Anda di halaman 1dari 10

Gambaran Klinis Dan Hasil Pengobatan Gastroenteritis Eosinofilik Pada Anak

Pendahuluan
Gastroenteritis eosinofilik terdiri dari sekelompok gangguan yang jarang dan sulit dimengerti
dimana terjadi infiltrasi eosinofil pada lambung dan usus halus dan eosinofilia perifer. Esophagus
dan dan usus besar juga dapat terlibat. Infiltrasi eosinofil kedalam jaringan dapat terlihat di
jaringan mukosa, jaringan muskularis dan serosa. Infiltrasi mukosa merupakan yang paling
sering terjadi dan diagnose ditegakkan dengan ditemukannya sejumlah besar eosinofil pada
specimen biopsy dari antrum gaster dan usus halus. Kejadian ini sering dianggap gangguan
hipersensitifitas dari diet protein pada usus halus dan kolon. Diferensial diagnosanya mencakup
celiac disease, penyakit granulomatosa kronik, gangguan jaringan ikat dan vaskulitis, infeksi
multiple (khusunya parasit), sindrom hipereosinofilik, penyakit inflamasi usus dini, dan pada
beberapa kejadian suatu keganasan. Banyak pasien yang alergi terhadap berbagai makanan,
alergi cuaca, atopy, eczema dan asma. Imuniglobulin E serum biasanya meningkat. Eosinofilia
perifer biasanya muncul pada 5-70% pasien dengan gangguan ini. Abnormalitas laboratorium
lainnya antara lain hipoalbuminemia, anemia defisiensi besi, dan peningkatan enzim hati.
Gambaran dari gastroenteritis eosinofilik tidak spesifik. Gambaran klinis sering berhubungan
dengan lapisan mana dari saluran cerna yang terkena. Ketrerlibatan mukosa dapat menyebabkan
mual, muntah, diare, nyeri perut, perdarahan saluran cerna, protein-losing enteropathy ataupun
malabsorbsi. Keterlibatan jaringan muskular dapat menyebabkan obstruksi (khususnya pada
pylorus) atau intususepsi, selain itu aktifitas serosa dapat menyebabkan distensi abdomen dan
asites eosinofilik. Gambaran klinis pada bayi dapat menyerupai stenosis pyloric. Pemeriksaan
laboratorium dapat menunjukkan eosinofilia perifer, peningkatan immunoglobulin E serum,
hipoalbuminemia, dan anemia. Penyakit ini biasanya bersifat kronis dengan kekambuhan berat.
Walaupun hampir

selalu efektif untuk pengobatan esofagitis

eosinofilik terisolasi, diet

elemental tidak selalu sukses dalam pengobatan gastroenteritis eosinofilik. Sodium cromolyn dan
montelukast oral kadang kadang berhasil. Mayoritas pasien memerlukan pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik , yang sering efektif. Nelson.

Eosinofil terdapat pada banyak jaringan dengan jumlah sedikit. Namun infiltrasi eosinofil pada
saluran cerna berhubungan dengan degranulasi. Gastroenteritis eosinofilik adalah suatu penyakit
yang jarang, jinak, yang ditandai dengan adanya infiltrasi eosinofil yang dapat melibatkan
berbagai lapisan saluran cerna. EG diklasifikasikan berdasarkan pada lapisan yang diserang :
mukosa, tunika muskularis, lapisan subserosa atau lapisan transmural. Infiltasi eosinofil pada
saluran cerna berhubungan dengan gambaran klinis yang digambarkan oleh Kaijser pada tahun
1937. Penyakit ini telah dibahas berulang kali, namun masih saja sulit untuk memperkirakan
insidensi yang sesungguhnya karena banyak pasien yang tidak terdiagnosa atau tidak terlapor.
Penyakit ini juga dikenal dengan as allergic Gastroenteropathy atau eosinophilic allergic
gastroenteropathy. Nahum mendez
Definisi
Gastroenteritis eosinofilik adalah suatu kondisi yang jarang namun jinak pada saluran cerna,
yang secara patologis ditandai dengan adanya infiltrasi eosinofilik pada dinding saluran cerna
yang biasanya melibatkan lambung dan usus halus, dan jarang menyerang kolon. Kondisi ini
dapat disertai oelh peningkatan jumlah eosinofil pada darah tepi maupun tidak. Nahum mendez.
Epidemiologi
GE terjadi pada 1-20 dalam 100.000 individu. Insiden pastinya sulit untuk diperkirakan, karna
banyak kasus yang tidak terdiagnosa taupun dilaporkan. Insiden puncak dari kondisi ini adalah
pada decade ke tiga dan kelima kehidupan, namun dapat juga terjadi pada berbagai kelompok
usia. Terdapat laporan kasus dari pasien berusia 25 hari hingga 77 tahun dengan predominan
kecil pada laki laki. Nahum mendez.
Etiologi
GE sering berhubungan dengan penyakit lain, sperti alergi susu atau produk susu, infeksi oleh
Strongyloides

Stercoralis , Dientamoeba fragilis, or Ascaris Suum, dan enteropathy yang

berhubungan dengan gluten. EG juga dpat berhubungan dengan penggunaan pengobatan tertentu
soerti enalapril, rifamficin, gemfibrozil, naproxen dan bromazepam. Namun pencetusnya
biasanya tidak jelas pada kebanyakan kasus. Nahum mendez.

Patofisiologi
Walaupun eosinofil secara normal terdapat pada lamina propria kecuali pada esophagus, jumlah
eosinofil pada saluran cerna bervariasi dan konsentrasi paling tinggi adalah pada cecum dan
apendiks. Eosinofil berperan dalam system imun mukosa saluran cerna dan berperan dalam
pengaturan pertahanan tubuh pada individu sehat. Jumlah eosinofil meningkat pada pathogenesis
sejumlah proses inflamasi, termasuk infeksi parasit dam penyakit alergi. Kemudian eosinofil
yang sudah aktif menghasilkan dan melepaskan mediator inflamasi yang sangat aktif seperti
eosinophil

cationic

protein

(ECP),

eosinophil-derived

neurotoxin

eosinophil peroxidase (EPO) dan major basic protein (MBP). These

(EDN),

cationic proteins possessing ribonuclease and antiviral activity are cytotoxic to the GI epithelium.
This could trigger degranulation of mast cells and release of cytokines (e.g., IL-1, IL-3, IL4, IL5,
IL13, transforming growth factors), chemokines (e.g., eotaxin, Regulation upon Activation Normal Tcell Expressed and Secreted (RANTES)), lipid mediators (e.g., leukotrienes, platelet activating
factor), and neuromediators (e.g., substance P, vasoactive intestinal polypeptide) [14, 16, 17].
Moreover, the Th2-type immune response seems to be involved in EG [18-22].
Recent studies also strongly support that Th-2 cytokines (e.g., IL-4, IL-5 and IL13) and chemokines such as eotaxin (e.g., CCL26) play a critical role in the
pathogenesis of eosinophilic gastroenteritis. It was found that levels of TH2
cytokines (e.g., IL4, IL5, and IL13) and the eosinophil-related chemokine eotaxin3 (CCL26) are upregulated [22]. But different from eosinophilic esophagus, EG
has a prominent and conserved transcriptome that has minimal overlap with
that of EE, the respective transcriptome of which provides a rationale for shared
and unique therapeutic intervention strategies.

Pada tahun 1970, Klein et al menyimpulkan bahwa EG bukanlah suatu proses yang hanya
diperantarai factor alergi dan ia membuat spekulasi bahwa penyakit ini mungkin suatu proses
yang. Cello et al adalah yang pertama mempostulasikan bahwa perubahan reaksi imun
merupakan bagian dari patogenenesis ini. Cello et al mengubah teori yang ada sebelumnya untuk
menjelaskan proses kemotaksis oleh eosinofil pada saluran cerna. Pertama, reaksi
hipersensitifitas - Arthus segera dapat menyebabkan migrasi eosinofil ke kompleks antigenantibodi; kedua, aktivasi komplemen dapat menarik eosinofil karena dapat mengekspresikan
reseptor permukaan komplemen C3; dan ketiga, aktivasi sel T yang tersensitisasi oleh antigen
dan mengeluarkan limphokin dan menarik eosinofil dari darah tepi. Min et al melaporkan bahwa
granul sitoplasmik dari eosinofil mengandung substansi sitotoksik yang dapat mengiduksi
kerusakan jaringan. Factor lain yang terlibat pada penyakit ini yaitu leukotrien dan prostaglandin,
platelet activator factor, dan tumor necrosis factor . Juga terjadi peningkatan interleukin IL-3,
IL-4, IL-5, dan makrofag colony stimulating factor. Juga terjadi aktivasi dan degranulasi
eosinofil pada reaksi alergi lambat, yang respon terhadap histamine, IgE dan mungkin sitokin,
namun tidak respon secara langsung terhadap alergen. Jalur eotaxin juga berperan penting pada
patofisiologi dari penyakit inflamasi pada saluran cerna. Aktivitas eotaxin 1 dan 2 telah diteliti
dengan menginjeksikan kemokin ini kedalam sel epitel manusia, keduanya dapat menginduksi
respon kemerahan yang berhubungan dengan degranulasi oleh eosinofil, basofil, dan neutrofil.

Gambaran histopatologis

Klasifikasi dan Gambaran Klinis


Gambaran gejala dari penyakit ini bervariasi, tergantung tempat, luas dan lapisan saluran cerna
yang diserang. Nahum mendes, zhamingming. Dan banyak pasien memiliki riwayat atopi seperti
asma, rhinitis allergic dan dermatitis atopi, dan alergi terhadap makanan, obat obatan atau debu.
Keluhan pasien yang paling sering adalah nyeri perut, mul, muntah, penurunan berat badan,
distensi abdomen, diare, anoreksia, asites, disfagia, edema, malabsorbsi intestinal, melena, akut
abdomen, stenosis piloris, jaundice, atau perforasi usus. Pada psien yang menderita colitis
eosinofilik yang mengenai kolon, intususepsi juga dapat menyebabkan gejala obstruksi, dan

bahkan merangsang munculnya tumor yang

membingungkan dokter, dan menyebabkan

terjadinya proses pembedahan yang tidaka perlakukan. Nahum mendes.


Berdasarkan gambaran klinis dan kedalaman infiltrasi eosinofil dalam dinding saluran cerna,
Klein et al membagi EG menjadi tiga bentuk yaitu:
1. Predominan mukosa
Bentuk mukosa merupakan bentuk yang paling umum denganketerlibatan mukosa dan
submukosa. Pasien dengan tipe ini terutama mengeluhkan nyeri perut, mual, muntah, diare,
perdarahan, anemia, protein losing enteropathy, malabsorbsi dan penuruna berat badan.
2. Predominan muscular
Bentuk muscular adalah bentuk tersering kedua dengan keterlibatan lapisan muscular. Pasien
datang dengan gejala obstruksi pilorik atau usus halus. Dan lambung dan duodenum
merupakan segmen yang paling sering diserang.
3. Predominan serosa
Bentuk serosa merupkan bentuk yang paling jarang dari EG dimana infiltrate inflamasi yang
kaya eosinofil memasuki seluruh lapisan dinding saluran cerna dan menutupi lapisan serosa.
Dan asites eosinofilik nerupakan gambaran khusus untuk bentuk ini, yang memberikan
respon yang baik terhadap pengobatan kortikosteroid.
Berdasarkan klasifikasi Klein et al ini, penelitian di Prancis menemukan bahwa bentuk serosa
memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya, bentuk mukosa sering menunjukkan bentuk kronis
dan bentuk muscular lebih sering mengalami relaps. Namun tidaklah mudah untuk menentukan
lapisan-lapisan yang terlibat dalam praktik klinis. Zangmingming.
.
Pengobatan
Sampai saat ini, tidak ada konsesnsus optimal untuk pengobatan EG. Pengobatan terkini untuk
EG terutama hanya didasarkan pad laporan kasus dan seri kasusu untuk beberapa agen, termasuk
pengobatan dengan diet, terapi kortikosteroid dan pengobatan lainnya. Jika psien EG
menunjukkan gejala perforasi atau obstruksi, maka tindakan pembedahan diperlukan. Accepted
article zang mingming.
Terapi diet.

Banyak kasus EG berhubungan dengan alergi makanan. Sebagai akibatnya diperlukan eliminasi
diet atau diet elemental.
Dan penggunaan terapi diet tidak hanya efektif dalam menurunkan dosis kortikosteroid, namun
juga memperbaiki pertumbuhan yang buruk yang disebabkan oleh penyakit ini. Namun, pada
praktik klinis, eliminasi dari makanan-makanan alergen berdasarkan hasil skin prick test atau uji
radioallergosorbent menunjukkan hasil yang bervariasi. Beberapa penelitian juga melaorkan EG
pada pasien anak dan dewasa yang menunjukkan remisi gejala setelah eliminasi diet. Namun diet
elemental dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup akibat restriksi makanan alami,
palatabilitas rendah dan relative mahal. Sehingga aplikasi untuk terapi ini terbatas. Accepted
article zang mingming.
Penelitian yang dilakukan di Korea pada anak yang menderita GE yang diberikan terapi restriksi
diet,

Sembilan anak menjalani terapi retriksi makanan yang menyebabkan alergi yang

didasarkan pada riwayat alergi dan uji Ig-E yang spesifik terhadap makanan. Lima pasien
mengalami perbaikan setelah restriksi makanan, dan 4 empat pasien memerlukan terapi steroid.
Pghn jung sob.
Obat-obatan
1. Kortikosteroid
Jika pengobatan denga diet tidak berhasil, kortikosteroid dapat menjadi terapi pengobatan yang
optimum. Sejumlah penelitian tidak terkontrol dan beberapa seri kasus menunjukkan bahwa
kortikosteroid sebagai pengobatan utama memiliki peranan penting untuk pengobatan EG pada
anak dan dewasa.

Prednisone, budesonid, fluticason merupakan obat utama dalam terapi

kortikosteroid. Dosis prednisone 0.5 hingga 1 mg/kg memberikan remisi gejala yang jelas dalam
2 sampai 14 hari. Hasil ini menunjukkan bahwa kortikosteroid sistemik jangka pendek
merupakan strategi pengobatan yang baik untuk mendapatkan remisi klinis. Setelah gejala klinis
terkontrol dosis prednisone di tapering selama 2 minggu atau lebih sampai prednisone di
hentikan. Accepted article zang mingming. Namun beberapa pasien yang mengalami dependent
steroid megalami relaps selama masa tapering steroid atau setelah penghentian steroid. Accepted
article zang mingming. PGHN jong sub.

Budesonid juga dapat digunakan sebagai obat alternatif selain prednisone sebagai terapi rumatan
dan pengobatan yang berhasil dengan budesonid juga telah dilaporkan. Keuntungan utama dari
budesonid adalah tingkat petabolismenya tinggi sehingga resiko efek samping terapi jangka
panjangnya sedikit. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan gejala klinis dengan budesonid
pada dosis 9 mg/hari., dan dosis jangka oanjang yang disukai adalah 3 sampai 6 mg/ hari. Jika
dibandingkan dengan prednisone, budesonid memberikan efek yang mirip bahkan lebih aman.
Fluticason memiliki bioavailabilitas oral yang rendah sehingga berpotensi untuk menjadi
pengobatan topikal optimum untuk EG. Sayangnya, hanya tersedia dalam formula komersial
untuk nasal inhaler dan tidak ada

diantaranya yang mebgandung dosis yng cukup untuk

mengobati EG. Accepted article zang mingming.


Pada penelitian di Korea, Sembilan belas anak dengan GE diterapi denga steroid selama 4
sampai 12 minggu, steroid efektif pada 15 pasien . sebelas pasien tidak mengalami relaps setelah
melanjutkan steroid. Pghn jung sob.
Mast cell inhibitors
Disodium kromoglicat adalah stabilisator sel mast yang dapat mencegah mediator toksik seperti
histamine, platelet activating factors, dan leukotrien dari sel mast. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa disodium kromoglikat dapat memberikan hasil positif pada dosis 200 mg 4
kali sehari. Ketotifen, agen antihistamin dan stabilisator membrane sel mast juga memberikan
perbaikan klinis pada dosis 2 4 mg/ hari pada beberapa kasus. . Accepted article zang
mingming.
Leukotriene receptor antagonists
Leukotrien berfungsi sebagai factor kemotaktik untuk eosinofil

dan menginduksi infiltrasi

eosinofil. PGHN jong sub.


Montelukast, anatagonis reseptor selektif dan kompetitif dari, dapat dipertimbangkan sebagai
terapi yang relative aman untuk EG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan
dengan montelukast selama beberapa bulan pada rentang dosis 10-40 mg secara oral perhari
meberikan keuntungan baik pada eosinifilian perifer dan gejala EG. Karenanya montelukast

mungkin dapat menjadi terapi jangka panjang yang efektif pada pasien EG khususnya pada
pasien steroid dependent. Accepted article zang mingming.
Surgery
EG dengan pola muscular dapat memberikan gejala obstruksi, akibat penebalan dinding usus
dan pernyempitan lumen yang disebabkan oleh iinfiltrasi eosinofill. Pada kebanyakan kasus,
obstruksi ini dapat membaik dengan terapi kortikosteroid. Namun beberapa kasus EG didiagnosa
setelah reseksi segmen yang mengobstruksi setelah biopsy laparotomi atau laparoskopi ketebalan
penuh.
Karenanya sangat penting bagi dokter untuk menduga EG. Jika EG dapat ditegakkan dan
obstruksi dapat membaik dengan pengobatan maka tindakan pembedahan yang tidak perlu dapat
dihindari. Namun pasien EG yang mengalami perforasi harus segera menjalani pembedahan
untuk memperbaiki kerusakan. Accepted article zang mingming.
Dengan pemahaman yang sedikit mengenai etiologi dan pathogenesis dri EG, tidak terdapat
pengobatan definitive, dan saat ini penggunaan glukokortikoid merupakan standar utama dalam
manajemen penyakit ini. Nahum mendes.
Namun, walaupun terdapat kesulitan untuk menentukan terapi dengan pengobatan yang jelas,
terapi lain telah digunakan dengan hasil yang berbeda beda. Modifikasi diet, seperti diet rendah
kalori dan makanan rendah lemak, diet bebas gluten, dan diet bebas alergen yang sudah
teridentifikasi sebelumnya dapat berguna, khususnya pada psien dengan pola penyakit
predominan di mukosa. Penggunaan diet elemental efektif dalam mengurangi kebutuhan akan
kortikosteroid dan memperbaiki pertumbuhan yang jelek yang berhubungan dengan penyakit.
Pengobatan EG pada prinsipnya adalah penggunaan glukokortikoid, yaitu ketotifen, montelukast,
dan sodium kromoglikat masih perlu diuji. Respon yang baik dilaporkan pada penggunaan
prednisone setiap hari selama 8 minggu pada dosisi 20-40 mg. budesinid adalah kortikosteroid
yang bekerja secara local, yang efeknya sama dengan prednisone. Keuntungan utama adalah
metabolism tahap pertama yang tinggi; supresi ringan pada ginjal, dan efektifitasnya menjanjikan
dalam mengobati EG. Imunoterapi telah digunakan pada beberapa uji klinis kecil, khususnya
menggunakan antialergik terbaru yang mensupresi kerja dari Cytokines IL-4 dan IL -5, seperti
tosilat suplatast dan anti antibody monoclonal IL-5. Nahum mendes.

Hasil pengobatan
Penelitian yang dilakukan di Taiwan menunjukkan pada pasien EG yang diterapi dengan steroid,
71 % mendapatkan terapi yang berjalan lancer, sementara 21.4 % lainnya mengalami kesulitan
dalam tapering off steroid. Kortikosteroid menghilangkan gejala secara cepat namun
menyebabka supresi system imun, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, osteoporosis dan
gagal tumbuh, gangguan mood dan endokrin jika digunakan dalam jangka panjang.

Pada

penelitian ini tiga orang pasien yang diobati dengan antagonist leukotrien saja mendapat hasil
yang baik tanpa relaps selama follow-up. (Elsevier fu mien tien).

Anda mungkin juga menyukai