Makalah Reformasi Orde Baru
Makalah Reformasi Orde Baru
PENDAHULUAN
Pada tahun 1998 dunia diguncang krisis hebat yang menyebabkan kesulitan likuiditas
keuangan, krisis ini juga menimpa negara-negara Asia termasuk Indonesia. Krisis yang
awalnya hanya krisis keuangan itu di Indonesia berubah menjadi krisis multidimensi yang
menyebabkan instabilitas dalam banyak sektor seperti di bidang politik, ekonomi dan sosial
budaya dan terutama dalam hal pertahanan dan keamanan negara.
Mahasiswa pada saat itu merasa jika ada hal yang harus diganti untuk memperbaiki
keadaan Indonesia pada saat itu dan satu-satunya cara ialah dengan melakukan reformasi dan
memaksa mundur pimpinan pada saat itu yakni presiden Soeharto, mereka melakukan
demonstrasi dan akhirnya berhasil menurunkan presiden Soeharto dari jabatannya dan
kekosongan kepemimpinan pada saat itu diserahkan kepada Prof. B.J Habibie.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Habibie untuk menangani krisis yang hampir
membuat sektor keuangan Indonesia lumpuh dan mengatasi tingat harga yang cukup tinggi
hingga jatuhnya nilai mata uang Rupiah atas Dollar membuat pemerintah ekstra ketat
membuat kebijakan keuangan.
Atas dasar inilah kami ingin mengembangkan dan mengulas kembali tentang apa saja
yang dilakukan pemerintahan pada saat itu dalam perbaikan Indonesia, terutama dalam sektor
ekonominya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kami yaitu
Perekonomian Indonesia, selain itu dengan pembuatan makalah ini kami ingin
menyampaikan kepada para pembaca tentang apa saja yang terjadi pada awal reformasi yang
masih dilanda krisis dengan transisi kekuasaan yang terjadi pada saat itu.Semoga dengan
penulisan makalah ini juga dapat memberikan pengetahuan baru dan pencerahan bagi semua
yang membacanya dan khususnya bagi kami para penulis makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
3. Saving investment gap semakin besar karena dana menganggur semakin besar dan adanya
paradox penghematan yang salah (komposisi Investment lebih besar dari saving) sehingga
perbankan mengalami negative spread (suku bunga kredit lebih tinggi dari suku bunga
simpanan nasabah). Akibatnya dunia usaha sulit mendapatkan dana dari bank.
Indonesia juga mengambil keuntungan dari krisis ekonomi yang dialami oleh negara-
negara uni eropa. Krisis tersebut menyebabkan adanya perpindahan aliran dana ke emerging
market seperti Indonesia. Menurut data World Bank, total dana global yang hijrah ke emerging
market hingga bulan oktober mencapai US$ 403 Miliar. Wajar apabila, ada sebagian dari dana
global tersebut (US$ 15,7 miliar pada tiga triwulan pertama) yang mampir membanjiri pasar
modal Indonesia. Banjir bandang dana global ini sukses mendongkrang IHSG mencapai di atas
3700. Diperkirakan akan terus meningkat pada tahun depan. Melonjaknya IHSG ini
dikhawatirkan akan menyebabkan kerentanan apabila terjadi capital flight dari dana-dana asing
tersebut. Kekhwatiran ini coba di atasi oleh pemerintah dengan terus mengkokohkan cadangan
devisa. Hingga akhir November, cadangan devisa Indonesia sukses menembus angka US$
92,759 Miliar atau sebesar 6,96 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah (BI, 2010).
Dengan besarnya cadangan devisa yang dipunya oleh Indonesia, nampaknya perekonomian
Indonesia masih akan stabil hingga tahun depan.
Seperti pendapat Seers (1973) bahwa permasalahan utama negara berkembang adalah
kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pendapatan, Indonesia pun masih menghadapi
permasalahan yang sama. Walaupun angka kemiskinan yang dikeluarkan BPS menunjukkan
trend penurunan, angka kemiskinan dan pengangguran Indonesia tetaplah tinggi. Pada tahun
2010, angka kemiskinan mencapai 34 juta, sedangkan angka pengangguran menjadi 9,5 juta.
Lebih menyedihkannya lagi, sebagian besar dari penganggur adalah sarjana D3 dan S1.Jadi dapat
disimpulkan, sebagian besar tenaga kerja yang terserap adalah tenaga kerja berpendidikan SMA
kebawah.Sementara masalah pemerataan pendapatan juga masih jadi momok selama satu dekade
terakhir.Pemerataan pendapatan mengalami stagnansi selama bertahun-tahun. Hal ini terlihat dari
stagnannya angka koefisien gini Indonesia selama satu dekade pada kisaran 3,6-3,8. Masalah ini
menjadi serius karena pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menerus positif selama beberapa
tahun terakhir tapi tingkat kemiskinan, pengangguran dan pemerataan pendapatan masih tetap
bermasalah.Alhasil dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati
sedikit pihak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia turun (-
13,16%) pada 1998, bertumbuh sedikit (0,62%) pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik.
Laju pertumbuhan tahunan 1999 2005 berturut-turut sbb.: 0,62%, 4,6%, 3,83%, 4,38%, 4,88%,
5,13% dan 5,69%. Ekonomi kita bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran
4% antara tahun 2000 s.d. 2003 dan mulai tahun 2004 sudah masuk pada kisaran 5%.
Pemerintah pada mulanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi
kemudian dalam APBN-P 2006 merubah targetnya menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju
pertumbuhan 2006 adalah 5,5% lebih rendah dari laju pertumbuhan 2005. Patut diduga bahwa
laju pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi karena investasi riil tahun 2006 lebih rendah
dari tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi kita dari tahun 1999 s.d. 2005 mencapai rata-rata
4,15%.
Dari data di atas kelihatannya ekonomi kita memiliki prospek membaik yaitu terus
meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan. Namun apabila diteliti lebih mendalam akan
terlihat adanya permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut. Sektor ekonomi dapat
dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor non-riil.Sektor riil adalah sektor
penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait
dengan pelayanan wisatawan internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti: listrik,
bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, sosial,
perorangan). Kegiatan yang melayani wisatawan internasional masuk pada beberapa sektor non-
riil sehingga tidak dapat dipisahkan.
Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor riil bertumbuh 3,33% sedangkan sektor non-riil
bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah pincangkarena semestinya sektor non-riil bertumbuh
untuk melayani sektor riil yang bertumbuh. Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor pertanian
bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan sektor industri bertumbuh 5,12%. Hal yang lebih
mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002 s.d. 2005 laju pertumbuhan sektor riil cenderung
melambat.Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena
pertumbuhan sektor non-riil yang melaju 2 kali lipat dari sektor riil. Pada 2 tahun terakhir sektor
yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan, bangunan, dan perdagangan. Pada
saat yang sama tingkat pengangguran terbuka pada mulanya turun tetapi sejak tahun 2002
cenderung naik. Menurut perhitungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat
pengangguran pada tahun 2004 sebesar 10,3 juta meningkat menjadi 11,2 juta pada tahun 2005
dan diperkirakan sebesar 12,2 juta pada tahun 2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus 2006, hal.
15). Hal ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang sama berada di
atas 5%. Persentase orang miskin pada mulanya juga terus menurun, tetapi sejak tahun 2005
sudah mulai bertambah.Hal ini disebabkan oleh sektor yang bertumbuh itu adalah sektor non-
riil.Ini adalah kondisi serius dan perlu dikaji lebih mendalam.