Kelistrikan Otomotif
Disusun Oleh:
TIM DOSEN
1
KATA PENGANTAR
Ucap syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat sehingga buku ajar dapat terwujud meskipun dengan segala keterbatasan
dan kesederhanaannya. Mudah-mudahan buku ini bisa menjadi bahan untuk
menambah pengetahuan atau setidaknya dapat menjadi bahan diskusi di dalam
pelaksanaan perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung penulisan buku ini. Mudah-mudahan isi buku ini dapat memenuhi
harapan semua pihak yang terkait untuk tercapainya kemajuan bersama.
Sumbang saran dan kritik membangun kami harapkan untuk
kesempurnaan isi buku ini demi kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan buku ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Surabaya, 2010
Tim Dosen
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL I
KATA PENGANTAR Ii
HALAMAN FRANCIS iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vi
PETA KOMPETENSI viii
BAB I PENDAHULUAN 9
A. Deskripsi 9
B. Prasyarat 9
C. Petunjuk Belajar 10
D. Kompetensi dan Indikator 10
BAB II SISTEM PENGAPIAN 12
A. Kompetensi dan Indikator 12
B. Sistem Pengapian 12
1. Pendahuluan 12
2. Skema dan cara kerja 16
3. perhitungan tegangan sekunder 17
C. Latihan 19
D. Lembar Kegiatan 19
E. Rangkuman 19
F. Tes Formatif 20
BAB III SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK 22
A. Kompetensi dan Indikator 22
B. Sistem Pengapian Elektronik 23
1. Pendahuluan 23
2. Sistem Pengapian Elektronik 25
a. Sistem pengapian induktif 26
b. Sistem pengapian Hall Effect 29
c. Sistem pengapian iluminasi 30
d. Sistem pengapian CDI 32
3
C. Latihan 38
D. Lembar Kegiatan 38
E. Rangkuman 38
F. Tes Formatif 38
BAB IV SISTEM PENGAPIAN TERKONTROL KOMPUTER 41
A. Kompetensi dan Indikator 41
B. Sistem Pengapian Terkontrol Komputer 42
1. Pendahuluan 42
2. Electronic Spark Advance (distributor) 46
3. Sistem Pengapian tanpa Distributor (DLI) 47
4. Sistem Pengapian Langsung (DIS) 49
5. i-DSI 50
C. Latihan 52
D. Lembar Kegiatan 52
E. Rangkuman 53
F. Tes Formatif 53
BAB V SISTEM PENGISIAN BATERAI 55
A. Kompetensi dan Indikator 55
B. Sistem Pengisian 56
1. Pendahuluan 56
2. Regulator Tipe Konvensional 57
3. Regulator tipe IC 59
4. Brushless Alternator 64
5. Permasalahan pada Sistem Pengisian 67
6. Menentukan Alternator untuk Kendaraan 68
C. Latihan 69
D. Lembar Kegiatan 69
E. Rangkuman 70
F. Tes Formatif 70
DAFTAR PUSTAKA 73
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Komponen sistem pengapian 13
2.2 Detail komponen sistem pengapian 14
2.3 Diagram pembakaran pada motor bensin 15
2.4 Pemajuan saat pengapian 15
2.5 Skema sistem pengapian konvensional 16
2.6 Grafik arus primer koil 17
3.1 Perbandingan karakteristik sistem pengapian
konvensional dan transistor 24
3.2 Kerja transistor 25
3.3 Diagram blok sistem pengapian elektronik 26
3.4 Diagram sistem pengapian transistor 26
3.5 Pengapian transistor model induktif 28
3.6 Prinsip Hall effect 29
3.7 Pembangkit pulsa Hall effect 29
3.8 Diagram blok dan skema sistem pengapian Hall effect 30
3.9 Pembangkit pulsa dengan sensor cahaya 31
3.10 Pengapian sistem cahaya 31
3.11 Diagram blok sistem pengapian CDI 35
3.12 Pengapian CDI dengan kontak poin 35
3.13 Rangkaian sistem pengapian CDI 37
3.14 Pengapian CI dengan magnetic pulse generator 37
4.1 Diagram blok sistem pengapian ESA 43
4.2 Penyederhanaan sistem pengapian ESA 43
4.3 Bagian-bagian dalam igniter 44
4.4 Pemajuan sinyal IGT 45
4.5 Sistem pengapian ESA dengan distributor 46
4.6 Skema sistem pengapian DLI untuk 4 silinder 47
4.7 Skema sistem pengapian DLI untuk 6 silinder 48
5
4.8 Sistem pengapian CDI yang dikontrol komputer 48
4.9 Koil yang terpasang pada busi 49
4.10 Skema DIS model independen 50
4.11 Letak busi pada sistem pengapian i-DSI 51
4.12 Perubahan saat penyalaan busi pada beberapa
putaran engine 52
5.1 Komponen sistem pengisian 57
5.2 Regulator tipe konvensional 58
5.3 Rangkaian sistem pengisian konvensional 58
5.4 Skema dasar regulator IC 59
5.5 Alternator kompak dan regulator IC 61
5.6 Skema sistem pengisian dengan regulator IC 62
5.7 Rangkaian regulator IC 64
5.8 Rangkaian regulator IC 64
5.9 Konstruksi dan penampang alternator tanpa sikat 65
5.10 Konstruksi dan komponen alternator tanpa sikat 66
5.11 Skema sistem pengisian dengan alternator tanpa sikat 67
6
PETA KOMPETENSI
Menguasai Sistem
Kelistrikan Otomotif
Menguasai Sistem
Starter
Menguasai Sistem
Pengapian
Menguasai Sistem
Pengisian
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Buku ini memuat materi sistem kelistrikan engine yang meliputi sistem
pengapian (ignition system) dan sistem pengisian baterai (charging system) yang
banyak mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Sistem
pengapian yang dibahas dalam buku ini meliputi sistem pengapian konvensionnal
dan nonkonvensional (elektronik). Pembahasan sistem pengapian konvensional
tidak dibahas secara mendetil karena penekanannya di sistem pengapian
nonkonvensional. Sistem pengapian konvensional dibahas singkat untuk
menyegarkan kembali dan sebagai dasar mempelajari sistem pengapian
nonkonvensional. Sistem pengapian nonkonvensional yang dibahas dalam buku
ini adalah 1) sistem pengapian elektronik dengan penghasil pulsa model induktif,
Hall effect, dan iluminasi atau cahaya, 2) sistem pengapian CDI (capasitive
discharge ignition), dan sistem pengapian terkontrol computer / ESA (electronic
spark advance dengan distributor, tanpa distributor, dan sistem pengapian
langsung).
Pembahasan sistem pengisian meliputi sistem pengisian dengan regulator
konvensional, regulator IC, dan alternator model tanpa sikat (brushless
alternator). Kompetensi yang ingin dicapai setelah mempelajari buku ini adalah
peserta dapat menjelaskan, menganalisa, menentukan penyebab, mengatasi
masalah, dan mejelaskan perbedaannya pada sistem pengapian dan sistem
pengisian baik model konvensional maupun nonkonvensional.
B. Prasyarat
Kompetensi awal yang diperlukan untuk mempelajari buku ini adalah
sudah menguasai 1) dasar-dasar kelistrikan dan rangkaian listrik, 2) dasar-dasar
elektronika dan komponen elektronika, 3) alat-alat ukur kelistrikan dan
penggunaannya.
8
C. Petunjuk Belajar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempelajari buku ini adalah
sebagaii berikut.
1. Peserta harus sudah menguasai kompetensi awal yang sudah dijelaskan
pada bagian prasyarat.
2. Sebelum mengikuti pekuliahan, materi dalam buku ini harap dipelajari untuk
mempermudah dan mempercepat pencapaian kompetensi.
3. Membuat catatan terhadap apa yang telah dibaca meliputi nama komponen,
fungsi, dan cara kerja sistem serta informasi lain yang terkait.
4. Metode belajar yang dipakai adalah 1) ceramah singkat dengan bantuan alat
pembelajaran untuk mendukung semua materi agar dapat mudah dipahami,
2) tanya jawab yang bersifat hafalan atau pengetahuan, analisa kerja sistem
kelistrikan, analisa penyebab dan cara mengatasi gangguan, 3) diskusi, dan
4) tugas terstruktur untuk lebih memperkaya pengetahuan bidang kelistrikan
engine.
5. Mencoba mengerjakan seluruh pertanyaan dan tugas yang terdapat pada
tahap belajar.
6. Menuliskan kembali atau membuat laporan dari kegiatan belajar yang telah
dilaksanakan..
7. Belajar dan latihan berkelompok memungkinkan peserta untuk lebih mudah
dalam memahami topik yang dipelajari.
9
Tabel Kompetensi dan Indikator
10
BAB II SISTEM
PENGAPIAN
B. Sistem Pengapian
1. Pendahuluan
11
pulse generator pada sistem pengapian elektronik), kondensor, cam, vakum dan
sentrifugal advancer.
12
Gambar 2.2. Detail komponen system pengapian
13
Gambar 2.3. Diagram pembakaran pada motor bensin
Pembakaran pada motor bensin diawali dengan pecikan bungan api pada
busi (titik 1) sekitar 100 menjelang titik mati atas (TMA = TDC) pada akhir langkah
kompresi. Pembakaran dimulai pada titik 2 dengan mulai terjadinya perambatan
14
api dan pembakaran maksimum terjadi di sekitar 100 setelah TMA Proses
pembakaran di dalam ruang bakar membutuhkan waktu yang relative konstan
baik pada putaran lambat maupun tinggi. Oleh karena itu, pada putaran tinggi
saat pengapian harus dimajukan untuk memenuhi waktu pembakaran sehingga
tekanan maksimum pembakaran tetap berada sekitar 100 setelah titik mati atas
baik pada putaran rendah maupun tinggi.
15
Gambar 2.6. Grafik arus primer koil
Aliran arus primer koil pada saat kontak pemutus tertutup berbentuk
eksponensial. Hal ini disebabkan adanya efek counter electromotor force pada
saat arus mengalir pada kumparan primer koil yang menyebabkan terbentuknya
medan magnet di sekitar koil. Semakin tinggi putaran mesin, maka semakin
singkat kontak pemutus menutup sehingga arus primer koil juga menjadi semakin
kecil bila dibandingkan dengan rendah atau sedang. Hal ini akan menurunkan
kemampuan system pengapian.
16
primer, dan Lp induktansi rangkaian primer (Henry). Arus maksimum pada
kumparan primer adalah 4 Amper dengan resistensi rangkaian primer 3 Ohm dan
tegangan 12 Volt. Besarnya energi magnetik yang disimpan dalam suatu
induktansi yang membawa arus I adalah (Heywood, 1989 : 439)
1 2
E s ,max = LI Joule .................................. 2)
2
Apabila kontak pemutus terbuka, arus primer turun menjadi nol dan terjadi
tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Harga puncak tegangan ini adalah
tegangan maksimum yang disebut available voltage (Va). Energi maksimum yang
ditransfer ke rangkaian sekunder adalah (Heywood, 1989 : 439)
1
E s ,max = C sVa 2 Joule ............................ 3)
2
2E s,max
=
2
Va
Cs
1
2E 2
Va = s ,max Volt ............................... 4)
Cs
Cs adakah kapasitansi rangkaian sekunder (Farad). Berdasarkan persamaan 2,
jika energi yang tersimpan dalam rangkaian primer koil adalah LpIp2, ditransfer
ke rangkaian sekunder, maka
1 1
2(1/ 2)L p I 2 2 Lp 2
Va = = Ip
p
Volt ................ 5)
Cs Cs
Energi yang dapat ditransfer ke kumparan sekunder akibat adanya kerugian-
kerugian adalah 85% (Obert, 1973 : 540). Koil mempunyai kumparan sekunder
sekitar 20000 lilit dan kumparan primer sebanyak 200 lilit, sehingga perbandingan
kumparan sekunder dan primernya adalah 100. Untuk koil dengan perbandingan
kumparan sekunder dan primer = 100, maka harga induktansinnya Lp = 5 mH,
dan kapasitansi Cs = 60 pF (Obert, 1973 : 540). Dengan menggunakan
persamaan 2 dan besarnya arus primer misalnya 2,7A, energi yang dapat
disalurkan ke kumparan sekunder sekitar 85% (Obert, 1973 : 540) adalah
17
0.01526 joule sehingga dengan persamaan 4 atau 5 tegangan tinggi sekunder
(Va) yang terjadi adalah 19,17 kV. Berapa tegangan sekunder koil jika arus pimer
koil yang mengalir adalah 3,5A ?
C. Latihan
1. Gambar rangkaian sistem pengisian konvensional dan diskusikan dengan
teman cara kerjanya.
2. Diskusikan bersama teman pengaruh penyetelan celah kontak pemutus yang
terlalu besar atau terlalu kecil, buat ringkasan hasil diskusinya
3. Buat ulasan mengapa tegangan baterai 12 volt dapat berubah menjadi
tegangan tinggi lebih dari 10000volt.
4. Uraikan pendapat anda mengapa pada sistem pengapian konvensional harus
dipasang kondensor.
5. Tentukan berapa tegangan sekunder koil jika arus primer koil sebesar 3
amper.
D. Lembar Kegiatan
Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk
meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta
sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman
Sistem pengapian digunakan untuk menghasilkan percikan bungan api
yang kuat dan pada saat yang tepat untuk membakar campuran udara dan bahan
bakar. Sistem pengapian yang baik akan menghasilkan performa engine yang
baik sehingga kondisi sistem pengapian harus selalu dijaga. Penyetelan celah
kontak pemutus yang tidak tepat menyebabkan kurang optimumnya medan
magnet yang terbentuk pada koil sehingga dapat mempengaruhi besar kecilnya
api pada busi.
18
F. Tes Formatif
Soal pilihan ganda :
1. Fungsi kontak pemutus dalam sistem pengapian adalah untuk ..........
A. mengaktifkan pengapian B. membangkitkan medan magnet
C. mengatur saat pengapian D. memutus arus primer koil
2. Pada saat kontak pemutus tertutup terjadi .........., kecuali
A. arus primer mengalir B. terjadi tegangan tinggi
C. terjadi medan magnet di koil D. tidak terjadi tegangan tinggi
3. Pada saat kontak pemutus terbuka terjadi .........., kecuali
A. pembuangan muatan kondensor B. kondensor terisi
C. arus primer terputus D. terjadi tegangan tinggi
4. Terminal positif koil pada rangkaian sistem pengapian dihubungkan dengan
A. kontak pemutus B. kondensor
C. Ig kunci kontak D. B kunci kontak
5. Jika celah kontak pemutus terlalu kecil, maka .........., kecuali
A. sudut dwell terlalu besar B. koil panas
C. arus primer mengalir lebih lama D. ignition timing menjadi maju
6. Ignition timing terlambat dapat disebabkan oleh........
A. celah kontak pemutus terlalu besar B. kontak pemutus aus
C. membran vakum advancer bocor D. pegas sentrifugal advancer lemah
7. Fungsi oktan selector adalah .........., kecuali
A. menyesuaikan nilai oktan bensin B. memajukan/memundurkan timing
C. menyetel sudut dwell D. menggeser posisi kontak pemutus
8. Percikan api pada busi terjadi pada saat ........., kecuali
A. kontak pemutus terbuka B. medan pada magnet koil hilang
C. 80 sebelum TMA D. Kondensor menerima arus induksi diri
9. Pola aliran arus primer koil berbentuk eksponensial, karena .....
A. ada counter electromotor force B. ada resistor pada koil
C. medan magnet tiba-tiba hilang D. kerja kontak pemutus terbuka-tertutup
19
10. Urutan penyalaan busi adalah ..........
A. 1-3-2-4 B. 1-3-4-2
C. 1-2-4-3 D. 1-4-2-3
Soal essay:
1. Jelaskan fungsi vakum dan sentrifugal advancer
2. Apa efek dari celah kontak pemutus yang sudah aus?
3. Gambar dan jelaskan cara kerja rangkaian sistem pengapian
4. Bagaimana kondensor pada sistem pengapian bekerja?
5. Jelaskan fungsi resistor pada koil sistem pengapian
20
BAB III
SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK
21
B. Sistem Pengapian Elektronik
1. Pendahuluan
Sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan percikan api yang kuat
dan tepat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang
bakar. Beberapa macam sistem pengapian diantaranya sistem pengapian kontak
point, pengapian transistor, CDI dan pengapian terkontrol komputer. Metode
pengapian transistor menggunakan cara dimana arus yang mengalir di coil
primari pada ignition coil di interupsi (dimatikan sebentar) dengan menjalankan
switching transistor untuk menginduksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder.
Untuk jenis kontak pemutus, begitu arus primer pada ignition coil diputus oleh
kontak pemutus, maka akan terjadi percikan api pada saat kontak poinnya
terbuka. Karena itulah tegangan sekunder yang dihasilkannya tidak akan stabil
dan menimbulkan misfiring dengan mudah.
22
harus dinaikkan. Untuk jenis interruption contact, hal ini sulit dilakukan namun
untuk jenis transistor, hal ini dapat dimungkinkan. Sebagai tambahan, untuk
meningkatkan performa pengapian pada kecepatan tinggi, jumlah gulungan pada
ignition coil primer harus dikurangi sehingga tahanan dan induksi pada kumparan
primer dapat diturunkan.
23
d. Apabila menggunakan ignition coil yang outputnya tinggi, maka
pembakarannya dapat sempurna.
(a) (b)
Untuk transistor (a) jenis PNP, bila ada arus mengalir dari E ke B, maka transistor
akan on sehingga E dan C nya terhubung yang mengakibatkan arus (lebih besar)
juga dapat mengalir dari E ke C. Untuk transistor (b) jenis NPN, bila ada arus
mengalir dari B ke E, maka transistor akan on sehingga C dan E nya terhubung
24
yang mengakibatkan arus (lebih besar) juga dapat mengalir dari C ke E. Diagram
sistem pengapian transistor adalah sbb.
25
Rangkaian pada igniter sebenarnya tidak sesederhana seperti yang
diperlihatkan padagambar di atas karena di dalam igniter tersebut sebenarnya
terdapat beberapa bagian, yaitu penstabil tegangan (voltage stabilizer),
pembentuk pulsa (pulse shaper), pengatur sudut dwell (dwell angle control),
penguat pulsa (amplifier), dan transistor power atau rangkaian Darlington. Pada
beberapa model terdapat juga rangkaian pembatas arus primer (current limiting
circuit). Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut.
1) Pada saat engine mati
Pada saat kunci kontak ON arus mengalir menuju titik P. Besarnya
tegangan pada titik ini (yang diatur oleh pembagi tegangan R1 dan R2) berada di
bawah tegangan basis yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor (melalui
pick up coil). Hal ini menyebabkan transistor tidak aktif (OFF) selama engine mati
sehingga tidak terjadi aliran arus pada kumparan primer koil.
2) Pada saat engine hidup
Saat engine sudah hidup, rotor sinyal berputar (mendekati pick up coil) dan
menyebabkan terjadinya pulsa tegangan AC pada pick up coil. Bila tegangan
yang dihasilkan adalah positif, maka tegangan ini ditambahkan dengan tegangan
yang terdapat pada titik P sehingga tegangan di titik Q naik dan besarnya
melebihi tegangan basis transistor. Adanya arus basis ini menyebabkan transistor
menjadi aktif (ON) sehingga kaki kolektor dan emitornya terhubung yang
menyebabkan arus dari baterai mengalir ke kunci kontak, ke kumparan primer
koil, ke kaki kolektor, ke emitor, kemudian ke massa. Aliran arus ke kumparan
primer koil ini menyebabkan terjadinya medan magnet pada koil.
Rotor selalu berputar, sehingga pada saat gigi rotor meninggalkan pick up
coil terjadi tegangan AC dengan polaritas berbeda (negatif). Tegangan ini jika
ditambahkan dengan tegangan yang terdapat dalam titik P menjadi tegangan
yang besarnya di bawah tegangan kerja transistor. Akibatnya adalah transistor
menjadi tidak aktif (OFF) dan antara kaki kolektor dan emitor transistor menjadi
tidak terhubung. Hal ini menyebabkan aliran arus primer dengan cepat berhenti
dan medan magnet pada koil dengan cepat berubah (collapse). Perubahan garis
26
gaya magnet dengan cepat ini menyebabkan terjadinya tegangan induksi pada
kumparan sekunder. Tegangan tinggi ini diteruskan ke distributor dan dibagikan
ke tiap-tiap busi sesuai dengan urutan penyalaan (firing order). Salah satu model
sistem pengapian transistor dengan rangkaian lengkap ditunjukkan pada gambar
berikut.
Bagian-bagian sistem pengapian tersebut dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu
1) sistem pembangkit pulsa, 2) penstabil tegangan (voltage stabilizer), 3)
pembentuk pulsa (pulse shaping stage), 4) pengontrol sudut dwell, dan 5)
bagian driver dan Darlington output.
27
b. Sistem Pengapian Model Hall Effect
Model pengapian di atas adalah model induktif. Model lainnya adalah Hall
effect dan model iluminasi. Pembangkit pulsa untuk mengaktifkan power
transistor dengan model hall effect digambarkan sebagai berikut.
Apabila bahan semikonduktor dialiri arus listrik dari sisi kiri ke kanan dan
semikonduktor tersebut berada dalam suatu medan magnet, maka pada arah
tegak lurus terhadap aliran arus itu akan timbul tegangan yang disebut dengan
tegangan Hall Vh (Hall adalah nama ilmuwan yang meneliti fenomena tersebut).
Apabila medan magnet yang berada di sekitar semikonduktor tersebut
dihilangkan, maka tegangan yang tegak lurus terhadap aliran arus itu juga akan
hilang. Pada gambar di atas (a) medan magnet dihalangi oleh plat logam
sehingga tidak melewati semi konduktor, dalam hal ini Vh = 0. Bila bilah logam
dihilangkan (gambar b), maka medan magnet dapat melewati semikonduktor dan
Vh 0. Bila bilah logam itu secara teratur melintasi medan magnet maka pada
tegangan Hall akan muncul dan hilang membentuk pulsa tegangan kotak-kotak.
Pulsa inilah yang digunakan untuk mentriger rangkaian transistor untuk memutus
dan mengalirkan arus primer koil.
28
Pembangkit pulsa model Hall Effect mempunyai tiga buah kabel atau
terminal. Satu kabel merupakan sumber arus untuk dialirkan ke bahan
semikonduktor yang terdapat di dalam system Hall, satu kabel ground, dan satu
kabel adalah output tegangan. Bagian lainnya dari system ini adalah rotor yang
berbentuk bilah dan magnet permanen.
Gambar 3.8. Diagram blok dan skema sistem penggapian Hall effect
29
sehingga terbentuk medan magnet pada koil. Pada saat transistor OFF, arus
primer terputus sehingga medan magnet dengan cepat hilang yang menyebabkan
terjadinya induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder koil.
30
Berdasarkan rangkaian di atas, secara garis besar cara kerjanya adalah
sebagai berikut. Saat cahaya mengenai phototransistor, phototransistor menjadi
aktif sehingga transistor 1 dan transistor 2 aktif. Kondisi ini menyebabkan
transistor 3 OFF sehingga transistor 4 ON. Dengan demikian arus dari baterai
dapat mengalir ke kumparan primer koil sehingga pada koil timbul medan
magnet. Pada saat bilah rotor menutupi cahaya, phototransistor menjadi OFF
sehingga transistor 2 dan 3 menjadi OFF. Hal ini menyebabkan transistor menjdi
ON dan transistor 4 menjadi OFF. Akibatnya OFFnya transistor 4, arus primer koil
terputus dengan tiba-tiba yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang
dengan cepat. Perubahan garis gaya magnet pada koil dengan sangat cepat
tersebut menyebabkan terjadinay tegangan tinggi pada koil dan diteruskan ke
distributor dan ke busi sesuai dengan urutan penyalaannya.
31
diputus (oleh kontak pemutus, atau transistor), sedangkan pada sistem
pengapian CDI tegangan tinggi pada koil dihasilkan saat arus dari pembuangan
muatan kapasitor mengalir dengan cepat ke kumparan primer koil (Derato, 1982 :
95). Waktu yang diperlukan oleh tegangan tinggi untuk mencapai tegangan
tertingginya disebut rise time. Pada sistem pengapian CDI, rise time sangat
singkat, sekitar 0,1 sampai 0,3 ms (Heywood, 1989 : 441). Hal ini menguntungkan
karena percikan api akan tetap terjadi meskipun busi kotor.
32
Tegangan tinggi inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa bagian ini berfungsi untuk mengubah arus
DC menjadi AC kemudian dinaikan tegangannya dan kemudian disearahkan
kembali menjadi DC.
b. Kapasitor. Bagian ini berfungsi untuk menyimpan energi listrik yang disuplai
oleh DC to DC converter.
c. Contact point atau pick up coil. Bagian ini berfungsi sebagai pemicu (trigger)
atau penghasil sinyal untuk mengaktifkan thyristor.
d. Amplifier. Bagian ini berfungsi sebagai penguat sinyal yang dihasilkan oleh
bagian pembangkit sinyal sehingga sinyal tersebut cukup kuat untuk
mengaktifkan thyristor.
e. Thyristor switch. Bagian ini berfungsi untuk mengalirkan energi dari kapasitor
ke koil pengapian. Thyristor ini merupakan komponen semikonduktor yang
akan bekerja (ON) oleh adanya pulsa tegangan pada kaki gate-nya. Pada saat
distributor berputar, pulsa tegangan dihasilkan oleh pick up coil. Pulsa ini
dikuatkan oleh amplifier untuk kemudian meng-ON-kan thyristor. Pada saat
ON inilah kapasitor mengeluarkan energinya ke kumparan primer koil.
Kemudian thyristor kembali OFF dan kapasitor terisi kembali.
f. Koil. Koil pengapian dalam hal ini berfungsi sebagai transformator yang
menghasilkan tegangan tinggi untuk disalurkan ke busi.
33
1995 : 454). Berikut ini adalah gambar salah satu model sistem pengapian CDI
yang masih menggunakan kontak pemutus.
A B
34
lebih banyak. Tegangan yang dihasilkan adalah tegangan AC dan kemudian
disearahkan oleh dioda sistem jembatan.
Output dari dioda berupa tegangan DC yang kemudian dialirkan untuk
mengisi kapasitor. Sementara itu, apabila kontak pemutus dalam keadaan
tertutup, arus dari baterai akan mengalir kunci kontak dioda R 47
kontak pemutus massa. Pada kondisi ini tidak ada sinyal atau arus yang
menuju thyristor sehingga kapasitor belum mengeluarkan muatannya. Pada saat
kontak pemutus terbuka, arus dar R 47 mengalir dioda kapasitor 47 nF kaki
gate thyristor.
Arus ini akan menyebabkan thyristor aktif sehingga kaki anoda dan
katodanya terhubung dan membentuk rangkaian tertutup antara kapasitor utama,
thyristor, kumparan primer koil, dan kaki negatif kapasitor utama. Akibat adanya
rangkaian tertutup ini maka kapasitor akan mengeluarkan muatannya (discharge)
dengan sangat cepat melalui kumparan primer koil yang dengan cepat pula
menyebabkan terjadinya medan magnet pada koil sehingga terjadi tegangan
induksi pada kumparan sekunder koil.
Apabila kontak pemutus kembali tertutup, arus akan mengalir ke massa
lagi dan tidak ada arus yang masuk ke kaki gate sehingga menyebabkan thyristor
OFF sehingga terjadi rangkaian terbuka pada kapasitor. Pada saat ini pengisian
kapasitor kembali terjadi dengan cepat dan sampai kembali kontak pemutus
terbuka muatan kapasitor kembali dibuang dengan cepat ke koil. Kejadian ini
terjadi terus menerus selama sistem pengapian dan engine bekerja.
Model lain rangkaian CDI dengan pemicu model induktif nampak seperti
gambar di atas. Secara garis besar rangkaian tersebut juga tetap terdiri dari lima
blok yaitu DC to DC converter (dalam kotak bergaris putus-putus), kapasitor (C6),
pembangkit pulsa (induction pulse generator), rangkaian penguat pulsa
(amplifier), dan thyristor (Th).
35
Gambar 3.13. Rangkaian sistem pengapian CDI
Secara umum, kerja dari rangkaian di atas sama dengan yang sudah
dijelaskan sebelumnya, namun arus pemicu kerja thyristor berasal dari pulsa
induktif yang diperkuat oleh rangkaian transistor untuk memperkuat dan
membentuk pulsa yang dihasilkan oleh pulse generator. Model lain rari rangkaian
pengapian CDI diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
36
C. Latihan
1. Diskusikan denga teman anda perbedaan prinsip sistem pengapian CDI
dengan pengapian lainnya.
2. Gambar diagram blok sistem pengapian CDI dan jelaskan masing-masing
bagiannya.
3. Buat resume proses pengisian dan pembuangan muatan kapasitor pada
sistem pengapian CDI.
4. Cari referensi lain tentang thyristor, buat penjelasan tentang komponen
tersebut, dan bagaimana pemanfaatan thyristor tersebut dalam sistem
pengapian CDI
D. Lembar Kegiatan
Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk
meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta
sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman
Sistem pengapian elektronik memamfaatkan kerja transistor untuk
memutus dan mengalirkan arus primer koil. Kerja transistor ini dikontrol oleh pulsa
tegangan yang berasal dari pembangkit pulsa yang telah dikuatkan untuk
mentriger transistor. Sistem pengapian CDI bekerja dengan memanfaatkan kerja
pengisian dan pembuangan muatan kapasitor. Tegangan yang diisikan ke
kapasitor adalah tegangan tinggi (300 500 volt). Pada sistem pengapian ini
tegangan baterai dinaikan oleh rangkaian converter untuk mencapai tegangan
tinggi tersebut. Proses pembuangan muatan kapasitor terjadi pada saat terjadi
rangkaian tertutup kapasitor dan kumparan primer koil melalui thyristor.
F. Tes Formatif
1. Tegangan tinggi sekunder pada sistem pengapian CDI terjadi pada saat
37
A. medan magnet pada koil hilang B. kapasitor terisi
C. kapaitor mengeluarkan muatan D. kontak pemutus tertutup
38
Soal essay :
1. Jelaskan tentang Hall effect
2. Jelaskan kerja dari DC to DC converter
3. Jelaskan proses pengisian dan pembuangan muatan kapasitor pada sistem
pengapian CDI
4. Jelaskan perbedaan atau persamaan proses pembangkitan tegangan tinggi
koil pada sistem pengapian konvensional dan transistor
5. Jelaskan tentang pembangkitan pulsa pada sistem induktif.
39
BAB IV
SISTEM PENGAPIAN TERKONTROL KOMPUTER
Elemen
Kompetensi Indikator
Kompetensi
Menguasai system Menggambar dan Dapat menggambar diagram blok system
pengapian menjelaskan pengapian terkontrol komputer
terkontrol computer diagram blok Dapat menjelaskan diagram blok system
system pengapian pengapian terkontrol komputer
terkontrol computer
(ESA)
Menjelaskan Dapat menjelaskan macam-macam sensor-
sensor-sensor pada sensor pada system pengapian terkontrol
system pengapian komputer
terkontrol komputer Dapat menjelaskan efek masukan dari sensor
terhadap system pengapian
Menjelaskan sinyal Dapat menjelaskan sinyal masukan IGT ke
yang masuk dan sistem pengapian
keluar dari sistem Dapat menjelaskan sinyal keluaran IGF dari
pengapian sistem pengapian
Dapat menjelaskan proses pemajuan dan
pemunduran saat pengapian
Dapat menjelaskan proses pemutusan dan
pengaliran arus primer koil pada sistem
pengapian ESA
Menjelaskan sistem Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem
pengapian ESA pengapian ESA dengan distributor
dengan distributor Dapat menjelaskan sinyal yang keluar dari
sistem pengapian ESA dengan distributor
Menjelaskan sistem Dapat menjelaskan konstruksi sistem
pengapian ESA pengapian ESA tanpa distributor / DLI
tanpa distributor / Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem
DLI (distributorless pengapian ESA tanpa distributor distributor
igniton system) Dapat menjelaskan prinsip pengaturan urutan
penyalaan sistem pengapian tanpa distributor
distributor
Menjelaskan sistem Dapat menjelaskan konstruksi sistem
pengapian direct pengapian DIS
ignition system Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem
(DIS) pengapian DIS
Dapat menjelaskan prinsip pengaturan urutan
penyalaan sistem pengapian tanpa distributor
40
distributor
Dapat membedakan sistem pengapian DIS
model independent ignitiondan simultaneous
ignition
Menjelaskan prinsip Dapat menjelaskan penempatan busi pada
sistem pengapian sistem pengapian i-DSI
intelegent Dual Dapat menjelaskan prinsip penyalaan pada
Squential Idgnition kedua busi di sistem pengapian i-DSI
(i-DSI)
41
Gambar 4.1. Diagram blok sistem pengapian ESA
Sinyal IGT digunakan untuk mengatur aliran arus primer koil melalui ECM
(electronic control module) atau ECU (electronik control unit). Sinyal IGT adalah
suatu tegangan untuk meng-on dan off kan transistor utama (power transistor) di
dalam igniter. Bila sinyal IGT masuk ke ignitier, sinyal tersebut menyebabkan
power transistor menjadi ON sehingga arus dari baterai mengalir ke kumparan
42
primer koil kemudian ke massa yang mengakibatnya timbul kemagnetan pada
koil. Bila tegangan IGT menjadi 0V, transistor dalam igniter menjadi off sehingga
arus primer terputus yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan
cepat. Akibatnya, pada kumparan sekunder timbul tegangan tinggi yang
kemudian di salurkan ke busi. Sinyal IGF digunakan oleh ECM untuk untuk
menentukan apakah sistem pengapian bekerja atau tidak. Berdasarkan sinyal
IGF, ECM akan tetap memberikan arus ke pompa bahan bakar dan injektor.
43
setiap saat baik pada putaran rendah maupun tinggi sehingga tegangan sekunder
selalu tinggi, 6) tachometer signal.
Sinyal Ne dan sinya G merupakan sinyal putaran poros engkol poros nok.
Meskipun ada perbedaan pada sistem pengapian, penggunaan sinyal Ne dan G
konsisten atau sama. Sinyal Ne menunjukkan posisi poros engkol dan putaran
engine. Sinyal G (juga disebut sinyal VVT) memberikan identifikasi posisi tiap
silinder. Dengan membandingkan sinyal G dan sinyal Ne ECM mampu
mengidentifikasi silinder yang sedang melakukan langkah kompresi. Hal ini
diperlukan untuk menghitung sudut poros engkol (sudut saat pengapian), saat
sistem pengapian bekerja. Pengaturan maju mundurnya saat pengapian
dilakukan dengan mengatur sinyal IGT oleh ECU.
44
Kontrol pengapian saat start adalah saat pengapian yang diset pada waktu
yang tetap tanpa memperhatikan kondisi kerja engine dan disebut initial timing
angle (5 100 sebelum TMA). Kontrol saat pengapian setelah start di dalamnnya
meliputi 1) kontrol pengapian saat engine di start, 2) sudut pengajuan pengapian
dasar (basic ignition advence angle), dan 3) kontrol pemajuan pengapian korektif
(didasarkan pada warm up correction, over temperature correction, stable idling
corection, EGR correction, AFR feedback correction, knocking correction, torque
control correction, other correctionn, maximum and minimum advance angle
control)
45
3. Pengapian Tanpa Distributor / Distributorless Ignition System (DLI)
Sistem pengapian ini adalah system pengapian ESA yang sudah tidak
menggunakan distributor. Dengan menghilangkan distributor, akan meningkatkan
reliabilitas system pengapian dengan mengurangi sejuml untukah komponen
mekanik. Keuntungan lainnyaadalah 1) lebih banyak waktu untuk koil dalam
menghasilkan medan magnet yang cukup untuk menghasilkan bunga api untuk
membakar campuran udara bahan bakar di dalam silinder sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya missfiringi, 2) koil pengapian dapat ditempatkan pada
atau dekat dengan busi sehingga mengurangi interferensi listrik dan
meningkatkan reliabilitasnya, 3) saat pengapian dapat dikontrol dengan range
yang lebih lebar karena tidak ada lagi rotor pada distributor yang dapat
menyebabkan salah pengapian ke silinder yang lain.
46
sudah dijelaskan sebelumnya, tentu saja berdasarkan masukan dari sensor-
sensor.
Gambar di atas adalah sistem pengapian DLI model indutive storage. Pada
model pengapian CDI (gambar di bawah), DC to DC converter tetap berdiri
sendiri sebagai penghasil tegangan tinggi untuk mengisi kapasitor. Kapasitor
terletak setelah DC to DC converter dan terhubung langsung dengan salah satu
ujung kumparan primer koil. Thyristor terpasang pada ujung lain kumparan primer
koil. Kaki G dari thyristor terhubung dengan salah satu output microprocessor.
Pulsa untuk mengaktifkan thyristor diperoleh dari crankshaft angle sensor yang
kemudian dikuatkan dan diolah di dalam microprocessor untuk selanjutkan sinyal
tersebut keluar melalui R1 atau R1 untuk mengaktifkan thyristor.
47
Gambar di atas merupakan rangkaian sistem pengapian CDI yang saat
pengapiannya (ignition timing) dikendalikan oleh microprocessor berdasarkan
sensor-sensor operasi engine. Sistem di atas termasuk dalam tipe pengapian
distributorless ignition system (DLI) dengan satu koil untuk melayani dua busi.
Pemberian sinyal melalui R1 atau R1 untuk mengaktifkan thyristor diatur oleh
microprocessor berdasarkan sensor posisi poros engkol sehingga saat penyalaan
akan selalu tepat sesuai dengan kondisi operasi engine.
48
arus primer masing-masing koil. Pengaturan sinyal IGT pada sistem pengapian ini
juga tetap berdasarkan masukan sensor-sensor ke ECM.
49
(exhaust) menyala (sebelum TMA). Api berekspasi dengan cepat ke seluruh
bagian untuk menghasilkan pembakaran yang komplit. Hal ini menghasilkan
pembakaran yang lebih cepat dan tekanan silinder yang lebih tinggi yang
memberikan output engine yang tinggi.
50
3000 rpm 4000 rpm
Gambar 4.12. Perubahan saat penyalaan busi pada beberapa putaran engine
C. Latihan
1. Gambar dan diskusikan bersama teman diagram blok prinsip kerja sistem
pengapian ESA
2. Analisalah kaitan antara sensor-sensor yang ada pada engine dengan sistem
pengapian
3. Buat analisis jika sinyal IGF tidak keluar dari sistem pengapian.
4. Jelaskan proses penyalaan busi pada sistem pengapian i-DSI.
D. Lembar Kegiatan
Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk
meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta
sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
51
E. Rangkuman
Sistem pengapian terkontrol komputer (ESA) merupakan sistem pengapian
yang proses pemajuan dan pemunduran saat pengapian dikontrol oleh komputer.
Sistem pengapian model ini terdiri dari beberapa model, yaitu sistem pengapian
ESA dengan distributor, sistem pengapian ESA tanpa distributor (DLI), sistem
pengapian langsung (DIS), dan sistem pengapian i-DSI.
F. Tes Formatif
1. Output ECM yang diperlukan sebagai sinyal untuk system pengapian ESA
adalah
A. sinyal IGF B. sinyal GT
C. pulsa tegangan D. sinyal Ne
2. Jika ECM menerima sinyal Ne dengan frekuensi yang makin tinggi, maka
A. saat pengapian dimundurkan B. saat pengapian dimajukan
C. sinyal IGF terlambat D. sinyal IGF dipercepat
3. Fungsi igniter adalah..., kecuali
A. pengontrol sudut dwell B. memutus/menghubungkan arus primer koil
C. lock prevention circuit D. memajukan/memundurkan saat pengapian
4. Jika sinyal IGF tidak muncul, maka
A. sinyal IGT diperkuat B. sinyal IGT dipercepat
C. pompa bensin berhenti D. injector menyemprot lebih lama
5. Berikut adalah peryataan yang benar tentang system pengapian DLI, kecuali
A. FO diatur oleh ECM B. satu koil melayani dua busi
C. distributor menghasilkan sinyal Ne dan G D. busi 1 berpasangan
dengan busi 4
6. Pada pengapian ESA, posisi langkah tiap silinder ditentukan berdasarkan
A. sinyal Ne dan G B. saat penyemprotan injektor
C. sinyal prosisi throttle D. sinyal knocking
7. Prinsip pemajuan saat pengapian pada system ESA dengan distributor, DLI,
dan DIS ..
52
A. sama B. berbeda
C. DIS lebih efisien D. menggunakan vakum dan sentrifugal advancer
8. Jika ECM menerima sinyal dari sensor knocking, maka
A. saat pengapian dimundurkan B. saat pengapian dimajukan
C. sinyal IGF terlambat D. sinyal IGF dipercepat
9. Pada pengapian i-DSI ..
A. kedua busi menyala bersama B. kedua busi menyala bersama pada
putaran tinggi C. pada putaran rendah hanya satu busi menyala
D. pada putaran lambat pengapian lebih optimum
10. ECM kependekan dari
A. engine control module B. electronic control module
C. electronic control unit D. tidak ada yang benar
Soal essay :
1. Jelaskan hubungan kerja antara sensor-sensor, ECM, dan system pengapian.
2. Mengapa sinyal IGF dari system pengapian sangat diperlukan oleh ECM?
3. Jelaskan fungsi distributor dalam system pengapian ESA model distributor.
4. Jika system pengapian ESA tidak menggunakan distributor, bagaimana
pengaturan penyalaan atau FO engine tersebut?
5. Jika koil terpasang pada busi seperti pada system pengapian DIS, bagaimana
proses pemutusan dan pengaliran arus primer koilnya?
53
BAB V
SISTEM PENGISIAN BATERAI (CHARGING SYSTEM)
54
Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian
berlebihan pada sistem pengisian IC
Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian
terlau rendah pada sistem pengisian IC
Mengatasi masalah Dapat mengatasi masalah tidak ada pengisian
sistem pengisian pada sistem pengisian konvensional
model konvensional Dapat mengatasi masalah pengisian berlebihan
dan elektronik pada sistem pengisian konvensional
Dapat mengatasi masalah pengisian terlau rendah
pada sistem pengisian konvensional
Dapat mengatasi masalah tidak ada pengisian
pada sistem pengisian IC
Dapat mengatasi masalah pengisian berlebihan
pada sistem pengisian IC
Dapat mengatasi masalah pengisian terlau rendah
pada sistem pengisian IC
Membedakan Dapat membedakan kerja sistem pengisian model
beberapa macam konvensional dan elektronik
sistem pengisian Dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian
model konvensional sistem pengisian model konvensional dan
dan elektronik elektronik
Menjelaskan sistem Dapat menjelaskan komponen alternator tipe
pengisian dengan tanpa sikat (brushless alternator)
alternator tipe tanpa Dapat menggambar dan menjelaskan rangkaian
sikat (brushless sistem sistem pengisian dengan alternator tipe
alternator) tanpa sikat (brushless alternator)
Membedakan konstruksi alternator tipe tanpa sikat
dengan alternator konvensional
Menentukan Dapat menentukan power input untuk semua
besarnya alternator beban listrik tetap dan tidak tetap
yang harus dipasang Dapat menentukan arus minimum yang diperlukan
pada kendaraan untuk semua beban listrik
Dapat menentukan aman tidaknya alternator yang
harus dipasang pada suatu kendaraan
berdasarkan perhitungan dan pengujian lapangan
55
F, N (atau ada juga yang menggunakan P), dan B, dan ada juga alternator
dengan terminal E, F, N, A, dan B. Karena tegangan alternator bervariasi akibat
putaran, maka digunakan regulator yang berfungsi untuk menjaga tegangan
output alternator tetap konstan dengan mengatur besar kecilnya arus listrik atau
kuat lemahnya medan magnet pada kumparan rotor (rotor coil). Regulator ada
dua macam, pertama tipe konvensional atau tipe kontak point, kedua tipe
regulator IC.
56
Gambar 5.2. Regulator tipe konvensional
a. Pada saat kunci kontak on, mesin mati. Fenomena yang terjadi pada kondisi
ini adalah lampu pengisian menyala dan terjadi medan magnet pada rotor coil.
b. Mesin berputar lambat. N mengalirkan arus, lampu indikator pengisian mati.
Kontak Pl0 menempel pada Pl1 karena medan magnet pada kumparan voltage
regulator lemah, arus besar mengalir ke rotor coil, medan magnet kuat.
Output alternator cukup untuk mengisi baterai.
57
c. Pada putaran sedang, Pl0 lepas dari Pl1 (mengambang) karena medan
magnet pada kumparan voltage regulator (VR) menguat. Arus ke rotor coil
(RC) melewati resistor R sehingga kemagnetan pada RC melemah. Karena
putaran naik, meskipun medan magnet melemah output alternator tetap cukup
untuk mengisi baterai.
d. Kecepatan tinggi. Pl0 menempel dengan Pl2 karena medan magnet pada
kumparan VR makin kuat. Arus dari R langsung ke massa, kemagnetan pada
RC drop. Akibatnya tegangan output pada B alternator turun sehingga medan
magent pada VR juga melemah, Plo lepas lagi dari Pl2. Arus mengalir lagi ke
RC melalui R sehingga kemagnetan pada RC menguat lagi. Pl0 lepas dan
terhubung dengan Pl2 secara periodik tergantung tegangan yang masuk ke
VR sehingga output alternator tetap stabil.
3. Regulator Tipe IC
Dibandingkan dengan alternator yang memakai regulator tipe kontak point,
alternator dengan IC regulator mempunyai keuntungan: tahan terhadap getaran
dan tahan lama, tegangan output lebih stabil, tahanan kumparan rotor lebih kecil
sehingga arus dapat diperbesar. Komponen aktif dalam regulator IC adalah
transistor dan dioda zener. Secara sederhana sistem pengisian non konvensional
dapat digambarkan dengan skema berikut.
58
Transistor bekerja untuk memutus atau menghubungan arus yang menuju
ke rotor coil sesuai dengan kondisi output alternator sehingga pengaturan medan
magnet pada rotor coil dapat terjadi. Dioda zener bekerja sebagai pendeteksi
tegangan yang dihasilkan oleh alternator. Dioda zener akan mengalirkan arus
pada saat ada tegangan yang bekerja padanya melebihi tegangan kerja dari
dioda zener tersebut. Pada dasarnya, kerja regulator IC sama dengan kerja
regulator tipe konvensional, yaitu mengatur arus yang masuk ke rotor coil
sehingga medan magnet pada rotor coil juga dapat diatur sesuai dengan kondisi
kerjanya. Prinsip kerja dari sistem pengisian IC di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Kunci Kontak on, mesin belum hidup
Arus mengalir dari baterai ke FL Kunci Kontak (KK) R1 BTr1 ETr1
massa. Akibatnya Tr1 on. Hal ini menyebabkan arus dari baterai juga
mengalir ke slip ring positif rotor coil slip ring negatif CTr1 ETr1
massa. Akibatnya pada rotor coil timbul medan magnet.
b. Mesin hidup, output alternator kurang dari 14 V
Setelah mesin hidup, stator coil menghasilkan arus listrik. Tegangan dari
stator coil disearahkan oleh dioda terminal B baterai terjadi
pengisian. Selain ke baterai, arus juga mengalir ke KK R1 BTr1 ETr1
massa. Akibatnya Tr1 tetap on, sehingga arus dari terminal B alternator
juga mengalir ke slip ring positif rotor coil slip ring negatif CTr1
ETr1 massa. Akibatnya pada rotor coil tetap timbul medan magnet.
c. Mesin hidup, output alternator lebih dari 14 V
Apabila putaran mesin makin tinggi, maka tegangan output alternator akan
naik juga. (1)* Bila output alternator lebih dari 14 V, maka dioda zener ZD
akan tembus atau dapat mengalirkan arus karena tegangan yang ada pada
ZD tersebut melebihi tegangan kerjanya. Akibatnya, arus dari R2 dapat
mengalir ke ZD BTr2 ETr2 massa. Hal menyebabkan ini Tr2 menjadi
on. Arus yang semula dari R1 mengalir ke BTr1 akan pindah dan mengalir ke
massa melalui CTr2 ETr2 massa. Akibatnya BTr1 tidak mendapatkan
59
arus picu sehingga Tr1 menjadi off. Dengan demikian arus dari terminal B
alternator tidak dapat mengalir ke rotor coil karena Tr1 off. Akibatnya adalah
medan magnet pada rotor coil drop.
Efek dropnya medan magnet ini menyebabkan output dari stator coil
menjadi drop juga. Apabila tegangan pada terminal B alternator drop dan
harganya kurang dari 14 V, maka ZD menjadi posisi blocking karena tegangan
yang ada kurang dari tegangan kerjanya. Hal ini menyebabkan Tr1 menjadi off,
dan arus dari R1 kembali mengalir ke Tr1 sehingga Tr1 on lagi. Tr1 on
mengakibatkan arus mengalir lagi ke rotor coil dan medan magnet pada rotor coil
akan menguat lagi, sehingga tegangan output alternator akan naik lagi. Bila
tegangan tersebut melebihi 14 V maka proses akan kembali ke (1)*. Proses (1)*
dan (2)* akan terjadi secara terus menerus sehingga tegangan output alternator
akan stabil sekitar 14 V.
(b)
(a)
60
.
61
a. Kunci Kontak on, mesin belum hidup
Arus dari terminal positif baterai mengalir ke kunci kontak IG memberi
power ke IC dan mengaktifkan Tr1 dan Tr3 sehingga terjadi medan magnet
pada rotor coil dan lampu pengisian menyala.
b. Mesin hidup
Rotor coil berputar, stator coil menghasilkan tegangan. Salah satu ujung
stator coil memberikan arus ke terminal P dan dan arus ini sebagai masukan
untuk IC. Berdasarkan input ini IC meng-off-kan Tr3 dan mengaktifkan Tr2
sehingga lampu pengisian padam.
c. Output alternator kurang dari 14 V
Jika output alternator yang terdeteksi pada terminal positif baterai kurang dari
14V, maka dioda zener yang terdapat di dalam MIC tidak dapat tembus
karena tegangan yang ada di bawah tegangan kerja dioda zener sehingga IC
mempertahankan Tr1 tetap bekerja sehingga arus mengalir ke rotor coil dan
medan magnet pada rotor coil kuat sehingga tegangan output alternator
cenderung naik.
d. Output alternator lebih dari 14 V
Jika output alternator yang terdeteksi pada terminal positif baterai lebih dari
14V, maka dioda zener akan tembus (dapat mengalirkan arus) karena
tegangan yang ada di atas tegangan kerja dioda zener sehingga IC me-
nonaktif-kan Tr1 sehingga arus mengalir ke rotor coil terhenti dan medan
magnet pada rotor coil hilang. Hal ini menyebabkan tegangan output
alternator turun atau drop. Bila tegangan output turun, proses kembali ke
bagian (c).
Proses (c) dan (d) terjadi secara berulang-ulang sehingga output alternator
akan berada pada besaran yang stabil (14 V). Model lain rangkaian sistem
pengisian IC digambarkan pada gambar 5.7 dan 5.8.
62
Gambar 5.7. Rangkaian regulator IC
4. Brushless Alternator
Kelemahan alternator tipe konvensional maupun alternator dengan
regulator IC salah satunya adalah brush atau sikat cepat aus karena selalu
bergesekan dengan slip ring saat alternator bekerja. Untuk itu, maka alternator
tipe tanpa sikat (brushless alternator) dibuat. Pada alternator tipe ini tidak
63
terdapat rotor coil. Fungsi untuk menghasilkan medan magnet dipenuhi oleh
kumparan medan (stationary field coiI) yang terpasang di dalam alternator tetapi
tidak bisa berputar. Untuk memenuhi syarat adanya pemotongan medan magnet
saat poros alternator berputar, dipasang rotor pada posos alternator yang dapat
berputar diantara kumparan medan dan stator coil. Akibat putaran rotor di dekat
medann magnet, maka garis-garis gaya magnet dapat berubah-ubah sehingga
pada stator coil terjadi tegangan induksi (AC) yang kemudian disearahkan oleh
dioda seperti pada alternator tipe konvensional.
64
Berikut adalah komponen-komponen yang terdapat pada brushless
alternator. Secar umum konstruksi atau komponen-komponen alternator ini sama
dengan alternator lainnya.
65
Gambar 5.11. Skema sistem pengisian dengan alternator tanpa sikat.
66
6. Menentukan Alternator untuk Dipasang pada Kendaraan
Beberapa hal perlu diperhatikan untuk memasang alternator pada suatu
kendaraan berdasarkan kebutuhan energi listrik yang diperlukan pada kendaraan
tersebut. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menentukan
kapasitas alternator yang harus dipakai.
a. Menentukan power input untuk semua beban yang secara tetap bekerja pada
tegangan 14V. Misal, daya yang dibutuhkan sistem pengapian 20W, pompa
bensin listrik 70W, injeksi bb 100W, radio 12W, lampu besar 110W, dll
sehingga total Pw1 = 350W.
b. Menentukan power input untuk semua beban yang tidak tetap pada 14V. Misal
untuk wiper, lampu belok, lampu kabut, dll sehingga totalnya menjadi Pw1 =
134 W (pembulatan). Total power input = Pw1 + Pw2 = 484W.
c. Dengan Pw = 484 dan menggunakan tabel berikut (Bosch, alternator system):
Maka arus minimum yang diperlukan adalah IN = 55A. Jadi alternator yang
digunakan adalah alternator dengan kemampuan mengeluarkan arus 55 A
atau di atasnya.
d. Pengecekan selanjutnya dapat dilakukan menggunakan arus alternator IL pada
saat idle. IL dapat ditentukan dari kurva karakteristik alternator pada putaran nL
pada putaran engine idle, dalam hal ini contoh kecepatan alternator adalah
2000 rpm. Berdasarkan pengalaman praktis, untuk kendaraan penumpang
pada kecepatan engine idle IL harus melebihi arus Iw1 dengan faktor
keamanan 1,3. Iw1 diperoleh dari daya input Pw1 untuk semua beban tetap .
Hal ini untuk menjamin pengisian baterai yang efisien meskipun engine pada
kondisi idle dan dalam menempuh perjalanan pendek. Misalnya, saat idle
alternator menghasilkan arus IL = 36A. Arus Iw1 dihitung dari Pw1 Iw1 =
67
Pw1/14V = 25 A dikalikan faktor 1,3 didapat 33A (pembulatan). Karena harga
IL melebihi 33A, maka kebutuhan daya tercukupi dan aman.
C. Latihan
Kerjakanlah soal-soal berikut secara madiri sampai tuntas, kemudian
diskusikan hasilnya dengan teman lainnya agar jawaban bisa lebih sempurna.
1. Bandingkanlah nama dan fungsi komponen sistem pengisian konvensional
dan IC. Berikan komentar anda.
2. Jelaskan perbedaan atau persamaan rangkaian dan cara kerja rangkaian
sistem pengisian konvensional dan IC. Apa yang bisa anda simpulkan?
3. Analisalah apa yang terjadi apabila kumparan voltage relay putus?
Bagaimana pula jika dioda zener pada regulator IC putus? Apa pendapat
anda?
4. Jika output sistem pengisian berlebihan (overcharge), bagaian mana yang
rusak pada regulator konvensional? Bagian mana juga yang rusak pada
regulator IC jika kasusnya sama? Jelaskan alasan anda.
5. Apa yang dilakukan jika terjadi pengisian rendah pada regulator konvensional
dan IC?
6. Berdasarkan konstruksi dan cara kerjanya, jelaskan keuntungan dan kerugian
penggunaan sistem pengisian konvensional dan IC.
7. Jelaskan bagaimana alternator tanpa sikat dapat bekerja, padahal pada tipe
konvensional fungsi sikat sangat diperlukan untuk mengalirkan arus ke rotor
koil untuk menghasilkan medan magnet. Apakah pada alternator tanpa sikat
tidak memerlukan medan magnet?
8. Jika total power input pada sistem kelistrikan sebesar 500 watt, berapa amper
alternator yang harus dipakai? Apakah aman hasil perhitungan anda itu?
D. Lembar Kegiatan
Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk
meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta
68
sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman
Sistem pengisian konvensional menggunakan regulator yang bekerja
secara elektromagnetik untuk mengatur arus yang masuk ke rotor coil untuk
menstabilkan output alternator, sedangkan regulator IC bekerja secara elektronik
untuk mengatur arus yang masuk ke rotor koil. Kerusakan komponen sistem
pengisian dapat menyebabkan gangguan berupa tidak ada pengisian, pengisian
rendah, dan pengisian terlalu tinggi. Menentukan bagian mana yang rusak pada
sistem pengisian jika terjadi masalah, harus didasarkan pada bagaimana kerja
dan fungsi tiap komponen sistem pengisian. Salah satu masalah yang sering
terjadi pada sistem pengisian konvensional adalah sikat (brush) yang cepat habis,
sehingga sekarang muncul alternator yang tidak menggunakan sikat sehingga
kerja dari alternator bisa lebih baik karena arus untuk menghasilkan medan
magnet tidak melalui sikat.
F. Tes Formatif
Soal pilihan ganda :
1. Alternator berfungsi untuk ........
A. menghasilkan arus listrik B. mengubah energi mekanik menjadi listrik
C. menghasilkan arus yang stabil D. menghasilkan tegangan yg stabil
2. Regulator IC berfungsi untuk ........
A. mendeteksi tegangan ke baterai B. mematikan lampu CHG
C. mengatur arus ke rotor coil D. Semua betul
3. Jika kumparan voltage regulator putus yang terjadi adalah ........
A. tidak ada pengisian B. pengisian berlebihan
C. pengisian rendah D. pengisian normal
4. Overcharge pada pengisian konvensional dapat disebabkan oleh, kecuali
A. resistor putus B. voltage relay putus
69
C. voltage regulator putus D. tidak ada arus pada terminal N
5. Overcharge pada pengisian model IC dapat disebabkan oleh........
A. terminal S kendor/lepas B. terminal IG kendor/lepas
C. terminal L kendor/lepas D. terminal B kendor/lepas
6. Tidak ada pengisian pada regulator IC disebabkan oleh
A. Dioda zener putus B. Dioda zener bocor
C. Sikat sudah pendek D. Dioda pada stator coil ada yang rusak
7. Terjadinya pengisian terlalu rendah pada sistem pengisian brushless alternator
dapat disebabkan oleh, kecuali :
A. Sebagian dioda stator coil putus B. Kumparan medan hubung singkat
C. Sikat sudah terlalu pendek D. Salah satu kumparan stator coil putus
8. Medan magnet pada alternator tanpa sikat dihasilkan oleh .......
A. arus listrik dari baterai B. kumparan medan
C. rotor coil D. tidak diperlukan medan magnet
9. Jika soket terminal N alternator lepas, maka yang akan terjadi adalah, kecuali
A. lampu CHG menyala B. tidak ada pengisian
C. pada putaran tinggi overcharge D. putaran rendah pengisian normal
10.Jika dalam perjalanan pengisian yang tadinya normal, tiba-tiba lampu
pengisian menyala merah, apa yang harus dilakukan?
A. membawa ke bengkel B. memeriksa medan magnet rotor
C. mencopot baterai untuk dicharge D. memeriksa kabel IG
Soal essay :
1. Jika dalam perjalanan pengisian yang tadinya normal, tiba-tiba lampu
pengisian menyala merah, jelaskan apa yang harus dilakukan
2. Jika kasus pada soal no 1 juga terjadi pada alternator model IC, jelaskan apa
yang harus dilakukan.
3. Jelaskan cara mengatasi masalah jika terjadi undercharge pada sistem
pengisian konvensional.
70
4. Jika pada regulator IC terminal P tidak mendapatkan arus atau putus dari
salah satu ujung kumparan stator, jelaskan efeknya
5. Jelaskan terminal-terminal yang ada pada alternator konvensional dan
alternator IC.
71
DAFTAR PUSTAKA
Bosch, alternator and Starting System
Sharma, R.P. dan Mathur, M.L., 1980, A Course in Internal Combustion Engine,
Hanpat Rai & Sons, Delhi.
72