Modul 1. Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang SIstem Perkemihan
Modul 1. Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang SIstem Perkemihan
Modul 1. Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang SIstem Perkemihan
A:
Pengkajian Sistem Perkemihan
Oleh :
Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu
menjelaskan dan mendemostrasikan teknik pemeriksaan fisik pada sistem
perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar pemeriksaan fisik pada sistem
perkemihan
2. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik ginjal
3. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik kandung kemih
4. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik genitalia eksterna
5. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik rektum
6. Mendemonstrasikan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem
perkemihan
A. Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas
penyakit di pada sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat
jumlahnya. Perubahan gaya hidup masyarakat dan pengetahuan
masyarakat mengenai informasi penyakit-penyakit sistem perkemihan
diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit tersebut.
Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di
layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga
kesehatan dalam mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat
membantu dalam menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan
meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari
pengkajian yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan
rehabilitasi menyebabkan jumlah penderita penyakit sistem perkemihan
yang ditangani semakin baik yang meningkatkan harapan hidup
penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak menyelesaikan masalah
karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan gejala sisa bagi
penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup.
Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber
daya manusia yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu
ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja
dan oleh siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia terhadap penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko
dari penyakit sistem perkemihan perlu mendapat perhatian khusus,
karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa yang akan datang.
Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita
penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang belum
menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena
sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih
banyak daripada mereka yang telah menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang
tepat menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya.
Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan dasar urologi dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang
disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang
sistematik
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap
pasien untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien,
dan
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang
ditujukan untuk mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di
derita oleh klien. Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data
adalah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk
kekuatan dan kelemahan klien. Data dikumpulkan dari klien
(autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa), yaitu dari keluarga,
orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data
subjektif. Data Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien
tentang masalah kesehatan. Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan
subjektif seperti harga diri atau nyeri. Data subjektif adalah informasi
yang diucapkan oleh klien kepada perawat selama wawancara atau
pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat.
Data subjektif biasa disebut gejala. Data subjektif atau gejala adalah
fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan
kebiasaan dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih
ketika buang air kecil, perut saya terasa melilit, badan saya sakit semua,
dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien,
riwayat penyakit saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan
sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise,
pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat
infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual,
atau infertilitas. Selain itu perlu adanya pengkajian terhadap riwayat
penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita
keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan kepada klien
adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna,
kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan
hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang
terkait dengan sistem perkemihan.
a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ
urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar
organ tersebut) atau berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari
tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus
urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan karena
regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari itu,
pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri,
berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan
sebagai kurang nyaman/discomfort.
1. Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini
dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada
obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau
pada tumor ginjal.
2. Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan
peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus
alienum lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul bergantung
dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan
pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke
dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian.
Sering nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual
dan muntah.
3. Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat
overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau
terdapatnya inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli
terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi.
Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat
hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai
hematuria.
4. Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit
ditentukan, namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal,
perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti
keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5. Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer
(yakni berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered
pain (berasal dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat
disebabkan oleh toriso testis atau torsio apendiks testis,
epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada
testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan
sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen,
sehingga sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt
pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun
tumor testis.
6. Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi)
biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli
atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada
ujung penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada
prepusium atau glans penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat
ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priapismus
(ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).
b. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan
iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi
urgensi, polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi
meluiputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah,
intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi.
Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract
syndrome.
1. Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi,
terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika
atau karena kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria,
adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling
sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan
karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas buli buli
yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam
hari. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien
gagal jantung kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi
supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine
pada malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan
konsenstrasi urine.
2. Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran
urin. Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine
menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan untuk memulai
miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya lemah dan tidak
jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi
seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi (disebut
dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa
ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine
(terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan
diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan,
buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa
disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi
uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan
pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk
menahan urine yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak
disadari. Terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu
inkontinensia true atau continuous (urine selalu keluar), inkontinensia
stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge (ada
keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli
penuh).
4. Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di
dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral
discharge, yaitu adanya perdarahan per uretram yang keluar tanpa
proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan apakah terjadi pada
awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total)
atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga
keganasan.
5. Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat
terjadi karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau
terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di
dalam urine, seperti pada pasien diabetes mellitus.
6. Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam
ejakulat, biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih
85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia
paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula
seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya
dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat
disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula
seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7. Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat
adanya infeksi saluran kemih.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan
yang bersifat obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara
universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai
bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran,
sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera
tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren.
Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai
observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas,
dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya.
Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat
keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen
yang diperiksa.
Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan
sistem perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk
mengkaji/menilai pasien. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera
penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama,
persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan
cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan
fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman
untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang
dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari
pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari
maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif,
mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama
bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai
persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien
segera setelah melihat pasien. Inspeksi pada sistem perkemihan
meliputi :
1) Keadaan umum sistem perkemihan
2) Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat
genitalia, rectum, dll)
3) Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys
catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4) Dll
Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah
langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk
menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya.
Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga
tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai
posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-
komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas
misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba.
Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang
tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan
palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus
sepanjang pasien dapat mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda
melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak
mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan
bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada
permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum
melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan,
letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan
jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan
untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada
kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan
telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan
sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam digunakan untuk menilai
organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan
tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian
yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang,
diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat
benar-benar menilai suatu gejala.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat
dilakukan pada ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien
dengan memperhatikan prinsip diatas untuk mendapatkan informasi
tambahan terkait kondisi klien.
Gambar 1. A (teknik palpasi ringan); B (teknik palpasi dalam)
Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah
menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan
posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya.
Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan
sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-
beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara
itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak
udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras,
rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot
paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek.
Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti
proteksi akustik menyerap suara pada ruang kedap suara.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung
(diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang
menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari
sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk
mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan
metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak
langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari
tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari
tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi
metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan
lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak
terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya
suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di
antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat,
jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.
Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada
paru-paru, jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu
pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah
suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera
abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular.
Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan
darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus,
dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar
4). Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular
meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing),
dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara
gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu
suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia
dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan
adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus
diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih
panjang dari 12-18 inci.
Gambar 4. Stetoskop
Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka bajunya.
Perhatikan sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika
terdapat massa di abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan
terjadi keganasan atau infeksi perinefritis.
Palpasi
a. Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada
costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut
kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong ginjal kanan ke
depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan
atas, di sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus
rektus abdominis dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak
inspirasi, tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran
kanan atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk menangkap
ginjal diantara kedua tangan anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas.
Pelan-pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan
bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada waktu ekspirasi.
Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba), tentukan
ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
C. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis
tengah, dan rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50
tahun, cobalah memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua
tangan pada kedua sisi.
Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal.
Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga
dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang-kadang penekanan
pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, tetapi
seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan nyeri
ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan
dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu
tangan pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan
tangan Anda.
Gambar 7. Teknik nyeri ketok ginjal
PSIK
UNIVERSI
TAS
JEMBER
PROSEDU NO NO REVISI HALAMAN
R TETAP DOKUM
EN
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L
TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya
kelainan pada ginjal yang dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi dan perkusi
Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat
penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta
riwayat penyakit keluarga
3. Jaga privacy klien
4. Memulai dengan cara yang baik
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan klien
terlentang
7. Berdiri disisi kanan klien
8. Minta klien membuka pakaian atas,bantu jika perlu
9. Buat klien dalam kondisi relaks dengan
menekukkan lutut, mengajak bicara
10. Persiapan sebelum melakukan palpasi
(mengesekkan kedua telapak tangan untuk
menghangatkan)
Palpasi Ginjal Kanan
11. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita
(dinding posterior), paralel pada costa ke-12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut
kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong
ginjal kanan ke depan (anterior).
12. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada
kuadran kanan atas, di sebelah lateral dan sejajar
terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
13. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada
waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan kanan
anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di
bawah arcus costa, dan cobalah untuk
menangkap ginjal diantara kedua tangan anda.
14. Mintalah penderita untuk membuang napas dan
menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan tekanan
tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal
akan kembali ke posisi pada waktu ekspirasi.
15. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba),
tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya
nyeri tekan.
PSIK
UNIVERSI
TAS
JEMBER
PROSEDU NO NO REVISI HALAMAN
R TETAP DOKUM
EN
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L
TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada organ genetalia eketerna untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ tersebut
yang dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi
PSIK
UNIVERSI
TAS
JEMBER
PROSEDU NO NO REVISI HALAMAN
R TETAP DOKUM
EN
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L
TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada organ genetalia eketerna untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ tersebut
yang dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi
Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan dilakukan.
5. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat
penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat
penyakit keluarga
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
8. Usahakan untuk menyentuh pasien dengan
punggung tangan sambil mengatakan bahwa akan
dilakukan pemeriksaan genitalia
9. Gunakan sarung tangan steril
10. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan klien
litotomi
11. Berdiri disisi di depan klien
12. Minta klien membuka pakaian bawah, bantu jika
perlu dan pasang selimut mandi
13. Buat klien dalam kondisi relaks dengan mengajak
bicara
Pemeriksaan genetelia eketerna dan pubis
14. Lakukan inspeksi genetelia eksterna dan pubis,
perhatikan adanya kelainan :
- Lihat adanya lesi atau pembengkakan pada
mons veneris.
- Kaji rambut pubis untuk melihat pola dan kutu
pubis.
- Kaji kulit vulva untuk melihat adanya
kemerahan, ekskoriasi, massa, leukoplakia dan
pigmentasi. Jika menemukan kelainan harus
dilanjutkan dengan palpasi.
PSIK
UNIVERSI
TAS
JEMBER
PROSEDU NO NO REVISI HALAMAN
R TETAP DOKUM
EN
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L
TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada daerah anus untuk mengetahui
adanya untuk mengetahui adanya kelainan dan
keluhan di daerah rectum, anus dan pemeriksaan
prostate pada laki-laki dengan menggunakan teknik
palpasi
2 TUJUAN Mengetahui adanya kelainan dan keluhan di daerah
rectum, anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki
3 INDIKASI -
4 KONTRA -
INDIKASI
5 PERSIAPAN Pastikan identitas klien
PASIEN 2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan, jelaskan terkait
rasa tidak nyaman
4. Inform consent
5. Jaga privacy klien
6. Posisi klien sesuai kondisi
6 PERSIAPAN Sarung tangan steril
ALAT 2. Wadah specimen urine
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Pelumas
5. Sabun dan air bersih
6. Handuk bersih dan kering
7. Larutan antiseptik
8. Senter
9. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan dilakukan,
minta klien mengosongkan kandung kemih.
5. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat
penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat
penyakit keluarga
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
8. Gunakan sarung tangan steril
9. Atur posisi yang nyaman bagi klien, pilih posisi
sesuai kondisi
10. Berdiri disisi di depan klien
11. Minta klien membuka pakaian bawah, hingga regio
analis terlihat jelas bantu jika perlu dan pasang
selimut mandi
12. Buat klien dalam kondisi relaks denganmengajak
bicara
Pemeriksaan genetelia eketerna dan pubis
13. Gunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
14. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada
kelainan
15. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari
telunjuk kanan pada anal orificium dan tekanlah
dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian
fleksikan ujung jari dan masukkan jari perlahan-
lahan sampai sebagian besar jari berada di dalam
canalis analis.
16. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah
kelainan
Note :
17. Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral
sebagai titik acuan.
18. Pada wanita : gunakan serviks uteri di sebelah
ventral sebagai titik acuan.
19. Menilai tonus sfingter ani.
20. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
21. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
22.Pemeriksaan khusus
- Prostat : Nilailah ketiga lobus prostate, fisura
mediana, permukaan prostate (halus atau
bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut,
fluktuan), bentuk (bulat, datar), ukuran
(normal, hyperplasia, atropi), sensitivitas dan
mobilitas.
- Vesikula seminalis : Normalnya tidak teraba,
apabila terdapat kelainan akan teraba pada
superior prostate di sekitar garis tengah.
Nilailah distensi, sensitivitas, ukuran,
konsistensi, indurasi dan nodul.
- Uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum
Douglas pada forniks posterior vagina.
Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu
menjelaskan teknik pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan foto polos abdomen (BNO)
2. Menjelaskan pemeriksaan IVP dan uretrocystography
Menjelaskan persiapan penderita
Menjelaskan Indikasi dan kontra indikasi
Menjelaskan fungsi, anatomi dan kelainan traktus urinarius (Ginjal,
ureter, vesika urinaria, uretra, prostat)
3. Mendeskripsikan dan menilai IVP
IVP menit ke 5, 15, 30, 45 , dst
penilaian terhadap kelainan pada :
a) Ren : letak, posisi, jumlah ren, hidronefrosis, infeksi,
nefrolithiasis, tumor/massa
b) Ureter : hidroureter, ureterolithiasis, infeksi, massa,
sumbatan/obstruksi
c) Vesica urinaria : massa/tumor, vesicolithiasis, infeksi,
pembesaran prostat
Mendeskripsikan dan menilai uretrocystography
a) strictura, obstruksi
b) uretrolithiasis
c) infeksi
d) pembesaran prostate
A. BNO
Dalam bidang foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan.
Dan dalam bidang uroradiologi dengan rontgen, ada beberapa jenis foto
yang familier, yaitu BNO. BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB
(Kidney Ureter Bladder). Sebelumnya mari kita bedakan dulu antara foto
polos abdomen dan foto BNO. Foto polos abdomen tidak dilakukan
persiapan atau urus-urus. Pasien dateng ke radiologi, langsung saja
difoto. Sedangkan foto BNO, pasien diminta untuk melakukan urus-urus
misalnya dengan memakan obat pencahar, meminimalisasi bicara dan
merokok, dan puasa tidak makan pada malam sebelum foto dilakukan,
agar udara usus dan fekalitnya minimal. Persamaannya, yaitu baik foto
polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO :
1) Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2) Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign
(udara di atas hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan
letak, ukuran batu, jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase
Gambar 10. Contoh hasil pemeriksaan BNO
Keterangan :
Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
Psoas linenya juga nampak.
Distribusi udara ususnya minimal.
Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
Tidak ada bayangan opasitas abnormal
Sistema tulang intak
Definisi
IVP adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras
secara intravena untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius
(ginjal, ureter, vesica urinaria). Intravena di sini berarti bahan kontras
diinjeksikan melalui vena. (Boleh vena mana saja, contoh : vena mediana
cubiti atau vena renalis). Pada saat media kontras diinjeksikan melalui
pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti
peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary,
sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP,
radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal,
ureter dan blass. Biasanya IVP didahului dulu dengan BNO. Sebelum
pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya pasien diminta
untuk melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian,
pasien dites alergi dulu, karena kontras yang digunakan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada
sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary
pasien.
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti
kencing darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu
ginjal, pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.
Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi
dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan
bladder, yang meliputi
Kelainan kongenital
Radang atau infeksi
Massa atau tumor
Trauma
Diantaranya adalah :
1. Renal agenesis
2. Polyuria
3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia
kidney, Horseshoe kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
7. Renal hypertention
Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal
PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum
pemeriksaan BNO/IVPdilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran
yang berserat.
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat),
dicampur 1 gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air
putih 1-2 gelas, terus puasa.
d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak
bicara guna meminimalisir udara dalam usus.
e. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta
buang air kecil untuk mengosongkan blass.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur
yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan
kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi
nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan
dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque,
jadi putihnya sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren
kiri. Letak keduanya yaitu setinggi V.T12 V.L3
Ukuran ren
SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun
apabila terjadi hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung
pada derajat hidronefrosisnya.
Ada 4 grade hidronefrosis :
a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias
tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias
mendatar.
c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias
menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias
menggembung.
Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu,
khasnya yaitu ada filling defek.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu
penyakit-penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis,
nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.
Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah
menjalani pemeriksaan BNO-IVP ini.
Kelebihan IVP
1. Bersifat invasif.
2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga
dokter dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang
tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus
melakukan pembedahan
3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal
dapat dilakukan.
4. Radiasi relative rendah
5. Relative aman
Kekurangan IVP
1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi
yang diperoleh.
2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-
rata radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.
3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek
alergi pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan
pengobatan lanjut.
4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams &
Wilkins.1987.
2. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination.
McGraw Hill.USA.
3. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia
Radja Siregar.
EGC 1996
4. De Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S. Bickley;
Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th
Edition, Lippincott 2003.
5. Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan
anorektal. Dalam:
6. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
7. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N,
Najirman, Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, Padang. 2008