Perubahan iklim yang sekarang terjadi merupakan diakibatkan dari pemanasan global, yang
sebagian besar pemanasan tersebut diakibatkan oleh factor alam dan juga aktivitas
manusia(era industry). Dampak dari penghangatan atmosfer ini yaitu adanya pergeseran
jumlah hujan yang membuat suatu daerah lebih basah, ataupun sebaliknya.
Variabilitas Iklim adalah fluktuasi unsur iklim yang terjadi secara tiba-tiba namun tidak
berlangsung lama.
Di Indonesia terjadi dua tipe variasi iklim yaitu Variasi Musiman dan Non Musiman
o Variasi musiman yang sangat mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia terutama
curah hujan ialah “sirkulasi monsun”. Monsun digerakkan oleh adanya “sel tekanan
tinggi dan sel tekanan rendah” di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada
bulan Desember sampai Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin
akibatnya ada sel tekanan tinggi di benua Asia dan sel tekanan rendah di benua
Australia, sehingga angin akan bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia yang biasa
disebut sebagai “monsun barat laut”. Monsun barat laut biasanya “lebih lembab”
dari pada monsun tenggara karena saat terjadi monsun ini, udara naik diatas
Australia dan juga arus udara bergerak di atas laut dengan jarak yang cukup jauh
sehingga lebih banyak mengandung uap air.
o Variasi non musiman di Indonesia dipengaruhi oleh “El Niño dan Dipole Mode”.
Ketika indeks osilasi selatan benilai negatif, maka anomali suhu muka laut di
Samudera Pasifik positif maka terjadi El Niño. Fenomena ini mengurangi terjadinya
hujan wilayah Indonesia wilayah timur sampai setengah wilayah Indonesia bagian
tengah. Sedangkan jika indeks Dipole Mode bernilai negatif di daerah pantai timur
Benua Afrika, akan memperkecil kejadian hujan di wilayah barat
Indonesia.Variabilitas yaitu adanya perubahan temperatur suhu muka laut secara
tiba-tiba ketika terjadi fenomena tersebut.
Cuaca Ekstrim adalah kondisi cuaca yang sangat jarang terjadi, mengandung resiko bencana,
dan parameter yang diukur nilainya sangat besar atau sangat kecil (misalnya pada curah
hujan dan temperatur). Pernyataan Ekstrim atau tidak, itu bergantung waktu dan tempat
kejadiannya dan itu memerlukan metode perhitungan Nilai Batas Ambang unsur iklim di
suatu wilayah untuk menetapkan Kondisi Ekstrim.
Dampak Variabilitas Iklim dapat dirasakan oleh berbagai factor, antara lain:
o Kesehatan :
Dampak fisik dari perubahan iklim yang paling mencolok adalah “meningkatnya
temperatur rata-rata global dan ekstrimnya siklus hidrologi”. Berubahnya frekuensi
dan intensitas termal secara ekstrim dan terjadinya cuaca ekstrim (seperti banjir dan
kekeringan) akan langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Namun, ada juga
dampak variabilitas iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak
langsung, yaitu :
- Meningkatnya “potensi terkena asthma”. Ternyata ada hubungan antara
terjadinya hujan badai dan banyaknya spora Alternaria dan Cladosporium (salah satu
penyebab asthma), yaitu berbanding lurus.
- Berkembangbiaknya “bakteri patogen” akibat lingkungan (temperatur dan
kelembaban) yang mendukung berkembangnya bakteri tersebut.
PPT 1b
Iklim biasanya dianggap sebagai cuaca rata-rata, seperti suhu, curah hujan dan kecepatan
angin, selama satu periode, dan di tempat tertentu. Dengan demikian, iklim selalu berubah,
bisa lebih baik atau buruk.
Perubahan Iklim
o Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim Pasal 1 disebutkan : “Perubahan iklim
yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan manusia yang
mengubah komposisi atmosfer global dan yang selain variabilitas iklim alami diamati
selama periode waktu yang sebanding”.
o Kalangan Pemerintah : Perubahan Iklim adalah apa yang dikaitkan dengan aktivitas
manusia, tetapi Perubahan Iklim dapat berlangsung tanpa manusia. Variabilitas Iklim
Alami bukanlah perubahan iklim. Namun, rupanya perubahan iklim tidak
menyebutkan sama sekali dari "variabilitas iklim alami“.
o IPCC(1) : Perubahan Iklim mengacu pada setiap perubahan iklim dari waktu ke
waktu, apakah karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia.
o IPCC(2) : Perubahan Iklim mengacu pada variasi yang signifikan secara statistik baik
dalam keadaan rata-rata iklim atau variabilitas, bertahan untuk jangka waktu lama
(biasanya dekade atau lebih).
Variabilitas Iklim
o Variabilitas iklim mengacu pada variasi dalam suatu wilayah secara statistik rata-rata
(seperti standar deviasi, terjadinya ekstrem dll) pada semua skala temporal dan
spasial
PPT 2a
Interaksi antara Samudera dan Atmosfer pada Tropis Pasifik, denga nada perubahan pada
angin, SST, awan dan presipitasi. Terjadi setiap 2-10 tahun, dan terjadi selama 12-18 bulan.
Penghangatan atmosfer pada sekarang ini sudah melewati dari prediksi secara natural yang
dikarenakan oleh tindakan umat manusia pada era industry yang menyebabkan tingkat gas
rumah kaca di atmosfer meningkat.
PPT 2b
ENSO merupakan fenomena alamiah antara atmosfer dengan laut. Efek dari ENSO
merupakan terjadinya pergeseran besar terjadi pada pola presipitasi, tekanan udara
(Southern Oscillation) dan angin.
o El Nino : keadaan hangat dibanding normal di Pasifik Tengah dan Timur
Angin timuran melemah menjadi anomaly di barat menjadi positif
Konveksi di hampir keseluruhan ekuator Pasifik
Termoklin lebih dalam di timur dan kedalamannya berkurang di barat.
Distribusi Presipitasi
Maksimum konveksi terjadi di dekat Date Line, kondisi sangat basah
Daerah Indonesia yg normalnya basah mengalami periode kering
Anomali SLP
SLP anomali diatas normal di barat Pasifik (Indo-Australia), dibawah
normal di timur (pesisir timur Benua Amerika) Pasifik.
Respon Atmosfer terhadap El Nino
Boreal Winter (DJF)
o Dampak paling kuat dan luas pada saat boreal winter, saat
suhu udara mencapai maksimum dalam siklus tahunan.
o Panas diatas normal yg diasosiasikan dengan El Nino
meredistribusi konveksi, perubahan perilaku jetstream
Austral Winter (JJA)
o Dampak El Nino tidak sekuat pada saat DJF, dan mayoritas
terjadi di BBS.
Respon Atmosfer terhadap El Nino Kuat
Tidak semua kejadian El Nino menghasilkan respon atmosferik yang
sama.
El Nino 82-83 dan El Nino 97-98 menunjukan pola anomali
presipitasi yg mirip.
Surplus presipitasi di central Pasifik dan defisit presipitasi di
Indonesia. Perubahan signifikan dalam lokasi konveksi.
Respon Atmosfer terhadap El Nino Moderate
Pemanasan SST di central Pacific pada El Nino 86-87
Dampak kejadian El Nino ini terhadap sirkulasi atmosfir tidak
signifikan
Kejadian El Nino 91-92 memiliki dampak yang lebih signifikan
terhadai sirkulasi atmosfir
Respon atmosfer tergantung kepada magnitude dan distribusi dari
pemanasan di perairan ekuatorial
Prediksi terhadap respon atmosfir tergantung kepada prediksi SST
Akurasi / prediktabilitas menjadi kecil ketika suatu prediksi
tergantung kepada prediksi yang lainnya.
o La Nina : keadaan dingin di banding normal, daerah maritime lebih basah dibanding
normal
Termoklin lebih dangkal di Timur dan lebih dalam di Barat.
Enhanced easterly winds
Distribusi Presipitasi
Konveksi menguat di daerah Indonesia
Kondisi kering di dekat Date Line
Anomali SLP
SLP anomali dibawah normal di barat Pasifik (Indo-Australia), diatas
normal di timur (pesisir timur Benua Amerika) Pasifik.
Respon Atmosfer terhadap La Nina
Dampak globalnya berkebalikan terhadap dampak El Nino.
Cenderung terjadi pada beberapa tahun berurutan, berkebalikan
dengan El Nino yang punya lama kejadian ~ 12-15 bulan
Anomali presipitasi pada kejadian La Nina tidak se-’global’ El Nino
Anomali presipitasi yang positif pada daerah Indonesia
Pada daerah dateline presipitasi dibawah normal
Daerah persis di timur PNG mengalami kekeringan pada El Nino dan
La Nina.
o Monitoring Siklus ENSO
Atmopheric Indices :
Tahiti – Darwin SOI
Equatorial SOI
Low level wind index
Upper level wind incex
Outgoing long wave radiation,, proxy untuk presipitasi pada daerah
tropis
Oceanic Nino Index :
Nino 1+2
Nino 3
Nino 3.4
Nino 4
Tradisional SOI :
Selisih anomali SLP yang ternomalisasi antara Tahiti – Darwin
Equatorial SOI :
Selisih anomali SLP yang ternomalisasi (rata2 daerah) antara daerah
timur [5 LU – 5 LS, 130 – 80 BB] dan barat [5 LU – 5 LS, 90 – 140 BT].
SOI pada fase positif
SLP lebih tinggi dari normal disekitar Tahiti
SLP lebih rendah dari normal di utara daratan Australia
Angin timuran menguat
Fase ini diasosiasikan dengan La Nina
SOI pada fase negative
SLP lebih tinggi dari normal disekitar Tahiti
SLP lebih rendah dari normal di utara daratan Australia
Angin timuran menguat
Fase ini diasosiasikan dengan La Nina
Oceanic Index
SST dimonitor di empat daerah Nino1+2, Nino3, Nino3.4, Nino4
Sebelum era satelit, SST diukur oleh kapal laut
Daerah terbaik untuk memonitor variasi ‘cold tongue’ adalah di
Nino3.4
Sekaligus merupakan daerah dimana model2 memiliki skill yang baik
Time series untuk index Nino
Coklat: El Nino
Biru: La nina
Pola serupa kecuali time series Nino1+2 yang ‘noisy’
o Indian Ocean Dipole (IOD)
Terdapat dua fase: Fase positif dan fase negatif
Pada fase positif, wilayah Indonesia cenderung kering
Pada fase negatif, wilayah Indonesia cenderung basah
Menghitung index IOD
Index IOD dihitung dengan menghitung selisih SST di barat ekuatorial Indian
Ocean (50°E to 70°E and 10°S to 10°N) dan timur ekuatorial Indian Ocean
(90°E to 110°E and 10°S to 0°S).
PPT 3a
PPT 3b
Penentuan Awal Musim
Metode 1
o Perbandingan antara :
Kriteria Utama : CH per dasarian ≥50 mm & diikuti 2 dasarian berikutnya untuk
AMH
CH per dasarian < 50 mm & diikuti 2 dasarian berikutnya untuk
AMK
o Dengan kriteria alternatif :
o Kondisi 1 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥3 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤3 hari untuk AMK
o Kondisi 2 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥4 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤4 hari untuk AMK
o Kondisi 3 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥5 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤5 hari untuk AMK
Metode 2
Moving Average :
CH = (ch1+ch2+ch3)/3 , ≥50 mm didasarian 3 utk AMH
CH = (ch1+ch2+ch3)/3 , <50 mm didasarian 3 utk AMK
Metode 3
o CH1= CH1+CH2+CH3 ≥150 mm,
CH1 ≥50 mm
CH2 atau CH3 >= 50mm, utk AMH
o CH1 = CH1+CH2+CH3 <150 mm,
CH1<50mm,
CH2 atau CH3 <50 mm, Untuk AMK
Langkah Kerja
o Kajian terhadap Data Rata-rata Dasarian
o Kajian terhadap data per tahun
o Melihat kesesuaian antara kriteria dengan mengambil modus dari onset tahunan
o Mencari selisih onset antara masing masing kriteria
Normal Onset
o Penting dalam perhitungan awal musim, sebagai panduan musim pada lokasi
tertentu
o Diartikan sebagai normal awal musim dari rata rata data curah hujan selama periode
waktu tertentu
o Mempunyai kelemahan
tidak selalu mencerminkan rata rata awal musim dari setiap tahun yang
dihitung
Mempunyai bias jika data yang dihitung mempunyai keragaman yang tinggi
Tidak selalu dapat dijadikan patokan/pembanding
Perlu dipikirkan cara perhitungan normal awal musim yang lebih valid
PPT 3c