Anda di halaman 1dari 3

HOAX DAN KEGAGALAN PENDIDIKAN LITERASI

Oleh: Emat S. Elfarakani

Ada pertanyaan yang mengkritik bangsa ini seputar hoax.


Gelombang apa yang kecepatannya melebihi cahaya? jawabannya adalah
gelombang hoax. Begitu cepatnya berita hoax menyebar dari tangan ke
tangan bukan karena canggihnya teknologi informasi, namun karena bangsa
ini tidak tidak biasa membaca dan mengklarifikasi dulu isi dan sumber
berita.

Hoax yang menurut filologis Inggris Robert Narest berasal dari kata
hocus yang berarti sulap. Memang telah menyulap negeri ini menjadi
negara yang penuh dengan berita bohong. Kemampuan untuk membuat trik
sulap yang begitu cepat dalam menyebarkan berita bohong bisa dilakukan
dengan trik editan foto sampai ke akun palsu bahkan menghack akun
tertentu.

Kondisi ini diperparah dengan para penikmat teknologi khusunya


media sosial yang kecerdasannya literasinya masih rendah. Kemalasan untuk
membaca dulu informasi yang diterima ditambah dengan judul yang
bombastis dan provokatif, mendorong orang mudah menyebarkan berita
bohong.

Sempurnahlah kebohongan demi kebohongan yang beredar di negeri


ini. Karena si produsen berita yang mempunya motif politik tertentu,
kemudian si konsumen dengan lahap menyantap berita. Dibantu dengan
distribusi melalui teknologi yang canggih, berita bohong menjadi seperti
kebenaran.

Era informasi ada di ujung jari memang sebuah kenyataan yang tidak
terelakan. Akan tetapi cerdas megkonsumsi informasi adalah pilihan.
Kemampuan untuk memilih itu tidak akan datang dengan sendirinya, tapi
melalui proses yang disebut dengan kecerdasan literasi.

National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai


"Kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam
pekerjaan, keluarga dan masyarakat." Definisi ini memaknai Literasi dari
perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa
definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam
lingkungan tertentu.

Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah seperangkat


keterampilan nyata khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis.
Literasi memang tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Seseorang dikatakan
memiliki kemampuan literasi apabila ia telah memperoleh kemampuan dasar
berbahasa yaitu membaca dan menulis.

Jadi, makna dasar literasi sebagai kemampuan baca-tulis merupakan


pintu utama bagi pengembangan makna literasi secara lebih luas. Dan cara
yang digunakan untuk memperoleh literasi adalah melalui pendidikan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dijadikan wahana untuk
meningkatkan kecerdasan literasi bangsa ini.

Berdasarkan data memang kecerdasan literasi bangsa ini sangat rendah.


Kalo kita merujuk ke PIRLS (Progress in International Reading Literacy
Studies) 2011, Indonesia berada di urutan 41 dari 45 negara. Ini
tingkat kecerdasan literasi SD. Di mana seharusnya SD merupakan
wahana awal untuk membudayakan membaca dan menulis.

Hasil survey tersebut memang menggambarkan kenyataan sekolah-


sekolah di negeri ini. Dari level SD bahkan sampai ke tingkat
Perguruan tinggi. Budaya membaca di lingkungan pendidikan kita
masih jauh dari harapan. Selain karena akses terhadap perpustakaan
masih rendah, ditambah dengan bergesernya peran lembaga
pendidikan yang hanya mengejar angka-angka yang tertera di
selembar ijazah.

Sekolah hari hari ini lebih disibukkan dengan LKS, latihan-


latihan soal. Tidak berbeda jauh dengan bimbingan belajar di luar
sana. Kita bisa buktikan

Anda mungkin juga menyukai