Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa Mandarin bukanlah suatu bahasa yang mudah dipelajari. Karena

huruf atau aksara Mandarin bukanlah seperti huruf alphabet yang terdapat dalam

Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Inggris. Dan juga tata bahasa dalam Bahasa

Mandarin juga sangat berbeda dari tata bahasa dalam Bahasa Indonesia atau

Bahasa Inggris. Karena sulitnya mempelajari Bahasa Mandarin, maka setiap

pembelajar perlu melakukan upaya yang lebih keras agar dapat menguasai Bahasa

Mandarin.
Slameto dalam Anandita (2011) mengatakan bahwa, Gaya belajar yang

kurang baik dapat menyebabkan banyak siswa yang pandai mendapatkan nilai

yang lebih buruk daripada siswa yang kurang pandai karena mereka memiliki

gaya belajar yang baik. Dan Tanta (2010: 9) mengatakan,Dengan mengenal gaya

belajar sendiri tidak akan membuat seseorang menjadi lebih pintar, tetapi

mengenal gaya belajar orang lain dapat membuat diri sendiri menentukan gaya

belajar yang lebih efektif.


Gaya belajar siswa dapat mempengaruhi motivasi belajar yang diberikan

oleh guru. Dengan gaya belajar yang sesuai dengan siswa dan metode

pembelajaran guru yang tepat di depan kelas dapat mempengaruhi siswa untuk

lebih bersemangat belajar di kelas. Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari

bagaimana siswa menangkap, menyerap informasi terhadap materi belajar.

(Dalyono, 2010)
2

Idealnya, karena sejumlah siswa dengan gaya belajar yang berbeda, maka

gaya mengajar, bahan ajar pun seharusnya bervariasi. Teknik mengajar, alat

peraga, dan latihan perlu disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Kurangnya

pengetahuan tentang gaya belajar pun merupakan salah satu dari banyak kendala

yang dihadapi oleh peserta didik maupun pendidik dalam proses belajar mengajar.

Gaya belajar yang kurang tepat dikhawatirkan akan mempersulit siswa menyerap,

menerima, mengatur, dan mengolah materi pelajaran yang diberikan serta akan

memakan banyak waktu. Jika sesorang dapat mengenali gaya belajarnya, maka

secara otomatis orang tersebut dapat mengelola pada kondisi apa, di mana, kapan,

dan bagaimana dirinya dapat memaksimalkan proses belajar yang dilakukan.

(Dalyono, 2010)
Rose dan Nicholl (2006) dalam bukunya Accelerated Learning for The

21 st Century mengidentifikasi tiga gaya belajar, yakni; (1) VISUAL, yakni

belajar melalui melihat sesuatu; (2) AUDITORI, yakni belajar melalui mendengar

sesuatu, dan (3) KINESTETIK, yakni belajar melalui aktivitas fisik dan

keterlibatan langsung. Menurut Meier (2002) berbagai macam gaya belajar pada

dasarnya dimiliki setiap siswa dalam menyerap suatu materi. Akan tetapi, pada

sebagian orang, ketajaman visual lebih menonjol dibandingkan dengan indera lain

karena di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memroses visual

daripada semua indera lain. Hal ini diperkuat lagi oleh pendapat salah satu pakar

psikologi D.G.Treichler (1967) yang menjelaskan bahwa manusia memelajari

sesuatu melalui sentuhan 1,5%, penciuman 3,5%, pendengaran 11%,

penglihatan/visual 83%. Data ini menunjukkan bahwa visual menempati tempat


3

yang paling penting dalam pendidikan. Visual merupakan suatu bagian dari

metode dan cara pengajaran yang sangat penting. Sejalan dengan D.G.Treichler,

Arsyad (2008:15) mengemukakan bahwa perbandingan memeroleh hasil belajar

melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaanya kurang

lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang (visual), dan

hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar (auditorial), dan 5% lagi

dengan indera lainnya. Berdasarkan temuan di atas, gaya belajar visuallah yang

dianggap lebih dominan dibandingkan gaya belajar lain


Dari uraian tentang sulitnya mempelajari bahasa Mandarin, dan besarnya

peran gaya belajar visual dalam keberhasilan siswa serta keterbatasan pemahaman

guru terhadap berbagai gaya belajar, peneliti memiliki ketertarikan untuk

melakukan penelitian guna mengetahui apakah benar adanya bahwa pembelajar

dengan gaya belajar visual cenderung memiliki hasil belajar yang lebih tinggi

dengan judul HUBUNGAN GAYA BELAJAR VISUAL DENGAN HASIL

BELAJAR BAHASA MANDARIN SISWA KELAS VIII SMP SWASTA

DIPONEGORO KISARAN.

1.2. Rumusan Masalah


Dari uraian uraian yang tertera di atas, masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:


1. Adakah hubungan positif antara gaya belajar visual dengan hasil belajar

bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka

penelitian ini bertujuan untuk:


4

1. Mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara gaya belajar visual

dengan hasil belajar bahasa Mandarin siswa SMP kelas VIII SMP Swasta

Diponegoro Kisaran.

1.4. Manfaat Penelitian


Peneliti mengharapkan bahwa penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan

manfaat praktis.
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah bahwa:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penguatan atau

pembuktian bagi pembaca akan kebenaran teori yang sudah ada tentang gaya

belajar visual dan kemampuan menguasai bahasa Mandarin.


Sementara manfaat praktis ialah:
1. Bagi Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan memperoleh

banyak sekali pengetahuan tentang variasi gaya belajar siswa untuk

memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Penelitian ini mengarahkan

penulis memilih gaya belajar yang tepat untuk mencapai prestasi

belajar yang baik.

2. Bagi para Guru


Bagi para guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat

guru lebih menyadari tentang gaya belajar siswa yang bervariasi.

Setelah mengetahui gaya belajar siswa yang bervariasi, guru guru

diharapkan menggunakan teknik mengajar yang lebih bervariasi

dalam setiap pertemuan atau tatap muka mengajar untuk

membangkitkan gaya belajar siswa.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
5

Bagi para peneliti lainnya, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi sumber data maupun informasi yang berguna untuk

melaksanakan penelitian selanjutnya tentang gaya belajar.

1.5. Ruang Lingkup


Dalam penelitian ini, peneliti merasa perlu membatasi ruang lingkup

masalah yang akan dibahas agar tujuan dari penelitian dapat dicapai dengan baik.

Peneliti hanya akan meneliti tentang gaya belajar visual siswa guna mengetahui

hubungannya dengan hasil belajar bahasa Mandarin yang diperoleh. Di samping

itu, peneliti juga membatasi subjek penelitian yaitu hanya siswa SMP kelas VIII

SMP Swasta Diponegoro Kisaran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka


Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah

pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa

informasi yang tersedia. Pemanfaatan perpustakaan ini diperlukan, baik untuk

penelitian lapangan maupun penelitian bahan dokumentasi (data sekunder).

Dengan kata lain, tidak mungkin suatu penelitian dapat dilakukan dengan baik

tanpa orientasi pendahuluan di perpustakaan. (Nasehuddin & Gozali, 2012)


Menurut Suharsimi Arikunto dalam Anandita (2011), Kegiatan

mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi pengetahuan itulah


6

yang biasa dikenal dengan mengkaji bahan pustaka atau biasa disingkat dengan

istilah kajian pustaka.


Penyusunan landasan teori tidak akan produktif, apabila bahan yang

digunakan tidak cukup banyak. Karena itu perlu dibaca terlebih dahulu sumber

sumber yang berkaitan dengan fenomena fenomena yang akan dikaji. Dengan

memandang pentingnya landasan teori bagi penelitian, maka penulis selaku

peneliti telah melakukan tugas kepustakaan guna mencari bahan teori yang

memuat keterangan tentang abstrak dari variabel yang sesuai dengan masalah

yang sedang peneliti lakukan.

2.2. Belajar
Dalam subab ini, penulis akan mengkaji secara terperinci tentang

pengertian belajar, ciri ciri belajar, masalah masalah yang mempengaruhi

belajar, hasil belajar, dan gaya belajar.


2.2.1. Pengertian Belajar
James O. Whittaker dalam Anurrahman (2012) mengemukakan

Belajar adalah proses di mana tingkah laku


Menurutditimbulkan
Abdillah dalam atau diubah (2012),
Anurrahman melalui latihan atau
pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara
Belajar
keseluruhan,
Sementara Slametoadalah suatuhasil
sebagai
(2013: 2)usaha sadar yang
pengalaman
mengatakan dilakukan
individu
bahwa, itu
menurut
oleh
sendiriindividu
di dalamdalam perubahan
interaksi tingkah laku baik
dengan lingkungannya."
melalui latihan dan pengalaman
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu yangproses
menyangkut
perubahan
aspek aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
yaitu perubahanuntuk memperoleh
tingkah tujuan tertentu.
laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan

perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: Belajar ialah


7

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.


Dan menurut W. S. Winkel dalam Anandita (2011), Belajar

adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan lain lain.


2.2.2. Jenis Jenis Belajar
Menurut Slameto (2013: 5 8) ada beberapa jenis belajar, yaitu:
a. Belajar Bagian (Part Learning, Fractioned Learning)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia

dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif.

Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi

bagian bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.


b. Belajar dengan Wawasan (Learning by Insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang

tokoh psikologi Gesalt pada permulaan tahun 1971. Menurut Gesalt

teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola pola

tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada

hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan.


c. Belajar Diskriminatif (Discriminatif Learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk

memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian

menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dalam

eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda beda

terhadap stimulus yang berlainan.


d. Belajar Global/Keseluruhan (Global Whole Learning)
8

Di sini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan

berulang sampai pelajar menguasainya. Metode ini sering juga

disebut metode Gesalt.


e. Belajar Insidental (Incidental Learning)
Dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali

kehendak untuk belajar. Belajar disebut insidental bila tidak ada

instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai

materi belajar yang akan diujikan kelak.


f. Belajar Instrumental (Instrumental Learning)
Pada belajar instrumental, reaksi reaksi seorang siswa yang

diperlihatkan diikuti oleh tanda tanda yang mengarah pada apakah

siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal.

Salah satu contoh yaitu pembentukan tingkah laku. Di sini individu

diberi hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang

dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan

tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga

akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.


g. Belajar Intensional (Intentional Learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar

insidental.

h. Belajar Laten (Latent Learning)


Dalam belajar laten, perubahan perubahan tingkah laku

yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut

laten.
i. Belajar Mental (Mental Learning)
Perubahan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata

terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena


9

ada bahan yang dipelajari. Ada yang mengartikan belajar mental

sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku

orang lain, membayangkan gerakan gerakan orang lain dan lain

lain.
j. Belajar Produktif (Productive Learning)
R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai

belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur

kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi

ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu

mentrasnfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi

ke situasi lain.
k. Belajar Verbal (Verbal Learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan

melalui latihan dan ingatan.

2.2.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2013: 54 72) terdapat beberapa jenis faktor

yang mempengaruhi belajar yang digolongkan menjadi dua golongan

yaitu:

a. Faktor faktor internal, terdiri dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2. Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat,

motif, dan kesiapan.


10

3. Faktor kelelahan

b. Faktor faktor eksternal terdiri dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi

antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

2. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar, dan

tugas rumah.

3. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,

media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.3. Gaya Belajar

2.3.1. Pengertian Gaya Belajar

Menurut Hamruni (2012: 156) mengemukakan bahwa:

Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan


kemampuan belajar di sekolah. Menyadari tentang
cara menyerap dan mengolah informasi, dapat
menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih
mudah.
11

Menurut Fleming dan Mills dalam Sriwati Bukit (2015: 85 86),

Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa


untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam
belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk
mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai
dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun
tuntutan dari mata pelajaran.

Menurut DePorter dan Hernacki dalam Sriwati Bukit (2015: 85

86), Gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan

mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan

modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi

(perceptual modality).

Menurut Sriwati Bukit (2015: 85 86), Gaya belajar adalah

suatu kecenderungan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan,

merespon, menerima pembelajaran yang ada pada dirinya. Jadi,

kecenderungan belajar dengan berbagai gaya akan menentukan hasil

belajar yang dimiliki.

Gaya belajar menurut Henich dkk. dalam Benny (2011) dalam

Sobry Sutikno (2013: 14) merupakan Suatu kebiasaan yang

diperlihatkan oleh individu dalam memproses informasi dan

pengetahuan serta mempelajari suatu keterampilan.


12

2.3.2. Pengembangan Gaya Belajar

Syaiful Bahri Djamarah dalam Anandita (2011) mengemukakan

cara untuk mengembangkan gaya belajar yang baik adalah:

a. Keteraturan Belajar

Pokok pangkal yang pertama adalah keteraturan, terutama bahan

pelajaran yang baru diberikan guru pada hari itu hendaknya langsung

dibaca pada hari itu juga sehingga benar benar dapat dipahami.

Dengan pikiran yang teratur ilmu itu lebih mudah dipahami

b. Disiplin

Dengan disiplin yang baik dalam usaha belajar dan menepati apa

yang telah direncanakan akan menciptakan kemauan dan

kemampuan belajar secara teratur dan merupakan suatu proses ke

arah pembentukan watak yang baik.

c. Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal dengan

mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.

Konsentrasi dalam belajar berarti memusatkan pikiran terhadap suatu

mata pelajaran tertentu.


13

d. Pengaturan Waktu

Pengaturan waktu ini diperlukan agar siswa yang belajar sesuai

dengan rencana yang telah ditentukan sendiri sebelumnya. Dengan

membuat jadwal dalam belajar dan dilaksanakan dengan sebaik

baiknya serta teratur, maka siswa akan mendapatkan hasil yang

memuaskan.

2.3.3. Jenis Jenis Gaya Belajar

Menurut Sobry Sutikno (2013: 14 15) terdapat 3 jenis gaya

belajar, yaitu:

a. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual merupakan salah satu gaya belajar yang

mungkin dimiliki oleh siswa. Bagi seseorang yang bergaya belajar

visual, yang memegang peranan penting adalah penglihatan (visual),

dalam hal ini metode pembelajaran yang digunakan guru sebaiknya

lebih banyak dititikberatkan pada tampilan media, ajak siswa ke

obyek obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan

cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau

menggambarkannya di papan tulis. Bentuk tugas yang sesuai untuk


14

siswa yang mempunyai gaya belajar visual adalah pengamatan atau

observasi. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat

bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi

pembelajaran. Seseorang yang memiliki gaya belajar, lebih suka

menggunakan foto, membuat gambar, bermain warna, dan peta untuk

menyampaikan informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.

b. Gaya Belajar Auditori

Seseorang yang bergaya belajar auditori mengandalakan

kesuksesan belajarnya melalui telinga. Siswa yang mempunyai gaya

belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan

diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak

auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui suara,

kecepatan berbicara dan hal hal auditori lainnya. Anak anak

seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca

teks dengan keras dan mendengarkan kaset. Seseorang yang

memiliki gaya belajar autidori memilki sensitifitas dalam nada dan

ritme. Biasanya bisa bernyanyi, memainkan alat musik, atau

mengenali suara dari berbagai instrumen, dan lain lain.

c. Gaya Belajar Kinestetik

Seseorang yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar

melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini sulit


15

untuk duduk diam berjam jam karena keinginan mereka untuk

beraktivitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang memiliki gaya

belajar kinestetik ini dianjurkan untuk belajar melalui pengalaman

dengan menggunakan berbagai model peraga, seperti bekerja di lab

atau belajar di alam atau sambil bermain. Perlu juga secara berkala

mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di waktu

belajarnya. Usahakan membuat sesi pembelajaran yang melibatkan

kegiatan fisik, seperti: bermain drama, membaca puisi, atau

permainan sederhana.

Di antara metode pembelajaran yang bisa dipakai dalam

proses pembelajaran adalah bermain peran, simulasi, dan lain lain.

2.3.4. Faktor Faktor yang Berpengaruh terhadap Gaya Belajar

Menurut Suryabrata dalam Anandita (2011), adapun faktor

faktor yang berpengaruh terhadap gaya belajar, adalah:

a. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi :

1) Faktor psikis, yaitu: IQ, kemampuan belajar, motivasi belajar,

sikap dan perasaan, minat dan kondisi akibat sosiokultural.

2) Faktor fisiologis dibedakan menjadi dua, yaitu:

(a) keadaan jasmani pada umumnya, hal tersebut

melatarbelakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang


16

segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang

kurang segar.

(b) Keadaan fungsi fungi fisiologis tertentu.

b. Faktor dari luar diri siswa, meliputi:

1) Faktor pengatur belajar mengajar di sekolah yaitu kurikulum

pengajaran, disiplin sekolah, fasilitas belajar, pengelompokan

siswa.

2) Faktor faktor sosial di sekolah yaitu sistem sekolah, status

sosial siswa, interaksi guru dengan siswa.

3) Faktor situasional yaitu keadaan sosial ekonomi, keadaan waktu

dan tempat lingkungan.

2.4. Gaya Belajar Visual

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam gaya belajar visual,

yang memegang peranan penting adalah saraf penglihatannya, yaitu mata.

Orang yang memiliki gaya belajar ini akan cenderung menerima semua

materi pembelajaran melalui mata. Dalam subab ini peneliti akan

menguraikan lebih rinci tentang gaya belajar visual.


17

Menurut Mansur HR (2013), Visual learning (gaya belajar visual)

adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata memegang peranan

penting. Gaya belajar visual dilakukan seseorang untuk mempeoleh informasi

dengan melihat gambar, diagram, peta, poster, grafik, data teks, seperti

tulisan dan sebagainya.

Menurut Bobbi de Porter & Mike Hernacki yang dikutip oleh Sukadi,

berdasarkan arti katanya, gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara

melihat, mengamati, memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya belajar ini

terletak pada indera penglihatan. Bagi orang yang memiliki gaya ini, mata

adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala atau stimulus

(rangsangan) belajar.

Menurut Sriwati Bukit (2015: 86), Gaya belajar visual adalah belajar

melalui melihat sesuatu. Kita suka melihat gambar atau diagram. Kita suka

pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video.

Dari beberapa uraian di atas mengenai pengertian gaya belajar visual,

maka peneliti menarik kesimpulan bahwa gaya belajar visual adalah gaya

belajar yang menitikberatkan indera penglihatannya (mata) untuk menangkap

semua gejala atau stimulus (rangsangan) belajar yang diberikan, melalui

melihat, memandang, mengamati, dan sejenisnya.

Adapun beberapa ciri ciri gaya belajar visual menurut Sriwati Bukit

(2015: 96), yaitu:


18

a. Bicara agak cepat,

b. Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi,

c. Tidak mudah terganggu oleh keributan,

d. Lebih mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar,

e. Lebih suka membaca daripada dibacakan,

f. Pembaca cepat dan tekun,

g. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai

memilih kata kata,

h. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato,

i. Lebih suka musik daripada seni,

j. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

Ciri lain yang dapat dikemukakan dari gaya belajar visual ini

menurut Sriwati Bukit (2015: 96), yaitu:

a. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang

mengajar,

b. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi,


19

c. Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan

melihat teman teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang

bertindak,

d. Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan

orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi,

e. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan,

f. Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan,

g. Dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa

terganggu.

2.4.1. Karakteristik Gaya Belajar Visual

Menurut Collin Rose & Malcolm J. Nichols dalam Sriwati Bukit

(2015: 89 93) ada beberapa karakteristik dari gaya belajar visual, yaitu:

a. Suka membaca (menyukai/menikmati bacaan), menonton TV,

menonton film (pergi ke bioskop), menerka teka teki atau mengisi

TTS, lebih suka membaca ketimbang dibacakan, lebih suka

memperhatikan ekspresi wajah ketika berbicara dengan orang lain

atau membacakan bacaan kepadanya,

b. Mengingat orang melalui penglihatan (tak pernah lupa wajah),

mengingat kata kata dengan melihat dan biasanya bagus dalam


20

mengeja atau melafalkan tetapi perlu waktu lebih lama untuk

mengingat susunan atau urutan abjad jika tidak disebutkan awalnya,

c. Menerima penjelasan lebih suka memakai peta/gambar,

d. Selera pakaian bergaya, penampilan penting, warna pilihannya

sesuai, tertata atau terkoordinasi,

e. Menyatakan emosi dengan ekspresi muka,

f. Menggunakan kata dan ungkapan seperti: melihat, menonton,

menggambarkan, sudut pandang, mencerahkan, perspektif,

mengungkapkan, tampak bagiku, meneropong, terang ibarat kritsal,

tabel, cemerlang, bersemangat, pandangan dari atas, pendek akal,

suka pamer,

g. Aktivitas kreatif: menulis, menggambar, melukis, merancang

(mendesain), melukis di udara,

h. Menangani proyek proyek dengan merancang sebelumnya,

meneliti gambaran menyeluruhnya, mengorganisasikan rencana

permainan dengan menghimpun daftarnya lebih dahulu, berorientasi

detail,

i. Cenderung berbicara cepat tetapi mungkin cukup pendiam di dalam

kelas,
21

j. Berhubungan dengan orang lain lewat kontak mata dan ekspresi

wajah,

k. Saat diam suka melamun atau menatap ke angkasa,

l. Menjalankan bisnis atas dasar hubungan personal antarwajah,

m. Punya ingatan visual bagus ingat di mana meninggalkan sesuatu

beberapa hari yang lalu,

n. Merespons lebih bagus ketika anda perlihatkan sesuatu ketimbang

cerita tentangnya.

2.5. Kerangka Berpikir

Menurut Toto Syatori Nasehudin & Nanang Gozali (2012: 101),

Kerangka berpikir adalah gambaran pemikiran peneliti atas masalah yang

akan atau sudah diteliti, atau merupakan ulasan terhadap teori teori yang

telah dikemukakannya dalam tinjauan pustaka, kerangkan teori, atau

tinjauan teoritis. Artinya apa apa yang dikemukakan peneliti dalam

kerangkan pemikiran tersebut, tidak lagi mengungkapkan atau mengutip teori

atau pandangan para pakar di bidang yang akan diteliti.

Dari uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa siswa yang

ingin mendapatkan hasil prestasi belajar yang baik hendaknya dapat


22

mengembangkan gaya belajar yang baik, karena dengan itu siswa akan lebih

mudah menerima, menyerap, dan memahami materi pelajaran yang

disampaikan oleh guru. Siswa yang mempunyai gaya belajar yang baik dan

dapat mengembangkan gaya belajar tersebut diharapkan dapat mencapai

prestasi yang baik sehingga bila dihadapkan pada suatu persoalan tentang

materi pelajaran tersebut, siswa akan dapat memahami dan menjawab dengan

baik. Jadi, gaya belajar yang baik diterapkan siswa akan berpengaruh pada

prestasi belajar yang akan dicapai.

Dalam penelitian ini, beberapa faktor di atas akan dijadikan sebagai

variabel X yaitu gaya belajar visual yang mempunyai hubungan dengan

variabel Y yaitu hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta

Diponegoro Kisaran.

2.6. Hipotesis

Menurut Toto Syatori Nasehudin & Nanang Gozali (2012: 110),

hipotesis didefinisikan sebagai:


23

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap


permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya atau
jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian yang
telah dikemukakan dalam perumusan masalah.
Dikatakan sementara karena baru merupakan jawaban
yang berdasarkan teori teori, dalam arti masih perlu
dilakukan pengujian.

Dari pengantar di atas mengenai hipotesis penelitian maka peneliti

menentukan 2 hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

Tidak terdapat hubungan positif antara gaya belajar visual dengan


H0: hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta
Diponegoro Kisaran.

Terdapat hubungan positif antara gaya belajar visual dengan hasil


Ha: belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro
Kisaran.
24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Menurut Jusuf Soewadji (2012: 189), rancangan penelitian

didefinisikan sebagai, Bagian dari tahap persiapan atau tahap perencanaan

penelitian.
Adapun fungsi rancangan penelitian menurut Jusuf Soewadji (2012:

190) adalah sebagai berikut:


a. Sebagai pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan tugas

penelitian selanjutnya
b. Sebagai pedoman bagi peneliti untuk menetapkan langkah

langkah apa yang harus dikerjakan dalam penelitian


c. Memprediksi kesulitan kesulitan yang akan dihadapi dalam

melaksanakan penelitian serta merumuskan bagaimana cara

mengatasinya
Terdapat 2 jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian

kuantitatif dan penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Menurut Toto

Syatori Nasehuddin & Nanang Gozali (2012: 56), Penelitian kuantitatif

adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui salah satu aspek dari

sasaran penelitian secara meluas walaupun pengumpulan datanya

menggunakan teknik pengambilan sampel. Dikatakan penelitian ini

merupakan jenis penelitian kuantitatif karena penelitian ini dijabarkan dengan

nilai nilai yang nantinya akan dianalisis secara statistik.


Berikut ini merupakan rancangan penelitian dalam penelitian ini:
1. Variabel bebas atau independent variable adalah gaya belajar visual (X)
25

2. Variabel terikat atau dependent variable adalah hasil belajar bahasa

Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran (Y)

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi
Populasi menurut Singarimbun dalam Iskandar (2008: 68),

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit unit analisis yang

memiliki ciri ciri yang akan diduga.


Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130), Populasi

adalah keseluruhan subjek penelitian.


Dari uraian uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan dilibatkan

dalam penelitian.
Adapun yang ditetapkan sebagai populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran yang

terdiri dari 4 kelas yaitu kelas VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D.
3.2.2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 131), Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti.


Dan Sugiono (2005: 91) mengemukakan bahwa, Sampel adalah

bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.


Dari uraian uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sampel

adalah sebagian jumlah dari populasi penelitian yang didapatkan dengan

cara sedemikian rupa sehingga dapat mewakili seluruh anggota populasi

untuk menunjukkan hasil penelitian. Karena terdapat 4 kelas populasi

maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam

pengambilan sampel di mana 2 kelas dari 4 kelas akan dipilih dan

diambil, kemudian siswa yang memiliki gaya belajar visual dari kedua
26

kelas tersebut akan dijadikan sampel dari penelitian ini. Menurut Jusuf

Soewadji (2012: 141), Purposive sampling adalah pengambilan sampel

yang didasarkan atas pertimbangan pertimbangan tertentu dari

peneliti.

3.3. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2009: 102) Instrumen penelitian adalah alat

yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang

diamati. Ada 2 jenis instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data

pada penelitian ini yaitu kuesioner (angket) dan test. Masing-masing

instrumen ini akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kuesioner (Angket)

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadi atau hal

hal yang diketahui (Arikunto, 2010: 268). Penskoran instrumen dibuat

dengan menggunakan Skala Likert dengan empat alternatif jawaban.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memeroleh

data mengenai gaya belajar visual siswa kelas VIII SMP Swasta

Diponegoro Kisaran atau variabel X penelitian. Indikator gaya

belajar menurut De Porter & Hernacki (2002) adalah sebagai berikut:

1) Informasi diserap melalui penglihatan,


27

2) Kesulitan menyerap informasi secara lisan

3) Tidak terganggu dengan keributan

4) Rapi dan teratur.

Kuesioner dari indikator di atas ini akan dikembangkan menjadi

beberapa pertanyaan. Penskoran dari pernyataan di atas dibuat dengan

menggunakan skala likert dengan empat alternatif jawaban. Jawaban

setiap instrumen mempunyai bobot penilaian dari sangat positif sampai

negatif berupa kata kata yang dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Bobot Penilaian Jawaban Angket


Skor Pernyataan Positif Skor Pernyataan Negatif
4 Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Tidak Setuju (STS)
3 Setuju (S) 3 Tidak Setuju (TS)
2 Tidak Setuju (TS) 2 Setuju (S)
1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Setuju (SS)

b. Test

Menurut Arikunto (2010: 53), Test merupakan alat atau prosedur yang

digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana,

dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Test dilakukan

guna memeroleh data mengenai hasil belajar bahasa Mandari siswa kelas

VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran atau variabel Y penelitian dengan

tujuan untuk mengungkap tingkat pencapaian terhadap tujuan

pembelajaran untuk mengetahui apakah hasil belajar bahasa Mandarinnya

dinilai baik. Dalam penelitian ini, test yang diberikan berupa materi
28

pelajaran yang akan diambil dari buku Zhongxue Huawen dengan soal

berbentuk pilihan berganda.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2009: 308), Teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang

dilakukan peneliti adalah:

1. Peneliti akan membagikan angket gaya belajar visual kepada siswa untuk

mengetahui siswa mana yang memiliki gaya belajar visual,

2. Setelah didapat siswa yang mempunyai gaya belajar visual, peneliti akan

memberikan tes kepada mereka untuk melihat hasil belajar mereka,

kemudian peneliti akan memeriksa jawaban mereka,

3. Kemudian peneliti akan menguji validitas dan reliabilitas angket dan tes

ujian tersebut,

4. Setelah diuji validitas dan reliabilitasnya, peneliti akan melakukan uji

korelasi dan uji keberartian (uji T) untuk mengetahui hubungan antara

gaya belajar visual dengan hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII

SMP Swasta Diponegoro Kisaran.

3.5. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2011), Analisis data adalah proses menyusun

data secara sistematis yang diperoleh dari observasi melalui pengorganisasian


29

data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit unit, melakukan

hipotesa sampai membuat kesimpulan yang dapat dimengerti oleh pengamat

sendiri dan orang lain. Dalam penelitian ini menggunakan analisis data

kuantitatif. Analisis dalam penelitian kuantitatif lazim disebut analisa statistik

karena menggunakan rumus rumus statistika. Analisis statistik adalah

metode untuk mengorganisasi dan menganalisis data kuantitatif atau yang

diperlukan sebagai data kuantitatif. Nantinya, peneliti akan menggunakan

bantuan Microsoft Office Excel dan program SPSS untuk menganalisa data

dengan tahapan tahapan sebagai berikut:

3.5.1. Deskripsi Data

Menurut Sri Wahyu (2012), Deskripsi Data adalah

menggambarkan data yang berguna untuk memperoleh bentuk nyata dari

responden sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau orang lain yang

tertarik dengan hasil penelitian yang dilakukan. Deskripsi data yang

akan disajikan dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan

gambaran secara umum mengenai penyebaran data yang diperoleh di

lapangan. Data yang disajikan berupa data mentah yang diolah

menggunakan teknik statistik deskripsi. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisis gaya belajar visual, kemampuan menjawab

pertanyaan soal ujian Mandarin dan hubungan gaya belajar visual

dengan hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP Swasta
30

Diponegoro Kisaran yang meliputi max, min, mean, median, modus,

frekuensi dan standar deviasi.

1. Karakteristik Data

Dalam menghitung Deskripsi Data, langkah yang perlu

diteliti adalah menghitung Skor maksimum dan minimum, kemudian

menentukan Range dengan rumus R = H Lo, menentukan Banyak

Kelompok (BK)=1+3.3 log n, menentukan Panjang Kelompok (P) =

(R + 1)/BK, kemudian menentukan Selisih (S) = (BK x P) (R + 1),

dan juga menentukan nilai Max, Min, Mean (Nilai Rata-Rata)

fi . Xi
dengan rumus X ratarata= , Median (Nilai Tengah)
fi

1
p
dengan rumus Me = b+p ( 2 n ) , Modus (Nilai
f

b1
Terbanyak/Dominan) dengan rumus Mo = b+p ( b 1+ b 2 ) , dan

Standar Deviasi kelompok dengan rumus SD =

n . fi . Xi( fixi)2
n(n1) , adalah nilai statistik yang digunakan untuk
31

menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel, dan seberapa

dekat titik data individu ke mean atau rata rata nilai sampel.

Sebuah standar deviasi dari kumpulan data sama dengan nol

menunjukkan bahwa semua nilai nilai dalam himpunan tersebut

adalah sama.

2. Distribusi Frekuensi Data

Wallpole (1992) mengartikan Distribusi frekuensi data

adalah susunan data menurut kelas kelas interval tertentu atau

menurut kategori tertentu. Dalam suatu daftar distribusi frekuensi,

dapat diperoleh keterangan atau gambaran sederhana dan sistematis

dari data yang diperoleh. Setelah mendapatkan selisih, maka kita

dapat menentukan distribusi frekuensi data agar mendapatkan

frekuensi relatif yang akan digunakan untuk membagi antara nilai

tertinggi dan nilai terendah yang kemudian akan diuji nilai

reliabilitas testnya dan dapat diuji hipotesisnya.

3. Tingkat Kecenderungan Data

Tingkat Kecenderungan Data dapat diperoleh dengan rumus:

r =

( butir soal x nilai tertinggi ) (butir soal x nilai terendah)


interval
32

dengan Nilai Tinggi berdasarkan nilai skala likert tertinggi

dan Nilai Rendah berdasarkan skala likert terendah dengan jumlah

butir soal sebanyak 20 soal.

Dalam penelitian ini, deskripsi data, frekuensi data dan

tingkat kecenderungan data semuanya menggunakan bantuan dari

rumus Microsoft office excel agar dapat memudahkan peneliti dalam

mencari data yang diinginkan.

3.5.2. Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu alat yang menunjukkan seberapa jauh

suatu instrumen memiliki ketepatan dan kecermatan dalam melakukan

fungsi ukurnya. Arikunto (2006: 168 169) menyatakan, tinggi

rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimnpang dari gambaran tentang variabel yang

dimaksud. Dalam penelitian ini akan dihitung validitas berikut:

1. Uji Validitas Kuesioner

Dalam penelitian ini validitas dihitung menggunakan rumus

koefisien korelasi Pearson Product Moment (Sugiyono, 2008: 174)

sebagai berikut:
33

2
n. Y

n . X ( X 2 ]
2



n . XY ( X ) ( Y )
rxy=

Dimana : rxy = koefisien korelasi suatu butir/item


N = jumlah sampel
X = skor suatu butir/item
Y = skor total
X = jumlah skor items
Y = jumlah skor total

X2 = jumlah kuadrat skor item

Y2 = jumlah kuadrat skor total

Dasar pengambilan keputusan :

a. Jika r hitung > r tabel, maka instrumen atau item pertanyaan

berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan Valid.

b. Jika r hitung < r tabel, maka instrumen atau item pertanyaan tidak

berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan Tidak

Valid (Invalid).

Uji coba dari 12 butir nomor instrumen penelitian terhadap

sampel ini dimaksudkan untuk menguji keabsahan dan kehandalan

butir butir instrumen yang digunakan dalam penelitian. Validitas

instumen diuji dengan menggunakan rumus Pearson Product


34

Moment dengan perbandingan antara r hitung dengan r tabel, jika r

hitung > r tabel maka instrumen dianggap valid dan apabila r hitung

< r tabel maka instrumen dinyatakan tidak valid.

2. Uji Validitas Test

Untuk menguji validitas test hasil belajar bahasa Mandarin

siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran dalam penelitian

adalah dengan menggunakan Uji Validitas Isi. Menurut Widoyoko

(2009: 129), Sebuah tes dikatakan mempunyai validitas isi apabila

dapat mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi

atau isi pelajaran. Dengan kata lain untuk menguji validitas isi

instrumen tes dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi

instrumen dengan materi pelajaran yang telah dipelajari atau

diajarkan. Uji Validitas Isi dengan menggunakan bahan materi uji

dari buku bacaan Zhongxue Huawen dengan 40 butir soal test.

Dalam penelitian ini, hasil belajar bahasa Mandarin diukur

dengan menugaskan sampel untuk menjawab setiap pertanyaan yang

diberikan dalam bentuk pilihan berganda.

3.5.3. Uji Reliabilitas

1. Uji Reliabilitas Kuesioner


35

Suatu instrumen dikatakan reliabel jika dapat dipercaya untuk

mengumpulkan data penelitian. Arikunto (2006: 178) menyatakan

bahwa reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut adalah cukup baik.

Dalam menghitung reliabiltas instrumen, peneliti

menggunakan rumus Cronbachs Alpha yang dapat digunakan untuk

mencari reliabilitas instrumen yang skornya berbentuk skala. Rumus

reliabilitas menggunakan rumus Cronbachs Alpha (Sugiyono, 2009)

adalah sebagai berikut :

[ ][ ]
2
k Si
ri= 1 2
k 1 St

Dimana : ri = koefisien korelasi


K = jumlah item test
2
Si = jumlah varians item

St2 = varians total


Pengambilan keputusan uji reliabilitas:

a. Bila suatu variabel nilai reliabilitasnya > 0.6 dikatakan reliabel.

b. Bila suatu variabel nilai reliabilitasnya < 0.6 dikatakan tidak

reliabel.
36

Berikut adalah krtiteria dari koefisien reliabilitas menurut Arikunto

(2003: 75): pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Reliabilitas


Koefisien Reliabilitas Kriteria
0.81 1.00 Sangat Tinggi
0.61 0.80 Tinggi
0.41 0.60 Cukup
0.21 0.40 Rendah
0.00 0.20 Sangat Rendah

2. Uji Reliabilitas Test

Untuk menguji reliabilitas tes hasil belajar bahasa Mandarin

siswa kelas VIII SMP Swasta Diponegoro Kisaran dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan rumus uji Kuder Richardson

(KR20).

Analisis Reliabilitas Butir Soal Dengan Metode Kuder-

Richardson (KR20). Adapun formula rumus KR20 (Sugiyono, 2009)

adalah:

[ ][ ]
2
k St pq
r= 2
k1 St

Dimana: r = Koefisien reliabilitas dengan KR20


k = jumlah butir soal/nomor
p = proporsi jawaban benar pada butir tertentu
q = proporsi jawaban salah pada butir tertentu ( q = 1
p)
37

St2= varians skor total


Pengambilan keputusan uji reliabilitas:

a. Bila suatu variabel nilai reliabilitasnya > 0.6 dikatakan reliabel.

b. Bila suatu variabel nilai reliabilitasnya < 0.6 dikatakan tidak

reliabel.

Berikut adalah krtiteria dari koefisien reliabilitas menurut Arikunto

(2003: 75): pada tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Reliabilitas


Koefisien Reliabilitas Kriteria
0.81 1.00 Sangat Tinggi
0.61 0.80 Tinggi
0.41 0.60 Cukup
0.21 0.40 Rendah
0.00 0.20 Sangat Rendah

3.5.4. Uji Korelasi (Uji Hipotesis)

Uji Korelasi adalah teknik perhitungan kuantitatif yang

digunakan untuk melihat kuat lemahnya variabel bebas dan variabel

terikat. (Jonathan Sarwono, 2006: 37)

Untuk mengetahui derajat korelasi kedua variabel digunakan

rumus korelasi Pearsons Product Moment (Sugiyono, 2008: 174),

dimana rumusnya sebagai berikut:


38

2
n. Y

n . X ( X 2 ]
2



n . XY ( X ) ( Y )
rxy=

Dimana : rxy = koefisien korelasi suatu butir/item


N = jumlah sampel
X = skor suatu butir/item
Y = skor total
X = jumlah skor items
Y = jumlah skor total

X 2 = jumlah kuadrat skor item

Y 2 = jumlah kuadrat skor total

Kuatnya hubungan antara variabel dinyatakan dalam koefisien

korelasi. Koefisien korelasi positif terbesar adalah 1 dan koefisien

korelasi negatif terbesar adalah -1, adapun koefisien terkecil adalah 0.

Bila hubungan antara dua variabel mempunyai koefisien korelasi 1 atau

-1, maka hubungan tersebut sempurna. Adapun perbedan antara

koefisien korelasi positif dan negatif adalah sebagai berikut:

a. Korelasi Positif

Jika nilai koefisien korelasi adalah positif antara 0 dan 1, hal ini

berarti X dan Y berbanding lurus, dimana semakin tinggi nilai X,

semakin tinggi pula nilai Y, dan sebaliknya.

b. Korelasi Negatif
39

Jika nilai koefisien korelasi adalah negatif antara 0 dan -1, hal ini

berarti X dan Y berbanding terbalik, dimana semakin tinggi nilai X,

semakin rendah pula nilai Y, dan sebaliknya.

Dan untuk mengetahui tingkat hubungan koefisien korelasi

digunakan pedoman interpretasi korelasi yang digambarkan pada tabel

3.4 di bawah ini:

Tabel 3.4 Interpretasi Perhitungan Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Korelasi
r= 0 Tidak ada korelasi
0 <r 0.3 Korelasi sangat rendah
0.3 <r 0.5 Korelasi rendah
0.5 <r 0.8 Korelasi sedang
0.8 <r< 1 Korelasi tinggi
r= 1 Korelasi sempurna

3.5.5. Uji Keberartian (Uji-T)

Uji keberartian ini digunakan untuk menguji kebenaran yang

diajukan oleh peneliti. Peneliti menggunakan uji T. Uji T dalam

penelitian ini menurut (Sugiyono, 2008: 257) menggunakan rumus:

r n2
t=
(1r 2 )
Dimana : r = koefisien korelasi Pearsons Product Moment
n = jumlah sampel
t = nilai t hitung
Uji ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t

tabel dengan kriteria sebagai berikut:


40

1. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan taraf

signifikansi 5%. Berarti terdapat hubungan positif antara gaya belajar

visual dengan hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII SMP

Swasta Diponegoro Kisaran.

2. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak dengan taraf

signifikansi 5%. Berarti tidak terdapat hubungan positif antara gaya

belajar visual dengan hasil belajar bahasa Mandarin siswa kelas VIII

SMP Swasta Diponegoro Kisaran.


DAFTAR RUJUKAN
Anandita, A. 2011. Pengaruh Cara Belajar Siswa dan Keterampilan Mengajar Guru
terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Kearsipan pada Siswa Kelas XII
Administrasi Perkantoran SMK Batik 2 Surakarta Tahun Pelajaran
2010/2011. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

. 2010. Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi


Aksara.

Arsyad, M. A. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Gafindo Persada.

Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Bukit, S. dan Istarani. 2015. Kecerdasan & Gaya Belajar. Medan: Larispa Indonesia.

Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

DePorter, B. dan Mike Hernacki. 2002. Quantum Learning. Bandung: PT Mizan


Pustaka.

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan


Kuantitatif). Jakarta: Gudang Persada Press.

Mansur, H. R. 2013. Mengenal Gaya Belajar Peserta Didik.


http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=259:gaya-
belajar&catid=42:widyaiswara&Itemid=203. (diunduh pada tanggal 20 Mei
2016 pukul 15. 33 WIB.

Meier, D. 2002. The Accelerated Learning. Bandung Kaifa.

Nasehudin, T. S. dan Nanang Gozali. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung:


CV Pustaka Setia.

Rose & Nicholl. 2006. Accelerated Learning for The Century 21 th Century Cara
Belajar Cepat Abad XXI. Jakarta: Nuansa.

41
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya (edisi revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.

Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sutikno, S. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Lombok: Holistica

Tanta. 2010. Pengaruh Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata
Kuliah Biologi Umum Program Studi Pendidikan Biologi Universitas
Cendrawasih. Jurnal Kependidikan Dasar Vol. 1 No. 1, Sepetember 2010.

Wahyu, S. 2012. Deskripsi Data Penelitian. http://sriwahyuwidyaningsih.blogspot.


co.id/2012/01/deskripsi-data-penelitian.html. (diunduh pada tanggal 20 Mei
2016 pukul 15.24 WIB).

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Widoyoko, E. P. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi


Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

42

Anda mungkin juga menyukai