Donggi Matindok PDF
Donggi Matindok PDF
Bab- 2
RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
2.1. IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN ANDAL
2.1.1. Pemrakarsa
A. Nama Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Menara Standard Chartered Bank Lantai 21
Jl. Prof. DR Satrio Kav 164. Jakarta Selatan, 12950, Indonesia
Telp./ Fax. : (021) 57893688/ (021) 57946223
Pemrakarsa kegiatan penyusunan AMDAL ini adalah PT Pertamina EP- PPGM. Rencana
kegiatan ini dibagi berdasarkan konsep bisnis Hulu dan Hilir. Sebagai pelaksana kegiatan
hulu seperti eksplorasi gas, pemboran sumur pengembangan, konstruksi dan operasi
produksi GPF dan penyaluran gas melalui pipa menjadi tanggung jawab Bagian Hulu
yang ditangani dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya PT Pertamina EP. Sedangkan
pelaksanaan kegiatan hilir seperti konstruksi pembangunan kompleks kilang LNG, pelabuhan
khusus dan operasional LNG, pelabuhan khusus dan pemeliharaan fasilitas LNG menjadi
tanggung jawab Bagian Hilir, yakni PT Donggi-Senoro LNG (PT DSLNG).
Sertifikat
Jabatan Nama Keahlian
AMDAL
Anggota Dr. rer. nat. Nurul Hidayat Aprilita, M.Si. Ahli Kimia (S3, 5 tahun) A
Berikut ini secara keseluruhan diuraikan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok,
baik kegiatan Bagian Hulu maupun kegiatan Bagian Hilir.
Lahan yang diperlukan untuk 17 alokasi sumur pengembangan adalah 68 ha, pembangunan
fasilitas manifold station di 3 (tiga) lokasi adalah 3 x 1 ha per lokasi (3 ha); untuk
pembangunan BS di tiga lokasi seluas 30 ha; jalur pipa flowline di lima lokasi tersebut
adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha);
Kompleks Kilang LNG seluas lebih kurang 300 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter
lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi yang perlu dipersiapkan sebelum pemboran
sumur-sumur pengembangan adalah lokasi sumur dan jalan masuk lokasi (pembuatan
jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua
sumur 15 km dengan lebar 6 8 m (sekitar 60 ha). Jadi luas lahan yang diperlukan
untuk tapak proyek sekitar 595 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan
milik masyarakat dan lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan secara ganti rugi dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Kapasitas Produksi
Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek Pengembangan Gas
Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan maupun pemboran
work over, pembangunan Block Station (BS) dan membangun pipa transmisi gas (flowline
dantrunkline), membangun Kilang LNG (DSLNG) berikut pelabuhan untuk membawa LNG ke
luar Kabupaten Banggai.
Cadangan gas (1P, 2P dan 3P) dari lapangan-lapangan gas di blok Matindok adalah sebagai
berikut :
Lapangan 1P 2P 3P
Donggi 332.76 518.45 718.83
Matindok 135.51 364.47 470.64
Maleo Raja 117.54 148.71 181.54
Minahaki 80.45 128.38 195.74
Sukamaju 32.65 48.73 80.33
Kapasitas produksi gas di Blok Matindok berdasarkan perhitungan cadangan gas yang ada
diperkirakan akan sebesar 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat 850
bopd dan air terproduksi maksimum sebesar 2500 bwpd. Umur produksi 20 tahun
dengan kemampuan produksi plateau sebesar 100 MMSCFD selama 13 tahun yang
didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil kajian ekonomi. Gas yang diproduksi
mengandung CO 2 2,5%, kandungan Total Sulfur 3.000 ppm dan kemungkinan adanya
unsur lainnya.
Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Manifolding
Station, Gathering Line dan Block Station (BS) berikut Processing Facility (AGRU-SRU). Pipa
transmisi dari BS menuju Kilang LNG direncanakan berukuran 32 sepanjang 23 km
dengan menggunakan jalur pipa JOB Pertamina Medco Tomori Sulawesi (yang sudah
dilengkapi dengan Dokumen AMDAL tersendiri).
Komposisi gas yang terkandung dalam pipa antara Sumur s/ d Block Station maupun dari
Block Station sampai dengan Kilang LNG adalah sebagai berikut.
60 MINAHAKI
50
DONGGI
40
Gas Rate (MMSCF/da y)
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Year
35 MALEORAJA
30
MATINDOK
25
Gas Rate (MMSCF/ day)
20
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Year
Sedangkan komposisi gas dan kemampuan produksi khusus lapangan Sukamaju yang akan
diperuntukkan ke IPP Banggai adalah sebagai berikut :
SUKAMAJU
6
5
Gas Rate, MMSCFD
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Year
C. Jadwal Kegiatan
Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi.
Secara lebih rinci jadwal pengembangan lapangan gas Matindok dapat dilihat pada
Tabel 2.5, Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Kilang LNG yang akan dibangun direncanakan akan memproduksi LNG maksimum sampai
dengan 2 juta metrik ton per tahun dengan pasokan gas alam antara 300 hingga 350
standar kaki kubik per hari (mllion standard cubic feet per day, disingkat MMSCFD) yang
berasal dari Blok Matindok sebesar 95 MMSCFD dan dari Blok Senoro sebesar 250 MMSCFD.
Selain itu, juga akan dihasilkan kondensat maksimum sampai 2.500 barel kondensat per
hari. Kilang LNG diperkirakan akan beroperasi selama 20 tahun. Apabila gas dari Block
Matindok habis kemungkinan masih akan menerima gas-gas yang akan dikembangkan
kemudian dari lapangan-lapangan baru baik dari blok JOB Senoro maupun dari Block
Matindok.
Pembangunan proyek yang meliputi pembangunan Block Station di darat, jaringan pipa gas
untuk menyalurkan gas menuju lokasi Kilang LNG, tanki penyimpanan LNG, pelabuhan laut
khusus untuk pengiriman LNG serta fasilitas pendukung Kilang. Bahan baku gas akan
dipasok dari 5 lokasi sumber gas dari 4 (empat) sumur yang sudah ada dengan
penambahan sumur gas baru sebanyak 17 sumur, sehingga total sumur produksi adalah 21
sumur yang akan diproduksikan selama 15 tahun periode operasi. Jadwal kegiatan
konstruksi direncanakan akan dimulai awal tahun 2009. Rencana kegiatan ini dilakukan
secara bertahap, dimana secara garis besar, dasar perencanaan fasilitas produksi
diringkaskan seperti disajikan pada Gambar 2.4, Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Tabel 2.5. Jadwal Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok, Senoro dan LNG Plant
Tabel 2.6. Jadwal Rencana Kegiatan Pengembangan Sukamaju dan IPP Banggai
Tabel 2.7. Jadwal Rencana Operasional Pengembangan Lapangan Matindok LNG Plant dan
Sukamaju dan IPP Banggai
Tabel 2.6. Jadwal Rencana Kegiatan Pengembangan Lapangan Sukamaju dan IPP Banggai
File di Bu Rita
STRUKTUR
MALEORAJA
5,6 KM
STRUKTUR
MATINDOK
1,7 KM
STRUKTUR
DONGGI
34,9 KM MTD Junction 26,5KM BATUI
STRUKTUR
MALEORAJA
5,6 KM
STRUKTUR
SUKAMAJU
STRUKTUR
MATINDOK
STRUKTUR
SUKAMAJU
1,7 KM
STRUKTUR
DONGGI
11,9 KM 11,4 KM 11,6 KM MTD Junction 26,5KM BATUI
Compressor
TEG BS
MALEORAJA
Sepa ration
Un it
8 X 560 0 m
Condensate
Tank
Compressor
BS
SUKAMAJU
TEG MLR Junction
8 X 3 900 m
BS
MINAHAKI
Sepa ration
Un it
12 x 1 700 m
Condensate
Tank
BS
Compressor MATINDOK
TEG
Operating
Condensate Standby
Tank
BS
DONGGI
D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana Kegiatan
Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah:
1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Unit
Pengering Gas, Gas Treating Unit , Unit Pencairan Gas menjadi LNG, Penggerak
Kompresor dan Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil
produksi sendiri.
2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di
masing-masing BS, Kilang LNG dan Pelabuhan Khusus/pelabuhan. Bahan bakar minyak
diperoleh dari sumber terdekat di sekitar lokasi proyek.
3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak
motor listrik.
3
Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m per sumur, hydrotest saluran
pipa sekitar 20.000 m3 dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m3 /hari.
Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau
genangan air tawar terdekat.
3
Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m /hari.
Untuk keperluan operasional tersebut direncanakan menggunakan air tanah dalam.
Kemungkinan lain operasional Kilang LNG akan menggunakan air sungai atau air laut yang
telah di desalinasi terlebih dahulu.
Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap saran, pendapat dan tanggapan dari
masyarakat, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan rencana kegiatan
pengembangan, terdapat beberapa masukan yang perlu menjadi perhatian sebagai
berikut:
Pembebasan lahan dan kompensasi tanaman tumbuh
Ketenagakerjaan lokal
Program pemberdayaan masyarakat
Keberadaan terumbu karang di lepas pantai
Keberadaan Suaka Margasatwa Bakiriang
Semua saran, rekomendasi dan gagasan tersebut menjadi bahan pertimbangan/
masukan bagi Tim Studi dalam penyusunan Dokumen ANDAL, RKL dan RPL
Pengembangan Lapangan Gas Matindok.
F. Kegiatan Pemboran
1. Pemboran Sumur
Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang
berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai
merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatan-
timur dari bagian tangan sebelah timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris
dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60E.
Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan
cekungan active margin basin or collision related basin. Stratigrafi regional Cekungan
Banggai dapat dilihat pada Gambar 2.8, dimana daerah ini mempunyai potensi
hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di batuan karbonat Formasi
Tomori dan Formasi Minahaki.
Sampai dengan bulan Februari 2006, telah dilakukan 12 pengeboran sumur di Blok
Matindok, dimana 9 sumur berhasil menemukan gas di lima struktur (Donggi, Matindok,
Maleoraja, Sukamaju dan Minahaki) dan 3 sumur kering. Pemboran sumur masih
mungkin dilakukan di Blok Matindok ini, karena berdasarkan analisa Geologi dan
Geofisika masih terdapat beberapa prospek dan lead yang kemungkinan mempunyai
potensi kandungan hidrokarbon.
Berdasarkan analisa Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) dari kelima struktur
tersebut direncanakan untuk melakukan pemboran 17 sumur pengembangan, dengan
kemungkinan ada sumur yang kering. Jenis kegiatan pekerjaan sumur meliputi
pemboran sumur pengembangan (17 sumur), work over/kerja ulang (4 sumur),
stimulasi, perawatan sumur, dan penutupan sumur.
Sumur2 pengembangan yang direncanakan untuk kelima lapangan tersebut akan dibor
dengan lubang 26, 17-1/2, 12-1/4 dan 8-1/2 yang masing2 akan dipasang selubung
20, 13 3/8, 9 5/8 dan disemen dari dasar sampai permukaan, kecuali selubung 7
yang akan digantung dengan liner hanger pada selubung 9 5/8. Trayek lubang 12
dilakukan sampai menembus 1 2 meter lapisan produksi (top Minahaki) yang
kemudian selubung 9 5/8 dengan shoe dipasang 10 meter diatas top Minahaki.
Tabel 2.9. Skematis Rencana Casing Setting dan Design Lumpur Pada
Sumur-Sumur Lapangan Donggi
Rencana casing dan desain lumpur pada sumur-sumur Lapangan Matindok disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 2.11. Skematis Rencana Casing Setting dan Desain Lumpur Pada
Sumur-Sumur Lapangan Matindok
Sementara itu skematis rencana casing setting dan desain lumpur pada sumur-
sumur pengembangan di Lapangan Maleo Raja disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.15. Skematis Rencana Casing Setting dan Desain Lumpur Pada
Sumur-Sumur Lapangan Minahaki
Tabel 2.17. Skematis Rencana Casing Setting dan Desain Lumpur ada
Sumur-Sumur Sukamaju
Sumur Selubung Kedalaman Mud Type Mud Weight
Konfigurasi sumur SJU-1 dan rencana pengembangan SJU-AA dapat dilihat pada
gambar berikut.
Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu,
masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor,
cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump,
mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air, blow out
preventer, dan lain sebagainya.
Dilihat dari lokasi antara sumur pemboran dengan kilang LNG di Uso, blok sumur
Matindok letaknya relatif paling dekat yaitu sekitar 13 km sedangkan yang terjauh
adalah blok Donggi dengan jarak 50 km. Sementara itu bila dilihat kedekatannya
dengan perairan/laut, blok Donggi yang terdekat ( 3 km) dan yang terjauh blok
Sukamaju ( 10 km); dan bila dari sungai yang terdekat adalah blok Maleoraja yaitu
sekitar 10 meter dari Kuala Kayo dan yang terjauh adalah blok Minahaki dengan jarak
250 meter dari S. Toliso.
3. Sumur Produksi
Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion)
sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan production
string, well head and Christmas tree.
Kebutuhan lumpur bor untuk seluruh trayek pemboran sumur dapat diuraikan dalam
perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 2.18. Setelah operasi pemboran selesai,
lumpur bor bekas beserta bahan kimia dan additive lainnya akan dikelola sesuai dengan
Peraturan Menteri ESDM No. 045 Tahun 2006.
0-40 36 1.04 GEL WATER 30 100% 330.36 0.00 330.46 - 330.46 - 330.46 30-ID 29
40-150 26 1.04-1.08 WBM 20 100% 474.01 107.22 581.23 503.44 581.23 100.00 1,291.90 20-94 ID 19.124
150-1000 17 1.08-1.20 WBM 13 3/8 50% 1,244.54 174.85 1.419.39 503.44 1.419,39 - 2,097.68 13 3/8-54 ID 12.615
1000-1099 12 1.20-1.27 WBM 9 5/8 50% 788.47 507.22 1.295,69 - 1,295.69 - 1,802.91 9 5/8-36 ID 8.921
1099-2357 8 1.15 WBM 7 50% 89.12 532.43 621.55 503.44 621.55 - 1,657.42 7-26 ID 6.276
Jenis lumpur yang digunakan adalah Water Base Mud (WBM) yaitu berupa campuran
bahan baku utama air dengan bahan kimia pembuat lumpur bor dan additive seperti
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.20. Estimasi Kebutuhan Bahan Kimia dan Additive Lumpur Bor Untuk Masing-Masing Sumur
Desain flowline tersebut berdasarkan ASME/ANSI B.31.8. (keterangan Code dan Standard
terlampir) dan GPSA Hand Book.
WELL
SDV-1
DGN
WELL
MHK SDV -2
Test Manifold
HP Manifold
HP Manifold
WELL
MTD SDV-3
WELL
MLR SDV-4
WELL
NEXT SDV-5
Gas dari BS Donggi dan gas dari BS Matindok dialirkan ke LNG Plant. Gas yang telah
diproses di BS Donggi dan Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas sesuai
persyaratan Kilang LNG akan dikirim ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Pengiriman gas ke
LNG Plant dengan cara 2 (dua) alternatif berikut ini. Sedangkan gas dari BS Sukamaju
diproses lebih lanjut dan langsung dijual ke IPP Banggai. Namun lapangan Sukamaju baru
akan dikembangkan setelah mendapat ijin dari Menteri Kehutanan.
Alternatif-1.
Pipa dari BS ke LNG Plant dibangun oleh Pertamina (PPGM). Pipa 16 dari BS Donggi
bergabung dengan pipa 16 dari BS Matindok di junction yang terletak di Desa Nonong.
Selanjutnya gas dikirim ke LNG Plant dengan pipa 18.
Alternatif-2.
Pipa dari BS ke LNG Plant digabung dengan pipa yang dibangun oleh MEDCO Tomori. Pipa
16 dari BS Donggi bergabung di junction MEDCO di Desa Sinorang. Selanjutnya gas dikirim
dengan pipa 32 ke LNG Plant. Pipa 16 dari BS Matindok bergabung dengan pipa 32
(trunkline) MEDCO di junction di Desa Nonong.
Pemasangan pipa 16 dari BS Donggi menuju ke Senoro atau Matindok yang melewati
Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang akan dilakukan dengan 3 (tiga) alternatif, yaitu :
Alternatif-1.
Pipa akan dibangun di sisi jalan raya Luwuk Morowali di kedalaman 2 meter di bawah
permukaan tanah. Setelah pipa tertanam kemudian kondisi tanah yang dibuka diratakan dan
dihijaukan kembali. Pada waktu operasional selama 20 tahun tidak dilakukan penggalian-
penggalian tanah di SM Bakiriang.
Alternatif-2.
Penggelaran pipa dilakukan secara Horizontal Directional Drilling (HDD), dan pipa akan
dipasang sedalam 150 meter di bawah permukaan tanah, sehingga tidak akan mengganggu
ekosistem SM Bakiriang, termasuk perakaran pohon-pohon yang mempunyai kedalaman
maksimal 10 meter di bawah permukaan tanah.
Alternatif-3.
Pipa akan digelar melalui jalur laut. Untuk alternatif ini jalur pipa ini menggunakan ROW
jalur pipa yang sudah direncanakan JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi (yang sudah
dilengkapi dokumen AMDAL tersendir). Pembangunan pipa dijalur tersebut akan dilakukan
bersama-sama dengan saat pembangunan pipa Senoro.
Gambar jalur pipa dari Donggi, Matindok dan Senoro yang menuju ke LNG Plant seperti
dilihat pada Gambar 2.18.
MS-Minahaki
5,560 m 8
5,030 m 8
11,600 m 8
BS-GPF
MATINDOK
M4
BS-GPF
3,470 m 16
LNG
DONGGI
Sales LNG Plant
D4 TIP-1 7,940 m 18 15,000m 18
Gate
33,000 m 16 11,000 m 32 15,000m 32
S4
Range : TIP-2 *) 700 psig
1,300 5,000 m
(4-6)
CPP Senoro
Donggi wells
15,000m 24 Ukuran P/L Share
SENORO
15,000m 18 Ukuran P/L Dedicated
Gambar 2.18. Jalur Pipa dari Donggi, Matindok dan Senoro Menuju LNG Plant
Disain Pipa
Material yang digunakan untuk flowline mengikuti NACE MR175 ( Metals for Sulfide Stress
Cracking and Stress Corrosion Cracking Resistence in Sour Oilfield Environments). Material
yang dipilih adalah material tahan korosi (316 SS lined steel pipe untuk temperatur < 140oF
dan Alloy 825 lined steel pipe untuk temparatur > 140oF).
Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional
(Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas Bumi No.
01/P/M/Pertamb/1980; Kep.Men PE No. 300.K/38/M.PE/1997 dan Peraturan Ditjen MIGAS:
Standar Pertambangan MIGAS (SPM, 1992) 50.54.0-50.54.1) dan internasional (antara lain
API 5 SL Specification for Line Pipe, API 1104 Welding of Pipeline and Related facilities,
ASME B31.8 Gas Distrbution and Tranportation Piping System).
Adapun daftar code, standar dan acuan selengkapnya yang akan digunakan tercantum pada
Lampiran. Secara teknis disain pipa mampu digunakan selama minimal 30 tahun.
Penyambungan pipa dilakukan oleh tenaga yang memiliki sertifikat khusus. Perkiraan ukuran
pipa (flowline dari masing-masing blok sumur disajikan pada Tabel 2.21.
Material pipa penyalur (flowline) menggunakan clading pipe CRA, dan isolasinya berupa
Wrapping Insulation. Untuk material Pipeline (Trunkline) menggunakan Carbonsteel API 5L,
dan isolasinya berupa Manufacture Insulation.
BOOSTER COMPRESSOR TO
GPF
MP SEPARATOR
WELLS
LP SEPARATOR
TEST SEPARATOR
WATER
TREATMENT TO
CONDENSATE
TANK
TO DISPOSAL SYSTEM
1. Unit Separasi
Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah
terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah
dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah
dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas
akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya
merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia.
Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan
berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih
lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment).
Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara
alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di Gathering Station/ Block Station
guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO2 / H2S Removal maupun
ke konsumen gas tetap stabil.
Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim ke Kilang LNG di Batui
menggunakan mobil tangki. Gambar 2.20 menunjukkan sistem kerja dari gathering
station/block station.
2. Tangki penampung
Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator,
sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah
3
dengan kapasitas masing-masing sebesar 1300 m . Kondensat akan diangkut dari
Block Station ke fasilitas JOB di Desa Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil
tangki.
3. Kompresor
Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station
tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station. Jumlah kompresor
yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada
umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara
alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di
Gathering Station/ Block Station.
AGRU-SRU
LC
M EDCOENERGI
EP
LC
Oil & Gas
Flare
LC
PC
Water Treat.
HP ma ni fo ld
MP man ifol d
Test mani fo ld
LC LC
LC
Water Treat.
Flare
LP man ifold
Water Treat.
PC
LC
LC
Closed drain
Water Treat.
Cond. export
PFD BLOCK STATION
48
TO SULFUR
STORAGE
Utilities &
Offsite Facilities
SRU
Outlet Condenser
Gas Scrubber
Lean-Rich
Amine
Exchanger Reboiler
Inlet
Gas Scrubber Amine Flash
Tank
GATHERING
STATION
Fungsi utama dari AGRU adalah pembuangan karbon dioksida. Pembuangan karbon
dioksida diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah pembekuan dan penyumbatan
pada suhu yang sangat rendah yang dipakai dalam Unit liquifaction. Konsentrasi karbon
dioksida dalam aliran gas akan dikurangi sampai 50 bagian per sejuta volume (ppmv)
dengan cara penyerapan dengan menggunakan larutan dasar-amina (amine-based
solution). Kegiatan ini merupakan pengolahan lingkaran tertutup (closed-loop) dan
regeneratif sehingga karbon dioksida yang terserap akan terangkat dari larutan yang
mengandung (banyak) karbon dioksida. Karbon dioksida yang terangkat akan dilepas ke
udara, dan larutan amina yang sudah bebas dari karbon dioksida dikembalikan pada
langkah penyerapan.
Larutan dasar-amina yang dipakai dalam semua AGRU juga akan menghilangkan
seluruh campuran sulfur yang telah berkurang yang mungkin masih tertinggal (sebagai
contoh, sulfida hydrogen, mercaptan, dan lain-lain). Namun demikian, analisis bersifat
komposisional yang ada menunjukkan bahwa sulfur yang tertinggal dalam ransum
(feed) gas alam hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali.
Process Claus
Proses Claus dipilih apabila kandungan sulfur dalam gas alam mencapai lebih dari 5000
ppm. Dari banyak teknologi yang ada, proses Claus adalah yang paling terkenal dan
paling banyak diaplikasikan di seluruh dunia. Proses Claus menggunakan prinsip oksidasi
menggunakan oksigen atau udara pada suhu sekitar 1200 oC melalui reaksi sebagai
berikut :
H2S + O2 SO 2 + H2 O
H2S + SO 2 S + H2 O
Proses Clauss dapat memproduksi sulfur dari umpan gas yang mengandung
15% 100% H2S. Terdapat berbagai macam skema alir dari proses Clauss dimana
perbedaan utamanya terletak pada susunannya saja.
Gas asam dikombinasikan secara stoikiometri dengan udara untuk membakar 1/3 dari
total H2 S menjadi SO2 dan semua hidrokarbon menjadi CO2 . Pembakaran H2S terjadi di
burner dan kamar reaksi. Aliran massa bertemperatur tinggi hasil dari pembakaran
dilairkan ke waste heat boiler dimana panas akan dibuang dari gas hasil pembakaran
tersebut. Aliran gas selanjutnya diumpankan ke reaktor dimana akan terjadi rekasi yang
akan mengubah SO2 menjadi sulfur. Hasil reaksi selanjutnya didinginkan di kondenser
pertama dan sulfur cair yang dihasilkan dipisahkan. Gas yang keluar kondenser pertama
selanjutnya dipanaskan dan diumpankan ke reaktor kedua. Dalam reaktor ini terjadi
reaksi yang sama dengan reaksi dalam reaktor pertama. Produk yang keluar dari reaktor
kedua selanjutnya didinginkan dalam kondenser kedua dan sulfur cairnya dipisahkan.
Secara keseluruhan, proses pemisahan gas asam dan proses sulfur recovery untuk
mencapai spesifikasi gas pipeline ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.24. PFD Acid Removal dan Sulfur Recovery Unit (Claus Process)
V-2 To Flare
Sales Gas
Glycol
Glycol Cooler Stripping
Column
Cold
Glycol
Exchanger
Glycol
Contactor Reboiler
Glycol/ Condensate
Skimmer
AGRU
Hot
V-1 glycol
Exchanger
Glycol
Make-up
Glycol Surge Pump
Drum
Glycol
Injection
Glycol Pump
Filter
FL
DONGGI
8 WELLS DONGGI
BS GPF
MS
MANIFOLD BS AGRU, DHU DCU
STATION SRU
4 WELLS MINAHAKI PL
MANIFOLD TIP-1
STATION FROM JOB PMTS
MALEORAJA GPF
4 WELLS BS
TO
MANIFOLD
BS AGRU, DHU DCU LNG
STATION SRU PLANT
MATINDOK TIP-2
3 WELLS
MATINDOK
Gambar
Gambar 2.26.
2.21. Diagram
Diagram BlokFasilitas
Blok Fasilitas Produksi
Produksi
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) adalah sistem control yang
diintegrasikan dengan sistem-sistem control lainnya seperti Process Control System
(PCS) , Safety Instrument System (SIS), Maupun Gas Detection System (GDS) , sehingga
SCADA dapat mengontrol seluruh kondisi operasi mulai dari Upstream (daerah sumur,
daerah Process Facility) dan downstream sepanjang jalur pipa sampai ditempat
penyerahan gas gas di konsumen. Data data yang terekam di SCADA dipakai untuk
tindak lanjut sesuai program maupun untuk data pelaporan.
SCADA dibangun berdasarkan alur perencanaan dasar yang dibuat oleh pihak
perusahaan dengan menyusun Basic Engineering atau Front End Engineering Design
(FEED), selanjutnya perusahaan membuat Enginering Procurement Contract (EPC)
untuk membuat detail Engineering, melakukan Procurement dan melaksanakan
Konstruksi. Menjelang commissioning, pihak EPC menyusun Standard Operating
Procedure (SOP) pengoperasian sistem SCADA secara keseluruhan, disesuaikan dengan
sistem operasi , sehingga SOP tercipta setelah Commissioning.
Penanggulangan keadaan darurat didasarkan pada Kode Praktis Tata Kerja Organisasi
(TKO) serta Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat (OPKD) PPGM, Sistem tanda
bahaya, prosedur jalur pelaporan, sistem komando dalam pelaksanaan tindakan, dan
sarana-prasarana untuk penanggulangan kecelakaan akan disiapkan.
K. Kilang LNG
Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok serta Senoro yang kandungannya
sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas
dari Junction antara pipa dari BS Donggi dan Matindok dilakukan dengan pipa 32 ke Kilang
LNG di Batui atau Kintom; atau menggunakan pipa 18 apabila tidak menyatu dengan gas
yang mengalir dari Senoro. Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan terdiri dari unit
proses, fasilitas offsite, unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan dan infrastruktur.
Diagram alir Kilang LNG Donggi-Senoro disederhanakan seperti pada gambar terlampir.
1. Unit Proses
Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas
Pencairan Gas.
a. Fasilitas Penerima Gas
Kapasitas design dari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 335 MMSCFD yang
terdiri dari knock out drum, separator dan metering. Dari fasilitas ini gas akan
dialirkan ke fasilitas pemurnian gas. Kondensat yang terkumpul dari unit ini akan
ditampung sementara dalam tanki kondensat berukuran 100 bbls sebelum diangkut
ke Blok Senoro untuk distabilkan ke unit stabilisasi kondensat dari Fasilitas
Pencairan Gas Bumi.
Dehydration Unit
Kadar air dalam feed gas yang dikirim baik dari Donggi, Matindok maupun Senoro
sebenarnya telah dikurangi hingga kandungan 10 Lb/MMscfd. Akan tetapi
kandungan tersebut masih dapat menimbulkan masalah pembekuan dan
penyumbatan (formasi hidrat) pada temperatur sangat dingin yang dipakai dalam
Unit Pencairan Gas. Oleh karena itu tujuan dari Unit Pengeringan ini adalah untuk
mengeringkan gas agar kadar airnya tidak lebih dari 0.1 ppmv.
Pengeringan akan dicapai dengan mengalirkan gas tersebut melalui saringan
molekul (molecular sieve). Proses penyerapan kandungan air dalam unit ini
merupakan kegiatan siklus yang melibatkan proses penyerapan air dan regenerasi
periodik saringan setelah saringan molekul tersebut mencapai kondisi jenuh oleh
air. Regenerasi ini dilaksanakan dengan melewatkan aliran gas (Regeneration Gas)
yang dipanaskan melalui dasar untuk melepaskan air yang tertahan sebelumnya.
Aliran gas regenerasi kemudian didinginkan untuk memisahkan kandungan air
sebelum diteruskan ke sistem bahan bakar gas. Sedangkan air yang diperoleh akan
dialirkan ke Effluent Treatment Unit untuk diproses lebih lanjut sehingga air
tersebut memenuhi standard baku mutu lingkungan.
DRY
SWEET LNG
GAS
REFRIGERANT: REFRIGERANT:
PROPANE N2, C1, C2, C3, C4
Unit Pendinginan/Pencairan
Pencairan terhadap gas ringan dari produk atas Scrub Column dilakukan dalam dua
langkah. Langkah pertama meliputi pendinginan awal gas alam sampai mencapai
suhu lebih kurang minus 33C. Setelah pendinginan awal, gas alam akan
o
didinginkan sampai mencapai suhu yang sangat dingin yaitu antara minus 150 C
sampai dengan minus 160C untuk menyempurnakan proses pencairan. Kemudian
LNG yang dihasilkan akan dialirkan ke tempat penyimpanan LNG.
Unit Fraksinasi
Unit ini akan memisahkan komponen yang lebih berat yang diperoleh dari gas alam
yang merupakan produk bawah dari Scrub Column . Terdapat tiga kolom utama dari
Unit ini seperti Kolom De-ethanizer, De-Propanizer, dan De-Butanizer. Produk dari
Unit Fraksinasi yaitu campuran gas metana dan etana, Cairan Etana, Propana, dan
Butana (Refrigerant Grade) serta kondensat hidrokarbon. Sebagian dari produk
cairan etana dan propana yang memenuhi spesifikasi semi product sebagai
refrigerant dikirim ke tangki penampung dan akan digunakan sebagai make-up
refrigerant di Unit Proses. Sedangkan sisanya terkecuali kondensat hidrokarbon
akan diinjeksikan kembali menjadi produk LNG. Sedangkan produk kondensat
hidrokarbon akan dikirimkankan ke Unit Penampungan Sementara (Condensate Day
Tank). Unit Penampungan Sementara akan menampung sementara kondensat
sebelum dialirkan ke Blok Senoro milik JOB Pertamina Medco Tomori Sulawesi untuk
distabilisasi. Pengaliran kondensat ini akan menggunakan pipa berukuran 4
sepanjang kurang lebih 30 km.
2. Fasilitas Offsite
Fasilitas offsite terdiri dari sistem-sistem berikut:
Sistem Penyimpanan dan Pemuatan LNG
Sistem Pemasukan dan Penyimpanan Bahan Pendingin (refrigerant)
Sistem Pembakaran Gas Buangan
Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah
Jika terjadi kegagalan tenaga listrik utama, pembangkit diesel darurat akan disiapkan
untuk menjamin keberlangsungan fungsi instrumentasi dan kontrol, serta untuk
menyediakan penerangan darurat selama shutdown berkala. Sistem kelistrikan kilang
akan dilengkapi dengan peralatan start dan pemindahan (transfer) otomatis sehingga
kehilangan tenaga listrik akan segera menghidupkan pembangkit dan memindahkan
muatan yang penting ini ke sistem tenaga listrik darurat.
Bahan bakar diesel akan berfungsi sebagai sumber bahan bakar untuk kapal-kapal
tunda dan kapal-kapal lainnya, pompa air-pemadam-api darurat dan pembangkit tenaga
listrik darurat. Kuantitas bahan bakar diesel yang tersedia setiap saat akan mencukupi
untuk menjamin tersedianya suplai untuk menjalankan pompa air-pemadam-api untuk
waktu yang lama. Bahan bakar diesel akan disimpan dalam satu atau lebih tanki
penyimpanan.
Sistem Nitrogen
Nitrogen dibutuhkan sebagai komponen dari bahan pendingin campuran, untuk
pembersihan peralatan dan perpipaan sebelum dibuka untuk perawatan dan untuk
aplikasi gas lapisan tertentu (blanketing). Nitrogen diproduksi oleh Unit Pembangkit
Nitrogen yang sumber bahan bakunya disuplai dari sistem udara kilang dan kemudian
sebagian produknya dicairkan dan disimpan sebagai nitrogen cair. Rancang-bangun
dari unit penyimpanan dan penguapan nitrogen akan direka untuk menyediakan jumlah
nitrogen yang cukup untuk melayani kebutuhan satu train LNG.
Air tawar akan berfungsi sebagai sumber pasokan air, setelah pengolahan yang
memadai, untuk pelayanan, pemurnian-tinggi dan pemanasan dan sebagai suplai air
minum. Sumber air tawar sejauh ini belum ditetapkan. Beberapa pilihan yang masih
dalam pertimbangan adalah sumber air bawah tanah dan air permukaan, atau jika
pilihan yang tepat tidak ada akan menggunakan pemurnian air laut.
Air untuk pelayanan akan dipakai untuk pendingin bearing kompresor dan turbin, untuk
melengkapi sistem air-pemadam-api, dan untuk kegunaan umum kilang seperti
pembersih lantai, pencuci perlengkapan, dan pengujian tekanan.
Air minum akan dipasok untuk keperluan minum selain untuk keperluan lain seperti
untuk tempat mandi dan cuci muka yang aman, pancuran ruang ganti, wc, penyiapan
makanan dan lain-lain. Air minum akan diproses untuk memenuhi undang-undang
kesehatan dan standar mutu yang berlaku.
Peralatan/sistem pemadaman kebakaran aktif adalah alat-alat (items) yang akan dipakai
secara aktif untuk mengawasi/memadamkan keadaan kebakaran/bahaya sebenarnya.
Pemadaman kebakaran aktif meliputi items dimaksud seperti:
Sistem deteksi dini terhadap terjadinya bahaya kebocoran, tumpahan maupun
kebakaran;
Sistem distribusi air pemadam-api bertekanan untuk kilang dan fasilitas
pendukungnya termasuk cadangan dari pompa, hidran kebakaran, pemantau
kebakaran, gulungan/rak slang dan sistem distribusi perpipaan;
Sistem penggenangan CO 2 untuk semua ruangan turbin gas, mesin diesel dan ruang
pengawas tak-berorang;
Sistem penggenangan pemadam kebakaran non-halon (non-halon fire supressant)
untuk semua ruang pengawasan yang secara rutin ada orangnya;
Sistem busa dengan busa ekspansi tinggi untuk mengurangi tumbulnya uap untuk
tumpahan LNG, dari tanki penyimpan LNG;
II-62
PT PERTAMINA EP -PPGM
Pada saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum (lama) di Luwuk ibukota
Kabupaten Banggai dan 1 (satu) pelabuhan umum baru yang terdapat di
Tangkiang, Kecamatan Kintom. Pada umumnya, lalulintas kapal yang berhubungan
dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ ke Luwuk, kapal penumpang
Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum (lama)
ini adalah sekitar 50 km dan pelabuhan baru Tangkiang sekitar 7 km dari pelabuhan
khusus Proyek LNG Donggi Senoro, diperkirakan aktivitas yang ada nantinya tidak
akan mengganggu lalulintas kapal dari Pelabuhan Luwuk.
b. Pra-Konstruksi
Proyek telah melakukan proses konsultasi dengan penduduk desa dan operator
nelayan komersial. Tercakup dalam konsultasi tersebut adalah identifikasi
kebutuhan komunikasi dan persetujuan tentang proses penanganan masalah atau
kejadian yang timbul. Proyek juga telah mulai melakukan proses komunikasi dengan
kantor-kantor pelabuhan umum setempat. Sebagai bagian dari proses untuk
mendapatkan izin lokasi, konstruksi dan operasi, pihak proyek akan memberikan
informasi tentang semua kegiatan yang terkait dengan pelabuhan khusus Donggi
Senoro pada berbagai tahapan kegiatan kepada pihak pengelola pelabuhan umum
di daerah setempat. Kegiatan pelabuhan khusus proyek LNG Donggi Senoro akan
mematuhi semua peraturan yang berlaku mengenai kepelabuhan dari Departemen
Perhubungan.
Rincian kegiatan prakonstruksi baru dapat diberikan bila Kontraktor EPC sudah
dipilih dan kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan peralatan sudah dimulai. Daerah
konstruksi dan pengoperasin pelabuhan khusus akan ditempatkan di dekat lokasi
fasilitas pelabuhan di tepi pantai.
Undang-undang dan peraturan yang diacu untuk konstruksi dan operasi pelabuhan
khusus Proyek LNG Donggi Senoro diuraikan pada Bab I.
Mobilisasi Peralatan dan Material Bangunan akan melalui transportasi laut dengan
menggunakan kapal laut dan tongkang. Kontraktor akan membangun pelabuhan
Material Off Loading (MOF) dan lay down di sekitar pelabuhan LNG untuk keperluan
mobilisasi peralatan dan material bangunan, termasuk untuk kebutuhan konstruksi
kilang LNG pada tahap awal konstruksi.
c. Konstruksi
1) Fasilitas Laut (Marine Facilities)
Konstruksi fasilitas laut atau Pelabuhan Khusus tidak menggunakan metode
pengerukan atau Capital Dredging. Diantisipasi akan terdapat tiga fasilitas yang
terpisah untuk menunjang operasi kilang LNG, yaitu:
Pelabuhan Khusus Material Off Loading (MOF) dimana dalam pelaksanaannya
3
memerlukan sedikit pengerukan dengan volume kurang dari 5000 m .
Pelabuhan MOF berfungsi sebagai: tempat masuk untuk memulai konstrusi
Kawasan tertutup untuk tujuan keselamatan adalah dalam radius 620 meter
untuk Pelabuhan khusus LNG. Selain itu, untuk keperluan tanker LNG
memutar arah (turning basin) diperlukan daerah dengan diameter 750
meter di depan Pelabuhan Khusus LNG.
Pada jarak ini, aspek keamanan dari Pelabuhan khusus LNG, kapal tanker
pembawa LNG telah diperhitungkan sepenuhnya sesuai dengan standard
internasional dalam industri LNG.
Kawasan tertutup untuk keselamatan di daerah perairan sekitar Pelabuhan
Khusus akan diberi tanda dengan memasang tanda-tanda keamanan dan
keselamatan, serta dua macam peralatan navigasi pelabuhan (fixed and
floating lights). Pengawasan kawasan tersebut akan dikoordinasikan dengan
Dirjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.
f) Kapal Pemandu
Kapal pemandu (tugboats) akan mendampingi tanker LNG ke dan dari
stasiun pengarah ke tempat tambatan, dan akan tetap siaga sewaktu
tanker tertambat agar menjamin keamanan kapal dan Pelabuhan Khusus.
Apabila sebuah kapal ditambat, kapal pemandu tersebut akan mampu untuk
membantu kapal dalam hal keadaan darurat dan memberikan dukungan
yang cepat dalam hal kebakaran. Tanker LNG akan memerlukan paling
sedikit tiga kapal pemandu dan satu kapal mooring untuk manuver kapal
dan bersandar di Pelabuhan Khusus. Selain itu tambahan bantuan akan
diberikan oleh Mooring Master bekerja sama dengan Master Pilot dari
Departemen Perhubungan. Proyek Donggi Senoro harus merencanakan
untuk menyediakan empat kapal pemandu (tiga digunakan, satu cadangan).
3) Air Ballast
Air ballast (air yang dibawa kapal tanker kosong guna menjaga kestabilan
kapal) akan dibuang dari tanker LNG. Tanki air ballast di dalam tanker LNG
terpisah dari tanki muatan LNG, sehingga bersih dari hidrokarbon. Sesuai
dengan peraturan MARPOL, air ballast (bilge water) akan ditempatkan pada
kompartemen yang terpisah dari tanki produk, hal tersebut untuk menghindari
kontaminasi minyak/lemak pada air ballast, Kapal akan dilengkapi dengan tanki
pra pemisahan air ballast. Pemisahan air ballast atau sistem penyaringan harus
mampu menghasilkan efluen dengan kandungan residu minyak tidak lebih dari
15 ppm. Air ballast tanker LNG akan dikelola sebelum dibuang ke laut di
Pelabuhan khusus atau dari daerah di mana kapal membongkar jangkar.
Pertukaran air ballast akan dilakukan pada perairan lepas pantai yang jauh dari
Teluk (di laut lepas setelah berangkat dari pelabuhan di luar negeri dan tidak
kurang dari 50 nmi dari perairan Teluk Tolo. Pertukaran air ballast tersebut
harus dicatat untuk diverifikasi pada pelabuhan khusus LNG Donggi Senoro.
Personel proyek LNG Donggi Senoro yang bertanggung jawab terhadap
kegiatan pengapalan akan selalu mengikuti perkembangan penelitian mengenai
pengolahan air ballast, dan jika nanti ditemukan suatu sistem pengolahan air
ballast yang layak secara ekonomi, Proyek Donggi Senoro akan
mempertimbangkan kemungkinan untuk menerapkan sistem tersebut pada
pelabuhan khusus proyek Donggi Senoro. Pertukaran dan pembuangan air
ballast dari tanker kondensat akan dilakukan dengan cara sama dengan tanker
LNG. Air ballast dari tanker LNG tidak perlu diolah terlebih dahulu di instalasi
pengolahan limbah cair, karena bukan merupakan air laut yang terkontaminasi,
sehingga dapat dibuang langsung ke laut. Prinsip yang sama telah diterapkan di
kilang LNG Arun dan Badak.
Proyek LNG Donggi Senoro menginginkan agar semua tanker dan juga kapal-
kapal lainnya yang akan digunakan oleh LNG Donggi Senoro mengikuti
peraturan dari Non-Indigenous Aquatic Nuisance Prevetion and Control Act of
1990 (USA), dan IMOs/MARPOLs voluntary ballast water management
guidelines (Guidelines for the Control and Management of Ships Ballast Water
to Minimize the Transfer of Harmful Aquatic Organisms and Pathogens,
Resolution A.868[20] 1998) yang sesuai dengan kondisi operasi di Indonesia,
khususnya daerah Selat Peleng. Buku panduan itu mengatakan bahwa setiap
kapal yang membawa air ballast harus dilengkapi dengan rencana pengelolaan
air ballast untuk memperkecil pemindahan dari organisme akuatik yang
berbahaya dan patogen. Hal ini dibahas lebih lanjut dalam RKL. Selain itu,
kualitas buangan air limbah sanitasi akan memenuhi baku mutu limbah sanitasi
menurut Kep. 52/MENLH/1995.
Hingga saat ini, belum diketahui bagaimana skema pengapalan LNG akan
dilakukan. Pembeli LNG telah menunjukkan keinginannya untuk berpartisipasi
dalam pengaturan transportasi, dalam hal ini Pertamina beranggapan bahwa
kapal pengangkut LNG akan bertanggung jawab untuk rencana pengelolaan air
ballast mereka sendiri dan akan menerapkan sebuah program penukaran air
ballast di laut terbuka.
e. Pasca-Operasi
Pelabuhan laut khusus akan dihentikan pengoperasiannya (dekomisioning) pada
tahap penutupan kilang LNG. Pelabuhan laut khusus akan menjadi bagian rencana
penghentian operasi dan penutupan proyek yang disiapkan untuk semua fasilitas
proyek sedikitnya lima tahun sebelum jadwal penutupan kilang LNG.
5. Infrastruktur Kilang
Infrastruktur In-Plant
Fasilitas infrastruktur in-plant adalah yang bukan merupakan bagian dari sistem
pengolahan inti, offsites ataupun utility. Fasilitas infrastruktur in-plant terutama terdiri
dari bangunan-bangunan, barak-barak serta pagar. Diharapkan bahwa kilang akan
meliputi namun tidak terbatas pada ruang-ruang berikut ini:
Ruang pengawasan
Bengkel perawatan
Gudang
Laboratorium
Ruang istirahat/sholat
Pos kebakaran dan darurat
Infrastruktur Umum
Infrastruktur umum meliputi semua fasilitas yang diperlukan untuk menunjang personil
dibutuhkan untuk operasi dan perawatan BS dan Kilang LNG. Infrastruktur umum
adalah fasilitas-fasilitas yang terdapat di luar kilang. Infrastruktur umum akan meliputi,
namun tidak terbatas pada fasilitas di bawah ini:
Bangunan administrasi kilang
Fasilitas pengobatan
Kantin
Fasilitas keagamaan
Kelengkapan air dan listrik
Fasilitas pengumpulan dan pembuangan limbah kering dan basah
Kegiatan pengamanan
Komunikasi umum
Kegiatan Otorita Bandar, bea cukai dan keimigrasian
Fasilitas pelatihan