Bu, kasihan! Pak! Ucap seorang gadis kecil berbaju lusuh sambil menampan
ke arah orang-orang yang ada di sekitar tempat itu.
Beberapa orang memberi sekoin uang. Beberapa lagi mengusirnya dengan
keras. Dan beberapa lagi tidak memberi dan menjawab perkataannya sama
sekali. Gadis kecil itu terus berjalan di kehiruk pikukan kota saat itu.
Langkahnya sedikit terseok-seok mengingat kemarin dia terjatuh di aspal
akibat diusir oleh seorang pria gemuk. Walau pun seperti itu, si gadis tak
pernah
memendam
memperlakukannya
dendam
sedikit
semena-mena.
pun
Dia
kepada
pun
tak
mereka
yang
telah
pernah
memberikan
pandangan buruk terhadap mereka. Hanya seulas senyum yang bisa dia
lakukan untuk menerima apa pun yang orang-orang itu lakukan padanya.
Walau sebenarnya senyum di atas lukanya sendiri. Lantas apa lagi yang harus
dia lakukan? Jika dia harus mendendam kepada mereka pun, tak ada gunanya.
Gadis itu masih terus menampan dan meminta kepada mereka yang dengan
suka rela memberinya. Tak ada paksaan baginya. Siapa saja yang mau
membantunya, dia akan menerimanya dengan senang hati. Jika tidak, dia akan
melakukan hal yang sama.
Om! Seru gadis itu sambil menampan.
Pria gemuk itu menatap ke arah gadis kumuh di sampingnya. Pria itu menatap
si gadis rendah.
Kamu lagi! Kamu mau saya lempar ke aspal lagi, iya? Tanya pria gemuk itu
dengan ketus. Si gadis kecil menatap raut wajah Om tersebut.
Om, seharusnya Om banyak beramal. Umur Om udah nggak lama lagi.
Seenggaknya, Om bisa sedekahin harta Om buat saya. Biarpun sedikit. Tapi
kalau Om nggak mau, ya saya nggak keberatan.
Eh kamu ini! Nggak sopan banget bicara sama yang lebih tua! Emang saya
sehat begini bakal mati cepet apa? Bentak Om itu.
Om, umur itu nggak ada yang tahu. Cuma Allah yang tahu. Harta itu nggak
bakalan dibawa mati, Om. Tapi nggak apa-apa. Kalau Om nggak suka sama
saya, Om nggak usah lemparin saya ke aspal lagi. Itu sakit, Om. Ucapnya.
Pria itu semakin berapi-api. Dia melempar gadis kecil itu ke tengah jalanan.
Terdengar suara benturan keras dari tubuh si gadis.
Brrakk!
Dia masih terus berjalan dengan secercah air mata membasahi pipinya. Dia
masih berjalan dengan langkah terseok-seok. Dia pun melihat sebuah cermin
yang sudah terlihat sangat berdebu. Dia mengusap permukaan cermin panjang
itu dengan sikutnya. Dia melihat bayangan kusut dirinya di sana. Dia melihat
pantulan kumuh dan kotor dirinya sendiri. Tiba-tiba dia terkejut melihat
bayangannya,
Itu
Brakk!
Pasti kau menyimpan uangnya di sana! Pasti ada!
Gadis kecil itu terus menerobos masuk ke dalam toko. Gadis itu tak peduli
bagaimana pun yang pemilik toko lakukan terhadapnya.
Jangan masuk ke sini! Pergi kau! Pergi!
Aku tak mau! Aku tahu di sana ada banyak uang! Setidaknya kau bisa
memberiku sedikit uang!
Tak ada uang untukmu! Tak ada! Bentak pemilik toko keras. Gadis itu pun
menatap sinis pemilik toko. Dia pun berteriak.
Adikmu akan mati besok! Teriaknya.
Pemilik toko menatap keji gadis. Gadis itu segera berlalu dari toko tersebut.
Setiap hari memang begitulah kerjanya. Dia memaksa orang-orang agar
memberinya sepeser uang dan sedikit makanan. Jika tak diberi, dia selalu
memaksa dan menerobos masuk ke dalam toko. Atau jika dia meminta kepada
seseorang dan tidak diberi, dia tinggal copeti saja orang yang dia pinta. Apa
susahnya untuk dia?
Gadis itu pun tersenyum sinis. Dia telah berhasil membawa satu dompet milik
seseorang. Dia lihat isinya cukup banyak. Gadis kecil itu memang masih sangat
mungil. Namun entah mengapa itu yang harus dikerjakannya.
Dia pun menyusuri lorong kumuh tempatnya tinggal. Ketika dia melihat salah
satu temannya tengah terduduk lesu di dekat gubuk lusuh. Gadis kecil itu
menatapnya dengan seksama. Tiba-tiba dia terjatuh. Badannya bergetaran
semua. Air matanya berlelehan di pipinya. Dia melihat sesuatu yang aneh. Dia
melihat orang lain yang mirip dengan temannya itu. Sangat mirip. Bayangan
itu tepat ada di belakang temannya. Dia terduduk. Dia tak bisa berkata apaapa. Bayangan itu benar-benar mirip temannya.
Ngaakkk!
Dia pun berlari menjauh dari sana. Kakinya dia lajukan untuk menghindari
makhluk yang tak tahu apa itu. Dia berlari cepat-cepat menjauh. Dia berlari
menuju kota.
Dilihatnya, banyak orang yang mirip dengan temannya tadi. Di mana-mana
ada apa pun yang seperti itu. Dia terduduk lagi. Dia menggeleng-geleng.
Nggak! Nggak! Nggaakkkk! Bantahnya sambil menjambak keras rambutnya.
Mengapa aku selalu melihat itu? Mengapa bayangan itu selalu ada? Dan
mengapa orang yang dia lihat bayangan cahayanya selalu meninggal. Dan di
sana terdapat banyak warna. Semua warna itu jadi satu. Aku pernah melihat
satu warna dari warna-warna itu. Tapi aku tak pernah melihat warna putih yang
hanya satu. Mengapa? Pikirnya.
Dia pun menepis tentang bagaimana bayang cahaya warna kematian itu. Dia
sudah bosan dengan hal itu. Hal kali ini benar-benar membuatnya stres.
Dia segera berjalan menuju seorang bapak-bapak yang tengah berdiri dan
hendak menyebrang jalan. Dia pun berniat menyebrang bersamanya dan akan
mencopet dompetnya ketika akan menyebrang.
Om, Om mau nyebrang bareng saya? Tanyanya.
Perlahan Bapak-bapak itu pun menoleh ke arah Gadis kecil tersebut. Tiba-tiba
si gadis melotot dan mengangakan mulutnya. Dia terdiam sejenak.
Nggak! Nggaakkkk! Teriaknya.
Dia berlari menjauh dari Bapak-bapak tadi. Dia melihat bayang cahaya warna
itu. Dia melihatnya. Dia terus berlari menjauh. Dan benar saja. Dari kejauhan
terdengar benturan keras yang memekakan telinganya.
Argggghhhh.
Mengapa kau mencopet?
.
Mencopet itu tidak baik.
..
Berusahalah sendiri. Kau sudah besar!
Brakk!
Dia terjatuh. Dia tertabrak sebuah motor. Dia tertabrak tepat saat dia melihat
bayangan putih di cermin. Bayang cahaya warna kematian. Dan warna itu
adalah warna putih.
Pandangannya samar-samar. Sekumpulan orang mengerumuninya. Dalam
berkunang-kunangnya pandangan, dia melihat seorang pria. Pria misterius itu.
Dia teringat kata-kata si pria misterius.
Berhentilah mencopet! Berhentilah memaksa! Maka kau bisa menghentikan
kelebihanmu itu!
Bagaimana caranya?
Temukan bayang cahaya warna putih. Maka semuanya akan berakhir!
Setelah dia mengingatnya, senyuman pria misterius itu sangat jelas. Dia dapat
melihat pria itu hendak mendekati dan mengambil tubuhnya.
Sudah kubilang. Semuanya berakhir dan terhenti ketika kau menemukan
bayang cahaya kematian berwarna putih!
GELAP
CERITA FANTASI
Nama
: Dewi Febriyanti
Kelas
: VII E