Anda di halaman 1dari 16

Hukum

Denny
Yapari
Lulusan Sarjana Teknik Elektro (S.T.) dari Institut Teknologi Nasional Bandung, Sarjana
Hukum (S.H.) Universitas Yos selengkapnya

Jadikan Teman | Kirim Pesan


1inShare

Kedudukan PA, KPA, PPK, Pejabat


Pengadaan, dan PPTK dalam Pengadaan
Barang/Jasa
OPINI | 25 January 2012 | 19:48 Dibaca: 39515 Komentar: 13 2

A. PERMASALAHAN

Kedudukan Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat


Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dalam pengadaan barang/jasa di daerah ternyata masih menjadi persoalan besar dan
pelik di kalangan aparatur daerah. Bagaimana kriteria dan persyaratan dalam mengangkat
pejabat yang bertanggung jawab dan melaksanakan pengadaan barang/jasa berdasarkan
Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sekaligus juga
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah masih menjadi persoalan.

Adanya PPTK dalam PP Nomor 58 tahun 2005 yang mempunyai fungsi dan
kedudukan yang hampir sama dengan PPK dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 masih
menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan PPTK yang melaksanakan pengadaan
barang/jasa. Demikian pula dengan penetapan PPK dan Pejabat Pengadaan yang disyaratkan
mempunyai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikaitkan dengan PNS yang memegang
jabatan karier, sehingga bisa saja terjadi konflik internal antar aparatur sebagai akibat adanya
pejabat yang secara karier lebih tinggi pangkatnya namun dalam pengadaan barang/jasa tidak
bisa bertindak sebagai PPK.

Isu hukum yang muncul dalam permasalahan ini adalah bagaimana kedudukan PA/KPA,
PPK, Pejabat Pengadaan dan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan pengelolaan
keuangan daerah.

B. SUMBER HUKUM

1. Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur


kewenangan Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran.

2. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang
mengatur kewenangan PA/KPA dan PPTK dalam pengelolaan Keuangan Daerah

3. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
mengatur kewenangan PA/KPA, PPK dan Pejabat Pengadaan dalam pengadaan
barang/jasa Pemerintah

C. ISU HUKUM

1. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PA dan KPA dalam pengadaan barang/jasa
sebagaimana yang diatur dalam PP 58 tahun 2005 dan Perpres 54 tahun 2010

2. Bagaimana kedudukan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan kewenangannya


dalam PP 58 tahun 2005
3. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PPK dan Pejabat Pengadaan berdasarkan
Perpres 54 tahun 2010 terkait dengan PNS sebagai jabatan karir.

D. ANALISIS

1. a. Kedudukan PA dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 5 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Pengguna


Anggaran (PA) sebagai Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan
pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Definisi ini mengacu pada definisi PA
dalam dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 1 Tahun 2004, karena dalam konsiderans
Perpres menyebutkan UU No. 1 Tahun 2004.

Mengenai siapa yang dapat menjadi PA dalam Perpres tersebut tidak


disebutkan, sehingga untuk menentukan siapa saja yang dapat menjadi PA adalah
dengan melihat aturan pada UU No. 1 Tahun 2004, dimana yang dapat menjadi PA
adalah :

a. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi


kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan pasal 4 ayat (1);

b. Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 5


ayat (1);

c. Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya berdasarkan pasal 6 ayat (1).

Mengenai kewenangan dari PA dalam pengadaan barang/jasa telah cukup jelas di


dalam Perpres No. 54 Tahun 2010.

b. Kedudukan KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 6 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Kuasa Pengguna


Anggaran sebagai pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau
ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Sebagaimana definisi PA,
definisi KPA tersebut mengacu pada definisi KPA dalam pasal 1 angka 18 UU No. 1
Tahun 2004.
Mengenai siapa yang dapat menjadi KPA tidak diatur, mengingat bahwa
definisi KPA adalah pemegang kuasa dari Pengguna Anggaran, karena penetapannya
berupa pelimpahan wewenang dengan memberi kuasa maka siapa saja dapat
ditetapkan oleh PA sebagai KPA dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan siapa yang
akan ditetapkan sebagai KPA pada dasarnya wewenang dari PA, namun demikian dari
hasil analisis penulis, khusus untuk Kepala Unit Kerja pada SKPD yang akan
ditetapkan sebagai KPA oleh Kepala Daerah harus diusulkan oleh Pengguna Anggaran
(dalam hal ini adalah Kepala SKPD) berdasarkan pasal 11 ayat (2) PP No. 58 Tahun
2005 dan penjelasan pasal 5 UU No. 1 Tahun 2004.

Kedudukan KPA harus dilihat sebagai aparatur yang menjalankan kuasa,


sehingga kewenangan KPA terbatas berdasarkan khusus pada pelimpahan
kewenangan yang diberikan, dengan demikian ketika KPA ditetapkan dalam
pengadaan barang/jasa maka kewenangannya pun sesuai dengan kewenangan PA
sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010. Disamping itu juga KPA
bukanlah jabatan, baik secara struktural maupun fungsional, sehingga pertimbangan
dalam pemilihan aparatur yang ditetapkan sebagai KPA tidak terikat apakah KPA
harus pejabat struktural ataupun pejabat fungsional. Pertimbangan yang baik dapat
berdasarkan pada tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang
dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat (3) PP No. 58 Tahun
2005.

2. Kedudukan PPTK dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 16 PP No. 58 Tahun 2005 menyatakan bahwa Pejabat Pelaksana


Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD
yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang
tugasnya. Berdasarkan pasal 12 ayat (1) PP No. 58 Tahun 2005, PA/KPA menunjuk
pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK untuk melaksanakan program dan kegiatan,
dengan tugas mencakup (pasal 12 ayat 2):

1. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

2. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;


3. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Dengan demikian PPTK bertanggung jawab kepada pejabat PA/KPA (pasal 13


ayat 2). Pemilihan PPTK berdasarkan pada pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran
kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya
(Pasal 13 ayat 1). Berdasarkan uraian diatas, PPTK merupakan pelaksana sekaligus
penanggung jawab kegiatan di unit kerja SKPD.

Pengadaan barang/jasa adalah salah satu kegiatan di


Kementerian/Lembaga/SKPD/Instansi sehingga berdasarkan ketentuan ini PPTK
berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Namun demikian
dengan adanya Perpres No. 54 Tahun 2010, maka ketentuan yang mengatur tentang
pengadaan barang/jasa menjadi khusus berdasarkan asas preferensi hukum Lex Specialis
Derogat Legi Generali yang berarti bilamana terdapat 2 (dua) peraturan/ketentuan yang
sederajat (sejajar) dalam hierarki perundang-undangan dan mengatur hal yang sama,
dimana yang satu lebih bersifat khusus dan yang lain bersifat umum, maka ketentuan
yang lebih bersifat khusus yang diberlakukan[1].

Perpres No. 54 Tahun 2010 mengatur bahwa penanggung jawab dalam kegiatan
pengadaan barang/jasa adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sedangkan
pelaksananya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan / Pejabat Pengadaan, tidak ada
kewenangan yang diatur dan diberikan kepada PPTK dalam pengadaan barang/jasa.
Kedudukan PPTK dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (3) Perpres No. 54 Tahun
2010 yaitu sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan
barang/jasa. Jadi jelas PPTK yang berada dalam Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi
tidak mempunyai kewenangan dalam pengadaan barang/jasa.

Bagaimana dengan PPTK yang merangkap sebagai PPK? Karena tidak ada
larangan maka hal tersebut diperbolehkan, dengan syarat bahwa dalam kapasitas sebagai
PPK, aparatur tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai seorang PPK. Tidak dapat
dikatakan bahwa seorang PPTK karena mempunyai kewenangan sebagai pelaksana dan
penanggung jawab di SKPD maka dapat menjabat sebagai PPK walaupun kriteria
aparatur tersebut tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sebagai seorang PPK.

4. Kedudukan PPK dan Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa


Pasal 1 Angka 7 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat
Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres No. 54 Tahun 2010
menyatakan bahwa Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Dari definisi
tersebut jelas bahwa dalam pengadaan barang/jas PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan dan pejabat pengadaan adalah pejabat yang melaksanakan,
kedudukan Pejabat Pengadaan secara fungsi sama dengan ULP.

PPK dan Pejabat Pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA sebagaimana disebutkan


dalam pasal 8 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010. Penetapan PPK dilakukan berdasarkan
persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 12 ayat (2) dan ayat (3), yaitu :

a. memiliki integritas;

b. memiliki disiplin tinggi;

c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan
tugas;

d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;

e. menandatangani Pakta Integritas;

f. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan (dalam penjelasan disebutkan yang


dimaksud pengelola keuangan disini yaitu bendahara/verifikator/Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar); dan

g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

h. berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang
sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;

i. memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan
yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
j. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap
tugas/pekerjaannya.

Khusus untuk PPK di daerah berdasarkan pasal 127 huruf c yang mengatur ketentuan
masa transisi menentukan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2012 wajib memiliki sertifikat
keahlian pengadaan barang/jasa

Persyaratan untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan adalah berdasarkan pasal


17 ayat (1), yaitu :

a. memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

b. memahami pekerjaan yang akan diadakan;

c. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang
bersangkutan;

d. memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

e. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai


anggota ULP/Pejabat Pengadaan;

f. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang


dipersyaratkan; dan

g. menandatangani Pakta Integritas.

Berdasarkan aturan persyaratan tersebut jelas bahwa baik PPK maupun Pejabat
Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun fungsional), keduanya merupakan
jabatan khusus yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk kepentingan
khusus, dalam hal ini untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di Pemerintahan. Tidak
ada persyaratan lain yang diatur ataupun ruang yang diberikan untuk persyaratan
tambahan bagi PPK ataupun Pejabat pengadaan karena tujuan adanya persyaratan tersebut
bukan mencari aparatur daerah yang sudah senior atau mencari aparat daerah yang
pangkatnya tinggi atau golongannya yang tinggi serta bukan pula bertujuan jabatan
tersebut disesuaikan dengan jenjang kepangkatan yang ada. Sebagaimana tersirat dalam
Penjelasan Perpres No. 54 Tahun 2010, aparatur yang terlibat dalam pengadaan
barang/jasa dituntut merupakan seorang yang profesional dan tidak berpihak
(independen) agar dapat menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para
pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Hasil
akhirnya adalah penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus efisiensi dan efektif, dengan demikian
diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-
jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas
Pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Kedudukan PNS yang memegang jabatan karir secara struktural dan fungsional
adalah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PNS. Dengan demikian
ketika aparatur di daerah menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan walaupun
kewenangan yang diberikan Perpres cukup besar namun terbatas hanya dalam pengadaan
barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang
memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. KESIMPULAN

1. Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah :

a. Menteri/pimpinan lembaga bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

b. Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah;

c. Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya.

1. Kuasa Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah pemegang kuasa


Pengguna Anggaran yang memiliki kewenangan berdasarkan kepada pelimpahan
wewenang yang diberikan dalam kuasa. Kewenangan KPA dalam pengadaan
barang/jasa sama dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur dalam Perpres No.
54 Tahun 2010.

2. Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak memberikan kewenangan kepada PPTK yang berada
dalam Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi dalam pengadaan barang/jasa. PPTK
dapat bertindak sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK.
3. PPK maupun Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun
fungsional), keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh Peraturan
Presiden No. 54 Tahun 2010 untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di
Pemerintahan. Aparatur yang menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan
walaupun mempunyai kewenangan yang cukup besar berdasarkan Perpres No. 54
Tahun 2010 namun kewenangan tersebut terbatas hanya dalam pengadaan
barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang
memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

[1] Peter MahmudMarzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2008, h. 306

Tags: pejabat pptk ppk kpa pa kedudukan pengadaan barang/jasa

Laporkan

Tanggapi

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Siapa yang menilai tulisan ini?


2

adhidewe
Bermanfaat

Allangdd
Bermanfaat
KOMENTAR BERDASARKAN :

11 April 2012 08:14:11


1).masih perlukah ditunjuk PPTK dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa?
2).bilamana PPTK perlu ditunjuk??

Laporkan Komentar

Balas

Yudi Ismanto

12 April 2012 07:57:19


1) Secara umum berdasarkan perpres 54 tahun 2010 sudah tidak ada PPTK dalam
pengadaan barang dan jasa, namun PPTK bisa ada (bilamana dibutuhkan) tetapi
tugasnya membantu PPK.

2) Perpres tidak mengatur adanya PPTK dalam pengadaan barang dan jasa

Laporkan Komentar

Balas

Denny Yapari

7 June 2012 19:09:22


KPA yang tidak bersertifikat bisa merangkap sebagai PPK
(http://ikakgp.blogspot.com/2012/01/tidak-ada-ppk-maka-pakpa-perlu.html) TETAPI
ditulisan lain (http://www.khalidmustafa.info/2011/12/18/ppk-yang-tidak-
bersertifikat-pbj-tidak-dapat-menandatangani-kontrak.php)
Pertanyaan saya, KPA tidak bersertifikat merangkap PPK kemudian menandatangani
Kontrak, Apakah Kontraknya LEGAL? Apakah resikonya?

Laporkan Komentar

Balas

Freedomofspeech Really?

12 April 2012 07:59:45


pengertian bilamana dibutuhkan dalam jawaban saya no. 1 sifatnya subyektif
berdasarkan pertimbangan PPK. Kedudukan PPTK tetap namanya PPTK tetapi
tugasnya dalam Pengadaan barang dan jasa tergantung dari PPK.

Laporkan Komentar

Balas

Denny Yapari

7 June 2012 19:08:23


Pak Kalid, KPA yang tidak bersertifikat bisa merangkap sebagai PPK
(http://ikakgp.blogspot.com/2012/01/tidak-ada-ppk-maka-pakpa-perlu.html) TETAPI
ditulisan lain bapak menulis (http://www.khalidmustafa.info/2011/12/18/ppk-yang-
tidak-bersertifikat-pbj-tidak-dapat-menandatangani-kontrak.php)
Pertanyaan saya, KPA tidak bersertifikat merangkap PPK kemudian menandatangani
Kontrak, Apakah Kontraknya LEGAL? Apakah resikonya?
Laporkan Komentar

Balas

Freedomofspeech Really?

8 June 2012 07:06:38


@Freedomofspeech Maaf pa saya bukan pa khalid,

KOntrak yang ditandatangani legal, tapi PA/KPA telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan melakukan pengadaan menyimpangi Perpres No. 54 Tahun 2010.

Resikonya: Bila hal tersebut merugikan seseorang atau badan hukum, maka PA/KPA
dapat digugat

Laporkan Komentar

Balas

Denny Yapari

2 February 2013 12:05:46


Sejauh mana tanggung jawab PPK apabila pengadaan barang /jasa (dalam hal
spesifikasi teknis barang/jasa dan HPS atau RAB-Rencana Anggaran dan Biaya)
dilakukan lintas SKPD. Apakah RAB yang dibuat oleh lintas SKPD bisa dipakai
sebagai HPS oleh PPK. Thanks
Laporkan Komentar

Balas

Harapan Indah

2 February 2013 17:51:29


Saya agak bingung dengan istilah PBJ lintas SKPD, mungkin perlu dijelaskan contoh
kongkretnya seperti apa.
Yang Jelas adalah PPK bertanggung jawab sesuai tugas dan kewenangannya dan
Komponen penyusun HPS kan sudah dijelaskan dalam Perpres, kalau PPK mau pakai
RAB dari SKPD lain setidaknya RAB tersebut diperiksa dan dihitung kembali oleh
PPK agar update dengan keadaan terbaru, jangan PPK sekedar copas saja, padahal
itu tanggung jawab dia dalam menyusun HPS.

Laporkan Komentar

Balas

Denny Yapari

3 February 2013 09:49:13


Terima kasih bung Denny atas penjelasannya. istilah PBJ lintas SKPD dimaksud
hanya terbatas pada penyusunan RAB. SKPD A sebagai PA dan penyusunan RAB
dilakukan oleh SKPD B. Penyerahan RAB pun dilakukan dengan Berita Acara Serah
Terima kepada SKPD A. Yang jadi pertanyaan, apakah RAB tsb dapat dipakai sebagai
HPS?
Laporkan Komentar

Balas

Harapan Indah

3 February 2013 22:15:45


Kalau PPK SKPD A hanya sekedar copas RAB dari SKPD B maka takutnya ada
beberapa item yang tidak sesuai dengan harga pasar, namun bilamana hasil
pengecekan/pemeriksaan ulang dari PPK di peroleh kesimpulan RAB dari SKPD B
sudah sesuai dengan harga pasar maka RAB tersebut dapat dijadikan salah satu acuan
setelah mengkonfirmasi harga pasar yang ada. Intinya jangan asal copas saja.

Laporkan Komentar

Balas

Denny Yapari
Komentar Berikutnya
Tulis Tanggapan Anda

adalah media warga.


Ayo ikut menulis bersama 275776 Kompasianer
HEADLINE ARTICLES
Menjamurnya Reklame, Wajah Kota Berat

Andre Jayaprana | | 19 February 2015 | 23:29


Bagaimana Membaca Reaksi Australia terhadap

Dr. Damos Agusman | | 20 February 2015 | 00:19


Kompasiana - SKK Migas-Kontraktor KKS Blog

Kompasiana | | 14 February 2015 | 13:45


Membela Hakim Sarpin Rizaldi dengan

Nararya | | 20 February 2015 | 00:05


Badrodin Waspadai Rekor Jabatan Kapolri

Abanggeutanyo | | 20 February 2015 | 02:42

TRENDING ARTICLES
Tiga Kesalahan Lion Air Terkait Delay

Wahyu 'wepe' Pramud... | 2 jam lalu


Abraham Samad, Diselamatkan Jokowi

Emnoer_dm70 | 3 jam lalu


Selalu Suudzon Kepada Pak

Gunawan | 6 jam lalu


Parahnya Lion Air; Apa Tindakan Menteri

Ilyani Sudardjat | 12 jam lalu


Gol Spektakuler Johan Budi, Gedung KPK

Imam Kodri | 12 jam lalu

Subscribe and Follow Kompasiana:

Anda mungkin juga menyukai