar untuk jahe segar maupun kering. Aplikasi
utama minyak jahe adalah minuman gula dan produk panggang.
V. PENUTUP
Manfaat dan khasiat serta keamanan jahe dalam pengobatan sangat ditentukan
oleh kandungan komponen kimia aktifnya. Penelitian farmakologi jahe telah banyak
dikembangkan untuk membuktikan khasiat Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe 137
dan efektivitas jahe bagi kesehatan termasuk komponen kimia/komponen yang
berkhasiat. Demikian juga keamanannya sebagai obat herbal. Beberapa penyakit
degeneratif seperti kanker, jantung, darah tinggi dan kolesterol serta diabetes bisa
diobati dengan komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak jahe. Beberapa obat
paten juga sudah diproduksi dari komponen aktif jahe. Teknik pengolahan jahe yang
tepat dapat menghasilkan produk yang lebih stabil, melindunginya dari uap air, panas
atau kondisi ekstrim dan meningkatkan stabilitas dan viabilitasnya

VI. DAFTAR PUSTAKA


Arnaudon, H. 2002 An International Market Study of Ginger.
MicroEnterprise Development Programme (MEDEP/NEP/97/013) And
the District Ginger Entrepreneurs. India.
Bhattarai, S., V.H. Tran dan C.C. Duke. 2001. The stability of gingerol and
shogaol in aqueous solution. J. Pharm. Sci. 90 : 16581664.
Hernani dan E. Hayani. 2001. Identification of chemical components on red
ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) by GC-MS. Proc. International
Seminar on natural products chemistry and utilization of natural
resources. UI-Unesco, Jakarta : 501-505
Jolad, S.D., R.C. Lantz; G.J, Chen, R.B. Bates dan B.N. Timmermann. 2005.
Commercially processed dry ginger (Zingiber officinale): composition
and effects on LPS-stimulated PGE2 production. Phytochemistry
66:16141635.
Lee, H. S., S.S. Lim, G.J. Lim, J.S. Lee, E.J. Kim dan K.J. Hong. 2008.
Antiviral effect of ingenol and gingerol during HIV-1 replication in MT4
Human T lymphocytes. Antiviral Res. 12:34-37.
Mishra, P. 2009. Isolation, spectroscopic characterization and molecular
modeling studies of mixture of Curcuma longa, ginger and seeds of
fenugreek. International Journal of PharmTech Research. 1: 79-95

Wohlmuth, H., D.N. Leach, M.K. Smith dan S.P. Myers. 2005. Gingerol
content of diploid and tetraploid clones of ginger (Zingiber officinale
Roscoe). J. Agric. Food Chem. 53 : 57725778.

Anda mungkin juga menyukai