Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hormon tumbuhan, atau dikenal juga dengan fitohormon, adalah
sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk
secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil
(di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per
liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan,
perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
Hormon merupakan sinyal kimia yang mengkoordinasi bagian-bagian suatu organisme.
Karakteristik hormon adalah hanya dibutuhkan dalam konsentrasi yang sangat kecil untuk
menginduksi perubahan besar dalam suatu organisme. Secara umum hormon mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dengan cara mempengaruhi pembelahan,
pemanjangan dan diferensiasi sel. Beberapa hormon juga memperantarai respon fisiologis
jangka pendek tumbuhan terhadap stimulus lingkungan. Salah satu hormon tumbuhan adalah
asam absisat (Lakitan, 1993).
Berlainan dengan hormon tumbuhan lainnya, misalnya auksin, sitokinin dan giberilin,
asam absisat berfungsi menghambat pertumbuhan suatu tumbuhan dan mengalami dormansi.
Asam absisat juga menghambat pembelahan sel kambium pembuluh. Fungsi tersebut
memungkinkan asam absisat untuk membantu mempersiapkan tumbuhan untuk menghadapi
musim dingin dengan cara menghentikan pertumbuhan primer dan sekundernya. Selanjutnya
dalam makalah ini akan dikaji tentang pengertian, sintesis, fungsi asam absisat serta
hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Campbell, 2003).
Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana
pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik
tertentu pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas
maupun ujung akar. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di
sekitarnya atau, lebih umum, ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain
untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi melalui
pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antarsel (Abidin,
1994).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis bermaksud membahas materi ini lebih
dalam agar mengetahui secara detail mengenai sintesis hormon Asam Absisat, transport,
fungsi, hingga mekanisme dan aksi dari hormon giberelin. Maka makalah ini mengambil
judul Hormon Asam Absisat
1.2 Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. 2.2 Menjelaskan sintesis hormon Asam Absisat

1. 2.3 Menjelaskan transport hormon Asam Absisat

1. 2.4 Menjelaskan fungsi utama hormon Asam Absisat

1. 2.5 Menjelaskan mekanisme dan aksi hormon Asam Absisat


2.4 Fungsi Utama Asam Absisat bagi Tumbuhan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, hormon Asam Absisat
berfungsi dalam menghambat pertumbuhan, hal ini dilakukan untuk
membantu tumbuhan untuk bertahan dalam kondisi yang sulit, sehingga
hormon absisat hanya diproduksi jika tumbuhan mengalami kondisi-
kondisi rawan, seperti kekurangan air, pada musim dingin, musim kering,
dan musim gugur sehingga terjadi proses-proses untuk menghambat
pertumbuhan. Secara Keseluruhan, Asam Absisat berfungsi dalam :
a. ABA menginduksi penutupan stomata
Kandungan ABA dalam daun monokotil dan dikotil meningkat beberapa kali lipat jika
daun mengalami keadaan rawan air, baik jika daun dipisahkan dari akarnya taupun tidak.
Diketahui pula bahwa akar yang mengalami rawan air juga membentuk ABA lebih banyak
dan bahwa ABA ini diangkut melalui xilem menuju daun dan menutup stomata. ABA yang
dipasok oleh akar sebagian besar berasal dari ujung akar dangkal yang mengalami rawan air
dan ABA berlaku sebagai isyarat bagi daun jika air tanah mulai habis. Stomata menutup
sebagai respon terhadap ABA yang berasal dari akar atau daun, sehingga terlindung dari
kekeringan. (Salisbury dan Ross, 1995).

b. ABA melindungi terhadap keadaan rawan garam dan rawan dingin


Tingkat ABA naik bukan hanya ketika tumbuhan mengalami tekanan akibat pasokan air
yang tidak mencukupi, tapi juga akibat tanah bergaram, suhu dingin, suhu beku dan suhu
tinggi. Rawan garam menyebabkan terbentuknya beberapa protein baru, khususnya protein
berbobot molekul rendah yaitu osmotin (Salisbury dan Ross, 1995).

c. ABA menghambat pertumbuhan embrio pada permulaan dormansi biji


Tahapan dalam kehidupan tumbuhan yang menguntungkan jika pertumbuhan
dihentikan adalah pada saat permulaan dormansi biji dan ABA bertindak sebagai penghambat
pertumbuhan. Biji akan berkecambah lagi jika ABA dihambat dengan cara membuatnya tidak
aktif, membuangnya atau dengan peningkatan aktivitas giberilin (Campbell, 2003). ABA
eksogen merupakan penghambat kuat bagi perkecambahan biji. Ketika dormansi berakhir,
oleh suatu keadaan lingkungan misalnya cahaya dan suhu rendah, ABA akan menurun dan
biji dapat berkecambah.
d. ABA mempengaruhi pengguguran daun
Semula ABA disebut sebagai penyebab penguguran daun. Namun, sejak terbukti bahwa
ABA menstimulasi penguguran organ hanya pada beberapa spesies tumbuhan saja dan bahwa
hormon utama yang menyebabkan penguguran adalah etilen. Di sisi lain, ABA jelas terlibat
dalam pelayuan daun, dan melalui hal ini secara tidak langsung meningkatkan pembentukan
dan stimulasi etilen (Taiz and Zeiger, 2002)

2.5 Mekanisme dan Aksi Hormon Asam Absisat


ABA berperan utama dalam mengatur permulaan dan pemeliharaan dormansi pucuk
dan biji serta respon tumbuhan terhadap stres. Selain itu ABA juga mempengaruhi berbagai
aspek lain pada perkembangan tumbuhan, dengan berinteraksi (biasanya secara berlawanan)
dengan auksin, sitokinin, giberilin dan etilen (Taiz and Zeiger, 2002). Salah satu aspek
tersebut adalah pada perkembangan biji (embriogenesis).
Perkembangan embrio dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu:
(1) Fase pertama, yang ditandai dengan pembelahan sel dan jaringan, zigot mengalami
embriogenesis dan proliferasi jaringan endosperm.
(2) Fase kedua, pembelahan sel berhenti dan terjadi penimbunan senyawa (cadangan
makanan).
(3) Fase ketiga, embrio menjadi toleran terhadap pengeringan dan biji menjadi kering
(kehilangan 90% air). Sebagai konsekuensi dari pengeringan, metabolisme berhenti
dan biji memasuki masa istirahat. Berbeda dengan biji yang mengalami dormansi,
biji yang istirahat akan berkecambah jika terkena air.
Dua fase terakhir menghasilkan biji yang aktif dengan sumber yang memadai untuk
mendukung perkecambahan dan tahan hingga berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun
sebelum memulai lagi perkecambahan. Secara khas, kandungan ABA pada biji sangat rendah
di awal embriogenesis, dan kemudian berangsur-angsur menurun hingga biji menjadi matang
(Taiz and Zeiger, 2002).
Mekanisme Penutupan Sel Penjaga Stomata
Gambar 1. Mekanisme penutupan sel penjaga Stomata
(Sumber : Hopskin, 2009)

Sebuah skema sederhana yang menggambarkan koordinasi pompa ion


oleh ABA dan Ca2+ selama penutupan sel penjaga stomata.
ABA dirasakan oleh reseptor (ABA R) yang mentransmisikan sinyal ABA untuk
masuk-meluruskan saluran kalsium melalui membran protein kinase yang terkait. kinase yang
berlawanan dengan protein fosfatase (PP). ABA juga merangsang pelepasan Ca2+ dari bagian
dalam seperti retikulum endoplasma (ER), mungkin dimediasi oleh fosfolipid sinyal dan /
atau protein G. Penambahan konsentrasi Ca2+ sitosol menghambat saluran K+ dan membuka
kedua K+out dan saluran anion (A-). Hasilnya adalah jaringan bersih dari ion dari sel penjaga,
diikuti dengan hilangnya air dan turgor, dan penutupan pori stomata (Hopskin, 2009).
Kesimpulan:
2.4 Fungsi Utama hormon Asam Absisat antara lain ABA menginduksi penutupan stomata,
ABA melindungi terhadap keadaan rawan garam dan rawan dingin, ABA menghambat
pertumbuhan embrio pada permulaan dormansi biji, ABA mempengaruhi pengguguran
daun

2.5 Mekanisme Hormon Asam absisat pada penutupan sel penjaga Stomata yaitu ABA
dirasakan oleh reseptor (ABA R) yang mentransmisikan sinyal ABA untuk masuk-
meluruskan saluran kalsium melalui membran protein kinase yang terkait.. ABA juga
merangsang pelepasan Ca2+ dari bagian dalam seperti retikulum endoplasma (ER.
Penambahan konsentrasi Ca2+ sitosol menghambat saluran K+ dan membuka kedua K+out
dan saluran anion (A-). Hasilnya adalah jaringan bersih dari ion dari sel penjaga, diikuti
dengan hilangnya air dan turgor, dan penutupan pori stomata.

Daftar Rujukan

Abidin. 1994. Dasardasar Pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Campbell, Neil. A. 2003. Biologi. Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hopkins, W.G. 2009. Introduction to Plant Physiology. New York: John Wiley&Sons, Inc.
Lakitan, B., 1993, Dasar Dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo persada, Jakarta.
Salisbury, Frank. B dan Cleon, W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Bandung: ITB.
Taiz, Lincoln and Eduardo Zeiger. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sunderland:
Sinauer Associates.

Anda mungkin juga menyukai