Anda di halaman 1dari 8

Leading article

Ensefalopati Hepatik:
Apa, Mengapa dan Bagaimana?
Irsan Hasan, Abirianty P. Araminta
Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo

PENDAHULUAN

Dengan memberatnya penyakit hati, risiko terjadinya ensefalopati hepatik semakin besar. Hal ini
memicu pesatnya perkembangan pengetahuan terkait masalah ensefalopati hepatik serta kemajuan
dalam diagnosis dan tata laksananya. Beragam studi terkait diagnosis, tata laksana, serta pencegah-
an enefalopati hepatik menjadi dasar penatalaksanaan ensefalopati hepatik di seluruh dunia, ter-
masuk Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memiliki panduan penatalaksanaan ensefalopati hepatik
yang diterbitkan oleh Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) pada tahun 2014.1

APA ITU ENSEFALOPATI HEPATIK?

Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati
akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup pe-
rubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan pada
otak yang mendasarinya.2 Di Indonesia, prevalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui dengan pasti
karena sulitnya penegakan diagnosis, namun diperkirakan terjadi pada 30%-84% pasien sirosis he-
patis.3 Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mendapatkan prevalensi EH minimal sebesar
63,2% pada tahun 2009.4 Data pada tahun 1999 mencatat prevalensi EH stadium 2-4 sebesar 14,9%.5
Angka kesintasan 1 tahun dan 3 tahun berkisar 42% dan 23% pada pasien yang tidak menjalani trans-
plantasi hati.6

EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya; tipe A berhubungan
dengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B berhubungan dengan jalur
pintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati, dan tipe C yang berhubung-
an dengan sirosis dan hipertensi portal, sekaligus paling sering ditemukan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati.7,8 Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi menjadi EH minimal (EHM) dan
EH overt. EH minimal merupakan istilah yang digunakan bila ditemukan adanya defisit kognitif se-
perti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau
elektrofisiologi,9,11 sedangkan EH overt terbagi lagi menjadi EH episodik (terjadi dalam waktu singkat
dengan tingkat keparahan yang befluktuasi) dan EH persisten (terjadi secara progresif dengan gejala
neurologis yang kian memberat).2,9-11

PATOFISIOLOGI ENSEFALOPATI HEPATIK

Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien gangguan hati akut maupun
kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 1


leading article

ginjal, perdarahan varises esofagus dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa (hipona-
tremia, hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi
(pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti pembedahan dan alkohol.
Faktor tersering yang mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi dan perdarahan
gastrointestinal berupa pecahnya varises esofagus.8

Terjadinya EH didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam peredaran darah yang melewati sa-
war darah otak.7 Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan penting
dalam terjadinya EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati.7,12 Beberapa studi lain juga
mengemukakan faktor pencetus lain penyebab EH seperti pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Patofisiologi ensefalopati hepatik12

Seperti yang digambarkan pada gambar 2, amonia diproduksi oleh berbagai organ. Amonia meru-
pakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease, terutama bakteri gram
negatif anaerob, Enterobacteriaceae, Proteus dan Clostridium.12 Enzim urease bakteri akan memecah
urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia juga dihasilkan oleh usus halus dan usus besar
melalui glutaminase usus yang memetabolisme glutamin (sumber energi usus) menjadi glutamat
dan amonia.12,13 Pada individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan ginjal. Secara fisiologis,
amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin di hati. Otot dan ginjal juga akan men-
detoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati dimana otot rangka memegang peranan utama dalam
metabolisme amonia melalui pemecahan amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase.12 Ginjal
berperan dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan asam-basa
tubuh. Ginjal memproduksi amonia melalui enzim glutaminase yang merubah glutamin menjadi
glutamat, bikarbonat dan amonia. Amonia yang berasal dari ginjal dikeluarkan melalui urin dalam
bentuk ion amonium (NH4+) dan urea ataupun diserap kembali ke dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh pH tubuh. Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion amonium dan urea melalui
urin, sedangkan dalam kondisi alkalosis, penurunan laju filtrasi glomerulus dan penurunan perfusi
perifer ginjal akan menahan ion amonium dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperamonia.

2 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014


leading article

Gambar 2. Metabolisme amonia oleh berbagai organ dalam tubuh14

Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena kakan astrosit. Amonia secara langsung juga
porta untuk proses detoksifiaksi. Metabolisme merangsang stres oksidatif dan nitrosatif pada
oleh hati dilakukan di dua tempat, yaitu sel astrosit melalui peningkatan kalsium intraselu-
hati periportal yang memetabolisme amonia lar yang menyebabkan disfungsi mitokondria
menjadi urea melalui siklus Krebs-Henseleit dan dan kegagalan produksi energi selular mela-
sel hati yang terletak dekat vena sentral dima- lui pembukaan pori-pori transisi mitokondria.
na urea akan digabungkan kembali menjadi Amonia juga menginduksi oksidasi RNA dan
glutamin.8,12 Pada keadaan sirosis, penurunan aktivasi protein kinase untuk mitogenesis yang
massa hepatosit fungsional dapat menyebab- bertanggung jawab pada peningkatan aktivitas
kan menurunnya detoksifikasi amonia oleh hati sitokin dan repson inflamasi sehingga meng-
ditambah adanya shunting portosistemik yang ganggu aktivitas pensignalan intraselular.16
membawa darah yang mengandung amonia
masuk ke aliran sistemik tanpa melalui hati.15 BAGAIMANAKAH GEJALA DAN CARA
Peningkatan kadar amonia dalam darah me- MENDIAGNOSIS ENSEFALOPATI HEPATIK?
naikkan risiko toksisitas amonia. Meningkatnya
permebialitas sawar darah otak untuk amonia Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spek-
pada pasien sirosis menyebabkan toksisitas trum luas manifestasi neurologis dan psikiatrik
amonia terhadap astrosit otak yang berfungsi nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan,
melakukan metabolisme amonia melalui kerja EH memperlihatkan gangguan pada tes psiko-
enzim sintetase glutamin. Disfungsi neurologis metrik terkait dengan atensi, memori jangka
yang ditimbulkan pada EH terjadi akibat edema pendek dan kemampuan visuospasial. Dengan
serebri, dimana glutamin merupakan molekul berjalannya penyakit, pasien EH mulai memper-
osmotik sehingga menyebabkan pembeng- lihatkan perubahan tingkah laku dan kepriba-

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 3


leading article

dian, seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yang
nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat memperlihatkan dis-
orientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut
dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke dalam koma.17

Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1). Stadium EH dibagi menjadi
grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk dalam EH covert serta derajat 2-4 masuk dalam EH
overt, seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven18

Pemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) dapat digunakan sebagai deteksi dini dalam
menegakkan diagnosis EH. Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT), NCT-A dan NCT-B, mau-
pun Critical Flicker Frequency (CFF) merupakan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis EH. Namun,
pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara merata di Indonesia. Oleh karena
itu, para klinisi diharapkan memberi penjelasan terhadap pasien beserta keluarganya mengenai
tanda-tanda EH, seperti komunikasi, perubahan pola tidur, penurunan aktivitas sehari-hari pasien
hingga tanda-tanda seperti asteriksis, klonus maupun penurunan kesadaran yang jelas. Pemeriksaan
radiologis berupa magnetic resonance imaging (MRI) serta elektroensefalografi (EEG) dapat menjadi
pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada otak. Elektroensefalografi akan me-
nunjukkan perlambatan (penurunan frekuensi gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan
EH.2,8 Pemeriksaan kadar amonia tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan
kadar amonia dalam darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat menjadi parameter keparahan pasien
dengan EH.18 Pemeriksaan kadar amonia darah belum menjadi pemeriksaan standar di Indonesia
mengingat pemeriksaan ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit di Indonesia. Gambar 3
menunjukkan alur diagnosis pasien dengan kecurigaan EH.

TERAPI TERKINI ENSEFALOPATI HEPATIK

Tatalaksana EH diberikan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dasar penatalaksanaan EH adalah:
identifikasi dan tatalaksana faktor presipitasi EH, pengaturan keseimbangan nitrogen, pencegahan
perburukan kondisi pasien, dan penilaian rekurensi ensefalopati hepatik.

Tatalaksana Faktor Presipitasi

Beberapa faktor presipitasi dapat mencetuskan terjadinya EH, seperti dehidrasi, infeksi, obat-obatan
sedatif dan perdarahan saluran cerna. Pencegahan dan penatalaksanaan terhadap faktor-faktor
tersebut berperan penting dalam perbaikan EH. Pemberian laktulosa dan konsumsi cairan perlu
dipantau untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Pemberian antibiotik spektrum luas diindikasikan
pada keadaan infeksi, sebagai faktor presipitasi tersering, baik pada saluran cerna maupun organ
lain. Konsumsi alkohol dan obat-obatan sedatif harus dihentikan sejak awal timbulnya manifestasi

4 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014


leading article

EH. Ligasi sumber perdarahan, observasi cairan dan penurunan tekanan vena porta perlu dilakukan
dengan tepat dan cepat bila ditemukan perdarahan saluran cerna, terutama pecahnya varises esofa-
gus. Gangguan elektrolit juga menjadi salah satu pencetus EH pada pasien sirosis sehingga membu-
tuhkan penanganan yang adekuat.12,19

Ditemukannya faktor presipitasi EH pada pasien semakin menguatkan diagnosis EH. Faktor presipi-
tasi dapat diidentifikasi pada hampir semua kasus EH episodik tipe C dan sebaiknya dievaluasi secara
aktif dan ditatalaksana segera saat ditemukan. Tabel 2 memperlihatkan pembagian faktor presipitasi
dengan EH yang ditimbulkan.

Tatalaksana Farmakologis

Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam tatalaksana EH. Be-
berapa modalitas untuk menurunkan kadar amonia dilakukan dengan penggunaan laktulosa, anti-
biotik, L-Ornithine L-Aspartate, probiotik, dan berbagai terapi potensial lainnya.

- Non-absorbable Disaccharides (Laktulosa)

Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH.7 Sifatnya yang laksatif menyebabkan

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 5


leading article

penurunan sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi uptake
glutamin.12,18,20 Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang diguna-
kan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lain
yang menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogen
pada amonia sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium (NH4+).
Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen.

Dari metaanalisis yang dilakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih baik dalam mengurangi amo-
nia dibandingkan dengan penggunaan antibiotik.12 Akan tetapi, laktulosa memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam mencegah berulangnya EH dan secara signifikan menunjukkan perbaikan tes
psikometri pada pasien dengan EH minimal.

Dosis laktulosa yang diberikan adalah 2 x 15-30 ml sehari dan dapat diberikan 3 hingga 6 bulan. Efek
samping dari penggunaan laktulosa adalah menurunnya persepsi rasa dan kembung. Penggunaan
laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode EH, karena akan memunculkan faktor pre-
sipitasi lainnya, yaitu dehidrasi dan hiponatremia.18

- Antibiotik

Antibiotik dapat menurunkan produksi amonia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang ber-
tanggung jawab menghasilkan amonia, sebagai salah satu faktor presipitasi EH.7,12,18 Selain itu, anti-
biotik juga memiliki efek anti-inflamasi dan downregulation aktivitas glutaminase.12 Antibiotik yang
menjadi pilihan saat ini adalah rifaximin, berspektrum luas dan diserap secara minimal.13,23 Dosis yang
diberikan adalah 2 x 550 mg dengan lama pengobatan 3-6 bulan.12,21 Rifaximin dipilih mengganti-
kan antibiotik yang telah digunakan pada pengobatan HE sebelumnya, yaitu neomycin, metronida-
zole, paromomycin, dan vancomycin oral karena rifaximin memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan antibiotik lainnya.12

- L-Ornithine L-Aspartate (LOLA)

LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai substrat yang berper-
an dalam perubahan amonia menjadi urea dan glutamine. LOLA meningkatkan metabolisme amonia
di hati dan otot, sehingga menurunkan amonia di dalam darah.7 Selain itu, LOLA juga mengurangi
edema serebri pada pasien dengan EH.

LOLA, yang merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan kadar amonia dengan me-
rangsang ureagenesis. L-ornithine dan L-aspartate dapat ditransaminase dengan -ketoglutarate
menjadi glutamat, melalui ornithine aminotrasnferase (OAT) dan aspartate aminotransferase (AAT),
berurutan. Molekul glutamat yang dihasilkan dapat digunakan untuk menstimulasi glutamine syn-
thetase, sehingga membentuk glutamin dan mengeluarkan amonia. Meskipun demikian, glutamin
dapat dimetabolisme dengan phosphate-activated glutaminase (PAG), dan menghasilkan amonia
kembali.

Suatu RCT double blind menunjukkan pemberian LOLA selama 7 hari pada pasien sirosis dengan EH
menurunkan amonia dan memperbaiki status mental. Akan tetapi, penurunan amonia pada pasien
EH yang mendapatkan LOLA diperkirakan hanya sementara.18 Beberapa penelitian RCT (Kirchets dkk,
1997 dan Ahmad dkk, 2008) menunjukkan bahwa penggunaan LOLA 20 g/hari secara intravena da-
pat memperbaiki kadar amonia dan EH yang ada.22,23 Studi metaanalisis terkini (Jiang Q, 2009 dan
Bai M, 2013) menunjukkan manfaat LOLA pada pasien EH overt dan EH minimal dalam perbaikan EH
dengan menurunkan konsentrasi amonia serum.24,25

6 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014


leading article

- Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai suplementasi Liu, et al., melakukan studi terhadap feses
diet mikrobiologis hidup yang bermanfaat un- pasien EH minimal dan menemukan pembe-
tuk nutrisi pejamu. Amonia dan substansi neu- rian suplementasi sinbiotik (serat dan probiotik)
rotoksik telah lama dipikirkan berperan penting berhubungan dengan menurunnya jumlah bak-
dalam timbulnya EH. Amonia juga dihasilkan teri patogenik Escherichia coli, Fusobacterium,
oleh flora dalam usus sehingga manipulasi flora dan Staphylococcus dengan peningkatan pada
usus menjadi salah satu strategi terapi EH. Me- Lactobacillus penghasil nonurease.28 Penelitian
kanisme kerja probiotik dalam terapi EH diper- metaanalisis dari 9 laporan penelitian menun-
caya terkait dengan menekan substansi untuk jukkan prebiotik, probiotik dan sinbiotik mem-
bakteri patogenik usus dan meningkatkan punyai manfaat pada pasien EH.29 Meskipun
produk akhir fermentasi yang berguna untuk demikian, penelitian lebih lanjut masih dibu-
bakteri baik.26,27 tuhkan dalam penggunaan probiotik pada tata-
laksana dan prevesi sekunder EH overt.30

Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 7


leading article

TERAPI POTENSIAL LAINNYA

Beberapa obat lain saat ini masih dalam penelitian, antara lain ammonia scavenger, activated char-
coal, dan L-Ornithine Phenylacetate (OP). Ammonia scavenger (natrium benzoat, natrium fenilasetat,
natrium fenilbutirat) digunakan untuk memintas siklus urea yang telah tersaturasi penuh. Obat ini
diberikan secara intravena dan baru digunakan pada pasien dengan gangguan siklus urea dan hi-
peramonemia, namun belum disetujui untuk digunakan pada pasien EH. Activated charcoal bekerja
menyerap molekul kecil, diantaranya amonia, lipopolisakarida dan sitokin. AST-120, karbon berben-
tuk sferis saat ini sedang diteliti efikasinya pada pasien dengan EH. Pada pilot study terlihat bah-
wa AST-120 memiliki efikasi yang sama dengan laktulosa namun dengan efek samping yang lebih
sedikit.12 L-Ornithinge Phenylacetate (OP) bekerja menurunkan kadar amonia dengan berfungsi seba-
gai substrat pebentukan glutamin dari amonia pada otot rangka.8

PENUTUP

Ensefalopati hepatik merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan
sirosis hati. Tatalaksana optimal EH akan memperpanjang survival dan memperbaiki kualitas hidup
pasien sirosis. Prinsip tatalaksana EH adalah mengidentifikasi dan mengatasi pencetus serta terapi
medikamentosa.

daftar pustaka
1. Lesmana LA, Nusi IA, Gani RA, Hasan I, Sanityoso A, Lesmana CRA, et al. 16. Norenberg MD, Rama Rao KV, Jayakumar AR. Signaling factors in the
Panduan praktik klinik penatalaksanaan ensefalopati hepatik di Indonesia mechanism of ammonia neurotoxicity. Metab Brain Dis. 2009;24(1):103-
2014. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2014. 17.
2. Ferenci P, Lockwood A, Mullen K, Tarter R, Weissenborn K, Blei AT. Hepatic 17. Vilstrup H, Amodio P, Bajaj J, Cordoba J, Fereni P, Mullen KD, et al. Hepatic
encephalopathyDefinition, nomenclature, diagnosis, and quantifica- encephalopathy in chronic liver disease: 2014 practice guideline by the
tion: Final report of the Working Party at the 11th World Congresses of European Association for the Study of the Liver and the American As-
Gastroenterology, Vienna, 1998. Hepatology. 2002;35(3):716-21. sociation for the Study of Liver Diseases. J Hepatol (2014), http://dx.doi.
3. Hartmann IJ, Groeneweg M, Quero JC, Beijeman SJ, de Man RA, Hop WC, et org/10.1016/j.hep.2014.05.042
al. The prognostic significance of subclinical hepatic encephalopathy. Am J 18. Zhan T, Stremmel W. The diagnosis and treatment of minimal hepatic en-
Gastroenterol. 2000;95(8):2029-34. cephalopathy. Dtsch Arztebl Int. 2012;109(10):180-7.
4. Iskandar M, Ndraha S, Hasan I. Prevalensi Ensefalopati Hepatik Minimal di 19. Crdoba J. New assessment of hepatic encephalopathy. J Hepa-
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Bulan Mei - Agustus 2009: KO- tol.54(5):1030-40.
PAPDI; 2009. 20. Sanyal A, Bass N, Mullen K, Poordad F, Shaw A, Merchant K, et al. Recent
5. Zubir N. Koma hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibra- advances in the diagnosis and treatment of hepatic encephalopathy. Gas-
ta M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: troenterol Hepatol. 2010;6(7):5-13.
Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran 21. Wright G, Chatree A, Jalan R. Management of Hepatic Encephalopathy. Int
Universitas Indonesia, 2009. J Hepatol. 2011;2011.
6. Mullen KD. The Treatment of Patients With Hepatic Encephalopathy: 22. Kircheis G, Nilius R, Held C, Berndt H, Buchner M, Gortelmeyer R, et al.
Review of the Latest Data from EASL 2010. Gastroenterol Hepatol. Therapeutic efficacy of L-ornithine-L-aspartate infusions in patients with
2010;6(7):1-16. cirrhosis and hepatic encephalopathy: Results of a placebo-controlled,
7. Riggio O, Ridola L, Pasquale C. Hepatic encephalopathy therapy: An over- double-blind study. Hepatology. 1997;25(6):1351-60.
view. World J Gastrointest Pharmacol Ther. 2010;1(2):54-63. 23. Ahmad I, Khan AA, Alam A, Dilshad A, Butt AK, Shafqat F, et al. L-ornithine-
8. Wakim FJ. Hepatic encephalopathy: suspect it early in patients with cir- L-aspartate infusion efficacy in hepatic encephalopathy. Journal of the
rhosis. Cleve Clin J Med. 2011;78(9):597-605. College of Physicians and Surgenons--Pakistan:JCPSP. 2008;18(11):684-7.
9. Amodio P, Montagnese S, Gatta A, Morgan M. Characteristics of Minimal 24. Jiang Q, Jiang X-H, Zheng M-H, Chen Y-P. l-Ornithine-l-aspartate in the
Hepatic Encephalopathy. Metab Brain Dis. 2004;19(3-4):253-67. management of hepatic encephalopathy: A meta-analysis. J Gastroen-
10. Groeneweg M, Moerland W, Quero JC, Hop WCJ, Krabbe PF, Schalm terol Hepatol. 2009;24(1):9-14.
SW. Screening of subclinical hepatic encephalopathy. J Hepatol. 25. Bai M, Yang Z, Qi X, Fan D, Han G. l-ornithine-l-aspartate for hepatic en-
2000;32(5):748-53. cephalopathy in patients with cirrhosis: A meta-analysis of randomized
11. Quero JC, Hartmann IJ, Meulstee J, Hop WC, Schalm SW. The diagnosis of controlled trials. J Gastroenterol Hepatol. 2013;28(5):783-92.
subclinical hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis using neu- 26. Solga, SF. Probiotics can treat hepatic encephalopathy. Med Hypothesses
ropsychological tests and automated electroencephalogram analysis. 2003;61:307-13.
Hepatology. 1996;24(3):556-60. 27. Bongaerts G, Severijnen R, Timmerman H. Effect of antibiotics, prebiotics
12. Frederick RT. Current concepts in the pathophysiology and management and probiotics in the treatment for hepatic encephalopathy. Med Hypoth-
of hepatic encephalopathy. Gastroenterol Hepatol. 2011;7(4):222-33. eses 2005;64:64-8.
13. Perazzo JC, Tallis S, Delfante A, Souto PA, Lemberg A, Eizayaga FX, et al. 28. Liu Q, Duan ZP, Ha DK, et al. Synbiotic modulation of gut flora: Effect on
Hepatic encephalopathy: An approach to its multiple pathophysiological minimal hepatic encephalopathy in patients with cirrhosis. Hepatology
features. World J Hepatol. 2012;4(3):50-65. 2004;39:1441-9.
14. Cordoba J, Minguez B. Hepatic Encephalopathy. Semin Liver Dis. 29. Shukla S, Shukla A, Mehboob S, Guha S. Meta-analysis: the effects of gut
2008;28(1):70-80. flora modulation using prebiotics, probiotics and synbiotics on minimal
15. Chatauret N, Butterworth RF. Effects of liver failure on inter-organ traffick- hepatic encephalopathy. Aliment Pharmacol Ther. 2011;33(6):662-71.
ing of ammonia: implications for the treatment of hepatic encephalopa- 30. Sharma V, Garg S, S A. Probiotics and Liver Disease. Perm J. 2013;17(4):62-7.
thy.J Gastroenterol Hepatol. 2004;19:S219-223.

8 MEDICINUS Vol. 27, No.3, Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai