Anda di halaman 1dari 9

PPT 1a

 Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim (seperti: radiasi surya, lama


penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara,
evaporasi/evapotranspirasi dan presipitasi) dalam jangka panjang (50-100 tahun). Atau juga
variabilitas iklim yang terjadi dengan jangka yang lebih Panjang dan juga terjadi perubahan
yang konsisten secara Statistik juga dapat dikatakan telah terjadi Perubahan Iklim.

Perubahan iklim yang sekarang terjadi merupakan diakibatkan dari pemanasan global, yang
sebagian besar pemanasan tersebut diakibatkan oleh factor alam dan juga aktivitas
manusia(era industry). Dampak dari penghangatan atmosfer ini yaitu adanya pergeseran
jumlah hujan yang membuat suatu daerah lebih basah, ataupun sebaliknya.
 Variabilitas Iklim adalah fluktuasi unsur iklim yang terjadi secara tiba-tiba namun tidak
berlangsung lama.
Di Indonesia terjadi dua tipe variasi iklim yaitu Variasi Musiman dan Non Musiman
o Variasi musiman yang sangat mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia terutama
curah hujan ialah “sirkulasi monsun”. Monsun digerakkan oleh adanya “sel tekanan
tinggi dan sel tekanan rendah” di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada
bulan Desember sampai Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin
akibatnya ada sel tekanan tinggi di benua Asia dan sel tekanan rendah di benua
Australia, sehingga angin akan bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia yang biasa
disebut sebagai “monsun barat laut”. Monsun barat laut biasanya “lebih lembab”
dari pada monsun tenggara karena saat terjadi monsun ini, udara naik diatas
Australia dan juga arus udara bergerak di atas laut dengan jarak yang cukup jauh
sehingga lebih banyak mengandung uap air.
o Variasi non musiman di Indonesia dipengaruhi oleh “El Niño dan Dipole Mode”.
Ketika indeks osilasi selatan benilai negatif, maka anomali suhu muka laut di
Samudera Pasifik positif maka terjadi El Niño. Fenomena ini mengurangi terjadinya
hujan wilayah Indonesia wilayah timur sampai setengah wilayah Indonesia bagian
tengah. Sedangkan jika indeks Dipole Mode bernilai negatif di daerah pantai timur
Benua Afrika, akan memperkecil kejadian hujan di wilayah barat
Indonesia.Variabilitas yaitu adanya perubahan temperatur suhu muka laut secara
tiba-tiba ketika terjadi fenomena tersebut.
 Cuaca Ekstrim adalah kondisi cuaca yang sangat jarang terjadi, mengandung resiko bencana,
dan parameter yang diukur nilainya sangat besar atau sangat kecil (misalnya pada curah
hujan dan temperatur). Pernyataan Ekstrim atau tidak, itu bergantung waktu dan tempat
kejadiannya dan itu memerlukan metode perhitungan Nilai Batas Ambang unsur iklim di
suatu wilayah untuk menetapkan Kondisi Ekstrim.
 Dampak Variabilitas Iklim dapat dirasakan oleh berbagai factor, antara lain:
o Kesehatan :
Dampak fisik dari perubahan iklim yang paling mencolok adalah “meningkatnya
temperatur rata-rata global dan ekstrimnya siklus hidrologi”. Berubahnya frekuensi
dan intensitas termal secara ekstrim dan terjadinya cuaca ekstrim (seperti banjir dan
kekeringan) akan langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Namun, ada juga
dampak variabilitas iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak
langsung, yaitu :
- Meningkatnya “potensi terkena asthma”. Ternyata ada hubungan antara
terjadinya hujan badai dan banyaknya spora Alternaria dan Cladosporium (salah satu
penyebab asthma), yaitu berbanding lurus.
- Berkembangbiaknya “bakteri patogen” akibat lingkungan (temperatur dan
kelembaban) yang mendukung berkembangnya bakteri tersebut.

Diagram Alir Pengaruh Iklim Pada Penyakit Diare :

o Kebutuhan Pangan dan Air :


Cuaca ekstrim dapat mempengaruhi manusia secara langsung dengan bencana
banjir dan kekeringan. Indonesia sangat bergantung pada hasil agrikultur (pertanian)
untuk konsumsi pangan sehari-hari. Ketersediaan air akan mempengaruhi
ketersediaan hasil pertanian kita.
Jika terjadi cuaca ekstrim (sebagai konsekuensi dari variabilitas iklim), banyak dari
petani kita yang akan mengalami gagal panen dikarenakan banjir bandang maupun
kekeringan.
o Teknologi :
Inovasi teknologi yang kian berkembang di abad ke-20 sangat mempengaruhi tingkat
ketahanan manusia terhadap iklim. Mulai dari terciptanya lemari pendingin, AC,
hingga berkembangnya transportasi seperti mobil, transportasi air, dan pesawat jet.
Masyarakat atau suatu negara yang telah rutin terkena bencana alam biasanya
semakin cepat pulih dari satu bencana ke bencana lainnya. Disinilah fungsi dari
“adaptasi dan mitigasi”, dimana manusia belajar untuk terus memperbaiki sistem
dan koordinasi yang diperlukan untuk memulihkan daerahnya. Di berbagai belahan
dunia, masing-masing wilayah memiliki “nilai ambang batas tertentu” dalam menilai
kerusakan karena adanya perbedaan standar konstruksi bangunan di tiap wilayah
tersebut.
o Sosial :
Di Indonesia, 60% penduduknya bermatapencaharian di sektor agrikultur. Produksi
dan keuntungan mereka terancam oleh variabilitas iklim yang terjadi makin sering
dan tak menentu. Sebagai contoh, mundurnya awal musim penghujan menjadi
sering terjadi karena adanya variabilitas iklim. Penelitian yang dilakukan oleh Outi
Korkeala berjudul “Indonesian Family Life Survey” menunjukkan bahwa kapan
terjadinya awal musim penghujan mempengaruhi sekolah anak dan kecendrungan
mempekerjakan anak untuk mencari nafkah keluarga. Ketika awal musim penghujan
mundur, probabilitas anak untuk melanjutkan sekolah dari sekolah dasar ke sekolah
menengah ternyata berkurang (namun tidak berdampak pada anak-anak di daerah
perkotaan) dan meningkatkan kecendrungan mempekerjakan anak untuk mencari
nafkah. Mundurnya awal musim hujan disebabkan oleh efek terjadinya El Niño.
o Ekonomi :
Variablilitas Iklim berdampak pada banyak aspek di kehidupan manusia yang
berujung pada “sektor ekonomi”. Perubahan temperatur atau curah hujan dapat
memunculkan permintaan akan barang-barang yang membuat nyaman saat terjadi
cuaca ekstrim. Seperti banyaknya permintaan es krim saat cuaca sangat panas atau
meningkatnya permintaan baju-baju tebal saat musim dingin. Walaupun masyarakat
telah membangun berbagai sistem untuk menghadapi “cuaca ekstrim”, namun
masih juga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar

PPT 1b

 Iklim biasanya dianggap sebagai cuaca rata-rata, seperti suhu, curah hujan dan kecepatan
angin, selama satu periode, dan di tempat tertentu. Dengan demikian, iklim selalu berubah,
bisa lebih baik atau buruk.
 Perubahan Iklim
o Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim Pasal 1 disebutkan : “Perubahan iklim
yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan manusia yang
mengubah komposisi atmosfer global dan yang selain variabilitas iklim alami diamati
selama periode waktu yang sebanding”.
o Kalangan Pemerintah : Perubahan Iklim adalah apa yang dikaitkan dengan aktivitas
manusia, tetapi Perubahan Iklim dapat berlangsung tanpa manusia. Variabilitas Iklim
Alami bukanlah perubahan iklim. Namun, rupanya perubahan iklim tidak
menyebutkan sama sekali dari "variabilitas iklim alami“.
o IPCC(1) : Perubahan Iklim mengacu pada setiap perubahan iklim dari waktu ke
waktu, apakah karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia.
o IPCC(2) : Perubahan Iklim mengacu pada variasi yang signifikan secara statistik baik
dalam keadaan rata-rata iklim atau variabilitas, bertahan untuk jangka waktu lama
(biasanya dekade atau lebih).
 Variabilitas Iklim
o Variabilitas iklim mengacu pada variasi dalam suatu wilayah secara statistik rata-rata
(seperti standar deviasi, terjadinya ekstrem dll) pada semua skala temporal dan
spasial

PPT 2a

 Faktor natural dai Variabilitis Iklim (menunjukkan fluktuasi suhu ±0.4K) :


o Eksternal :
 Berubahnya orbit Bumi tehadap Matahari
 Erupsi Gunung Api
 Variabilitas Intensitas Matahari
o Internal :
 El Nino, North Atlantic Oscilation
 ENSO :

Interaksi antara Samudera dan Atmosfer pada Tropis Pasifik, denga nada perubahan pada
angin, SST, awan dan presipitasi. Terjadi setiap 2-10 tahun, dan terjadi selama 12-18 bulan.

 Penghangatan atmosfer pada sekarang ini sudah melewati dari prediksi secara natural yang
dikarenakan oleh tindakan umat manusia pada era industry yang menyebabkan tingkat gas
rumah kaca di atmosfer meningkat.
PPT 2b

 ENSO merupakan fenomena alamiah antara atmosfer dengan laut. Efek dari ENSO
merupakan terjadinya pergeseran besar terjadi pada pola presipitasi, tekanan udara
(Southern Oscillation) dan angin.
o El Nino : keadaan hangat dibanding normal di Pasifik Tengah dan Timur
 Angin timuran melemah menjadi anomaly di barat menjadi positif
 Konveksi di hampir keseluruhan ekuator Pasifik
 Termoklin lebih dalam di timur dan kedalamannya berkurang di barat.
 Distribusi Presipitasi
 Maksimum konveksi terjadi di dekat Date Line, kondisi sangat basah
 Daerah Indonesia yg normalnya basah mengalami periode kering
 Anomali SLP
 SLP anomali diatas normal di barat Pasifik (Indo-Australia), dibawah
normal di timur (pesisir timur Benua Amerika) Pasifik.
 Respon Atmosfer terhadap El Nino
 Boreal Winter (DJF)
o Dampak paling kuat dan luas pada saat boreal winter, saat
suhu udara mencapai maksimum dalam siklus tahunan.
o Panas diatas normal yg diasosiasikan dengan El Nino
meredistribusi konveksi,  perubahan perilaku jetstream
 Austral Winter (JJA)
o Dampak El Nino tidak sekuat pada saat DJF, dan mayoritas
terjadi di BBS.
 Respon Atmosfer terhadap El Nino Kuat
 Tidak semua kejadian El Nino menghasilkan respon atmosferik yang
sama.
 El Nino 82-83 dan El Nino 97-98 menunjukan pola anomali
presipitasi yg mirip.
 Surplus presipitasi di central Pasifik dan defisit presipitasi di
Indonesia. Perubahan signifikan dalam lokasi konveksi.
 Respon Atmosfer terhadap El Nino Moderate
 Pemanasan SST di central Pacific pada El Nino 86-87
 Dampak kejadian El Nino ini terhadap sirkulasi atmosfir tidak
signifikan
 Kejadian El Nino 91-92 memiliki dampak yang lebih signifikan
terhadai sirkulasi atmosfir
 Respon atmosfer tergantung kepada magnitude dan distribusi dari
pemanasan di perairan ekuatorial
 Prediksi terhadap respon atmosfir tergantung kepada prediksi SST
 Akurasi / prediktabilitas menjadi kecil ketika suatu prediksi
tergantung kepada prediksi yang lainnya.
o La Nina : keadaan dingin di banding normal, daerah maritime lebih basah dibanding
normal
 Termoklin lebih dangkal di Timur dan lebih dalam di Barat.
 Enhanced easterly winds
 Distribusi Presipitasi
 Konveksi menguat di daerah Indonesia
 Kondisi kering di dekat Date Line
 Anomali SLP
 SLP anomali dibawah normal di barat Pasifik (Indo-Australia), diatas
normal di timur (pesisir timur Benua Amerika) Pasifik.
 Respon Atmosfer terhadap La Nina
 Dampak globalnya berkebalikan terhadap dampak El Nino.
 Cenderung terjadi pada beberapa tahun berurutan, berkebalikan
dengan El Nino yang punya lama kejadian ~ 12-15 bulan
 Anomali presipitasi pada kejadian La Nina tidak se-’global’ El Nino
 Anomali presipitasi yang positif pada daerah Indonesia
 Pada daerah dateline presipitasi dibawah normal
 Daerah persis di timur PNG mengalami kekeringan pada El Nino dan
La Nina.
o Monitoring Siklus ENSO
 Atmopheric Indices :
 Tahiti – Darwin SOI
 Equatorial SOI
 Low level wind index
 Upper level wind incex
 Outgoing long wave radiation,, proxy untuk presipitasi pada daerah
tropis
 Oceanic Nino Index :
 Nino 1+2
 Nino 3
 Nino 3.4
 Nino 4
 Tradisional SOI :
 Selisih anomali SLP yang ternomalisasi antara Tahiti – Darwin
 Equatorial SOI :
 Selisih anomali SLP yang ternomalisasi (rata2 daerah) antara daerah
timur [5 LU – 5 LS, 130 – 80 BB] dan barat [5 LU – 5 LS, 90 – 140 BT].
 SOI pada fase positif
 SLP lebih tinggi dari normal disekitar Tahiti
 SLP lebih rendah dari normal di utara daratan Australia
 Angin timuran menguat
 Fase ini diasosiasikan dengan La Nina
 SOI pada fase negative
 SLP lebih tinggi dari normal disekitar Tahiti
 SLP lebih rendah dari normal di utara daratan Australia
 Angin timuran menguat
 Fase ini diasosiasikan dengan La Nina
 Oceanic Index
 SST dimonitor di empat daerah Nino1+2, Nino3, Nino3.4, Nino4
 Sebelum era satelit, SST diukur oleh kapal laut
 Daerah terbaik untuk memonitor variasi ‘cold tongue’ adalah di
Nino3.4
 Sekaligus merupakan daerah dimana model2 memiliki skill yang baik
 Time series untuk index Nino
 Coklat: El Nino
 Biru: La nina
 Pola serupa kecuali time series Nino1+2 yang ‘noisy’
o Indian Ocean Dipole (IOD)
 Terdapat dua fase: Fase positif dan fase negatif
 Pada fase positif, wilayah Indonesia cenderung kering
 Pada fase negatif, wilayah Indonesia cenderung basah
 Menghitung index IOD
Index IOD dihitung dengan menghitung selisih SST di barat ekuatorial Indian
Ocean  (50°E to 70°E and 10°S to 10°N) dan timur ekuatorial Indian Ocean
(90°E to 110°E and 10°S to 0°S).

PPT 3a

 Penentuan Awal Musim


o Penentuan awal musim hujan (AMH) dan awal musim kemarau (AMK) yang tepat
sangat membantu petani dalam mengurangi kejadian gagal tanam dan gagal panen
yang menimbulkan kerugian akibat penyimpangan iklim pada beberapa tahun
belakangan ini.
o Mengacu pada berbagai pendapat terkait penentuan awal musim, maka kajian ini
dilakukan untuk mencari alternatif kreteria awal musim di Indonesia dan
diharapkan dapat meningkatkan keakuratan informasi musim.
o Indonesia, sebagian besar wilayahnya memiliki kondisi dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Kata musim merujuk pada KBBI adalah waktu tertentu
yang bertalian dengan keadaan iklim; masa; dan waktu (ketika terjadi suatu
peristiwa) periode dalam setahun yang memiliki karakteristik dan ciri klimatologi
tertentu atau ditandai oleh aktivitas, kejadian (contoh musim hujan). Menurut
Wirdjohamidjojo dan Swarinoto arti musim adalah selang waktu dengan cuaca
yang paling sering atau mencolok.
 Metode
o Mencari data curah hujan bulanan
o dihitung nilai curah hujan dasarian dan hari hujan dasarian dengan metode
penjumlahan sederhana :
CHdasarian = CH1 + CH2 +....+CHn , Suatu hari dikatakan sebagai hari hujan jika terdapat
curah hujan diatas 0,0 mm.
HHdasarian = HH1 + HH2 +....+HHn , Dimana n adalah hari ke-10 dalam dasarian ke-I dan
ke-II pada setiap bulan atau hari terakhir pada dasarian ke-III (hari ke-8 atau ke-9
atau ke-11).
o Penentuan awal musim hujan (AMH) dan awal musim kemarau (AMK)
berdasarkan kriteria utama (curah hujan per dasarian) dengan mengambil satu
sampel pos hujan. Selanjutnya, dikombinasikan karakteristik curah hujan dan hari
hujan dari pos hujan sampel dengan berbagai kondisi yaitu :
 Kondisi 1 :
 CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥3 hari untuk AMH
 CH per dasarian <50 mm dan HH per dasarian ≤3 hari untuk AMK
 Kondisi 2 :
 CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥4 hari untuk AMH
 CH per dasarian <50 mm dan HH per dasarian ≤4 hari untuk AMK
 Kondisi 3 :
 CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥5 hari untuk AMH
 CH per dasarian <50 mm dan HH per dasarian ≤5 hari untuk AMK
 Kondisi 4 :
 CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥6 hari untuk AMH
 CH per dasarian <50 mm dan HH per dasarian ≤6 hari untuk AMK
 Kondisi 5 :
 CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥7 hari untuk AMH
 CH per dasarian <50 mm dan HH per dasarian ≤7 hari untuk AMK
o Lalu membentuk peta awal musim dengan menggunakan peta dasar bukan peta
ZOM
o Diagram Alur :

PPT 3b
 Penentuan Awal Musim
 Metode 1
o Perbandingan antara :
Kriteria Utama : CH per dasarian ≥50 mm & diikuti 2 dasarian berikutnya untuk
AMH
CH per dasarian < 50 mm & diikuti 2 dasarian berikutnya untuk
AMK
o Dengan kriteria alternatif :
o Kondisi 1 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥3 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤3 hari untuk AMK
o Kondisi 2 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥4 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤4 hari untuk AMK
o Kondisi 3 : CH per dasarian ≥50 mm dan HH per dasarian ≥5 hari untuk AMH
CH per dasarian < 50 mm dan HH per dasarian ≤5 hari untuk AMK
 Metode 2
Moving Average :
CH = (ch1+ch2+ch3)/3 , ≥50 mm didasarian 3 utk AMH
CH = (ch1+ch2+ch3)/3 , <50 mm didasarian 3 utk AMK
 Metode 3
o CH1= CH1+CH2+CH3 ≥150 mm,
CH1 ≥50 mm
CH2 atau CH3 >= 50mm, utk AMH
o CH1 = CH1+CH2+CH3 <150 mm,
CH1<50mm,
CH2 atau CH3 <50 mm, Untuk AMK
 Langkah Kerja
o Kajian terhadap Data Rata-rata Dasarian
o Kajian terhadap data per tahun
o Melihat kesesuaian antara kriteria dengan mengambil modus dari onset tahunan
o Mencari selisih onset antara masing masing kriteria
 Normal Onset
o Penting dalam perhitungan awal musim, sebagai panduan musim pada lokasi
tertentu
o Diartikan sebagai normal awal musim dari rata rata data curah hujan selama periode
waktu tertentu
o Mempunyai kelemahan
 tidak selalu mencerminkan rata rata awal musim dari setiap tahun yang
dihitung
 Mempunyai bias jika data yang dihitung mempunyai keragaman yang tinggi
 Tidak selalu dapat dijadikan patokan/pembanding
 Perlu dipikirkan cara perhitungan normal awal musim yang lebih valid

PPT 3c

 Perlukan penentuan awal musim dievaluasi kembali?


Fakta yang ada menunjukkan bahwa definisi yang biasa digunakan oleh BMKG terkait
dengan penentuan awal musim (baik awal MH ataupun MK) menggunakan definisi yang
dikemukan oleh de Boer (1947) (± 68 tahun lalu) menggunakan konsep (definisi Monsun,
khususnya untuk P. Jawa dan Madura), padahal sejak tahun 1975 diindikasikan terjadi
perubahan iklim global yang cukup signifikan hasil analisis berbasis data CRU (Climatic
Research Unit) selama ± 112 tahun pengamatan (1901-2012), dimana Monsun kini tidak lagi
berpola sinusoidal sempurna.
o Terjadi trend penaikan suhu global baik yang ada di darat, laut ataupun kombinasi
keduanya.
o Kenaikan yang cukup signifikan, terjadi sejak sekitar tahun 1975-an hingga 2010
o Walaupun terjadi semacam stagnasi (relative stabil) diantara 1935-1975, namun
tidak terlalu berpengaruh.
o Apa yang terjadi sejak 2010 hingga sekarang, menarik untuk didiskusikan.
 Musim Hujan dan Musim Kemarau
o Awal musim hujan (MH), didefinisikan bilamana jumlah curah hujan selama satu
dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian
berikutnya, dan biasanya ditandai dengan angin baratan (Westerly).
o Awal musim kemarau (MK), didefinisikan bilamana jumlah curah hujan selama satu
dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya,
dan biasanya ditandai dengan angin timuran (Easterly).
o Sementara Pengertian Dasarian adalah sebagai berikut: Dasarian I: dari tanggal 1 –
10, dasarian II : dari tanggal 11 – 20, dan dasarian III :dari tanggal 21 - akhir bulan.
 Angin Zonal
Selama periode 30 tahun angin zonal lebih dominan daripada angin meridional dan masing-
masing memiliki pola unimodial dan pola angin zonal dan angin meridional saling
berkebalikan. Angin easterly dimulai pada dasarian III November dan berlangsung lebih
lama dibandingkan dengan angin westerly dengan rata-rata kecepatan terbesar mencapai
3,99 m/s. Angin southerly dimulai pada dasarian III April dan berlangsung 10 dasarian lebih
lama daripada angin northerly dengan rata-rata kecepatan terbesar mencapai 1,45 m/s.
Saat kondisi El-Nino, anomali angin zonal dasarian dan angin meridional dasarian memiliki
hubungan yang lebih erat terhadap anomali curah hujan dasarian jika dibandingkan
dengan parameter lainya. Fenomena El-Nino adalah peristiwa yang tidak normal berupa
pemanasan permukaan air laut di laut Pasifik Tropis Bagian Timur. El-Nino sebagai fenomena
lautan dan atmosfer skala global akan mempengaruhi sirkulasi atmosfer skala regional dan
skala lokal.

Anda mungkin juga menyukai