KETOASIDOSIS DIABETIK
Maisarah G1A113038
UNIVERSITAS JAMBI
2015/2016
SKENARIO
Tn.A 56 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan sesak nafas dan panas tinggi sehari sebelumnya.
Pasien juga mengeluh luka pada telapak kaki disertai bagian tungkai bawah yang bengkak,
merah dan nyeri sejak 3 hari sebelumnya. Dari alloanamnesis kepada keluarganya didapatkan
Tn. A sering kencing, selalu merasa haus disertai lapar. Enam bulan yang lalu pasien pernah
dirawat karena merasa lemas dan gula darahnya mencapai > 600 mg/dl, tetapi tidak sesak
seperti ini.. Ketika pulang dari RS pasien diberikan obat minum tetapi tidak diminum teratur
karena lebih memilih obat herbal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit berat, sekujur tubuh berkeringat dingin,
kesadaran somnolen, tanda rangsang meningeal tidak ditemukan, Tensi 90/60 mmHg, Nadi
100 x/menit kecil halus, RR 36 x/menit nafas Kusmaull, T: 39,5 C. Konjungtiva tak pucat,
jantung dalam batas normal, pulmo ronki tak ada, abdomen supel hepar dan lien tak teraba,
plantar pedis sinistra bengkak +, merah +, nanah +, tak ada hemiparese. Pada pemeriksaan
gula darah 450 mg, leukosit 20.000, reduksi +4, Urin keton+. Anda sebagai dokter jaga IGD,
bagaimana menangani kasus demikian?
Keyword: Hiperglikemia, penurunan kesadaran, luka infeksi di kaki, gula darah tinggi tanpa
sesak.
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Alloanamnesis : Anamnesis yang dilakukan kepada orang lain selain pasien mengenai
suatu keadaan kesehatan pasien.
2. Somnolen : Keadaan menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang.
3. Rangsang Meningeal Sign: Rangsangan yang timbul bila ada iritasi pada
meningen/selaput otak (otak & medulla spinalis), biasanya muncul pada meningitis &
stroke hemorrhage
4. Nafas Kusmaull : Pernapasan yang sangat dalam, bisa cepat, normal, lambat
5. Hemiparase : Terjadi kelemahan pada sebagian ekstremitas
6. Abdomen supel : apabila dilakukan palpasi terasa lembek pada abdomen
IDENTIFIKASI MASALAH
4. Bagaiman mekanisme dan apa makna klinis sesak napas dan panas tinggi?
6.Bagaimana mekanisme dan apa makna klinis sering kencing, haus, dan lapar, serta
hubungannya dengan keluhan?
8.Apa makna klinis gula darah >600mg/dl dan berapa nilai normalnya?
9.Apa makna klinis dari keluhan terdahulu(lemas, gula darah>600 mg/dl, tidak sesak napas)?
10. Apa saja obat yang mungkin diberikan saat pulang dari RS 6 bulan lalu?
11. Apa hubungan obat diminum tidak teratur dengan keluhan sekarang?
I ; Intoksikasi keracunan.
T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi
1. Intracranial cause
Anoxic brain injury/head trauma
Ischemic stroke intracerebral hemorrhage
Subarachnoid hemorrhage
Meningitis/encephalitis
2. Metabolic cause
Hipoglikemia
Ketoasidosi Diabetikum (KAD)
Hiperglikemia HIperosmolar Non Keton (HHNK)
Hipernatremia/Hiponatremia
Hiperkalemia
Heat Stroke
Myxedema
Carbon Monoxide Poisoning
2.Apa saja tingkat kesadaran?4
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari
medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA). Kesadaran ditentukan oleh interaksi
kontinu antara fungsi korteks serebri termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas),
dengan ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari
pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras
sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri.
ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar
(awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi
rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini
berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris,
hal ini disebut juga sebagai awareness. Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada
korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan
oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus
maupun mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan
korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.
4. Bagaiman mekanisme dan apa makna klinis sesak napas dan panas tinggi? 3, 6, 7
Asidosis metabolik
Tubuh mengkompensasi dengan menurunkan kadar CO2 di dalam tubuh untuk menurunkan pH darah
Takipnea
SESAK NAFAS
Mekanisme panas tinggi
Hiperglikemia
Luka jadi sumber infeksi dan tempat perkembangbiakan bakteri gram positif
Pirogen endogen
Prostaglandin E2 akan melintasi barrier darah-otak dan menyebar ke dalam pusat pengaturan suhu di hipota
Adanya luka pada telapak kaki dan sebagian tungkai bawah yang bengkak, merah dan
nyeri, menandak telah terjadinya proses inflamasi akibat infeksi pada tungkai dan kaki pasien.
Hal ini cukup sering dialami oleh pasien- pasien hiperglikemi (DM). Hiperglikemi dapat
menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan neuropati. Neuropati , baik sensorik maupun
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
selanjutnya akan menyebabkan kelainan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya
akan mempermudah terjadinya ulkus. Keruskan pada srah perifer kaki, mengakibatkan
menurunnya sensibilitas ujung saraf, sehingga apsien tidak dapat merasakan ada luka
dikakinya.
Pada pederita hiperglikemia, dapat menyebabkan luka menjadi sumber infeksi karena
darah yang mengandung gula yang tinggi dapat menjadi tempat perkembang biakan yang baik
bagi bakteri gram positif. Dan juga mengganggu fungsi kerja dari sel neutrophil dan monosit.
Luka yg tidak diketahui oleh pasien tentu tidak akan mendapat perawatan sehingga luka
rentan terhadap infeksi. Hal ini umumnya akan disadari pasien jika telah terjadi demam atau
perdarahan pda kakinya. Sehingga infeksi padah luka sudah menyebar kedaerah yg lain
disekitar luka. Hal ini juga diperberat dengan nberkurangnya kemampuan tubuh dalam proses
penyembuhan luka, dikarnakan akibat kersakan pembuluh darahsehingga aliran darah kurang
kekaki, menyebabkan sel- sel darah yang berperan untuk mencegah infeksi tidak cukup
sehingga memmperberat kondisi luka pada kaki pasien.
6. Bagaimana mekanisme dan apa makna klinis sering kencing, haus, dan lapar, serta
hubungannya dengan keluhan?3, 8
Pada pasien telah diketahui mengalami hiperglikemia, akibat dari keadaan tersebut:
Sering kencing (poliuri) -> ketika glukosa darah meningkat dimana glokusa yang tersaring
di urin melebihi kemampuan tubulus ginjal melalukan reabsorpsi maka glukosa muncul di
dalam urin (glukosuria). Glukosa dalam urin menimbulkan efek osmotik yang menarik
H2O bersamanya, menyebabkan dieresis osmotic sehingga lebih sering kencing (poliuria).
Poliuri juga dapat terjadi akibat adanya defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, hormon
pertumbuhan, dan somatostatin) akan menyebabkan akselerasi kondisi katabolik dan
inflamasi berat sehingga meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via
glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di perifer, akibatnya
terjadilah hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Adanya hiperglikemia menyebabkan
reabsorsi ginjal terhadap glukosa terganggu (di luar ambang batas) sehingga terjadilah
glikosuria melalui poliuria.
Rasa haus berlebih (polidipsi) -> akibat seringnya kencing menyebabkan besarnya cairan
yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi ini merangsang osmoreseptor
dan timbullah rasa haus untuk mencukupi kembali cairan tubuh yang berkurang. Poliuria
yang terjadi pada pasien ini akan menyebabkan banyak keluarnya air dan elektrolit
sehingga cenderung mengurangi air di intrasel akibatnya terjadilah hiperosmotik,
hiperosmotik inilah yang merangsang osmoreseptor dipusat haus otak (polidipsi).
Rasa lapar atau asupan makanan berlebih (polifagi) -> hal ini karena berkurangnya kadar
glokusa intrasel akibat berkurangnya kadar insulin ataupun terjadi kesalahan pada reseptor
insulin yang membuat kadar glokusa intrasel minimal sampai tidak ada. Sehingga tubuh
merespon untuk mencukupi kebutuhan energi sel dengan meningkatkan nafsu makan.
Akibat terjadinya defisiensi insulin baik absolut maupun relatif itu meningkatakan
epinefrin sehingga mengaktifkan hormon lipase sensitif pada jaringan lemak
mengakibatkan peningkatan lipolisis, hal ini juga yang menjadi kekurangan sumber energi
cadangan intra sel. Polifagia atau sering merasa lapar menandakan bahwa tubuh
kekurangan bahan makanan utuk dapatmenghasilkan energi. Pasien mengalamai polifagi
sedangkan kadar glukosa darah tinggi, menandakan bahwa sumber makanan/ energi bagi
sel-sel tubuh ada bahkan banyak. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah glukosa dalam
darah tidak dapat sampai ke sel untuk dimetabolisme menjadi energi, hal ini dapat terjadi
karna adanya gangguan pada transporter dari glukosa, yaitu hormon insulin. Gangguan
pada insulin baik dari produksi maupun fungsi insulin menyebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat dibawa kedalam sel. Sehingga sel tidak mendapat bahan makanan yang akan
diolah menjadi energi. Hal ini menyebab kan sel memberikan singnal bada sistem saraf
bahwa tubuh kekurang energi sehingga membutuhka makan, sehingga pasien dengan
gangguan insulin akan sering merasa lapar(polifagia) .
Makna klinis gula darah >600 mg/dL berarti Tn. A mengalami hyperglikemia. Sedangkan
nilai normal dari gula darah sewaktu adalah <100 mg/dL dan gula darah puasa adalah <100
mg/dL.
8. Makna klinis dari keluhan terdahulu(lemas, gula darah>600 mg/dl, tidak sesak napas)?
Pada pasien didapatkan gula darah >600 mg/dl menandakan bahwa pasien mengalami
hiperglikemia, hal ini dapat disebabkan karena terjadinya defisiensi hormon insulin. Individu
dengan defisiensi insulin akan mengalami suatukondisi yang disebut dengan Hiperglikemia
(banyaknya kadar glukosa dalam darah) dikarenakan penurunana ambilan glukosa oleh
jaringan otot dan adiposa, dan peningkatan pengeluaranglukosa oleh hati. Akibat dari
defisiensi atau resistensi insulin makakadar gula darah tetap tinggi cukup lama sekitar 6 8
jam sesudah makan, pada orang normal sekitar 1 2 jam. Kadar ini diperiksa oleh GTT
(Glukosa Tolerence test) Akibat dari resistensi insulin, otot tidak dapat memperoleh energi
dari glukosa dan membuat alternatif dengan mengoksidasi lemak dan protein, keadaan inilah
yang menjadikan otot lemah.9
Pada keluhan terdahulu pasien tidak menderita sesak napas karena mungkin pada
kelainan terdahulu pasien menderitas Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Status
Hiperosmolar Hiperglikemia, pada keluhan sekarang kemungkinan pasien menderita Diabetes
Melitus Tipe II dengan komplikasi ketoasidosis diabetikum. Sesak napas yang ditimbulkan,
karena adanya asidosis metabolic, sedangkan pada pasien dengan Status Hiperosmolar
Hiperglikemia tidak terjadi asidosis metabolic yang menyebabkan terjadinya sesak nafas.10
1. SULFONILUREA
2. BIGUANID
3. MEGLITINID
Contoh : Repaglinid
5. THIAZOLIDINDION
10. Apa hubungan obat diminum tidak teratur dengan keluhan sekarang?
11. .Apa makna klinis dari pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang?
Makna klinis pemeriksaan fisik:
a) Anamnesis :
identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan), tanyakan status nutrisi seperti
adanya asupan makanan yang meningkat dan berat badan menurun, tanyakan riwayat
keluarga: ada yang mengalami obesitas atau tidak? Ada yang menderita DM atau
tidak?, tanyakan kebisaan yang beresiko terhadap cardiovascular: apakah anda
meroko? Apakah ada hypertensi atau hyperlipidemia tidak?
b) Pemeriksaan Fisik
Periksa head to toe. Dimulai dari cek berat badan, tinggi badan, nadi, tekanan darah,
kalau obesitas lihat distribusi lemaknya (hitung ratio waist to hip). Cek tanda ada
tidaknya atreosceloris. Cek syaraf dan mata. Ada neurovascularization di retina tidak?
Ada stocking/ glove sensory loss (kebas) di ekstrimitas tidak?
c) Pemeriksaan Penunjang
Cek gula darah.
Cek urine dan serum keton, cek TTGO, Cek level insulin, cek TTIG (tes toleransi
glukosa intravena), HBA1c, profil lipid, elektrolit, serum albumin.
Neuropati diabetik
Gangren
Adalah tipe DM yang terjadi pada saat kehamilan. Hal ini terjadi karena resistensi
insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan seperti HPL (Human
Placental Lactogen), progesteron, kortisol dan prolaktin yang mencapai puncaknya pada
trimester ketiga kehamilan.
Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah depok didapatkan prevalensi DM tipe
2 sebesar 14.7 %. Demikian juga makassar prevalensi diabetes taahun 2005 yang mencapai
12.5 %. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan
melakukan Surveilance Faktor Risiko Tidak Menular dijakarta yang melibatkan subjek,
terdiri dari 640 laki-laki dan 951 perempuan. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui
bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3 X lipat dari
jumlah DM yang sudah terdeteksi.
a. DM type 1, disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel B pulau pulau
Langerhans, atau bisa juga akibat infeksi virus cocksakie, rubella, CMvirus, herpes
dan lain sebagainya.
b. DM type 2, multifaktor yang belum jelas. Namun, faktor genetik dan pengaruh
likungan seperti obesitas,diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurangnya gerak
badan dapat juga menjadi penyebab dari DM type 2.
Faktor resiko :
Bertmabahnya usia
Lebih banyak dan lebih lamanya obesitas
Distribusi lemak tubuh
Kurangnya aktivitas jasmani
Faktor-faktor resiko ini kemudian berinterakso dengan faktor genetik akan mengkatkat
resiko DM tipe 2
Terjadi jika terdapat sedikit atau tidak ada sama sekali insulin sehingga terjadi
hiperglikemia. Telah diketahui bahwa fungsi adanya hormone insulin adalah untuk
menghantarkan glukosa, asam lemak, dan protein ke dalam sel untuk disimpan. Tidak adanya
hormone insulin berarti kadar glokosa, asam lemak, dan protein hanya sedikit atau bahkan
tidak ada di dalam sel, ditambah lagi meningkatnya hormone kontraregulator (glucagon,
katekolamin, kortisol, dan GH) menyebabkan keadaan hiperglikemia semakin berat.
Kadar glukosa di sel berkurang dan tidak menerima cukup energi di sel, maka tubuh
mengkompensasi dengan terjadinya pemecahan lemak di hepar dan otot (glukoneogenesis dan
lipolisis) sehingga terbentuk asam lemak bebas di hepar yang menghasilkan badan keton
(ketosis) menimbulkan ketoasidosis diabetik. Dengan adanya badan keton didarah, maka
meningkatkan kadar ion H+ dan CO2 sehingga pH darah menjadi lebih asam (asidosis
metabolic). Sebagai kompensasi asidosis metabolil, maka terjadi peningkatan ventilasi oleh
paru untuk mengeluarkan lebih banyak CO2 sebagai pembentuk asam.
19. Apa manifestasi klinis penyakit Tn. A?12,13,14
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam
waktu 2 4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang
disebut dengan koma diabetiK.
Kesemutan.
Kram.
Lelah
Mudah mengantuk.
Kriteria diagnosa
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa
darah seaktu adalah hasil pemeriksaan sesaat pada satu waktu tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7 mmol/L). Puasa berarti tidak
ada asupan kalori setidaknya 8 jam.
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan
sesuai standar WHO dengan 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air.
4. Pemeriksaan HbA1c ( 6,5%)
Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (KH cukup). Kegiatan jasmani
seperti yang biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gr (oranmg dewasa) atau 1,75 gr/ kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 ml dan dimunum dalam waktu 5 menit
Diperiksa kadar glikosa darah 2 (Dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
PILAR PENATALAKSANAAN DM
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
g (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi.
Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI )
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/
TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,
sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
5. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalasmalasan.
6. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap
penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 5, sedangkan nama obat, berat bahan aktif
(mg) per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu pemberian dapat dilihat pada
lampiran 2.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHOdari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di
mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga
OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Tatalaksana ketoasidosis diabeticum
Tatalaksana umum
Penatalaksanaan KAD dan KHH yang baik memerlukan koreksi dehidrasi,
hiperglikemia dan gangguan elektrolit, dilanjutkan dengan identifikasi kejadian
komorbid pencetus dan di atas semuanya pemantauan pasien rutin. Panduan
tatalaksana pasien dengan KAD dan KHH dapat dilihat pada gambar 6 dan tabel 13
memberikan ringkasan rekomendasi utama dan penderajatan bukti.
Terapi cairan
Selama terapi untuk KAD atau KHH, sampel darah hendaknya diambil setiap 2-
4 jam untuk mengukur elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, osmolalitas dan pH vena
serum (terutama KAD). Secara umum, pemeriksaan analisa gas darah arterial tidak
diperlukan, pH vena (yang biasanya lebih rendah 0,03 unit dibandingkan pH arterial)
dan gap anion dapat diikuti untuk mengukur perbaikan asidosis. Pada KAD ringan,
insulin regular baik diberikan subkutan maupun intramuskular setiap jam, nampaknya
sama efektif dengan insulin intravena untuk menurunkan kadar glukosa dan badan
keton. Pasien dengan KAD ringan pertama kali disarankan menerima dosis priming
insulin regular 0,4-0,6 unit/kgBB, separuh sebagai bolus intravena dan separuh
sebagai injeksi subkutan atau intravena. Setelah itu, injeksi insulin regular 0,1
unit/kgBB/jam secara subkutan ataupun intramuskular dapat diberikan.
Kriteria perbaikan KAD diantaranya adalah: kadar glukosa <200 mg/dL, serum
bikarbonat 18 mEq/L dan pH vena >7,3. Setelah KAD membaik, bila pasien masih
dipuasakan maka insulin dan penggantian cairan intravena ditambah suplementasi
insulin regular subkutan setiap 4 jam sesuai keperluan dapat diberikan. Pada pasien
dewasa, suplementasi ini dapat diberikan dengan kelipatan 5 unit insulin regular
setiap peningkatan 50 mg/dL glukosa darah di atas 150 mg/dL, dosis maksimal 20
unit untuk kadar glukosa 300 mg/dL.
Bila pasien sudah dapat makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan
menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/cepat dan kerja menengah atau
panjang sesuai keperluan untuk mengendalikan kadar glukosa. Lanjutkan insulin
intravena selama 1-2 jam setelah regimen campuran terpisah dimulai untuk
memastikan kadar insulin plasma yang adekuat. Penghentian tiba-tiba insulin
intravena disertai dengan awitan tertunda insulin subkutan dapat menyebabkan
kendali yang memburuk; oleh karena itu tumpang tindih antara terapi insulin
intravena dan inisiasi insulin subkutan harus diadakan.
Pasien dengan riwayat diabetes sebelum dapat diberikan insulin dengan dosis
yang mereka terima sebelumnya sebelum awitan KAD atau KHH dan disesuaikan
dengan kebutuhan kendali. Pasien-pasien dengan diagnosis diabetes baru, dosis
insulin inisial total berkisar antara 0,5-1,0 unit/kgBB terbagi paling tidak dalam dua
dosis dengan regimen yang mencakup insulin kerja pendek dan panjang sampai
dosis optimal dapat ditentukan. Pada akhirnya, beberapa pasien T2DM dapat
dipulangkan dengan antihiperglikemik oral dan terapi diet pada saat pulang.
Terapi dengan menggunakan insulin analog baru-baru ini mendapatkan
perhatian lebih untuk dapat menggantikan insulin manusia, hal ini dikarenakan profil
farmakokinetik yang lebih baik sehingga membuat terapi dengan insulin analog lebih
mudah diprediksikan. Suatu studi acak terkontrol yang memperbandingkan terapi
KAD pada 68 subyek menggunakan insulin analog dibandingkan dengan insulin
manusia, menunjukkan efek samping hipoglikemia yang lebih rendah secara
signifikan (41% vs. 15%, reduksi risiko absolut 26%, NNT=4, p=0,03). Studi ini
menunjukkan regimen insulin analog (glulisine dan glargine) memberikan efek terapi
dan dosis yang serupa dengan insulin manusia (regular dan NPH/regular).
Pemberian terapi insulin analog lewat jalur subkutan juga menjadi fokus
perhatian studi-studi terbaru, terutama untuk memfasilitasi penatalaksanaan KAD di
tempat dengan sumber daya terbatas. Penelitian acak terkontrol terhadap 40 subyek
KAD, 20 dirawat di bangsal biasa atau pengawasan ketat dengan insulin lispro
subkutan dan 20 dirawat di unit rawat intensif dengan insulin regular intravena,
menunjukkan efektivitas dan keamanan yang sama. Demikian juga percobaan
prosedur insulin aspart subkutan setiap 2 jam, untuk menyederhanakan terapi
subkutan, mampu memberikan efektivitas dan keamanan terapi yang serupa dengan
insulin intravena (tabel 14). Fakta ini menunjukkan bahwa, pada daerah-daerah
dengan keterbatasan sumber daya, terapi insulin subkutan mampu memberikan
alternatif terapi yang aman dan efektif. Keuntungan yang diperoleh dari regimen
subkutan ini adalah biaya total rawat inap yang secara signifikan lebih murah
dibandingkan dengan regimen intravena.
Kalium
Walaupun terjadi penurunan kadar kalium tubuh total, hiperkalemia ringan
sedang dapat terjadi pada pasien krisis hiperglikemik. Terapi insulin, koreksi asidosis
dan ekspansi volume menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah
hipokalemia, penggantian kalium dimulai apabila kadar kalium serum telah di bawah
5,5 mEq/L, dengan mengasumsikan terdapat keluaran urin adekuat. Biasanya 20-30
mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) untuk setiap liter cairan infus mencukupi untuk
mempertahankan kadar kalium serum antara 4-5 mEq/L. Pada keadaan tertentu,
pasien KAD dapat datang dengan hipokalemia signifikan. Pada kasus-kasus ini,
penggantian kalium harus dimulai bersamaan dengan terapi cairan dan pemberian
insulin ditunda sampai kadar kalium mencapai lebih dari 3,3 mEq/L dalam rangka
mencegah terjadinya aritmia atau henti jantung dan kelemahan otot pernapasan.
Fosfat
Walaupun terdapat defisit fosfat tubuh total rata-rata 1 mmol/kgBB, namun
fosfat serum dapat normal ataupun meningkat saat presentasi. Konsentrasi fosfat
menurun dengan terapi insulin. Penelitian-penelitian acak prospektif gagal
menunjukkan adanya keuntungan terapi penggantian 25
fosfat terhadap keluaran klinis KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat
menyebabkan hipokalsemia berat tanpa tanda-tanda tetani. Meskipun demikian,
untuk mengindari kelemahan jantung dan otot skeletal serta depresi pernapasan
akibat hipofosfatemia, terapi penggantian fosfat secara hati-hati dapat diindikasikan
pada pasien dengan disfungsi jantung, anemia atau depresi pernapasan dan pada
pasien dengan konsentrasi serum fosfat <1,0 mg/dL. Pada saat dibutuhkan, kalium
fosfat 20-30 mEq/L dapat ditambahkan ke dalam cairan pengganti.
Tatalaksana lainnya
Pemantauan EKG kontinu direkomendasikan oleh karena adanya risiko hipo
atau hiperkalemia dan aritmia yang disebabkannya. Tabung nasogastrik harus
diberikan kepada pasien dengan penurunan kesadaran oleh karena risiko
gastroparesis dan aspirasi. Kateterisasi urin harus dipertimbangkan bila terdapat
gangguan kesadaran atau bila pasien tidak mengeluarkan urin setelah 4 jam terapi
dimulai. Kebutuhan pemantauan vena sentral harus dipertimbangkan perindividu,
namun diperlukan pada pasien tua atau dengan keadaan gagal jantung sebelumnya.
Pertimbangan harus diberikan kepada pemberian terapi antibiotika bila ada
bukti infeksi, namun hitung leukosit seringkali meningkat tajam pada KAD, dan tidak
mengkonfirmasi adanya infeksi. Anamnesa, pemeriksaan fisis, demam dan
peningkatan CRP merupakan biomarker yang lebih terpercaya.
Inilah salah satu alasan yang penting mengapa pasien perlu mengontrol gula darahnya.
Karena dengan kontrol gula darah yang buruk, pasien akan mengalami komplikasi jangka
panjang, seperti stroke, penyakit jantung, kebutaan, gagal ginjal, penyakit pada pembuluh
darah dan kerusakan syaraf sehingga dapat menyebabkan amputasi pada anggota tubuh dan
pada pria dapat terjadi gangguan ereksi. Dari penelitian selama 10 tahun yang telah selesai
dilakukan, menunjukkan bahwa pasien yang menjaga gula darahnya tetap terkontrol, akan
menurunkan resiko komplikasi-komplikasi tersebut hingga 50% lebih.
Komplikasi akut
Merupakan suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam darah berada dalam keadaan
abnormal yakni terlalu rendah. Hal ini terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50
hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat suplay insulin
atau preparat oral yang terlalu berlebihan, Selain itu konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau juga disebabkan oleh aktivitas fisik yang berat.
Ketoasidosis
Merupakan salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang terjadinya disebabkan
karena kadar glukosa dalam darah yang begitu tinggi. Gejala-gejala yang pertama kali
terjadi adalah sama seperti gejala Diabetes Melitus yang tidak diobati. Yaitu, mulut kering,
adanya rasa haus, lebih seringbuang air kecil (poliuria). Gejala lainnya yang juga timbul
seperti mual, muntah, dan adanya rasa nyeri pada perut.
Komplikasi Kronik
Nefropati diabetik adalah gangguan atau kelainan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput
penyaring darah. seperti yang telah diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit filter
(glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar gula
dalam darah yang tinggi secara perlahan akan merusak selaput glomerulus ini.
Neuropati merupakan komplikasi dari penyakit diabetes yang paling umum dan sumber
terbesar dari morbiditas dan kematian pada penderita diabetes.
Arteriosklerosis
Merupakan pengerasan dan penebalan dinding arteri. Arteriosclerosis dapat terjadi karena
deposit lemak di lapisan dalam arteri atau penebalan otot dinding pembuluh darah dari
tekanan darah tinggi ( hipertensi ). Komplikasi semacam ini dapat terjadi pada pasien di
atas 50 tahun.
Microangiopati
Hal ini ditandai dengan penebalan membran basal pembuluh darah kecil dan kapiler dari
berbagai organ dan jaringan seperti mata, kulit, tulang, ginjal otot, dll.
Infeksi
Hiperglikemia kronik
Pasien dengan diabetes empat kali lebih rentan atau lebih berpotensi untuk terserang
penyakit jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita diabetes. Faktor risiko untuk
penyakit jantung adalah obesitas, gaya hidup menetap, tekanan darah tinggi, kolesterol
tingkat tinggi , merokok , dll.
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Prognosis baik jika dapat
meminimalkan risiko timbulnya komplikasi dengan baik.
Serangan jantung, stroke dan kerusakan saraf dapat terjadi pada beberapa orang dengan
diabetes mellitus tipe 2 tergantung pada hemodialisa akibat komplikasi gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada
University Press.
2. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair /
RSUD Dr. Soetomo Surabaya,.
3. Sudoyo, Aru W, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing
4. Guyton, A. C and Hall, J. E. 2007. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia,
PA, USA: Elsavier Saunders.
5. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners Diagnosis of
Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal 5-9.
6. . 2015. Hiperglikemia [Diakses tanggal 22 November 2015 dari
http://mediskus.com/penyakit/hiperglikemia-gula-darah-tinggi].