Anda di halaman 1dari 11

13

2. Nyamuk Culex sp.


a. Definisi
Nyamuk Culex sp. termasuk kelas Insecta, ordo Diptera dan famili
Culicidae. Terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk di seluruh dunia. Jumlah
spesies di daerah tropik lebih banyak dibandingkan dengan di daerah dingin.
Nyamuk Culex sp. selain dapat mengganggu manusia dan binatang melalui
gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan
binatang (Sudjari, 2006).

Gambar 2. Nyamuk betina dewasa (Sumardjo, 2009)


b. Klasifikasi
Phylum

: Arthropoda

Classis

: Insecta

Subclassis : Pterygota
Ordo

: Diptera

Subordo

: Nematocera

Familia

: Culicidae

Subfamilia : Culicianae
Genus

: Culex (Astuti, 2011)

c. Daur Hidup
Culex sp. merupakan nyamuk rumah mempunyai kebiasaan meletakkan
telurnya di permukaan air secara bergerombol berbentuk seperti rakit. Dalam
beberapa saat setelah kena air hingga dua sampai tiga hari setelah berada di
air telur akan menetas menjadi jentik. Jentik nyamuk ini akan mengalami 4

14

masa pertumbuhan (instar I-IV) dan menjadi pupa yang berlangsung selama
8-14 hari. Dalam waktu 1-2 hari pupa akan menetas menjadi nyamuk. Setelah
menetas, dalam waktu 2 X 24 jam nyamuk betina melakukan perkawinan
yang biasanya terjadi pada waktu senja dan kemudian pergi mencari darah
untuk pematangan telur (Sholichah, 2009).
Nyamuk berwarna coklat dengan proboscis, thorax, sayap dan tarsi lebih
gelap daripada bagian tubuh lainnya. Kepala coklat muda dengan porsi lebih
terang di tengah. Antenna dan proboscis kira-kira sama panjang, tetapi pada
beberapa kasus antenna sedikit lebih pendek daripada proboscis. Skala thorax
tipis dan berbentuk kurva. Abdomen pucat, tipis, pita bulat di sisi basal. Pita
paling basal disentuh titik basolateral menunjukkan tampakan bentuk bulan
setengah (Hill dan Connelly, 2013).

Gambar 3. Nyamuk (CDC, 2005)


Telur Culex sp. diletakkan seperti rakit oval secara longgar bersama-sama
dengan 100 atau lebih telur dalam sebuah rakit yang secara normal akan
menetas dalam 24 sampai 30 jam setelah dikeluarkan (Hill dan Connelly,
2013).

Gambar 4. Telur (Hill dan Connelly, 2013)


Kepala larva pendek dan kuat menjadi lebih gelap ke bawah. Mulut
menyerupai sikat mempunyai filamen kuning yang digunakan untuk

15

menyaring materi organik. Abdomen terdiri dari delapan segmen, siphon dan
saddle. Masing-masing segmen mempunyai pola setae yang unik. Siphon
pada sisi dorsal abdomen, dan pada siphon Culex quinquefasciatus 4 kali
lebih panjang daripada lebarnya dengan tumpukan setae yang multiple.
Saddle berbentuk barrel dan terletak pada sisi ventral abdomen dengan 4
papilla anal panjang menonjol dari ujung posterior (Hill dan Connelly,
2013).
Larva nyamuk Culex sp. mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 2 mm atau 1 2 hari setelah
menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan
pada siphon belum jelas.
2. Larva instar II, berukuran 2,5 3,5 mm atau 2 3 hari setelah telur
menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3. Larva instar III, berukuran 4 5 mm atau 3 4 hari setelah telur menetas.
Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat
kehitaman.
4. Larva instar IV, berukuran paling besar yaitu 5 6 mm atau 4 6 hari
setelah telur menetas, dengan warna kepala gelap (Astuti, 2011).

Gambar 5. Larva (Hill dan Connelly, 2013)

Sama dengan spesies nyamuk lainnya, pupa Culex sp. berbentuk koma
dan terdiri dari sebuah kepala fusi dengan thorax (cephalothorax dan sebuah
abdomen). Variasi warna cephalothorax dengan habitatnya dan lebih tua
pada sisi posterior. Trumpet, yang digunakan untuk bernafas, adalah sebuah
tabung yang lebar dan menjadi terang sepanjang dari tubuhnya. Abdomen
memiliki 8 segmen. Seperempat segmen gelap, dan warna lebih terang di

16

posterior. Paddle, pada apex abdomen, translucent dan tegak dengan dua
setae kecil pada ujung posterior (Hill dan Connelly, 2013).

Gambar 6. Pupa (Hill dan Connelly, 2013)


3. Lingkungan Hidup
Pada masa telur sampai menjadi pupa berada di lingkungan air, sedangkan
setelah menjadi nyamuk kehidupannya berada di darat dan udara. Dalam
kehidupan nyamuk terdapat tiga macam tempat yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya. Ketiga tempat tersebut merupakan suatu sistem yang
satu dengan lainnya saling terkait; yaitu tempat untuk berkembangbiak, tempat
untuk istirahat dan tempat untuk mencari darah. Nyamuk ini banyak terdapat
pada genangan air kotor (comberan, got, parit, dll). Nyamuk Culex sp. lebih
menyukai meletakkan telurnya pada genangan air berpolutan tinggi, berkembang
biak di air keruh dan lebih menyukai genangan air yang sudah lama daripada
genangan air yang baru. Aktif menggigit pada malam hari. Tempat yang gelap,
sejuk dan lembab merupakan tempat yang disukai untuk beristirahat (Sholichah,
2009).

4. Abate
Larvisida Abate kontrol malaria dan penyakit vektor lainnya dengan
mengendalikan hama sebelum mereka mencapai kematangan, mencegah mereka
dari berkembang biak dan menyebarkan penyakit melalui generasi baru serangga
(BASF, 2011).

17

Abate adalah larvisida ampuh berdasarkan bahan aktif temefos yang secara
efektif mengelola spektrum yang luas dari gangguan dan penyebab penyakit
serangga, seperti nyamuk, sebelum mereka menetas (BASF, 2011).
Insektisida dari kelompok organofosfat (OP) umumnya sangat beracun,
tetapi mudah didekomposisi di alam. Organofosfat bekerja sebagai racun perut,
racun kontak, dan beberapa di antaranya racun inhalasi. Semua insektisida OP
merupakan racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolin esterase
(ChE) yang mengakibatkan serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan
akhirnya mati (Djojosumarto, 2008).
Sudah disinggung bahwa organofosfat dikenal sebagai insektisida yang
sangat toksik (sangat beracun), meskipun pada kenyataannya daya racun atau
toksisitasnya berkisar antara sangat toksik seperti paratoin (LD50 pada tikus >
2mg/kg berat badan) hingga kurang toksik pada temefos (LD 50 pada tikus >
4000mg/kg) (Djojosumarto, 2008).
Apabila masuk ke dalam tubuh, golongan insektisida organofosfat dapat
mengikat enzim kolin esterase yang berakibat terkumpulnya asetilkolin dalam
jaringan. Ini dapat mengganggu sistem saraf yang selanjutnya dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan tubuh, kekejangan, pingsan, sampai
kematian. (Sumardjo, 2009).
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen solute dari
campurannya dengan menggunakan massa pelarut. Ekstraksi umumnya
dilakukan untuk memperoleh kandungan spesifik dari tanaman, buah, dan halhal terkait.Proses ekstraksidipilih terutama jika umpan yang akan dipisahkan
terdiri dari komponen- komponen yang mempunyai titik didih yang berdekatan,
sensitif terhadap panas dan merupakan campuran azeotrop. Proses ekstraksi
(padat atau cair) banyak digunakan pada industri bahan makanan, obat-obatan
dan ekstraksi minyak nabati, pelarut organik yang banyak digunakan dalam
ekstraksi padat atau cair adalah heksan, alkohol, kloroform dan aseton (Ibarz
&Canovas, 2002).
a. Metode ekstraksi

18

1. Cara Dingin
a) Maserasi
Maserasi merupakan proses mengekstrak simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang berkelanjutan (terus-menerus)
(Depkes RI, 2000).
Metode maserasi baik untuk skala kecil maupun skala
industri.Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk bahan
ekstrak yang di keringkan terlebih dahulu dan pelarut yang sesuai
kedalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi
dihentikan ketika tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa
dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel. Kerugian utama dari
metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa
hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi
pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
(Mukhriani, 2014).
b) Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang selalu mengunakan pelarut baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang pada umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000)
2. Cara panas
a) Refluks
Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi uap
memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa
menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat
(terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung

19

dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua


metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi (Mukhriani, 2014).
b) Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berkelanjutan
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu,
sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga
tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak
waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terusmenerus berada pada
titik didih (Mukhriani, 2014)

B. Kerangka Teori
Ekstrak Daun Widuri (Calotropis
Gigantea)

Alkaloid

Saponin

Menyerang
neuro sekresi
otak

Menurunkan
tegangan
permukaan
selaput
mukosa GIT
larva

Menghambat
pertumbuhan
pupa

20

Dinding GIT
menjadi
korosif

Larva nyamuk Culex sp. mati


: Variabel
yang 7.
diteliti
Gambar
Kerangka Teori
: Variabel yang tidak diteliti

C. Kerangka Konsep

Ekstrak daun
Widuri
(Calotropis
Gigantea)

Efek larvasida
pada Culex sp.
Gambar 8. Kerangka Konsep

: Variabel bebas
: Variabel terikat

D. Landasan Teori
Nyamuk genus Culex merupakan nyamuk yang banyak terdapat di sekitar kita.
Nyamuk ini termasuk serangga yang beberapa spesiesnya sudah dibuktikan sebagai
vektor penyakit (Sholichah, 2009).
Beberapa penyakit yang penularannya lewat gigitan nyamuk Culex sp. yaitu
Filariasis Limfatik, Japanese Encephalitis dan West Nile Virus (Sholichah, 2009).
Pemberantasan larva merupakan kunci strategi program pengendalian vector borne
diseases (Jayadipraja et al., 2013). Abate adalah larvicida ampuh berdasarkan bahan

21

aktif temefos yang secara efektif mengelola spektrum yang luas dari gangguan dan
penyebab penyakit serangga, seperti nyamuk, sebelum mereka menetas (BASF, 2011).
Namun larvasida golongan ini dapat mengikat enzim kolin esterase yang berakibat
terkumpulnya asetilkolin dalam jaringan. Ini dapat mengganggu sistem saraf yang
selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan tubuh, kekejangan, pingsan,
sampai kematian (Sumardjo, 2009). Sehingga, pengembangan insektisida alami
merupakan solusi terbaik saat ini karena insektisida alami bahan dasarnya berasal
dari

tumbuhan

yang bersifat

toksik terhadap serangga dan mudah terdegradasi

sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia karena akan cepat
menghilang di alam alam (Diantoro et al.)
Penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa kandungan senyawa aktif yang
terdapat pada daun widuri (Calotropis gigantea), diantaranya adalah alkaloida,
saponin, flavonoida, tanin , saponin, glikosida (Seniya et al., 2011).
Senyawa alkaloid dapat berfungsi sebagai insektisida alami karena perannya dalam
merusak sel neurosekretori otak (racun saraf) pada serangga, sehingga menghambat
pembentukan pupa dan sekresi hormon pertumbuhan. Senyawa alkaloid selain bekerja
dengan cara menganggu sistem kerja saraf (neuromuscular toxic) larva, juga memiliki
efek larvasida dengan menghambat daya makan larva dan bertindak sebagai racun
perut. Senyawa ini bersifat basa dan merupakan senyawa polar (Wiryowidagdo,
2007).
Senyawa saponin diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh dalam
pertumbuhan larva nyamuk. Senyawa ini akan menurunkan tegangan permukaan
selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus
korosif.

Kerusakan

salah

satu

organ

nyamuk

menjadi

dapat menurunkan proses

metabolisme dan gangguan dalam proses fisiologinya (Fuadzy et al., 2012).

E. Hipotesis
Berdasarkan teori diatas maka dibuat hipotesis, yaitu:
HO : Ekstrak daun widuri (calotropis gigantea) tidak memiliki efek sebagai
larvasida terhadap culex sp..

22

H1 : Ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) memiliki efek larvasida terhadap


culex sp..

23

Anda mungkin juga menyukai