Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Defek tuba neuralis menyebabkan anomali kongenital sistem saraf pusat (SSP).
Disebabkan karena kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4
dalam perkembangan di uterus. Meskipun penyebab yang tepat masih belum diketahui, ada
beberapa bukti yang menyatakan bahwa penyebab defek pada tuba neuralis ini antara lain;
radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan ada kelainan genetik yang dapat
mempengaruhi perkembangan normal SSS. Defek tuba neuralis meliputi; spina bifida okulta,
meningokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, medulla tertambat
siringomielia, diastematomiela, dan lipoma yang melibatkan konus medullaris. 1,2
Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio. Disrafisme spinal / mielodisplasia adalah anomali kongenital
dari spinal yang diakibatkan oleh kegagalan fusi dari struktur-struktur pada garis tengah. Bila
lesinya hanya terbatas pada tulang (arkus) posterior baik satu atau beberapa level, kelainan ini
disebut sebagai spina bifida.1,2
Sedangkan Malformasi Chiari merupakan suatu kelainan kongenital fossa posterior yaitu
terjadi kelainan perkembangan anatomi dari craniocervical junction. Hal ini terjadi pada
stadium perkembangan dari sistem saraf pusat (SSP) yaitu pada usia janin 3-4 minggu (masa
neurilasi primer).7,8
Jika elemen saraf ikut terlibat maka akan menimbulkan paralisis dan hilangnya sensasi
dan gangguan pada sfingter. Derajat dan lokalisasi defek yang terjadi bervariasi. Pada keadaan
yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fusi satu atau lebih dari satu arkus posterior
vertebra pada daerah lumbosakral. Terkadang kelainan ini tidak menimbulkan gejala klinis yang
signifikan. 1

1
BAB II
SPINA BIFIDA

2.1 DEFINISI
Spina bifida merupakan suatu anomali perkembangan yang ditandai dengan defek
penutupan selubung tulang pada medulla spinalis sehingga medulla spinalis dan selaput
meningen dapat menonjol keluar (spina bifida cystica), atau tidak menonjol (spina bifida
occulta).1,2
Spina bifida merupakan kelainan kongenital yang berdiri sendiri tanpa disertai kelainan
lain. Meskipun peneliti percaya bahwa faktor genetik dan lingkungan mungkin terlibat dalam
penyakit ini begitu juga pada penyakit defek pipa neural lain, 95% bayi dengan spina bifida dan
penyakit defek neural lain lahir dari orang tua yang tidak memiliki riwayat keluarga spina bifida.
Sementara spina bifida muncul di keluarga-keluarga tertentu tanpa mengikuti suatu pola tertentu.
Jika dari kehamilan lahir seorang anak yang menderita spina bifida, resiko berulang pada
kehamilan berikutnya meningkat lebih besar. Spina bifida bisa juga terjadi sebagai bagian dari
sindrom dengan kelainan kongenital lain. Disini pola yang terjadi mungkin berbeda dengan spina
bifida yang berdiri sendiri.1,2
Wanita dengan masalah kronis tertentu, termasuk diabetes dan epilepsi (dengan obat
antikonvulsan tertentu) memiliki resiko tinggi (rata-rata 1:100) untuk memiliki bayi dengan
spina bifida. Defisiensi asam folat pada wanita hamil juga dihubungkan dengan spina bifida.1
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah : 1,2
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu
2. Adanya tekanan yang berlebih di kanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga
menyebabkan ruptur permukaan tuba neural
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu
penyebab.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis
dan saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari
spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakrum,
karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.

2
2.2. ANATOMI

Gambar 1:
Sum-sum Tulang Belakang dan Medulla Spinalis
Korda spinalis manusia memanjang dari foramen magnum hingga setinggi vertebra
lumbar pertama atau lumbar kedua. Rata-rata panjangnya 45 cm pada pria dan 42 cm pada
wanita, memiliki bentuk seperti silinder pada segmen servikal atas dan segmen thorakal, dan
bentuk oval di segmen servikal bawah dan segmen lumbar, yang merupakan tempat pleksus
nervus brachial dan nervus lumbosakral.3,4
Pada tahap awal pertumbuhan fetal, korda spinalis ini mengisi sepanjang kanalis vertebra.
Saat bayi lahir, korda spinalis ini memanjang ke bawah sampai ke batas bawah dari vertebra
lumbar III. Pada akhir dewasa muda, korda spinalis mencapai posisi seperti orang dewasa,
dimana ia berhenti setinggi discus intervertebra lumbar I dan lumbar II. Tempat dimana korda
spinalis berakhir berubah seiring pertumbuhan karena kolumna vertebralis bertumbuh lebih cepat
dari pada korda spinalis. Panjang dari korda spinalis secara keseluruhan adalah 70 cm. Korda
spinalis mengalami pembesaran di dua tempat, yaitu servikal (segmen C III- Th II) dan lumbar
(segmen LI-SIII). Ini merupakan tempat saraf yang menginnervasi ekstremitas atas dan bawah.
Ujung bawah korda spinalis meruncing membentuk konus medullaris.3,4
Korda spinalis manusia terbagi atas 31 segmen (8 segmen servikal, 12 segmen thorakal, 5
segmen lumbal, 5 segmen sacral, dan 1 coccygeal) dimana dari masing-masing segmen, kecuali
segmen servikal yang pertama, memiliki sepasang root dorsal dan root ventral dan sepasang
nervus spinalis. Segmen servikal pertama hanya memiliki root ventral. Root ventral dan dorsal
bergabung di foramina intervertebralis untuk membentuk nervus spinalis. Nervus spinalis
meninggalkan kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis: Servikal I muncul di atas

3
atlas; servikal VIII muncul antara servikal VII dan thorakal I. Nervus spinal lain keluar di bawah
vertebra yang berkesesuaian.3,4
Karena perbedaan tingkat pertumbuhan dari korda spinalis dan kolumna vertebralis,
segmen korda spinalis tidak sesuai dengan kolumna vertebranya. Ditingkat servikal, ujung spinal
vertebra sesuai dengan tingkat kordanya; tapi tulang servikal VI sesuai dengan tingkat korda
spinalis VII. Pada regio thorakal atas, ujung spinal berada dua segmen di atas korda spinalis yang
berkesesuaian, jadi thorakal IV sesuai dengan korda segmen ke VI. Pada regio thorakal bawah
dan lumbar atas, beda antara tingak vertebra dan korda adalah tiga segmen, jadi spinal thorakal
X sesuai dengan lumbar I. Kumpulan akar saraf lumbosakral di filum terminale disebut cauda
equina.3,4

2.3. EMBRIOLOGI

Gambar 2:
Perbandingan proses embriologi spinal cord normal dan
spinal cord pada spina bifida

Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap perkembangan setelah


pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2 -3 hari. Ada dua proses pembentukan

4
sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi primer, yakni pembentukan struktur saraf menjadi pipa,
hal yang serupa juga terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua, neuralisasi sekunder, yakni
pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian lumbal dan sakral. Neural plate
dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21)
dan fusi dari neural fold terbentuk pada tahap ke 10 (hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering
mengalami gangguan yakni selama tahap 8 10 (yakni, ketika neural plate membentuk fold
pertamanya dan berfusi untuk membentuk neural tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya
craniorachischisis, yang merupakan salah satu bentuk yang jarang dari neural tube defect
(NTD). 3,4
Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian rostral neuropore.
Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya anencephaly. Mielomeningocele terjadi
akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke 26-30), saat ini terjadi penutupan bagian caudal dari
neuropore. 3,4
Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying yang dapat
menjelaskan anomali yang terjadi pada NTD. Defek yang terjadi bersamaan seperti hidrosefalus
dan malformasi otak bagian belakang seperti malformasi Chiari II adalah salah satu contohnya.
McLone dan Naidich, pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang teori unifying dari defek
pada neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian belakang dan anomali pada korda
spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kegagalan lipatan neural untuk
menutup sempurna, menyebabkan defek pada bagian dorsal atau myeloschisis. Hal ini
menyebabkan CSF bocor mulai dari ventrikel sampai ke kanalis sentralis dan bahkan mencapai
cairan amnion dan mengakibatkan kolaps dari sistem ventrikel. 3,4
Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan volumenya
menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai tambahan, fossa posterior
tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, dan neuroblas tidak bermigrasi keluar
sesuai dengan normal dari ventrikel ke korteks. 3,4
Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni teori defisiensi
asam folat. (11) Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Hingga kini tidak diketahui mengapa
asam folat dapat menyebabkan spina bifida.3,4

5
2.4 PEMBAGIAN
Terdapat beberapa jenis spina bifida, diantaranya:

Gambar 3:
Klasifikasi Spina Bifida
SPINA BIFIDA OKULTA
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk
secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.2,5

Gambar. 4

Kelainan seperti ini biasanya terdapat didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh
kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang

6
dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan
gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak
sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada
neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada
vertebra. Lesi yang terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga
tidak disertai dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II. 2,5
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau
lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan
sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang
ringan. 2,5,6
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal,
lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral
anterior.

SPINA BIFIDA CYSTICA


Merupakan spina bifida dengan terdapatnya tonjolan keluar melalui tempat defek sebagai
benjolan kistik yang berisi selaput meningen (meningokel), medula spinalis (mielokel),
atau keduanya (meningomielokel).2,5,6

7
Gambar.5

Meningokel
Meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan di bawah kulit.
Patofisiologi
Meningokel terbentuk saat meningens berherniasi melalui defek pada lengkung
vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal, meskipun tertambat, ada
siringomielia, atau diastematomielia. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang
dapat bertranluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya berada di
punggung bawah. Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan
tidak mengancam penderita.2,5,6
Mielomeningokel / Meningomiocele
Mieolomeningokel menggambarkan bentuk spina bifida yang paling berat yang
melibatkan kolumna vertebralis dan terjadi dengan insiden sekitar 1 : 1.000
kelahiran hidup.1
Etiologi
Penyebab mielomeningokel masih diketahui, namun diduga ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya mielomeningokel antara lain : 1
Semua defek penutupan defek neuralis
Factor predisposisi genetic
Resiko berulang pada yang pernah menderita sebelumnya (meningkat sampai 3
4%)
Pada dua kehamilan abnormal sebelumnya (meningkat sampai sekitar 10%)
Factor nutrisi dan lingkungan
Pengunaan suplemen asam folat selama hamil pada ibu sangat mengurangi
insiden defek tuba neuralis pada kehamilan beresiko. Agar efektif, penambahan
asam folat harus dimulai sebelum pembuahan dan dilanjutkan sampai paling
tidak minggu ke-12 kehamilan saat neuralis selesai.
Penggunaan obat-obatan tertentu juga dikenal meningkatkan resiko
mielomeningokel.
Asam valproat, antikonvulsan menyebabkan defek tuba neuralis pada sekitar 1
2% kehamilan jika obat tersebut diberikan selama kehamilan.

8
Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul menyebabkan disfungsi banyak organ dan struktur,
termasuk tulang, kulit, dan saluran genitourinaria, di samping sistem saraf perifer
dan sentral. Pada 75% kasus, meningomielokel terjadi pada daerah lumbosakral.
Luas dan gangguan neurologis tergantung pada lokasi mielomeningokel.5,6
Lesi pada daerah sakrum bawah menyebabkan inkontinensia usus besar dan
kandung kencing dan disertai dengan anastesi pada daerah perineum namun tanpa
gangguan fungsi motorik. Bayi baru lahir dengan defek pada daerah lumbal tengah
secara khas memiliki struktur kistik seperti kantong yang ditutup oleh lapisan tipis
jaringan yang sebagian terepitelisasi. Sisa jaringan saraf dapat terlihat di bawah
membrane yang kadang-kadang robek dan CSS bocor. 1,5
Pemeriksaan bayi menampakkan paralisis flaksid pada tungkai bawah, tidak
adanya reflex tendon dalam, tidak ada respons terhadap sentuhan dan nyeri, dan
tingginya insiden kelainan postur tungkai bawah (termasuk kaki dan subluksasi
pinggul). 2,5
Inkontinensia urin dan relaksasi sfingter ani mungkin nyata. Dengan demikian,
mielomeningokel pada daerah lumbal tengah cenderung menghasilkan tanda neuron
motor bawah karena kelainan dan kerusakan konus medularis. Bayi dengan
mielomeningokel secara khas memiliki peningkatan defisit neurologis setelah
mielomeningokel bergerak naik ke daerah thoraks. Namun, penderita dengan
mielomeningokel di daerah thoraks atas atau daerah servikal biasanya memiliki
defisit neurologis yang sangat minim dan pada kebanyakan kasus tidak mengalami
hidrosefalus. 2,5

2.5 PENEGAKKAN DIAGNOSA


Anamnesis
Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat kesehatan dari individu
tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan keluarga dan penjelasan yang detail tentang
kehamilan dan kelahiran. 5,6

9
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis.5,6

a.Spina bifida okulta


- Sering kali asimtomatik
- Tidak ada gangguan pada neural tissue
- Regio lumbal dan sakral
- Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus
- Gangguan traktus urinarius (mild)
b. Spina bifida aperta
Meningokel
- Tertutupi oleh kulit
- Tidak terjadi paralisis
Mielomeningokel
- Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran yang transparan
- Terjadi paralisis
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk membedakan gerakan
volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan bahwa semua respons gerakan
tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif; sedangkan adanya kontraktur dan
deformitas kaki merupakan ciri paralisis segmental level tersebut. 6

Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerak


bawah bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher,
bentuk tulang belakang dan gerakan. 1,6

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosa dini
spina bifida bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan prenatal. Pada trimester pertama,
wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindrom dan kelainan bawaan lainnya. Triple screen
merupakan tes yang terdiri atas pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), USG tulang belakang
1,5,6
janin, dan amniosentesis.

10
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :

X- Ray tulang belakang


untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
CT scan memungkinkan untuk melihat secara langsung defek pada anatomi dan tulang.
Pemeriksaan ini juga digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya hidrosefalus atau
kelainan intracranial lainnya.
CT scan atau MRI tulang
belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas dan lokasi kelainan (12)
MRI merupakan pemeriksaan pilihan untuk jaringan saraf dan untuk mengidentifikasi
kelainan pada bayi baru lahir. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat anomali
yang berkaitan baik intraspinal maupun intrakranial

2.6. PENANGANAN
Penanganan pasien dengan spina bifida dengan operasi penutupan pada defek yang
terbentuk, saat ini masih kontroversial. Banyak bidang keilmuan menghindari pelaksanaan
urgent operasion bila level neurological lesinya tinggi (diatas L1), jika terjadi deformitas spinal
yang jarang, atau jika terjadi hidrosefalus, selebihnya jika terjadi lesi pada kulit dilakukan
penutupan defek secara dini. 5,6
Penanganan berikutnya, adalah dengan kerja tim. Tim yang idel merupakan kombinasi
dari neurosurgery, ortopedi, urologi, pediatrik, fisioterapi. Seiring pertumbuhan anak, ia
membutuhkan pemasangan splint dan fisioterapis. Tapi diatas semua itu, anak-anak tersebut
membutuhkan pengertian dari kedua orang tuanya dan perhatian mereka. 5,6
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk anak dengan Spina Bifida adalah :
a. Pembedahan
Dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus,
kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai
spina bifida.

11
b. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi
otot.
c. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,
diberikan antibiotik.
d. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas
kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.
e. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
f. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan
dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
g. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang
terjadi. Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan

2.7 PENCEGAHAN
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil,
karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat
pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

2.8 PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan
semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek
kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak anak dengan spina bifida dapat hidup
sampai dewasa. 6
Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek. Setelah dioperasi
mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat bertahan hidup selama 5 tahun). 6
BAB III
MALFORMASI CHIARI

12
3.1 Definisi
Malformasi Chiari merupakan suatu kelainan kongenital fossa posterior yaitu terjadi
kelainan perkembangan anatomi dari craniocervical junction. Hal ini terjadi pada stadium
perkembangan dari sistem saraf pusat (SSP) yaitu pada usia janin 3-4 minggu (masa neurilasi
primer). Berdasarkan derajat herniasi dan kelainan intrakranial lainnya maka kelainan herniasi
hindbrain ini diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu malformasi Chiari tipe I-IV.7,8

Pada malformasi Chiari tipe I terjadi herniasi tonsil dan bagian medial dari lobus inferior
serebelum yang bersama dengan medulla oblongata membentuk bangun kerucut pada kanalis
spinalis. Malformasi Chiari tipe II atau yang sering dikenal dengan malformasi Arnold-Chiari
yaitu terdapat pergeseran bagian inferior dari vermis, pons, medulla oblongata dan juga
pemanjangan ventrikel 4 ke dalam kanalis spinalis yang disertai dengan myelomeningocele,
hidrosefallus dan syringomyelia. Malformasi chiari III hampir menyerupai tipe II tetapi disertai
dengan ensefalocele. Dan yang terakhir malformasi Chiari tipe IV yaitu kelainan yang disertai
dengan Aplasia atau hipoplasia serebellum yang disertai dengan aplasia tentorium.7,8
Malformasi Chiari hampir selalu bersamaan dengan anomali diluar hindbrain. Anomali
yang terjadi bersamaan dapat bervariasi dan kombinasi dari beberapa kelainan. Disamping
anomali tersebut dijumpai medulla yang kinking dan abnormalitas septum pelusidum, hipertrofi
massa intermedia, obstruksi parsial fisura interhemisferik serebral, dan kista foramina Magendi
juga bisa terjadi. Anomali yang sering tampak adalah: 7,8
1. Aquaduktus yang mengalami gliosis atau forking.
2. Disrafisme tulang belakang dan mielomeningocele.
3. Hidromielia atau syringomelia
4. Polimikrogiria.
5. Kraniolakunia (deformitas tengkorak lakuner).
6. Heterotopia substansia kelabu, biasanya sepanjang dinding ventrikel lateral.
7. Deformitas seperti paruh pelat kuadrigeminal dengan kolikuli bersatu jadi massa tunggal
yang menghadap ke dorsal dan kaudal.
8. Penonjolan ke atas vermis serebelum bagian atas.
9. Malformasi tulang di daerah foramen magnum termasuk impressi basilar, platibasia dan
deformitas Klippel-Feil.
10. Hipoplasia falks dan tentorium.

3.2 Manifestasi Klinis

13
Pada malformasi Chiari tipe II (dengan meningomyelocele) salah satu masalahnya adalah
hidrosefalus progresif. Gejala dan tanda serebellar tidak dapat dilihat pada beberapa bulan
pertama kehidupan. Stridor laring, fasikulasi lidah, kelumpuhan m. Sternomastoideus yang
menyebabkan kepala tertinggal ketika anak bangun dari duduk, kelemahan wajah, tuli, dan palsi
abducens bilateral mungkin muncul sebagai kelainan tambahan. Jika pasien bertahan hidup
sampai masa kanak-kanak atau remaja, salah satu sindrom yang terjadi pada tipe malformasi I
dapat dijumpai.7,9

Pada malformasi Chiari tipe I yang tanpa disertai meningocele atau tanda-tanda
dysraphism maka gejala neurologis umumnya tidak berkembang hingga masa remaja atau
kehidupan dewasa. Gejala neurologis yang dapat timbul diantaranya adalah peningkatan tekanan
intrakranial terutama sakit kepala, ataksia cerebellar yang progresif, terjadinya quadriparesis
yang bersifat spastik dan progresif, down beating nystagmus, atau syringomyelia setentang
medulla spinalis servikal (amyotrophy segmental dan kehilangan sensori dengan atau tanpa rasa
sakit). 7,8

3.3 Diagnosis
Diagnosis dibuat melalui kombinasi riwayat pasien, pemeriksaan neurologis, dan
pemeriksaan radiologi berupa Magnetic Resonance Imaging (MRI). Kriteria radiografi untuk
mendiagnosis malformasi Chiari tipe I adalah herniasi dari tonsil serebelum di bawah foramen
magnum lebih besar dari 5 mm. Teknik pencitraan lain yaitu penggunaan CT 3 dimensi
pencitraan otak dan cine pencitraan (sebuah film dari otak) yang digunakan untuk menentukan
ada tidaknya kompresi batang otak oleh arteri yang mengelilinginya.7,9
Dalam Sindrom hipermobilitas Occipitoatlantoaxial, herniasi tonsil serebelum biasanya
hanya terlihat pada MRI. CT-Scan 3-D dapat membantu dalam diagnosis gangguan terkait
dengan retroflexed odontoid. Traksi tengkorak invasif (kepala dari tulang belakang) sering
digunakan sebagai konfirmasi diagnosisDiagnosis pada neonatus dengan malformasi Chiari II
dapat dilakukan melalui USG. 7,9

3.4 Penatalaksanaan
Konservatif

14
Pasien dengan malformasi Chiari tipe I yang memiliki gejala minimal atau samar-samar
tanpa syringomyelia dapat diterapi secara konservatif. Sakit leher dan sakit kepala yang ringan dapat
diobati dengan analgesik, relaksan otot, dan kadang-kadang menggunakan Collar Neck. 7,9

Operasi

Hidrosefalus yang menyertai mielomeningocele berbeda dengan hidrosefalus kongenital baik


secara klinis maupun histologis. Setiap hidrosefalus mungkin menjadi independen terhadap
shunt untuk beberapa tahun setelah operasi shunt.7,9
Kebanyakan pasien hidrosefalus yang bersamaan dengan mielomeningocele merupakan
malformasi Chiari tipe II. Batang otak bagian bawah dapat mengalami malformasi yang
irreversibel karena malfungsi shunt. Oleh sebab itu, revisi shunt harus dilakukan secara
emergensi pada keadaan dimana diduga terjadi malfungsi shunt. Mekanisme hidrosefalus pada
malformasi Chiari dipercaya akibat gangguan sirkulasi CSS dari ruang subarakhnoid tulang
belakang hingga permukaan hemisfer serebral. Hal ini disebabkan oleh adesi fibrosa kanal
servikal atas dan obliterasi anatomis sisterna magna dan sisterna medullaris. Dilaporkan
obstruksi akuaduktus sylvii, sisterna ambien, outlet ventrikel empat, dan area foramen magnum.
Hubungan malformasi Chiari dan stenosis akuaduktal diketahui dengan baik dan sekitar 70
persen hidrosefalus yang terjadi bersifat nonkomunikan. 7,9
Penting untuk mengetahui jenis hidrosefalusnya sebelum tindakan operasi. Bila
nonkomunikan maka revisi shunt diperlukan bila terjadi malfungsi bahkan dekompresi fossa
posterior telah dilakukan Dasar dari tindakan bedah pada malformasi Chiari tipe II adalah
memperbaiki mielomeningocele, melakukan shunting, dan dekompresi fossa posterior.
Laminektomi servikal akibat penekanan hindbrain dilakukan pada beberapa kasus terpilih. Pada
malformasi Chiari tipe II, hidrosefalus sering ditemukan in utero dan memburuk setelah
dilakukan perbaikan mielomeningocele. Dekompresi fossa posterior dilakukan dan merupakan
pilihan utama untuk pasien dewasa dengan malformasi Chiari tipe I. Kebanyakan kasus
malformasi Chiari tipe II hanya memerlukan penanganan hidrosefallus dengan shunt, sedangkan
dekompresi fossa posterior jarang dilakukan. Operasi dekompresi dilakukan apabila dijumpai
penekanan batang otak yang ditandai dengan stridor laring, apneic spell, pernafasan dan denyut
nadi yang irregular, retraksi kepala, sindroma Horner, hilangnya refleks gag, dan nistagmus.7,9

15
Malformasi Chiari tipe II dilaporkan berhasil ditangani pada pasien berusia diatas enam
bulan dengan dekompresi fossa posterior, laminektomi servikal, dan diseksi tonsil yang protrusi.
Operasi dekompresi harus dipikirkan pada pasien dengan gagal nafas dan malfungsi shunt
dengan mempertimbangkan usia pasien serta temuan angiografi. Dekompresi fossa posterior
mungkin menolong beberapa pasien yang keadaannya memburuk walaupun shuntnya
berfungsi.7,9

3.5 Prognosis
Prognosa malformasi Chiari berbeda-beda bergantung pada tipe. Malformasi Chiari tipe I
umumnya terjadi pada usia dewasa dan belum dijumpai penanganan yang optimal, namun jarang
bersifat fatal. Sindrom hipermobilitas Occipitoatlantoaxial (terkait Ehlers-Danlos) lebih sulit
untuk ditangani daripada bentuk penyakit bawaan lainnya. Individu dengan tipe ini tidak
merespon dengan baik terhadap operasi dekompresi dan sering memerlukan fusi
occipitoatlantoaxial untuk stabilisasi. Pasien-pasien ini beresiko mengalami komplikasi jantung
yang serius. Malformasi Chiari tipe I dan II juga dapat menyebabkan terjadinya syringomyelia.
Tipe II biasanya didiagnosis saat lahir atau sebelum lahir.7
Sekitar 33% individu dengan malformasi Chiari tipe II mengalami gejala kerusakan otak
dalam waktu lima tahun. Kematian sering disebabkan oleh gagal pernapasan yaitu sebesar 15%
dalam jangka waktu dua tahun setelah lahir. Diantara anak-anak dibawah dua tahun yang juga
memiliki myelomeningocele merupakan salah satu penyebab utama kematian. Prognosa antara
anak-anak dengan malformasi Chiari tipe II yang tidak memiliki spina bifida berhubungan
dengan gejala spesifik. Kondisi dapat berakibat fatal diantara anak-anak dengan gejala yang
mengarah pada kerusakan saraf, namun intervensi bedah dapat menjadi suatu solusi. Malformasi
Chiari tipe III dan IV sangat langka dan pasien umumnya tidak bertahan melewati usia dua atau
tiga tahun.7

BAB IV
KESIMPULAN

16
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak
kehidupan hasiI konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali
Sistem Saraf Pusat (SSP) akibat dari kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara
minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Spina bifida merupakan suatu anomali
perkembangan yang ditandai dengan defek penutupan selubung tulang pada medulla spinalis.
Sedangkan Malformasi Chiari merupakan suatu kelainan kongenital fossa posterior yaitu terjadi
kelainan perkembangan anatomi dari craniocervical junction. Hal ini terjadi pada stadium
perkembangan dari sistem saraf pusat (SSP) yaitu pada usia janin 3-4 minggu (masa neurilasi
primer).
Manajemen pengawasan anak serta keluarga dengan kelainan kongenital seperti ini
memerlukan pendekatan multidisiplin (ahli bedah, dokter anak dan ahli terapi).

DAFTAR PUSTAKA

17
1 Rasjad, Chairuddin. Penyakit Akibat Lesi Medula Spinalis dalam: Pengantar Ilmu Bedah
Orthopedi. Edisi Ketiga. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. Hal 257-9.
2 Ernawati. Spina Bifida. [Online] July 2011; [cited Feb 14th, 2017]; Available from URL:
elib.fk.uwks.ac.id
3 De Jong,Wim. Sistem Saraf dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2004. Hal 811-4.
4 Sadler, T.W. Central Nervous System in : Langmans Medical Embriology, 8th ed.
Montana: Twin Bridges; P.194-5, 443-8
5 Kugler, Mary. Spina Bifida [Online] June 24th 2008, [cited Feb 14th,2017]; Available
from URL: http://www.raredisease.about.com
6 Ellenbogen. Richard.G. Neural Tube Defects in the Neonatal Period. [Online] Jan 30th
2010, [cited Feb 14th,2017]; Available from URL: http://www.emedicine.com
7 Japardi I, Tendean S. Malformasi Chiari.
8 Tubbs RS, Lyerly MJ, Loukas M, Shoja MM, Oakes WJ. The pediatric Chiari I
malformation: a review. Childs Nerv Syst. 2007
9 Khan AA, Bhatti SN, Khan G, Ahmed E, Aurangzeb A, Ali A, et al. Clinical and
radiological findings in Arnold Chiari Malformation. J Ayub Med Coll Abbottabad
2010;22(2):75-78.

18

Anda mungkin juga menyukai