Anda di halaman 1dari 6

Bacalah bacaan berikut dengan saksama!

Buah tomat merupakan buah yung sarat khasiat. Buah tomat dapat mencegah penyakit
kekurangan vitamin. Di samping itu juga mencegah kanker prostat, kanker usus besar, dan
kanker paru-paru. Hasil penelitian menunjukkun tomat dapat mengobati gangguan
pencernaan, diare, kotera, dan serangan empedu.
Selain kaya manfaat, tomat juga lezat disantap. Bahkan sebagai saus atau diracik menjadi
masakan pun mampu membius para penikmatnya. Di Perancis, tomat disebut pomme damour
atau apel cinta. Jika ingin sehat dan bebas dari kanker, cobalah rutin mengonsumsi Si apel
cinta.

Rangkuman yang tepat bacaan tersebut adalah


A. Tomat buah sarat khasiat dan lezat disantap.
B. Buah tomat atau apel cinta dapat mencegah penyakit kanker.
C. Buah tomat sarat khasiat, kaya manfaat bagi penderita penyakit.
D. Buah tomat selain mencegah juga mengobati berbagai penyakit.

PEMBAHASAN
Konsep dasar
Rangkuman adalah penyajian singkat dari suatu tulisan. Rangkuman dapat pula didefenisikan
sebagai karangan ringkas dari beberapa buah bacaan. Bagian-bagian pokok yang saling
berkaitan disusun kembali dan akhirnya menjadi sebuah karangan baru yang ringkas.

Cara cepat
Rangkuman disusun berdasarkan bagian-bagian pokok bacaan tersebut, yakni:
1. Buah tomat merupakan buah yang sarat khasiat.
2. Buah tomat juga lezat disantap.
Berdasarkan bagian-bagian pokoknya itu, bacaan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
Tomat buah serat khasiat dan lezat disantap.

Jawaban A
2. Peningkatan intensitas terjadinya badai

Tingkat terjadinya badai dan siklon semakin meningkat. Di dukung oleh bukti yang telah
ditemukan oleh para ilmuwan bahwa pemanasan global secara signifikan akan menyebabkan
terjadinya kenaikan temperatur udara dan lautan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan kecepatan angin yang dapat memicu terjadinya badai kuat.

4. Makhluk hidup terancam kepunahan

Berdasarkan penelitian yang dipublikasin di Nature, pada tahun 2050 mendatang, peningkatan
suhu dapat menyebakan terjadinya kepunahan jutaan spesies. Artinya, di tahun-tahun
mendatang keragaman spesies bumi akan jauh berkurang. Namun, semoga saja tidak
termasuk di dalamnya spesies manusia.

Pemanasan Global Picu Hujan Makin Besar

Prediksi mengenai dampak pemanasan global terhadap perubahan cuaca sepertinya


perlu direvisi. Sebab, hasil analisis data satelit selama 20 tahun menunjukkan hasil
yang berbeda dengan prediksi selama ini.

Semua ahli cuaca dan iklim telah lama sepakat bahwa uap air yang terkandung di atmosfer
naik sekitar 7 persen setiap kenaikan suhu global satu derajat Celcius. Namun, hasil
pemodelan iklim dengan komputer rata-rata menunjukkan uap air yang turun menjadi hujan
hanya naik 1 hingga 3 persen dengan kenaikan suhu yang sama. Karena itu, para peneliti
berasumsi bahwa perbedaan ini karena proses terbentuknya hujan dan penguapan berjalan
lebih lambat.

Namun, kebanyakan pemodelan cuaca tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Saat
digunakan untuk simulasi cuaca dalam 2 dekade terakhir, model-model tersebut tidak begitu
mempertimbangkan perubahan curah hujan dan mengabaikan perubahan ekstrim seperti El
Nino yang terjadi tahun 1998.

Hal itulah yang membuat Frank Wentz dari Remote Sensing Systems, sebuah perusahaan
penganalisis data satelit di Santa Rosa, California, AS, merasa ada faktor yang kurang dalam
membuat pemodelan. Ia kemudian mempelajari data pengukuran yang direkam enam satelit
untuk melihat hubungan antara kadar uap air di atmosfer, curah hujan, penguapan, dan
kenaikan suhu global.

Hasilnya menunjukkan bahwa penguapan dan curah hujan berubah sebanding dengan
kenaikan kadar uap air di atmosfer yakni sekitar 6,5 persen setiap kenaikan suhu satu derajat
Celcius. Artinya, proses penguapan maupun terbentuknya hujan tidak melambat seperti
prediksi sebelumnya.

Ia menggambarkan siklus air di atmosfer sebagai ban berjalan. Angin berperan membantu
mengangkat uap air dari permukaan Bumi ke atmosfer. Uap air yang berkumpul di atmosfer
dan jenuh akan kembali jatuh. Saat suhu naik, berarti makin banyak uap air yang bergerak
dalam siklus tersebut dan semakin banyak hujan yang diturunkan.
"Apa yang diprediksi dalam pemodelan menunjukkan bahwa pergerakan siklus ban berjalan ini
melambat sehingga uap air akan bertahan dan semakin jenuh di atmosfer," ujar Wentz.
Menurutnya, selama ini hal tersebut diperkirakan karena berkurangnya aliran angin secara
global sehingga siklus pergerakan uap air berjalan lebih lambat daripada sebelumnya.

Namun, hasil analisisnya terhadap data-data satelit menunjukkan bahwa aliran angin justru
sedikit mengalami kenaikan dalam 20 tahun terakhir begitu pula dengan tingkat penguapan
dan curah hujan. Temuannya dilaporkan online dalam Science Express edisi 31 Mei.

Menurut Wentz, pemodelan cuaca umumnya telah mampu memprediksi perubahan suhu dan
kadar uap air di atmosfer dengan baik namun kesulitan memperkirakan perubahan curah
hujan. Hal tersebut karena perubahan berlangsung singkat, pada cakupan yang sempit, dan
berbeda-beda di tiap daerah. Lusinan pemodelan iklim yang ada saat ini hampir seluruhnya
memprediksi bahwa kenaikan curah hujan tidak sebesar kenaikan kadar uap air di atmosfer.

Dengan memperhitungkan hasil analisis ini, kenaikan curah hujan dalam beberapa tahun ke
depan mungkin jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Hal ini merupakan kabar baik bagi
daerah-daerah yang curah hujannya rendah namun buruk bagi daerah-daerah yang curah
hujannya sudah kelewat tinggi.
Curah Hujan

Para petani di Indonesia kini ramai mengeluhkan siklus musim yang mulai berubah. Hujan
yang diharap-harap turun, malah berganti dengan kemarau berkepanjangan, demikian
sebaliknya. Sebuah penelitian menyebutkan, fenomena itu tak hanya dirasakan petani di
nusantara, melainkan juga dirasakan di belahan bumi lainnya. Perubahan pola itu, menurut
penelitian disebabkan

Penelitian yang dilakukan oleh Francis Zwiers seorang ahli lingkungan dari Kanada. Berbeda
dengan ilmuwan yang meneliti pemanasan global dengan sekedar dugaan atau model
komputer, Zwiers melakukan penelitiannya dengan mengamati dua set data pola curah
hujan bumi pada kurun waktu 1925 sampai 1999. Zwiers lantas membandingkan segepok
data itu dengan 14 model komputer yang melakukan simulasi sistem iklim dan menemukan
kecocokan.

Selama 75 tahun, pemanasan global telah meningkatkan curah hujan di belahan bumi utara,
yakni kawasan antara 40 sampai 70 derajat di utara. Adapun di kawasan tropis dan subtropis
belahan utara (mulai dari garis ekuator sampai 30 derajat lintang utara) permukaan bumi
malah kian mengering. Sebaliknya di kawasan tropis di belahan selatan (mulai dari garis
ekuator sampai 30 derajat di lintang selatan), permukaannya malah lebih basah. Penelitian
itu mengamati curah hujan tahunan di daratan, bukan lautan. Penelitian itu juga tak
mempertimbangkan kondisi cuaca yang ekstrim-yang menyebabkan banjir dan kekeringan-
yang frekuensinya juga meningkat akibat pemanasan global.

JAKARTA (Lampost.co): Pemanasan global berpengaruh terhadap meningkatnya intensitas


hujan. Melimpahnya uap air dari laut akibat temperatur air laut yang makin hangat
menyebabkan pasokan uap air bertambah sehingga curah hujan turun dengan intensitas
tinggi.
Pemanasan Global dan Curah Hujan

Pemanasan global bisa membuat hujan menjadi lebih deras dan lebih sering dari perkiraan
sebelumnya.

Keadaan seperti itu bisa membuat banjir lebih mematikan, merusak lebih banyak tanaman,
dan memperburuk keadaan dengan penyebaran wabah seperti malaria.

Pola hujan sudah mulai berganti seiring pemanasan bumi karena gas-gas yang dihasilkan oleh
"rumah hijau" buatan manusia.

Penelitian juga menunjukkan, daerah yang basa, menjadi labih basah, sementara wilayah
kering menjadi lebih kering daripada sebelumnya.

Tim peneliti ini menganalisa foto-foto dari satelit mengenai hujan di laut tropis hampir
sepanjang dua dekade, mulai 1988 hingga 2004.

Peneliti mengungkapkan, bahwa selama tahun-tahun El Nino, yang cuaca menjadi lebih
hangat, hujan juga turun dengan curah yang lebih tinggi. El Nino sendiri adalah kejadian
khusus dimana aliran hangat permukaan Pasifik mengubah corak cuaca global secara
temporer.

Hal ini sudah diperkirakan oleh model yang dibuat baru-baru ini. Namun, pengumpulan data
dari penelitian juga sangat penting.

Meskipun planet kita mulai naik suhunya, cuaca bumi masih bervariasi antara tahun El Nino
yang hangat dan basah, dengan tahun La Nina yang dingin dan lebih kering.

Tapi, melihat dari perubahan pola hujan, peneliti menyimpulkan, bila pemanasan global terus
menerus terjadi, maka perubahan pola hujan akan lebih buruk dari yang pernah diperkirakan.

Model yang telah dibuat sepertinya meremehkan akibat pemanasan global terhadap pola
cuaca.

Hujan adalah salah satu akibat pemanasan global yang paling sulit untuk diperkirakan.

Anda mungkin juga menyukai