Anda di halaman 1dari 47

MENTER.

PERHUBUNGAN
REPUBUK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIPERHUBUNGAN,

a. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009


tentang Penerbangan telah diatur mengenai Keamanan
Penerbangan;
b. bahwa dengan semakin meningkatnya ancaman
terhadap keamanan penerbangan rn",I'.a diperlukan
langkah-Iangkah untuk menjamin'~ keamanan dan
keselamatan penerbangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Perhubungan tentang Program
Keamanan Penerbangan Nasional;

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang


Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4956);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4075);
3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementc;',an Negara;
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun


2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun
2008;

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG


PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL.

(1) Memberlakukan Program Keamanan Penerbangan


Nasional.

(2) Program Keamanan Penerbangan Nasional sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) termuat dalam lampiran
peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Keamanan


Penerbangan Nasional diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara

Direktur Jenderal Perhubungan Udara melakukan


pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum terhadap
pelaksanaan Peraturan ini.

Dengan telah ditetapkannya Peraturan ini, tugas tanggung


jawab dan wewenang keamanan penerbangan dilaksanakan
oleh Kantor Administrator Bandar Udara, Kantor Bandar Udara
dan Cabang Badan Usaha Kebandarudaraan sebelum
terbentuk Otoritas Bandar Udara.

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka :


a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun
1989 tentang Penertiban Penumpang, Barang dan Kargo
yang Diangkut Pesawat Udara Sipil; dan
b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun
2004 tentang Program Nasional Pengamanan
Penerbangan Sipil.

Ditetapkan di :Jakarta
Pada tanggal : 2 Februari 2010

1. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan;


2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Luar Negeri;
4. Menteri Pertahanan;
5. Menteri Hukum dan HAM;
6. Menteri Keuangan;
7. Menteri Pertanian;
8. Menteri Kesehatan;
9. Menteri Komunikasi dan Informatika;
10. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS;
11. Menteri Negara BUMN;
12. Panglima TNI;
13. Kepala Kepolisian RI;
14. Kepala Badan Intelijen Negara;
15. Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir;
16. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan;
17. Direktur Utama PT. Angkasa Pura I dan II (Persero);
18. Ketua DPP INACA.

Salinan sesuai dengan


KEPALA BIRO

IS~-;:S::-;-H:-:-;M~M;---:-;M~H--
Pe ina Tk. I (IV/b)
NIP. 19630220 198903 1 001
Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor : KM 9 TAHUN 2010
Tanggal : 2 FEBRUARI 2010

Program Keamanan Penerbangan Nasional (PKPN) bertujuan untuk melindungi


keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan di Indonesia, dengan memberikan
perlindungan terhadap penumpang, personel pesawat udara, para petugas di darat,
masyarakat, pesawat udara, instalasi pendukung operasi penerbangan, penyelenggara
pelayanan navigasi penerbangan, unit-unit penyelenggara bandar udara, badan usaha
bandar udara, badan usaha bandar udara dan badan usaha angkutan udara dari
tindakan melawan hukum mengingat semakin meningkatnya ancaman terhadap
penerbangan.

PKPN ini bersifat dinamis dan disusun untuk memenuhi ketentuan Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization), Annex 17
tentang Security, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
1.1 Tujuan Program Keamanan Penerbangan Nasional adalah untuk
melindungi keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan di
Indonesia melalui peraturan, tindakan dan prosedur, perlindungan yang
perlu terhadap tindakan melawan hukum dengan mempertimbangkan
keselamatan,keteraturan dan efisiensi penerbangan.

1.2 Program dimaksud ditujukan untuk melindungi keamanan pesawat


udara yang terdaftar atau beroperasi di Indonesia dan bandar udara di
Indonesia.

1.3 Agar semua pihak yang terkait dengan keamanan penerbangan


memahami prosedur dan langkah-Iangkahsesuai kewenangan, tugas,
fungsi dan tanggung jawab dalam rangka penanganan keamanan
penerbangandi Indonesia.

1.4 Program dimaksud dirancang untuk memenuhi standar dan


rekomendasi praktis intemasional yang dimuat dalam Annex 17 dari
Konvensi Chicago (1944) dan yang terkait dengan keamanan
penerbangandalam ICAD Annex lainnya.
BAB II

DEFINISI

1. Ancaman Born adalah suatu ancaman lisan, dari seseorang yang tidak
diketahui atau sebaliknya, yang menyarankan atau menyatakan, apakah benar
atau bohong, bahwa keselamatan dari sebuah pesawat udara yang dalam
penerbangan atau di darat, atau bandara atau fasilitas penerbangan, atau
seseorang mungkin dalam bahaya karena suatu bahan peledak atau barang
atau alat.
2. Agen Kargo Udara (Air Cargo Agent) adalah sebuah perusahaan pengirim
atau perusahaan lain yang menerima kargo dari pelanggan untuk dikirim ke
perusahaan angkutan udara, apakah langsung atau melalui agen kargo yang
diberi kewenangan oleh Badan Usaha Angkutan Udara di bandar udara.
3. Personel Pesawat Udara adalah personel operasi pesawat udara, personel
penunjang operasi pesawat udara dan personel perawatan pesawat udara.
4. Alat Peledak adalah suatu alat yang dapat dipicu untuk meledak.
5. Bandar Udara (Airport) adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.
6. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk
digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut
pembayaran.
7. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar udara untuk
pelayanan umum.
8. Bagasi Tercatat (Accompanied Hold Baggage) adalah barang penumpang
yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan
pesawat udara yang sarna.
9. Bagasi Tercatat Tanpa Penumpang (Unaccompanied Hold Baggage) adalah
bagasi tercatat yang diangkut dengan pesawat udara tidak bersama
pemiliknya atau yang diangkut sebagai kargo.
10. Bagasi Kabin (Carry-on baggage/hand-baggage/cabin-baggage) adalah
barang yang dibawa oleh penumpang kedalam kabin pesawat udara dan
berada dalam pengawasan penumpang itu sendiri.
11. Barang yang dicurigai adalah barang yang dianggap tidak pada tempatnya,
tidak dijaga atau dimana suatu penjelasan tidak siap ditentukan dan yang
mungkin dianggap menimbulkan suatu ancaman.
12. Barang dan/atau Bahan Berbahaya adalah barang dan/atau bahan yang dapat
membahayakan pada kesehatan, keselamatan, segal a sesuatu dalam
lingkungan dan ditunjukkan dalam daftar bahan berbahaya sesuai dalam
instruksi teknis atau yang digolongkan sesuai dengan instruksi tersebut.
13. Daerah Keamanan Terbatas (Security Restricted Area) adalah daerah-daerah
tertentu didalam bandar udara maupun diluar bandar udara yang digunakan
untuk kepentingan keamanan penerbangan, penyelenggaraan bandar udara
dan kepentingan lainnya, dan untuk masuk daerah tersebut dilakukan
pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku.
14. Daerah Steril adalah daerah tertentu didalam bandar udara yang
diperuntukkan untuk penumpang yang akan naik ke pesawat udara setelah
dilakukan pemeriksaan keamanan kedua.
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
16. Fasilitas Navigasi Penerbangan (Air Navigation Facilities) adalah bangunan,
peralatan atau perlengkapan yang digunakan seluruhnya atau sebagian untuk
keperluan Navigasi Penerbangan.
17. Fasilitas Keamanan Penerbangan adalah antara lain berupa peralatan
pendeteksi bahan peledak, pendeteksi bahan organik dan non organik,
pendeteksi metal, pendeteksi bahan nuklir, biologi, kimia, dan radioaktif serta
pemantau lalulintas orang, kargo pos, kendaraan dan pesawaat udara di
darat., serta penunda upaya kejahatan dan pembatas daerah keamanan
terbatas serta komunikasi keamanan penerbngan.
18. Komite Keamanan Bandar Udara (Airport Security Committee) adalah komite
yang dibentuk untuk mengkoordinasikan, memberi saran dan masukan kepada
Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara, tentang hal-
hal yang terkait dengan keamanan penerbangan dan pelaksanaan Program
Keamanan Bandar Udara.
19. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk
hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama
penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan.
20. Kantong Diplomatik adalah surat-surat dan barang diplomatik yang diangkut
sesuai dengan Konvensi Vienna (1961) yang mungkin atau tidak bersama
pengantar.
21. Keamanan Penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan
perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui
keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.
22. Keadaan Darurat Keamanan (Contigency) adalah suatu kondisi keamanan di
bandar udara yang belum atau sudah terjadi tindakan melawan hukum yang
membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan.
23. Lisensi adalah surat izin yang diberikan kepada seseorang yang telah
memenuhi persyaratan tertentu untuk melakukan pekerjaan di bidangnya
dalam jangka waktu tertentu.
24. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan penerbangan.
25. Pas adalah tanda izin masuk ke daerah keamanan terbatas yang berupa pas
bandar udara, kartu identitas personel pesawat udara (crew member
certificate) dan kartu pengenal inspektor penerbangan Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara;
26. Pesawat Udara Dalam Penerbangan (Aircraft In Flight) adalah pesawat udara
digunakan untuk penerbangan dimulai dari waktu pergerakan ketika pintunya
ditutup di embarkasi sampai pada waktu pintunya dibuka di debarkasi.
27. Pesawat Udara Dalam Pelayanan (Aircraft In Service) adalah pesawat udara
yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara.
28. Pengawasan adalah salah satu fungsi dari pembinaan yang terdiri dari audit,
inspeksi, survei dan pengujian.
29. Program Keamanan Penerbangan Nasional adalah dokumen tertulis yang
memuat prosedur dan langkah-Iangkah yang diambil untuk melindungi
penerbangan dari tindakan melawan hukum.
30. Program Keamanan Bandar Udara (Airport Security Programme) adalah
dokumen tertulis yang memuat prosedur dan langkah-Iangkah serta
persyaratan yang wajib dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara
dan Badan Usaha Bandar Udara untuk memenuhi ketentuan terkait dengan
operasi penerbangan di Indonesia.
31. Program Keamanan Angkutan Udara (Aircraft Operator Security Programme)
adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur dan langkah-Iangkah serta
persyaratan yang wajib dilaksanakan oleh Badan Usaha Angkutan Udara
untuk memenuhi ketentuan terkait dengan operasi penerbangan di Indonesia.
32. Pengendalian Keamanan (Security Control) adalah tindakan untuk mencegah
terbawanya senjata, bahan peledak atau alat-alat berbahaya lainnya, dan
barang dan/atau bahan berbahaya yang dapat digunakan untuk melakukan
tindakan melawan hukum.
33. Pemeriksaan Keamanan (Security Screening) adalah penerapan suatu teknik
atau cara lain untuk mengenali atau mendeteksi senjata, bahan peledak atau
alat-alat berbahaya lainnya, dan barang dan/atau bahan berbahaya yang
dapat digunakan untuk melakukan tindakan melawan hukum.
34. Pemeriksaan Keamanan Pesawat Udara (Aircraft Security Check) adalah
pemeriksaan di bagian dalam pesawat udara yang dapat dicapai oleh
penumpang dan pemeriksaan tempat penyimpanan untuk menemukan barang
yang mencurigakan, senjata, bahan peledak atau alat-alat berbahaya lainnya,
dan barang dan/atau bahan berbahaya.
35. Penggeledahan Keamanan Pesawat Udara (Aircraft Security Search) adalah
pemeriksaan yang teliti pada bagian luar dan dalam pesawat udara dengan
maksud untuk menemukan barang yang mencurigakan, senjata, bahan
peledak atau alat-alat berbahaya lainnya, dan barang dan/atau bahan
berbahaya.
36. Penumpang Transit adalah penumpang yang berhenti/turun sementara dalam
satu penerbangan tanpa penggantian pesawat udara.
37. Penumpang Transfer adalah penumpang yang berganti pesawat udara dalam
satu penerbangan.
38. Pelaporan (Check-in) adalah proses pelaporan calon penumpang kepada
Badan Usaha Angkutan Udara untuk melakukan penerbangan.
39. Penyedia Jasa Penerbangan, antara lain Badan Usaha Angkutan Udara,
Badan Usaha Bandar Udara dan Unit Penyelenggara Bandar Udara,
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, badan usaha pemelihara
pesawat udara, penyelenggara pendidikan dan pelatihan penerbangan dan
badan usaha rancang bangun dan pabrik pesawat udara, mesin pesawat
udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponen pesawat udara.
40. Pos adalah pengiriman surat menyurat dan barang lainnya yang diajukan dan
diharapkan disampaikan melalui pelayanan pos sesuai dengan aturan dari
Persatuan Pos Sedunia (UPU).
41. Pesawat Udara (Aircraft) adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di
atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi
udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
42. Personel Keamanan adalah personel keamanan unit penyelanggara bandar
udara, Badan Usaha Bandar Udara dan Badan Usaha Angkutan Udara yang
bersertifikat dan bertugas untuk melakukan pengamanan penerbangan.
43. Pemeriksaan Riwayat Hidup (Background Check) adalah pemeriksaan
identitas seseorang dan pengalaman sebelumnya, termasuk, kediamannya,
catatan kejahatan, sebagai bagian dari penilaian dari kepatutan seseorang
untuk melaksanakan pengendalian pengamanan dan/atau untuk masuk tanpa
dikawal ke suatu daerah keamanan terbatas.
44. Regulated Agent adalah suatu agen, pengirim barang, atau organisasi lain
yang melakukan bisnis dengan Badan Usaha Angkutan Udara dan
menyediakan pengendalian keamanan yang diterima atau disyaratkan oleh
otoritas yang berwenang dalam hal kargo, barang kiriman dan kiriman cepat
atau pos.
45. Senjata adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melukai, melumpuhkan
dan membunuh dalam penerbangan, antara lain senjata api, senjata tajam.
46. Security item adalah alat yang dapat digunakan untuk melakukan ancaman
tindakan melawan hukum dalam penerbangan.
47. Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti seseorang telah memenuhi
persyaratan pengetahuan, keahlian, dan kualifikasi di bidangnya.
48. Sabotase adalah suatu tindakan atau misi dengan maksud merusak atau
menyebabkan kerusakan pada pesawat udara, bandar udara atau fasilitas
penerbangan.
49. Sisi Udara (Air Side) adalah daerah pergerakan pesawat udara yang
berdekatan dengan daratan, bangunan atau bagian-bagiannya di dalam
bandar udara, dimana untuk masuk ke daerah tersebut dilakukan
pemeriksaan.
50. Tindakan Melawan Hukum (Acts of Unlawful Interference) adalah tindakan-
tindakan atau percobaan yang membahayakan keselamatan penerbangan
sipil dan angkutan udara, antara lain:
a. Menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau
yang sedang di darat
b. Menyandera orang didalam pesawat udara atau di bandar udara.
c. Masuk kedalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara,
atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah.
d. Membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom kedalam
pesawat udara atau bandar udara tanpa izin.
e. Menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan
penerbangan.
51. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di bandar
udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara, yang memberikan
jasa pelayanan kebandarudaraan untuk bandar udara yang belum diusahakan
secara komersial.
52. Rating adalah tanda bukti kewenangan untuk melakukan pengoperasian dan
pemeliharaan atas salah satu jenis peralatan fasilitas keamanan penerbangan.
BAB III

DASARHUKUM

Negara Republik Indonesia menjadi anggota Organisasi


Penerbangan Sipil Intemasional (International Civil Aviation
Orga nizationilCA 0).
3.1.2 Republik Indonesia juga salah satu anggota Konvensi Tokyo (1963),
Konvensi The Hague (1970), Konvensi Montreal (1971), Tambahan
Protokol pada Konvensi Montreal (1988) dan konvensi tentang
Penandaan Bahan Peledak Plastik untuk kepentingan Pendeteksian
(1991 ).

3.2. Perundang-undangan Nasional


3.2.1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tokyo 1963, The Hague 1970 dan Konvensi Montreal
1971;
3.2.2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perluasan Tindak
Pidana Kejahatan Penerbangan;
3.2.3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3482);
3.2.4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4168);
3.2.5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4169);
3.2.6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara RI Tahun 2006 Nomor 4661;
3.2.7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4956);
3.2.8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
tentang Keimigrasian menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
RI Tahun 2009 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun
2009 Nomor 5037;
3.2.9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5063); dan
3.2.10 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan Sipil (Lembaran Negar'a Republik
Indonesia Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075).
BAB IV
PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB

4.1.1 Menteri bertanggung jawab terhadap keamanan penerbangan yang


pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal;
4.1.2 Pelaksanaan tanggung jawab terhadap keamanan penerbangan
oleh Direktur Jenderal, meliputi antara lain:
4.1.2.1 menyusun, menetapkan, melaksanakan dan
mempertahankan efektifitas serta mengevaluasi Program
Keamanan Penerbangan Nasional;
4.1.2.2 membagi dan menetapkan tugas-tugas pelaksanaan dari
Program Keamanan Penerbangan Nasional;
4.1.2.3 membuat tata cara koordinasi antar instansi terkait dengan
pelaksanaan, pemeliharaan dan pengembangan Program
Keamanan Penerbangan Nasional;
4.1.2.4 menetapkan petunjuk penyusunan Program Keamanan
Bandar Udara, Program Keamanan Angkutan Udara dan
Program Keamanan Regulated Agent yang merupakan
bagian dari Program Keamanan Penerbangan Nasional;
4.1.2.5 meninjau ulang dan memelihara efektifitas Program
Keamanan Penerbangan Nasional, termasuk meninjau
kembali prosedur dan langkah-Iangkah pengamanan
setelah terjadi tindakan melawan hukum dan mengambil
tindakan yang perlu untuk memperbaiki kelemahan-
kelemahan dalam rangka mencegah kejadian tersebut
terulang kembali;
4.1.2.6 melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan Program Keamanan Penerbangan Nasional;
4.1.2.7 mengesahkan, mengawasi dan meninjau ulang Program
Keamanan Bandar Udara, Program Keamanan Angkutan
Udara dan Program Keamanan Regulated Agent;
4.1.2.8 menjamin pelayanan keamanan bandar udara dilengkapi
dengan fasilitas dan peralatan penunjang yang diperlukan,
termasuk ruang kantor, peralatan telekomunikasi, peralatan
keamanan yang sesuai dan fasilitas pelatihan;
4.1.2.9 menyusun dan memperbaiki kebijakan nasional yang luas
terkait dengan keamanan penerbangan;
4.1.2.10 menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan yang
terkait dengan keamanan penerbangan;
4.1.2.11 menjamin bahwa persyaratan arsitektur dan infrastruktur
terkait untuk penerapan prosedur keamanan penerbangan
yang optimal terintegrasi dalam rancangan dan konstruksi
fasilitas baru dan perubahan fasilitas yang ada di bandar
udara;
4.1.2.12 menyusun, melaksanakan dan mengembangkan Program
Pendidikan dan Pelatihan Keamanan Penerbangan
Nasional dan bekerjasama dalam pengembangan serta
memberi izin pelatihan keamanan penerbangan kepada
badan hukum;
4.1.2.13 menyusun, melaksanakan dan mengembangkan Program
Pengawasan Keamanan Penerbangan Nasional; dan
4.1.2.14 berkoordinasi dan mengkonsultasikan Program Keamanan
Penerbangan Nasional kepada Kepolisian Republik
Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia dan/atau
instansi terkait dibidang keamanan nasional.
4.2 Otoritas Bandar Udara
4.2.1 Kepala Otoritas Bandar Udara bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal;
4.2.2 Kepala Otoritas Bandar Udara mempunyai tanggung jawab di bidang
keamanan penerbangan di bandar udara yang menjadi
pengawasannya yang meliputi antara lain:
4.2.2.1 melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
sistem keamanan dan pelayanan bandar udara yang
meliputi personel keamanan, pengamanan fisik,
pengamanan informasi dan pengamanan kegiatan, serta
melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
unsur-unsur keamanan yang bertugas di bandar udara
dalam kondisi normal (situasi hijau);
4.2.2.2 menyiapkan bahan koordinasi dan pengendalian keamanan
dan ketertiban dalam menghadapi ancaman (situasi
kuning), menyiapkan bahan peningkatan sistem keamanan
bandar udara, menyiapkan bahan untuk mengambil
langkah-Iangkah yang diperlukan serta menyiapkan bahan
pemberitahuan kepada aparat kepolisian setempat;
4.2.2.3 mengawasi pelaksanaan keamanan dan ketertiban di
daerah lingkungan ke~a bandar udara dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4.2.2.4 menyiapkan bahan koordinasi penyusunan dan
pelaksanaan Program Keamanan Bandar Udara bersama-
sama dengan Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan
Usaha Bandar Udara atau Badan Usaha Angkutan Udara;
4.2.2.5 mengawasi terlaksananya Program Keamanan Bandar
Udara;
4.2.2.6 mengamankan sementara terhadap pelaku tindak pidana di
daerah lingkungan ke~a bandar udara, guna proses lebih
lanjut oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang keamanan dan ketertiban masyarakat; dan
4.2.2.7 membentuk Komite Keamanan Bandar Udara di bandar
udara yang dikelola oleh Badan Usaha Bandar Udara di
wilayah kewenangannya sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam Program Keamanan Penerbangan
Nasional.
4.3.1 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
bertanggung jawab atas pelaksanaan keamanan pengoperasian
bandar udara;

4.3.2 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
dalam pelaksanaan keamanan pengoperasian bandar udara
sebagaimana dimaksud butir 4.3.1 dengan melakukan:

4.3.2.1 membuat, melaksanakan, memelihara dan


mempertahankan efektifitas Program Keamanan Bandar
Udara dengan berpedoman pada Program Keamanan
Penerbangan Nasional;
4.3.2.2 membentuk organisasi keamanan penerbangan dan
menunjuk pejabat keamanan bandar udara yang bertugas
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Unit
Penyelenggara Bandar Udara atau Kepala Cabang Badan
Usaha Bandar Udara dalam melaksanakan Program
Keamanan Bandar Udara;
4.3.2.3 Unit Penyelenggara Bandar Udara membentuk dan
memimpin Komite Keamanan Bandar Udara;
4.3.2.4 membuat, melaksanakan dan memelihara Standar Operasi
Prosedur (SOP) bagi tiap bagian keamanan sebagai
pedoman bagi personel keamanan dalam melaksanakan
tugas;
4.3.2.5 menyiapkan, menguji dan menjamin kine~a peralatan
keamanan yang dipersyaratkan dalam menunjang
keamanan penerbangan di bandar udara;
4.3.2.6 menyiapkan sumber daya manusia di bidang keamanan
penerbangan yang dipersyaratkan baik jumlah maupun
kualifikasi sesuai kebutuhan;
4.3.2.7 menyiapkan infrastruktur yang disyaratkan untuk
pelaksanaan persyaratan dari Program Keamanan Bandar
Udara;
4.3.2.8 menetapkan persyaratan, prosedur dan menerbitkan tanda
izin masuk daerah keamanan terbatas di bandar udara di
bawah pengawasan kantor otoritas bandar udara;
4.3.2.9 melaksanakan prosedur dan langkah-Iangkah keamanan
penerbangan di bandar udara;
4.3.2.10 melakukan pengawasan (quality control) keamanan
penerbangan internal serta menjamin perbaikan dari
kekurangan dalam pelaksanaan prosedur dan langkah-
langkah pengamanan di bandar udara;
4.3.2.11 menyiapkan pusat pengendalian operasi darurat
(emergency operation centre) di bandar udara yang
digunakan untuk penanganan keadaan darurat keamanan
atau darurat lainnya;
4.3.2.12 memadukan kebutuhan keamanan penerbangan pada
rancangan dan pembangunan fasilitas baru dan perubahan
dari fasilitas yang ada di bandar udara;dan
4.3.2.13 bertanggung jawab terhadap pembiayaan keamanan
bandar udara.

4.3.3 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
bertanggung jawab terhadap keamanan daerah lingkungan kerja
bandar udara;

4.3.4 Program Keamanan Bandar Udara dibuat dalam Bahasa Indonesia


dan disahkan oleh Direktur Jenderal;

4.3.5 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
bertanggung jawab untuk memeriksa semua penumpang, awak
pesawat dan bagasinya sebelum masuk ke daerah keamanan
terbatas dan ke pesawat udara; dan

4.3.6 Pedoman penyusunan Program Keamanan Bandar Udara sesuai


lampiran A.

4.4.1 Setiap badan hukum yang melakukan kegiatan usaha di daerah


keamanan terbatas atau memiliki jalur untuk masuk atau berbatasan
langsung dengan daerah keamanan terbatas di bandar udara harus
bertanggung jawab dan memiliki program keamanan untuk
mengendalikan keamanan sesuai dengan persyaratan dalam
Program Keamanan Bandar Udara; dan

4.4.2 Program keamanan sebagaimana dimaksud butir 4.4.1. disusun dan


wajib disampaikan kepada Otoritas Bandar Udara atau Unit
Penyelenggara Bandar Udara untuk persetujuan.

4.5 Badan Usaha Angkutan Udara

4.5.1 Setiap Badan Usaha Angkutan Udara yang mengoperasikan pesawat


udara wajib menyusun, melaksanakan dan mengembangkan
...Program Keamanan Angkutan Udara dengan berpedoman kepada
Program Keamanan Penerbangan Nasional;

4.5.2 Program Keamanan Angkutan Udara dibuat dalam Bahasa Indonesia


dan disahkan oleh Direktur Jenderal;

4.5.3 Program Keamanan Angkutan Udara memuat prosedur, langkah-


langkah tindakan untuk melindungi penumpang, personel pesawat
udara, personel darat, pesawat udara dan fasilitas dari tindakan
melawan hukum, yang sekurang-kurangnya memuat:

4.5.3.1 tujuan dari program dan tanggung jawab untuk menjamin


pelaksanaannya;
4.5.3.2 pengorganisasian fungsi dan tanggung jawab keamanan
termasuk penunjukkan pejabat keamanan dari Badan
Usaha Angkutan Udara;
4.5.3.3 langkah-Iangkah keamanan dalam kondisi normal dan
kondisi ancaman meningkat;
4.5.3.4 Penanggulangan keadaan darurat keamanan (Contingency
Plan), meliputi:
a. prosedur dan tindakan dalam hal pembajakan,
sabotase, ancaman born dan keadaan darurat
keamanan terkait pesawat udara;
b. prosedur bila ada barang dicurigai, ditemui atau
diperkirakan ada di dalam pesawat udara yang sedang
terbang;
c. evakuasi dan penggeledahan pesawat udara di darat;
atau
d. tindak pengamanan khusus yang dilakukan selama
ancaman meningkat, terhadap penerbangan dan rute
yang memiliki resiko tinggi.
4.5.3.5 langkah-Iangkah untuk menjamin efektivitas, evaluasi dan
pengujian secara berkala dari program termasuk pelatihan
personel yang memadai;
4.5.3.6 pemantauan terhadap operasi pemeliharaan dan pelayanan
pesawat udara;
4.5.3.7 menyiapkan sumber daya manusia di bidang keamanan
penerbangan yang dipersyaratkan baik jumlah maupun
kualifikasi sesuai kebutuhan; dan
4.5.3.8 bertanggung jawab terhadap pembiayaan ke~manan
angkutan udara.
4.5.4 Badan Usaha Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap
keamanan pengoperasian pesawat udara di bandar udara dan
selama terbang;
4.5.5 Setiap Badan Usaha Angkutan Udara wajib membentuk organisasi
keamanan penerbangan dan menunjuk pejabat keamanan dan yang
bertanggung jawab langsung kepada pimpinan Badan Usaha
Angkutan Udara dalam melaksanakan program keamanan angkutan
udara;
4.5.6 Badan Usaha Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap
pengendalian keamanan penumpang, awak pesawat dan bagasinya
sejak keluar ruang tunggu menuju ke pesawat udara (boarding)
sampai dengan di ruang kedatangan bandar udara tujuan;
4.5.7 Badan Usaha Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap
pengendalian keamanan akses ke atau berada di dekat pesawat
udara;
4.5.8 Badan Usaha Angkutan Udara wajib mengeluarkan kartu-pengenal
awak pesawat (crew member cerlificate/CMC) dan/atau identitas
personel pesawat udara (/0 card crew) bagi personel pesawat
udaranya sesuai format ICAO dan melaporkan kepada Direktur
Jenderal;
4.5.9 Petunjuk penyusunan program keamanan angkutan udara sesuai
lampiran B.

4.6.1 Kepolisian Republik Indonesia dalam pelaksanaan Program


Keamanan Penerbangan Nasional bertugas:

4.6.1.1 memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Program


Keamanan Penerbangan Nasional sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi tingkat ancaman;
4.6.1.2 memberikan informasi tingkat ancaman terhadap operasi
(penyelenggaraan) penerbangan;
4.6.1.3 menanggulangi tindakan melawan hukum di bandar udara
sesuai permintaan Unit Penyelenggara Bandar Udara atau
Badan Usaha Bandar Udara;dan
4.6.1.4 menunjang operasi keamanan penerbangan di bandar
udara.

4.6.3 Pelaksanaan butir 4.6.1 sesuai ketentuan perundang-undangan yang


berlaku.

4.7.1 Tentara Nasionallndonesia dalam pelaksanaan Program Keamanan


Penerbangan Nasional bertugas:

4.7.1.1 memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Program


Keamanan Penerbangan Nasional sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi tingkat ancaman;
4.7.1.2 memberikan informasi tingkat ancaman terhadap operasi
(penyelenggaraan) penerbangan;dan
4.7.1.3 menanggulangi tindakan melawan hukum di bandar udara
enclave sipil sesuai permintaan Unit Penyelenggara Bandar
Udara atau Badan Usaha Bandar Udara.

4.7.3 Pelaksanaan butir 4.7.1 sesuai ketentuan perundang-undangan yang


berlaku.

4.8.1 Instansi Pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan Program


Keamanan Penerbangan Nasional meliputi :

4.8.1.1 Instansi yang membidangi urusan keimigrasian;


4.8.1.2 Instansi yang membidangi urusan kepabeanan;
4.8.1.3 Instansi yang membidangi urusan karantina;
4.8.1.4. Instansi yang membidangi urusan kesehatan;
4.8.1.5 Instansi yang membidangi urusan dalam negeri;
4.8.1.6 Instansi yang membidangi urusan luar negeri;
4.8.1.7 Instansi yang membidangi urusan intelijen negara;
4.8.1.8 Instansi yang membidangi urusan pos dan
telekomunikasi;dan
4.8.1.9 Instansi yang membidangi urusan tenaga nuklir/bahan
radioaktif.

4.8.2.1 memberikan bantuan dan dukungan terhadap pelaksanaan


Program Keamanan Penerbangan Nasional sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi tingkat ancaman dengan
memperhatikan tugas dan fungsinya;
4.8.2.2 memberikan informasi kondisi ancaman terhadap operasi
penerbangan.

4.8.4 Pelaksanaan butir 4.8.2 sesuai ketentuan perundang-undangan yang


berlaku.
BABV

KOORDINASI DAN KOMUNIKASI

5.1.1 Komite Nasional Keamanan Penerbangan ditetapkan dan diangkat


oleh Menteri untuk masa kerja 5 (lima) tahun;

5.1.2 Komite Nasional Keamanan Penerbangan sebagaimana dimaksud


butir 5.1.1 bertugas :

5.1.2.1 memberikan masukan kepada pemerintah tentang langkah-


langkah keamanan penerbangan untuk mengantisipasi
ancaman terhadap penerbangan dan fasilitasnya;
5.1.2.2 mempertahankan pelaksanaan langkah-Iangkah keamanan
penerbangan dengan melakukan tinjau ulang secara
berkesinambungan dan memberikan saran, perbaikan untuk
mengantisipasi ancaman baru, pengembangan teknologi
dan teknik keamanan penerbangan dan faktor-faktor
lainnya;
5.1.2.3 melakukan koordinasi antar instansi terkait dalam
pelaksanaan Program Keamanan Penerbangan Nasional
dengan memperhatikan bentuk dan tingkat ancaman;
5.1.2.4 memberikan masukan dan saran dari aspek keamanan
penerbangan dalam rancangan bandar udara baru atau
pengembangan fasilitas yang ada;
5.1.2.5 memberikan pertimbangan terhadap tingkat ancaman
keamanan penerbangan kepada Unit Penyelenggara
Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara;
5.1.2.6 bersama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
memberikan saran, pemberitahuan dan koordinasi terhadap
pelaksanaan perubahan kebijakan keamanan penerbangan
nasional kepada Unit Penyelenggara Bandar Udara atau
Badan Usaha Bandar Udara; dan
5.1.2.7 mempertimbangkan saran dari Komite Keamanan Bandar
Udara dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal.

5.2 Susunan Komite

5.2.1 Susunan dari Komite Nasional Keamanan Penerbangan ditetapkan


dengan Keputusan Menteri.

5.2.2 Susunan keanggotaan Komite Nasional Keamanan Penerbangan


terdiri dari:

5.2.2.1 Kementerian Perhubungan;


5.2.2.2 Kementerian Keuangan;
5.2.2.3 Kementerian Kesehatan;
5.2.2.4 Kementerian Pertanian;
5.2.2.5 Kementerian Luar Negeri;
5.2.2.6 Kementerian Hukum dan HAM;
5.2.2.7 Kementerian Pertahanan;
5.2.2.8 Kementerian Komunikasi dan Informatika;
5.2.2.9 Kementerian Koordinator POLHUKAM;
5.2.2.10 Kepolisian;
5.2.2.11 Tentara Nasionallndonesia;
5.2.2.12 Badan Intelijen Negara;
5.2.2.13 Badan Pengawas Tenaga Nuklir;
5.2.2.14Unit Penyelenggara Bandar Udara Atau Badan Usaha
Bandar Udara;
5.2.2.15 Badan Usaha Angkutan Udara.

5.2.3 Komite Nasional Keamanan Penerbangan dapat mengundang


tenaga ahli nasional atau asing atau penasehat sebagai pemantau
dalam pertemuan-pertemuan komite bila dipandang perlu.

5.2.4 Komite Nasional Keamanan Penerbangan melaksanakan pertemuan


dan koordinasi sekurang kurangnya 3 (tiga) kali dalam setahun.

5.3.1 Otoritas bandar udara berwenang menetapkan Komite Keamanan


Bandar Udara di bandar udara dalam wilayah pengawasannya.

5.3.2 Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara
di luar ketentuan butir 5.3.1 berwenang menetapkan Komite
Keamanan Bandar Udara;

5.3.3 Komite Keamanan Bandar Udara bertugas mengkoordinasikan


pelaksanaan Program Keamanan Bandar Udara, dalam rangka:

5.3.3.1 pengembangan Program Keamanan Bandar Udara sesuai


dengan Program Keamanan Penerbangan Nasional;
5.3.3.2 pelaksanaan tindak pengamanan dan prosedur di bandar
udara untuk mengatasi kemungkinan ancaman terhadap
penerbangan;
5.3.3.3 memelihara dan mengembangkan peta daerah keamanan
terbatas di bandar udara dan daerah objek vital untuk
operasi bandar udara termasuk lokasi pos pengendalian
jalur masuk, posisi pemeriksaan pengamanan dan rincian
peralatan pengamanan yang ditempatkan di bandar udara;
5.3.3.4 menjamin pelaksanaan program pengawasan keamanan
yang efektif di bandar udara yang meliputi pengamanan,
pelatihan kepedulian keamanan, survei pengamanan, audit,
inspeksi, pengujian dan investigasi;
5.3.3.5 menjamin Program Keamanan Bandar Udara
dikomunikasikan dan disosialisasikan secara efektif kepada
semua pihak terkait di bandar udara;
5.3.3.6 tindak lanjut hasil survei, audit, inspeksi dan pengujian
keamanan penerbangan di bandar udara dan membuat
saran atas tindak perbaikan jika diperlukan;
5.3.3.7 tindak lanjut temuan dari laporan investigasi terkait insiden
keamanan dan membuat saran atas tindak perbaikan jika
diperlukan;
5.3.3.8 menjamin langkah-Iangkah keamanan bandar udara
dimasukkan dalam rencana pengembangan bandar udara;
5.3.3.9 pelaporan terkait permasalahan keamanan penerbangan
yang tidak terselesaikan kepada Direktur Jenderal; dan
5.3.3.10 penyampaian laporan tahunan tentang keamanan
penerbangan di bandar udara kepada Direktur Jenderal.

5.3.4 Komite Keamanan Bandar Udara secara berkala melakukan


pertemuan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam setahun dan
menyampaikan laporan pertemuan kepada Direktur Jenderal.

5.3.5 Susunan keanggotaan Komite Keamanan Bandar Udara


dimasukkan sebagai lampiran Program Keamanan Bandar Udara.

5.4.1 Informasi terkait dengan keamanan penerbangan yang diminta


media pemberitaan disampaikan oleh Direktur Jenderal; dan
5.4.2 Direktur Jenderal dapat menunjuk wakil untuk maksud tersebut butir
5.4.1.

Direktur Jenderal bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dan


bekerjasama dengan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (leA 0)
dan negara lain meliputi :

5.5.1 Pertukaran informasi :


Pemerintah Indonesia menyampaikan informasi ancaman dan/atau
yang terkait dengan keamanan penerbangan pada suatu negara
tertentu melalui otoritas keamanan penerbangan di negara tersebut;

5.5.2 Pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan


Pemerintah Indonesia dapat bekerjasama dengan negara lain di
bidang pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan;

5.5.3 Peningkatan kualitas keamanan


Pemerintah Indonesia dapat bekerjasama dengan negara lain dalam
penyediaan dokumen Program Keamanan Penerbangan Nasional
dalam rangka meningkatkan keamanan penerbangan internasional;

5.5.4 Permintaan keamanan tambahan


Permohonan keamanan khusus dan/atau keamanan tambahan dari
negara lain terkait suatu penerbangan khusus atau penerbangan
yang ditetapkan oleh Badan Usaha Angkutan Udara negara
dimaksud, dapat dipenuhi selama tidak bertentangan dengan
peraturan yang berlaku dan permohonan tersebut harus diajukan
kepada Direktur Jenderal; dan

5.5.5 Pe~anjian bilateral


Setiap perjanjian bilateral angkutan udara harus mengatur hal-hal
yang terkait dengan keamanan penerbangan.

5.6 Komunikasi dengan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional


(International Civil Aviation OrganizationllCAO)

5.6.1 Pemerintah Indonesia menyampaikan kepada Organisasi


Penerbangan Sipil Intemasional tentang instansi atau organisasi
yang bertanggung jawab di bidang keamanan penerbangan;

5.6.2 Pemerintah Indonesia menyampaikan laporan secara tertulis tentang


kejadian tindakan melawan hukum kepada Organisasi Penerbangan
Sipil Intemasional; dan

5.6.3 Format laporan sebagaimana dimaksud butir 5.6.2 sesuai lampiran I


dan J.
BABVI

PERLINDUNGAN BANDAR UDARA, PESAWAT UDARA


DAN FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN

6.1.1 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
harus mengidentifikasi daerah-daerah tertentu di wilayah bandar
udara atau wilayah lain yang menunjang kegiatan penerbangan yang
memiliki resiko keamanan dan harus ditetapkan sebagai daerah
keamanan terbatas;
6.1.2 Daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam butir
6.1.1 dibuat dalam bentuk peta dan merupakan lampiran yang tidak
terpisahkan dari Program Keamanan Bandar Udara;
6.1.3 Peta daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud butir 6.1.2
harus diberikan pembedaan yang nyata antara daerah keamanan
terbatas dengan daerah lain; dan
6.1.4 Pembedaan yang nyata sebagaimana dimaksud butir 6.1.3 untuk
daerah keamanan terbatas diberi garis wama merah.

6.2.1 Daerah keamanan terbatas di bandar udara harus dilindungi secara


fisik untuk mencegah masuknya orang perorangan, kendaraan,
kargo dan pos yang tidak memiliki izin serta mencegah masuknya
hewan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan
penerbangan;
6.2.2 Setiap daerah keamanan terbatas yang ditetapkan harus dipisahkan
dari daerah umum dengan batas fisik yang selalu diawasi dan
diperiksa pada selang waktu tertentu;
6.2.3 Jalur masuk (access controQ ke atau di daerah keamanan terbatas
harus diawasi dan dikendalikan;
6.2.4 Untuk masuk ke daerah keamanan terbatas harus dikendalikan
dengan sistem pas keamanan yang dikeluarkan oleh instansi atau
badan usaha yang berwenang, yang untuk selanjutnya setelah
terbentuknya Otoritas Bandar Udara, Pas Keamanan dikeluarkan
oleh Otoritas Bandar Udara;
6.2.5 Untuk masuk ke daerah keamanan terbatas harus dilakukan
pemeriksaan keamanan;

6.2.6 Penggunaan pas untuk masuk ke daerah keamanan terbatas harus


diawasi dan dikendalikan sesuai dengan kode wilayah ke~a dan
masa berlaku pas tersebut;
6.2.7 Pada jalur masuk dan/atau tempat-tempat tertentu di daerah
keamanan terbatas diberi tanda peringatan (sign board) dilarang
masuk bagi yang tidak mempunyai izin dan disertai dengan sanksi
bagi yang melanggar;

6.2.8 Daerah keamanan terbatas harus diberikan lampu penerangan yang


cukup sesuai dengan kepentingan dan peruntukannya serta tidak
membahayakan keselamatan penerbangan;

6.2.9 Daerah umum (public area) yang berbatasan langsung dengan


daerah keamanan terbatas harus diatur sistem keamanan dalam
bentuk pengawasan dan patroli, dan apabila terjadi peningkatan
ancaman keamanan daerah tersebut dapat ditutup untuk umum; dan

6.2.10 Untuk melindungi daerah keamanan terbatas, tempat parkir umum


untuk kendaraan bermotor berjarak minimal 50 meter dari tepi
gedung terminal atau daerah rawan lainnya.

6.3.1 Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara


wajib menjamin bahwa untuk masuk ke daerah keamanan terbatas
hanya diizinkan bagi:

6.3.1.1 penumpang yang memiliki tiket pesawat udara sesuai


dengan identitasnya;
6.3.1.2 orang perseorangan yang mempunyai pas untuk ke daerah
keamanan terbatas; dan
6.3.1.3 kendaraan yang mempunyai pas untuk dioperasikan di
daerah keamanan terbatas.

6.3.2 Pas diberikan kepada orang dan/atau kendaraan yang karena tugas
dan/atau fungsinya harus berada di daerah keamanan terbatas
sesuai ketentuan yang berlaku;

6.3.3 Pas bagi inspektor penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan


Udara (kartu tanda pengenal inspektor penerbangan) dapat
digunakan sebagai pas masuk ke seluruh wilayah bandar udara dan
Badan Usaha Angkutan Udara dalam melaksanakan tugas dengan
disertai surat tugas sesuai ketentuan yang ber1aku;

6.3.4 Otoritas Bandar Udara bertanggung jawab terhadap penerbitan,


pengawasan dan pengendalian pas di bandar udara yang dikelola
oleh Badan Usaha Bandar Udara yang berada di dalam wilayah
kewenangannya;dan

6.3.5 Unit Penyelenggara Bandar Udara bertanggung jawab terhadap


penerbitan, pengawasan dan pengendalian pas di bandar udara di
luar yang berada di wilayah kewenangannya sebagaimana dimaksud
pada butir 6.3.4.
6.4.1 Penumpang diizinkan memasuki daerah keamanan terbatas, daerah
steril atau daerah sisi udara apabila mereka memiliki dan
memperlihatkan untuk diperiksa:

6.4.1.1 dokumen perjalanan yang berlaku berupa identitas diri dan


tiket pesawat udara yang memuat nama penumpang yang
bersangkutan;
6.4.1.2 pas masuk pesawat udara (boarding pass) yang dikeluarkan
oleh Badan Usaha Angkutan Udara yang memuat nama
penumpang yang bersangkutan.

6.4.2 Personel pesawat udara diizinkan masuk ke daerah keamanan


terbatas, daerah steril, dan daerah sisi udara apabila mereka
memiliki dan memperlihatkan untuk diperiksa:

6.4.2.1 kartu pengenal personel pesawat udara (crew member


certificate) atau identitas personel pesawat udara (10 card
crew); dan
6.4.2.1 surat tugas personel pesawat udara dan berseragam.
6.4.2.1.1 tiket pesawat udara bagi ektra crew yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
butir 6.4.2.1 dan butir 6.4.2.2

6.4.3 Petugas pelayanan darat (ground staff) wajib memiliki pas yang
sesuai dengan identitas diri yang masih berlaku dan sesuai wilayah
kerja untuk diperiksa oleh petugas, untuk memasuki daerah
keamanan terbatas, daerah steril dan daerah sisi udara;

6.4.4 Otoritas Bandar Udara dan Unit Penyelenggara Bandar Udara harus
membuat dan memelihara pas keamanan dengan persyaratan
sebagai berikut :

6.4.4.1 semua permohonan pas dibuat tertulis, menggunakan


format yang disediakan, dan diajukan oleh pimpinan instansi
perusahaan pemohon;
6.4.4.2 permohonan tertulis diperiksa oleh petugas yang berwenang
untuk menjamin bahwa pertimbangan yang cUkup dilakukan
untuk menerbitkan pas tersebut;
6.4.4.3 anggota TNI, Polri, Pegawai Negeri Sipil, dan pegawai
Badan Usaha Bandar Udara, permohonan tertulis untuk pas
daerah keamanan terbatas dilengkapi dengan surat
keterangan (background check) dari instansi pemohon;
6.4.4.4 bagi pemohon pas selain butir 6.4.3.3, permohonan tertulis
untuk pas daerah keamanan terbatas dilengkapi dengan
surat keterangan (background check) yang masih berlaku
dari kepolisian;
6.4.4.5 setiap orang selain personel keamanan dan personel
pesawat udara yang mengajukan permohonan untuk
mendapatkan pas wajib mengikuti kepedulian keamanan
penerbangan (aviation security awareness) antara lain
melalui pelatihan, poster dan rambu, iklan, video, majalah,
buletin keamanan, website, atau pelatihan berbasis
komputer (computer base training);
6.4.4.6 penerbitan pas daerah keamanan terbatas kepada
pemohon disesuaikan dengan wilayah kerja berdasarkan
jenis kegiatan-dan/atau kepentingannya;
6.4.4.7 pas daerah keamanan terbatas dibedakan dengan warna
yang berdasarkan wilayah kerja dan instansi/perusahaan;
dan
6.4.4.8 pas wajib dipakai selama berada di daerah keamanan
terbatas pada posisi yang terlihat dan mudah dikenali.

6.4.5 Otoritas bandar udara dan Unit Penyelenggara Bandar Udara wajib
mengelola pas keamanan untuk daerah keamanan terbatas.

6.4.6 Sistem pas keamanan untuk daerah terbatas wajib disimpan dalam
database dan selalu diperbaharui.

6.5.1 Kendaraan bermotor yang diizinkan masuk ke daerah keamanan


terbatas dan digunakan disisi udara adalah kendaraan yang memiliki
pas kendaraan yang masih berlaku dan memenuhi persyaratan
beroperasi di sisi udara;

6.5.2 Kendaraan bermotor yang akan memasuki daerah keamanan


terbatas harus dilakukan pemeriksaan keamanan; dan

6.5.3 Setiap pas kendaraan bermotor harus dipasang secara tetap pada
posisi yang dapat dilihat dengan jelas.

Badan Usaha Angkutan Udara yang mengoperasikan pesawat udara


bertanggung jawab atas keamanan pesawat udara;

6.6.2.1 Tidak seorangpun diizinkan naik, mempunyai akses ke atau


berada di dekat pesawat udara di bandar udara, kecuali:

a. personel Badan Usaha Angkutan Udara atau agennya


yang sedang bertugas dan memiliki pas sesuai wilayah
ke~a yang masih berlaku;
b. setiap orang yang mempunyai kepentingan di daerah
terkait dan memiliki pas sesuai wilayah kerja yang
masih berlaku;
C. penumpang yang memiliki izin naik ke pesawat udara
(boarding pass) dan/atau kartu transit; dan
d. personel pesawat udara yang sedang bertugas dan
memiliki tanda pengenal perusahaan yang masih
berlaku.

6.6.3 Apabila diketahui keberadaan seseorang tanpa izin sebagaimana


dimaksud butir 6.6.2.1 maka harus dilaporkan kepada personel
keamanan angkutan udara terkait.

6.4.4.1 Pada kondisi normal, Badan Usaha Angkutan Udara wajib


melindungi pesawat udara yang diparkir dengan melakukan
hal-hal sebagai berikut :

a. pesawat yang akan digunakan untuk kegiatan


angkutan udara harus dilakukan pemeriksaan
keamanan (aircraft security check);
b. setiap petugas yang akan melakukan kegiatan
perawatan dan/atau pembersihan pesawat udara harus
dilakukan pemeriksaan; dan
c. pengawasan keamanan selama kegiatan bongkar muat
pesawat udara sampai dengan pesawat udara lepas
landas (take off).

6.6.4.2 Pesawat udara yang tidak digunakan untuk kegiatan


angkutan udara, Badan Usaha Angkutan Udara wajib
melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. menutup semua pintu masuk ke pesawat udara ;


b. melepas semua fasilitas dan peralatan penunjang
pelayanan darat pesawat udara dari pesawat udara;
c. memasang tanda/label di pintu pesawat udara apabila
pesawat udara dalam kondisi rusak; dan
d. menempatkan personel keamanan untuk mengawasi
dan menjaga pesawat udara.

6.6.4.3 Badan Usaha Angkutan Udara wajib mengawasi dan


melindungi keamanan dokumen terkait dengan kegiatan
angkutan udara;

6.6.4.4 Badan Usaha Angkutan Udara wajib mengambil langkah-


langkah untuk menjamin selama penerbangan tidak ada
orang yang tidak berkepentingan masuk ke dalam ruang
kendali pesawat (cockpit).

6.6.5.1 Pada kondisi ancaman meningkat Badan Usaha Angkutan


Udara wajib melakukan langkah-Iangkah sebagai berikut :
a. terhadap penerbangan yang sedang transit, setiap
penumpang dan bagasi kabin harus dibawa turun dari
pesawat udara;
b. apabila dalam pesawat udara ditemukan barang yang
tidak dengan pemiliknya harus:
1) melakukan pemeriksaan keamanan terhadap
barang tersebut;
2) melakukan pemeriksaan keamanan (aircraft
security search) terhadap pesawat udara tersebut.

6.6.5.2 Apabila ada tindakan melawan hukum terhadap pesawat


udara:

a. melaporkan ke Unit Penyelenggara Bandar Udara atau


Badan Usaha Bandar Udara;
b. mengambil langkah sesuai prosedur keadaan tidak
terduga di bandar udara (airport contingency plan).

Setiap Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
wajib melindungi keamanan fasilitas navigasi dan objek vital dengan langkah-
langkah sebagai berikut:

6.7.1 membuat daftar fasilitas navigasi dan objek vital yang ada di bandar
udara dan di luar kawasan bandar udara;

6.7.2 menetapkan prosedur dan persyaratan untuk dapat masuk ke


daerah fasilitas navigasi dan objek vital; dan
6.7.3 melindungi fasilitas navigasi dan objek vital tersebut dari tindakan
melawan hukum.
PENGENDALIAN KEAMANAN TERHADAP ORANG DAN BARANG YANG
DIANGKUT PESAWAT UDARA

7.1.1 semua penumpang dan bagasi kabin harus melalui pemeriksaan


sebelum masuk ke pesawat udara atau ke daerah steril untuk
mencegah masuknya senjata, bahan peledak, barang dan/atau
bahan berbahaya (dangerous goods) dan alat-alat berbahaya
(dangerous articles) yang dapat dipakai untuk melakukan tindakan
melawan hukum atau mengganggu keamanan penerbangan;

7.1.2 daerah steril harus ditetapkan di dalam wilayah bandar udara yang
digunakan penumpang untuk naik pesawat udara setelah dilakukan
pemeriksaan serta jalan atau pintu ke daerah tersebut harus diawasi
atau dikunci;

7.1.3 petugas sekuriti bandar udara berwenang dan bertanggung jawab


terhadap pemeriksaan penumpang dan bagasi kabin sesuai
ketentuan yang berlaku;

7.1.4 pemeriksaan penumpang dan bagasi kabin sebagaimana dimaksud


butir 7.1.1 dilakukan dengan menggunakan peralatan keamanan
atau dilakukan secara manual;

7.1.5 dalam kondisi normal, 10% dari pemeriksaan penumpang dan


bagasi kabin yang telah dilakukan dengan peralatan keamanan
harus dilakukan pemeriksaan manual secara random;

7.1.6 setiap penumpang dan bagasi kabin yang dicurigai harus dilakukan
pemeriksaan ulang dengan menggunakan alat dan/atau secara
manual;

7.1.7 apabila dalam pemeriksaan penumpang dan bagasi kabin ditemukan


benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan penerbangan diamankan oleh personel keamanan
bandar udara;

7.1.8 benda-benda yang diamankan sebagaimana dimaksud butir 7.1.7


disimpan selama 1 (satu) bulan sebelum dimusnahkan oleh Unit
Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara;

7.1.9 penumpang beserta bagasi kabin yang menolak untuk diperiksa,


dilarang masuk ke daerah steril atau ke pesawat udara oleh personel
keamanan bandar udara dan/atau personel keamanan Badan Usaha
Angkutan Udara;
7.1.10 penumpang dan bagasi kabin yang telah dilakukan pemeri ksaan
harus terjamin tidak tercampur dengan orang yang belum dilakukan
pemeriksaan keamanan;

7.1.11 dalam hal terjadi percampuran, maka harus dilakukan tindakan-


tindakan sebagai berikut:

7.1.11.1 daerah steril harus dikosongkan dan dilakukan pemeriksaan


secara menyeluruh terhadap daerah steril tersebut oleh
personel keamanan bandar udara;
7.1.11.2 penumpang dan bagasi kabin yang akan naik pesawat
udara harus dilakukan pemeriksaan ulang.

7.1.12 apabila penumpang dan bagasi kabin yang telah tercampur dengan
orang yang belum dilakukan pemeriksaan dan telah masuk ke
pesawat udara, maka harus dilakukan pemeriksaan keamanan
terhadap penumpang dan bagasi kabinnya, dan dilakukan
pemeriksaan keamanan terhadap pesawat udara (aircraft security
search);

7.1.13 apabila pesawat udara yang telah berangkat temyata diketahui


terdapat penumpang dan bagasi kabin yang belum dilakukan
pemeriksaan maka Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan
Usaha Bandar Udara wajib memberitahukan kepada bandar udara
tujuan;

7.1.14 setiap penumpang penerbangan intemasional dibatasi membawa


barang bawaan jenis cairan, aerosol dan jelly (liquid, aerosol and
gel) sesuai ketentuan yang berlaku; dan

7.1.15 setiap penumpang tidak boleh membawa lebih dari 2 (dua) bagasi
kabin sesuai dengan ukuran dan berat yang ditentukan oleh Badan
Usaha Angkutan Udara.

7.2 Penumpang Transit dan Transfer

7.2.1 penumpang transit dan transfer serta bagasi kabin, dapat langsung
masuk ke daerah steril pada bandar udara transit dan transfer
dengan pengendalian dari Badan Usaha Angkutan Udara setelah
melalui penilaian resiko oleh Direktur Jenderal;

7.2.2 penumpang transit dan transfer serta bagasi kabin yang keluar dari
daerah steril dan/atau daerah keamanan terbatas, dilakukan
pemeriksaan keamanan sebelum memasuki daerah terbatas dan
daerah steril untuk mencegah terangkutnya senjata, bahan peledak,
barang dan/atau bahan berbahaya serta alat-alat berbahaya lain
masuk ke pesawat udara;

7.2.3 Badan Usaha Angkutan Udara dalam melaksanakan prosedur transit


harus melakukan upaya keamanan sebagai berikut:
7.2.3.1 personel pesawat udara melakukan pencocokan
kepemilikan bagasi kabin terhadap penumpang yang tidak
turun dari pesawat udara;
7.2.3.2 penumpang transit harus mengidentifikasi dan
mengkonfirmasi bagasi kabin miliknya kepada personel
pesawat udara sebelum turun dari pesawat; dan
7.2.3.3 dalam hal telah dilakukan pencocokan sebagaimana
dimaksud butir 7.2.3.1 dan 7.2.3.2 terdapat bagasi kabin
tidak ada pemiliknya, maka bagasi tersebut tidak diangkut
dan dilakukan penanganan sebagai barang yang dicurigai.

7.2.4 Penanganan penumpang transit dan transfer harus tercantum dalam


program keamanan angkutan udara.

7.3 Pemeriksaan Orang, Personel Pesawat Udara, Pegawai Beserta Barang


Bawaannya.

7.3.1 setiap orang beserta barang bawaannya harus melalui pemeriksaan


keamanan sebelum masuk ke daerah keamanan terbatas, daerah
steril atau sisi udara;

7.3.2 setiap personel pesawat udara dan bagasi kabinnya harus melalui
pemeriksaan keamanan sebelum masuk ke daerah keamanan
terbatas, daerah steril atau sisi udara; dan

7.3.3 setiap pegawai yang bekerja di bandar udara dan barang


bawaannya harus melalui pemeriksaan keamanan sebelum masuk
ke daerah keamanan terbatas, daerah steril atau sisi udara.

7.4.1.1 diplomat harus dilakukan pemeriksaan sebagaimana


pemeriksaan yang dilakukan terhadap penumpang lain;
7.4.1.2 kantong diplomatik tidak boleh diperiksa, kecuali atas
permintaan instansi yang berwenang di bidang hubungan
luar negeri dan pertahanan negara; dan
7.4.1.3 hasil pemeriksaan kantong diplomatik sebagaimana
dimaksud butir 7.4.1.2 dicurigai dapat membahayakan
keselamatan penerbangan, Badan Usaha Angkutan Udara
dapat menolak untuk mengangkut.

7.4.2.1 benda atau dokumen khusus yang dinyatakan rahasia oleh


instansi pemerintah tetap diperiksa untuk memastikan tidak
ada barang yang dapat membahayakan keamanan dan
keselamatan penerbangan; dan
7.4.2.2 apabila benda atau dokumen khusus sebagaimana
dimaksud butir 7.4.2.1 dapat membahayakan keamanan
dan keselamatan penerbangan, Badan Usaha Angkutan
Udara dapat menolak untuk mengangkut.

7.4.3 Penumpang berdasarkan kondisi kesehatan, fisik atau permintaan


khusus penumpang dapat dilakukan pemeriksaan secara khusus.

7.4.4.1 penumpang yang membawa barang-barang berharga; dan


7.4.4.2 penumpang dengan pakaian berdasarkan keyakinan
keagamaan.

Pemeriksaan keamanan penumpang dan bagasi kabin dikecualikan


terhadap:

7.5.1 Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan;


7.5.2 Wakil Kepala Negara atau Wakil Kepala Pemerintahan.

7.6 Penanganan Penumpang yang Membawa Senjata dan Alat-Alat


Berbahaya

7.6.1 Penumpang yang membawa senjata dan/atau alat-alat berbahaya


yang akan naik ke pesawat udara diberlakukan prosedur sebagai
berikut:

7.6.1.1 setiap penumpang pesawat udara yang membawa senjata


api dan peluru diberlakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
7.6.1.2 setiap penumpang dilarang membawa senjata dan/atau
alat-alat berbahaya ke dalam kabin pesawat udara;
7.6.1.3 penumpang yang membawa senjata dan/atau alat-alat
berbahaya sebagaimana dimaksud butir 7.6.1.2, wajib
melaporkan kepada petugas sekuriti bandar udara untuk
diperlakukan sebagai security item sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
7.6.1.4 prosedur penanganan senjata dan alat-alat berbahaya
harus dicantumkan dalam Program Keamanan Bandar
Udara dan Program Keamanan Angkutan Udara.

7.6.2 Personel keamanan dalam penerbangan (Inflight Security Officer)


yang membawa senjata ke pesawat udara niaga berjadwal asing
diberlakukan sesuai dengan perjanjian bilateral.
7.7 Penumpang Dalam Status Tahanan, Penumpang Dalam Pengawasan,
Penumpang Khusus dan Penumpang Haji

7.7.1 Penumpang dalam status tahanan dan penumpang dalam


pengawasan

7.7.1.1 penumpang dalam status tahanan atau dalam pengawasan


dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
7.7.1.2 penanganan penumpang yang melanggar ketentuan
keimigrasian (Deportee) harus dikawal oleh petugas yang
berwenang.

7.7.2.1 penanganan penumpang yang mengalami gangguan


kejiwaan harus didampingi orang yang bertanggung jawab
dan mampu mengatasi gangguan kejiwaan penumpang
tersebut secara medis;
7.7.2.2 wanita hamil dengan usia kehamilan 7 (tujuh) bulan atau
lebih harus disertai dengan surat keterangan dokter yang
menyatakan dapat melakukan perjalanan dengan pesawat
udara;
7.7.2.3 orang sakit yang memerlukan perawatan khusus harus
disertai dengan surat keterangan dokter dan didampingi
oleh orang yang bertanggung jawab; dan
7.7.2.4 anak-anak dibawah umur 8 tahun harus didampingi oleh
orang yang bertanggung jawab.

7.7.3.1 penumpang haji, bagasi kabin, dan bagasi tercatat


dilakukan pemeriksaan keamanan sebagaimana dimaksud
pada butir pada 7.1.1 dan 7.8.2;
7.7.3.2 penumpang haji, bagasi kabin dan bagasi tercatat yang
diberangkatkan dari asrama haji langsung ke pesawat udara
harus dilakukan pemeriksaan keamanan di asrama haji oleh
personel keamanan; dan
7.7.3.3 kendaraan yang dipergunakan untuk mengangkut
penumpang haji, bagasi kabin dan bagasi tercatat dari
asrama haji langsung ke pesawat udara, harus dilakukan
pemeriksaan keamanan sebelum digunakan dan selalu
diawasi serta dijamin tingkat keamanannya;

7.7.4 Penumpang haji, bagasi kabin, dan bagasi tercatat yang telah
melalui pemeriksaan keamanan tidak boleh tercampur dengan yang
belum melalui pemeriksaan keamanan;

7.7.5 Badan Usaha Angkutan Udara harus menolak penumpang yang


tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud butir 7.7.1, 7.7.2,
dan 7.7.3 diatas; dan
7.7.6 Badan Usaha Angkutan Udara harus menolak penumpang yang
mabuk, buron atau yang dicurigai berdasarkan informasi petugas
berwenang serta dapat membahayakan keamanan dan keselamatan
penerbangan.

7.8.1 Badan Usaha Angkutan Udara harus melakukan proses penerimaan


dan perlindungan bagasi tercatat, dengan ketentuan :

7.8.1.1 Badan Usaha Angkutan Udara hanya menerima bagasi


tercatat dari penumpang yang memiliki dokumen perjalanan
angkutan udara;
7.8.1.2 bagasi tercatat yang sudah diterima harus dilengkapi
dengan tanda identitas (baggage tag);
7.8.1.3 Badan Usaha Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap
keamanan bagasi tercatat sejak diterima sampai diserahkan
kepadapenumpang;dan
7.8.1.4 prosedur penerimaan dan perlindungan bagasi tercatat
harus dicantumkan dalam Program Keamanan Angkutan
Udara.

7.8.2 Badan Usaha Angkutan Udara harus melakukan pencocokan jumlah


bagasi tercatat dengan jumlah penumpang, dengan ketentuan :

7.8.2.1 Badan Usaha Angkutan Udara harus memastikan bahwa


bagasi tercatat tidak dinaikkan ke pesawat udara apabila
pemiliknya tidak ikut naik pesawat udara yang sama;
7.8.2.2 bagasi tercatat sebagaimana dimaksud butir 7.8.2.1, dapat
diangkut setelah penumpang melapor dan dilakukan
pemeriksaan ulang serta mendapat izin pimpinan
penerbangan (Pilot in Command); dan
7.8.2.3 prosedur pencocokan bagasi tercatat harus dicantumkan
dalam Program Keamanan Angkutan Udara.

7.8.3 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
harus melakukan pemeriksaan keamanan terhadap semua bagasi
tercatat;

7.8.4 Setiap bagasi tercatat yang dicurigai harus dilakukan pemeriksaan


ulang dengan menggunakan alat dan/atau secara manual;

7.8.5 Prosedur pemeriksaan keamanan bagasi tercatat harus dicantumkan


dalam Program Keamanan Bandar Udara dan Program Keamanan
Angkutan Udara;

7.8.6 Penanganan bagasi tercatat penumpang transfer diberlakukan


sesuai butir 7.8.1 dan 7.8.2; dan

7.8.7 Penanganan bagasi tercatat yang tidak diambil oleh pemiliknya


dilakukan sebagai berikut :
7.8.7.1 Badan Usaha Angkutan Udara wajib menyimpan bagasi
tercatat yang tidak diambil oleh pemiliknya selama 3 (tiga)
bulan, dan apabila selama kurun waktu tersebut tidak
diambil pemiliknya, harus diserahkan ke instansi yang
bertanggung jawab di bidang penyitaan barang; dan
7.8.7.2 prosedur penanganan bagasi tercatat yang tidak diambil
oleh pemiliknya harus dicantumkan dalam Program
Keamanan Angkutan Udara.

7.9.1 Semua kiriman kargo dan pos harus melalui pemeriksaan


keamanan;

7.9.2 Semua kiriman kargo dan pos harus diawasi dan dilindungi mulai
dari pemeriksaan keamanan sampai dengan dimuat ke dalam
pesawat udara;

7.9.3 Pemeriksaan keamanan terhadap kiriman kargo dan pos dilakukan


oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar
Udara;

7.9.4 Pemeriksaan keamanan terhadap kiriman kargo dan pos dapat juga
dilakukan oleh badan hukum yang bergerak di bidang pengiriman
kargo dan pos yang telah mendapat pengesahan sebagai
"Regulated Agenf';

7.9.5 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
atau "Regulated Agenf' sebagaimana dimaksud butir 7.9.3 dan 7.9.4
bertanggung jawab terhadap pemeriksaan keamanan kargo dan pos;

7.9.6 Badan Usaha Angkutan Udara bertangungjawab terhadap


keamanan kargo dan pos yang diterima dari Unit Penyelenggara
Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara atau Regulated
Agent setelah melalui proses pemeriksaan keamanan dan diberikan
label security check;

7.9.7 Pemeriksaan keamanan terhadap kiriman kargo dan pos, lebih


ditingkatkan pada keadaan ancaman meningkat;

7.9.8 Pengawasan terhadap kiriman kargo dan pos dimulai sejak


dilakukan pemeriksaan keamanan penerbangan sampai dengan naik
ke pesawat udara untuk menghindari terjadi penyusupan bahan
peledak dan bahan atau barang berbahaya lainnya;

7.9.9 Perlakuan khusus pemeriksaan keamanan dilakukan terhadap kargo


tertentu sepanjang dilengkapi dengan dokumen yang sah, antara
lain:
a. jenazah dalam peti;
b. vaksin;
c. plasma darah manusia;
d. barang-barang medis yang mudah rusak;
e. hewan;
f. barang-barang yang mudah rusak; dan/atau
g. kargo lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal.

7.9.10 Prosedur keamanan penanganan kargo dan pos harus dicantumkan


dalam Program Keamanan Bandar Udara dan Program Keamanan
Angkutan Udara serta Program Keamanan Regulated Agent.

7.10 Jasa Boga (Catering) dan Barang Persediaan/Perbekalan di Dalam


Pesawat Udara (Aircraft/Airline Store)

7.10.1 Badan Usaha Angkutan Udara harus menjamin tidak terbawanya


senjata, bahan peledak, bahan dan/atau barang berbahaya dan alat-
alat berbahaya di dalam jasa boga atau barang persediaan
Iperbekalan yang akan diangkut dengan pesawat udara;

7.10.2 Perusahaan jasa boga penerbangan wajib memiliki prosedur


keamanan yang memuat tentang langkah-Iangkah pencegahan
disusupkannya senjata, bahan peledak, bahan dan/atau barang
berbahaya dan alat-alat berbahaya, baik saat di dalam maupun di
luar daerah bandar udara; dan

7.10.3 Prosedur penanganan jasa boga atau barang


persediaan/perbekalan harus dicantumkan dalam Program
Keamanan Angkutan Udara.

7.11.1 Setiap penumpang yang akan check-in harus dilakukan pencocokan


kesesuaian antara dokumen perjalanan dengan identitas
penumpang oleh petugas Badan Usaha Angkutan Udara;

7.11.2 Tempat lapor diri (check-in counter) dibuka selambat-Iambatnya 2


jam sebelum jadwal penerbangan dan ditutup 30 menit sebelum
jadwal penerbangan;

7.11.3 Dalam hal terjadi kepadatan penumpang, kerusakan peralatan


keamanan, peningkatan pemeriksaan keamanan atau sebab lain
yang memperlambat pelaporan (check-in), check-in counter dapat
dibuka lebih awal; dan

7.11.4 Badan Usaha Angkutan Udara wajib melaksanakan pengecekan


profil (profil/ing check) terhadap penumpang dan bagasi tercatat
pada saat pelaporan (check-in).
8.1.1 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
dalam melakukan pemeriksaan keamanan dengan menggunakan
peralatan harus memenuhi kebutuhan fasilitas keamanan sesuai
ketentuan yang berlaku;

8.1.2 Fasilitas Keamanan Penerbangan sebagaimana dimaksud butir


8.1.1 terdiri dari:

8.1.2.1 peralatan pendeteksi bahan peledak;


8.1.2.2 peralatan pendeteksi bahan organik dan non-organik;
8.1.2.3 peralatan pendeteksi metal;
8.1.2.4 peralatan pendeteksi bahan nuklir, biologi, kimia, dan
radioaktif;
8.1.2.5 peralatan pemantau lalu lintas orang, kargo, pos,
kendaraan, dan pesawat udara di bandara;
8.1.2.6 peralatan pusat penanggulangan keadaan darurat
(emergency operation centre);
8.1.2.7 kendaraan patroli keamanan penerbangan;
8.1.2.8 peralatan pengendalian jalan masuk (acces contro/);
8.1.2.9 peralatan pendeteksi penyusup pagar perimeter (perimeter
instruction detection system); dan
8.1.2.10 peralatan komunikasi personel keamanan.

8.1.3 Fasilitas sebagaimana dimaksud pada butir 8.1.2 wajib dilengkapi


dengan sertifikat peralatan keamanan penerbangan dan akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan Direktur Jenderal; dan

8.1.4 Setiap teknisi fasilitas keamanan penerbangan wajib memiliki lisensi


dan rating sesuai dengan kompetensi.

Dalam rangka mempertahankan keakurasian kinerja peralatan keamanan


penerbangan, setiap peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan
keamanan penumpang dan barang wajib dikalibrasi secara berkala.

wajib melengkapi pedoman pengoperasian dan pedoman


pemeliharaan/perbaikan pada setiap peralatan keamanan
penerbangan;
8.3.2 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
wajib mengoperasikan peralatan keamanan penerbangan sesuai
dengan pedoman pengoperasian peralatan;

8.3.3 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
wajib melakukan pemeliharaan/perbaikan peralatan sesuai dengan
pedoman pemeliharaan/perbaikan peralatan;

8.3.4 Untuk melaksanakan pemeliharaan/perbaikan peralatan, Unit


Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara wajib
menyediakan teknisi sesuai dengan standar teknisi fasilitas
keamanan penerbangan;

8.3.5 Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Badan Usaha Bandar Udara
wajib menyampaikan laporan data dan kondisi mengenai teknisi
serta fasilitas keamanan penerbangan kepada Direktur Jenderal
secara berkala; dan

8.3.6 Ketentuan norma, standar, prosedur, dan kriteria tentang teknisi dan
fasilitas keamanan penerbangan diatur lebih lanjut dalam peraturan
Direktur Jenderal.
BAB IX

PERSONEL KEAMANAN

9.1.1 Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara,


Badan Usaha Angkutan Udara, agen kargo, dan pos serta badan
hukum terkait dengan penerbangan bertanggung jawab terhadap
pemenuhan personel keamanan yang sesuai dengan kebutuhan
operasional;

9.1.2 Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara,


Badan Usaha Angkutan Udara, agen kargo dan pos serta badan
hukum terkait dengan penerbangan wajib melakukan seleksi
terhadap personel keamanan;

9.1.3 Dalam hal pemenuhan kebutuhan personel keamanan tidak dapat


tercapai, dimungkinkan untuk mempersiapkan personel keamanan
yang tidak tetap.

9.1.4 Pemenuhan kebutuhan personel sebagaimana dimaksud butir 9.1.3


diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal;

9.1.5 Personel keamanan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan


keamanan penerbangan; dan

9.1.6 Direktur Jenderal menetapkan kriteria personel keamanan (aviation


security personnel).

9.2.1 Program Pendidikan dan Pelatihan Keamanan Penerbangan


Nasional

9.2.1.1 Direktur Jenderal bertanggung jawab menyusun,


menetapkan, melaksanakan, dan mempertahankan
efektifitas serta mengevaluasi program pendidikan dan
pelatihan keamanan penerbangan nasional;
9.2.1.2 Setiap Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha
Bandar Udara, Badan Usaha Angkutan Udara, agen kargo,
dan pos serta badan hukum terkait dengan penerbangan
wajib melaksanakan program pendidikan dan pelatihan
keamanan penerbangan nasional;
9.2.1.3 Pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan
diselenggarakan oleh instansi lunit kerja dan badan hukum
yang bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan
keamanan penerbangan yang telah mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal; dan
9.2.1.4 Untuk mendapatkan persetujuan sebagai penyelenggara
pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki NPWP;
b. memiliki Akte Perusahaan;
c. memiliki peraturan keamanan penerbangan;
d. memiliki pedoman penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan (Training Procedure Manual);
e. memiliki dan/atau menguasai fasilitas pendidikan dan
pelatihan;dan
f. menyediakan instruktur yang memadai dan
berkualifikasi.
9.2.1.5 Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan dan
pelatihan keamanan penerbangan nasional ditetapkan
dalam peraturan Direktur Jenderal.

9.2.2 Jenis Diklat

9.2.2.1 Pendidikan dan pelatihan dasar bagi personel keamanan


meliputi:
a. basic aviation security (basic avsec);
b. junior aviation security Uunior avsec);
c. senior aviation security (senior avsec);
9.2.2.2 Pendidikan dan pelatihan lanjutan bagi personel keamanan,
antara lain:
a. avsec management;
b. crisis management;
c. quality control,'
d. instructor;
e. risk management;
f. inspector/ auditor;
g. negotiation;
h. human factor;
i. investigator;;
j. profilling.

9.2.2.3 Pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan bagi


personel pesawat udara (Avsec Aircrew Training), wajib
diikuti oleh setiap personel pesawat udara berupa training
awal (initiaf) dan perpanjangan (recurrent) sebagai
persyaratan pemenuhan standar kinerja;

9.2.2.4 Program penanggulangan keadaan darurat keamanan


(Contingency plan) wajib dimuat dalam silabus pendidikan
dan pelatihan Air Traffic Services (ATS); dan

9.2.2.5 Setiap personel penerbangan yang terlibat langsung dengan


operasional penerbangan selain personel keamanan dan
personel pesawat udara wajib mengikuti pendidikan dan
pelatihan kepedulian keamanan penerbangan (Avsev
Awareness).
9.2.3.1 Setiap personel keamanan yang telah mengikuti pendidikan
dan pelatihan dibidang keamanan penerbangan berhak
mendapatkan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh
penyelenggara pendidikan dan pelatihan setelah dinyatakan
lulus;

9.2.3.2 Personel sebagaimana dimaksud butir 9.2.3.1 dapat


diberikan lisensi oleh Direktur Jenderal setelah memenuhi
persyaratan;

9.2.3.3 Setiap personel keamanan yang berlisensi wajib


mempertahankan dan mengembangkan kemampuan
dibidang keamanan penerbangan;
10.1.1 Dalam rangka penanggulangan tindakan melawan hukum yang
membahayakan keselamatan penerbangan, setiap Unit
Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara dan
Badan Usaha Angkutan Udara harus mempunyai program
penanggulangan keadaan darurat keamanan (contingency plan);

10.1.2 Penetapan kondisi keamanan penerbangan di bandar udara


digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu kondisi normal (hijau), kondisi
rawan (kuning) dan kondisi darurat (merah).

10.1.2.1 kondisi normal (hijau) adalah kondisi keamanan di bandar


udara dalam keadaan beroperasi secara normal;
10.1.2.2 kondisi rawan (kuning) adalah kondisi keamanan di bandar
udara dalam keadaan rawan (kuning) atau perlu dilakukan
peningkatan keamanan yaitu:
a. adanya informasi ancaman dari sumber yang perlu
dilakukan penilaian ancaman lebih lanjut;
b. terjadinya tindakan melawan hukum di daerah sekitar
bandar udara yang berpotensi mengganggu keamanan
penerbangan;
c. terjadinya tindakan melawan hukum secara nasional
dan Internasional yang berpotensi mengganggu
keamanan penerbangan;
d. terjadinya huru hara, demonstrasi masal dan
pemogokan yang berpotensi mengganggu keamanan
penerbangan; dan
e. presiden dan/atau wakil presiden serta tamu negara
yang setingkat, menggunakan sarana dan prasarana
transportasi penerbangan di bandar udara.

10.1.2.3kondisi darurat (merah) adalah kondisi keamanan di bandar


udara dalam keadaan darurat yaitu :
a. adanya informasi ancaman dari sumber yang dapat
dipercaya yang membahayakan keamanan
penerbangan
b. adanya informasi ancaman yang berdasarkan penilaian
ancaman, kemungkinan terjadinya tinggi
c. terjadinya tindakan melawan hukum berupa
pembajakan, penyanderaan, sabotase dan
penyerangan yang membahayakan keamanan
penerbangan
10.1.3 Keadaan darurat keamanan (contingency) pada keamanan
penerbangan digolongkan pada kondisi rawan (kuning) atau kondisi
darurat (merah); dan

10.1.4 Dalam hal terjadi keadaan darurat keamanan (contingency), Direktur


Jenderal berkoordinasi serta menyerahkan tugas dan komando
penanggulangannya kepada institusi yang tugas dan
tanggunggungjawabnya dibidang keamanan sesuai penetapan
kondisi keamanan.

10.2 Tanggung Jawab

10.2.1 Pada kondisi normal (hijau), kondisi rawan (kuning) dan darurat
(merah) tanggung jawab, pengendalian dan penanganan keamanan
penerbangan nasional berada pada Direktur Jenderal;

10.2.2 Pada kondisi normal (hijau), kondisi rawan (kuning) dan darurat
(merah) tanggung jawab, pengendalian dan penanganan keamanan
penerbangan di bandar udara berada pada kepala kantor otoritas
bandar udara di bandar udara di bawah pengawasannya atau kepala
bandar udara pada bandar udara diluar pengawasan otoritas bandar
udara;

10.2.3 Penyelenggara navigasi penerbangan membantu pelaksanaan


penanganan keamanan penerbangan pada keadaan darurat
keamanan (contingency);

10.2.4 Badan Usaha Angkutan Udara membantu pelaksanaan penanganan


keamanan penerbangan pada keadaan darurat keamanan
(contingency) ;

10.2.5 Unit kerja terkait yang berada di lingkungan kerja bandar udara
membantu pelaksanaan penanganan keamanan penerbangan pada
keadaan darurat keamanan (contingency) sesuai dengan bidang
tugasnya; dan

10.2.6 Setiap Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar


Udara wajib melaksanakan latihan keadaan darurat keamanan
(contingency exercise) skala besar (full scale) paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 2 (dua) tahun dan skala kecil (table top) paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun, dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kinerja fasilitas, prosedur dan personel keamanan.

10.3.1 Setiap orang yang mengetahui dan/atau mendapat informasi adanya


tindakan melawan hukum harus menyampaikan kepada Kepala
Kantor Otoritas Bandar Udara atau Kepala Unit Penyelenggara
Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara atau pimpinan Badan
Usaha Angkutan Udara sesuai informasi yang diketahui;
10.3.2 Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara atau Kepala Unit
Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara atau
pimpinan Badan Usaha Angkutan Udara yang menerima informasi
tindakan melawan hukum wajib mengambil tindakan:

10.3.2.1 menyebarluaskan informasi kepada pihak-pihak terkait;


10.3.2.2 memberikan penilaian terhadap informasi yang diterima;
10.3.2.3menyiapkan rencana tindakan yang akan dilakukan; dan
10.3.2.4 melaksanakan langkah-Iangkah penanganan.

10.3.3 Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara atau Kepala Unit


Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara atau
pimpinan Badan Usaha Angkutan Udara yang menerima informasi
tindakan melawan hukum wajib mengumpulkan data selengkap-
lengkapnya untuk dijadikan bahan penilaian terhadap informasi
tersebut.

10.4.1 Pada kondisi normal (hijau) dan kondisi rawan (kuning) komando
keamanan penerbangan tingkat nasional berada pada Direktur
Jenderal, sedangkan pada kondisi darurat (merah) Direktur Jenderal
menyerahkan komando penanggulangan tindakan melawan hukum
tingkat nasional kepada Kepala Kepolisian Repulik Indonesia atau
Panglima Tentara Nasional Indonesia;

10.4.2 Direktur Jenderal dalam penanganan kondisi rawan (kuning)


melakukan langkah-Iangkah antara lain:

10.4.2.1 koordinasi dengan instansi terkait terhadap pelaksanaan


keamanan penerbangan nasional;
10.4.2.2 memantau pelaksanaan Program Keamanan Penerbangan
Nasional;
10.4.2.3 memberikan pengarahan terhadap pelaksanaan Program
Keamanan Penerbangan Nasional; dan
10.4.2.4 melaporkan pelaksanaan penanganan kondisi rawan
kepada Menteri,

10.4.3 Pada kondisi normal (hijau), kondisi rawan (kuning) komando


keamanan penerbangan di bandar udara berada pada otoritas
bandar udara pada bandar udara dibawah pengawasannya atau
kepala bandar udara pada bandar udara diluar pengawasan otoritas
bandar udara, sedangkan pada kondisi darurat (merah) komando
penanggulangan tindakan melawan hukum di bandara udara
diserahkan kepada Kepala Kepolisian Resort/Kepala Kepolisian Kota
Besar atau Komandan Pangkalan dimana bandar udara berada;

10.4.4 Kepala kantor otoritas bandar udara pada bandar udara dibawah
pengawasannya dan kepala bandar udara pada bandar udara yang
tidak terdapat kantor otoritas bandar udara dalam kondisi rawan
(kuning) melakukan langkah-Iangkah antara lain:
10.4.4.1 menetapkan kondisi rawan di bandar udara
10.4.4.2 koordinasi dengan komandan pangkalan TNI untuk bandar
udara enclave sipil terhadap penanganan kondisi rawan
(kuning)
10.4.4.3 koordinasi dengan instansi terkait untuk membantu
penanganan kondisi rawan (kuning);
10.4.4.4 melaksanakan penanganan kondisi rawan (kuning);
10.4.4.5 melaporkan pelaksanaan penanganan kondisi rawan
kepada Direktur Jenderal.

10.4.5 Kepala Kepolisian Repulik Indonesia sebagai pemegang komando


penanggulangan tindakan melawan hukum pada kondisi darurat
(merah) di bandar udara bukan enclave sipil melakukan langkah-
langkah penanganan, antara lain:

10.4.5.1 berkoordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan


langkah-Iangkah penanganan kondisi darurat (merah);
10.4.5.2 memantau dan memberikan pengarahan kepada Kepala
Kepolisian Resort/Kepala Kepolisian Besar terhadap
langkah-Iangkah dalam pelaksanaan penanganan kondisi
darurat di bandar udara; dan
10.4.5.3mengambil tindakan yang diperlukan sesuai ketentuan yang
berlaku.

10.4.6 Panglima Tentara Nasional Indonesia sebagai pemegang komando


penanggulangan tindakan melawan hukum pada kondisi darurat
(merah) di bandar udara enclave sipil melakukan langkah-Iangkah
penanganan, antara lain:

10.4.6.1 berkoordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan


langkah-Iangkah penanganan kondisi darurat (merah);
10.4.6.2 memantau dan memberikan pengarahan kepada Komandan
Pangkalan terhadap langkah-Iangkah dalam pelaksanaan
penanganan kondisi darurat di bandar udara; dan
10.4.6.3 mengambil tindakan yang diperlukan sesuai ketentuan yang
berlaku

10.4.7 Kepala Kepolisian Resort/Kepala Kepolisian Kota Besar sebagai


pemegang komando penanggulangan tindakan melawan hukum
pada kondisi darurat (merah) di bandar udara bukan enclave sipil
melakukan langkah-Iangkah penanganan, antara lain:

10.4.7.1 melaksanakan penanganan kondisi darurat (merah);


10.4.7.2mengambil tindakan yang diperlukan sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
10.4.7.3 melaporkan pelaksanaan penanganan kondisi darurat
(merah) kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
10.4.8 Komandan Pangkalan Udara sebagai pemegang komando
penanggulangan tindakan melawan hukum pada kondisi darurat
(merah) di bandar udara enclave sipil melakukan langkah-Iangkah
penanganan, antara lain:

10.4.8.1 melaksanakan penanganan kondisi darurat (merah);


10.4.8.2 mengambil tindakan yang diperlukan sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
10.4.8.3 melaporkan pelaksanaan penanganan kondisi darurat
(merah) kepada Panglima Tentara Nasionallndonesia.

10.5.1 Direktur Jenderal mengaktifkan pusat pengendalian inciden tingkat


nasional pada saat terjadi keadaan darurat keamanan (contingency)
pada penerbangan, untuk mengambil langkah-Iangkah yang
diperlukan;

10.5.2 Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara pada bandar udara di bawah
pengawasannya dan kepala bandar udara pada bandar udara yang
tidak terdapat kantor otoritas bandar udara mengaktifkan pusat
pengendalian oparasi darurat di bandar udara pada saat terjadi
keadaan darurat keamanan (contingency) pada penerbangan, untuk
mengambil langkah-Iangkah yang di perlukan;

10.5.3 Pusat Pengendalian Insiden (incident control centre) dan pusat


pengendalian operasi darurat (emergency operation centre)
berfungsi:

10.5.3.1 untuk menetapkan langkah-Iangkah yang akan diambil ; dan


10.5.3.2 sebagai pusat pelaporan kegiatan-kegiatan atau langkah-
langkah yang dilakukan.

10.5.4 Pusat pengendalian insiden (incident control centre) dan pusat


pengendalian operasi darurat (emergency operation centre) harus
dilengkapi dengan peralatan komunikasi dan sarana pendukung
lainnya untuk penanganan keadaan darurat keamanan
(contingency);

10.5.5 Peralatan komunikasi dan sarana pendukung sebagaimana


dimaksud butir 10.5.4 harus tetap terpelihara dan selalu diuji
kehandalannya untuk memastikan berfungsi dengan baik;

10.5.6 Direktur Jenderal bertanggung jawab menyediakan pusat


pengendalian insiden (incident control centre) yang dilengkapi
dengan peralatan komunikasi serta sarana pendukung lainnya; dan

10.5.7 Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara


bertanggung jawab menyediakan pusat pengendalian operasi
darurat (emergency operation centre) yang dilengkapi dengan
peralatan komunikasi dan sarana pendukung lainnya.
10.6.1 Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan wajib memberi
bantuan navigasi penerbangan sesuai tingkat pelayanan pada
pesawat udara yang menjadi sasaran tindakan melawan hukum;

10.6.2 Pesawat udara yang menjadi sasaran tindakan melawan hukum


sebagaimana dimaksud butir 10.6.1 melakukan pendaratan darurat,
maka pesawat udara tersebut ditempatkan ke tempat parkir khusus
(isolated parking area);
10.6.3 Semua tindakan diupayakan agar pesawat udara tersebut tetap
berada didarat, kecuali terpaksa diberangkatkan dengan
pertimbangan melindungi nyawa manusia; dan

10.6.4 Menginformasikan terjadinya tindakan melawan hukum terhadap


pesawat udara kepada penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan negara lain termasuk bandar udara yang diperkirakan
menjadi tujuan, agar tindakan perlindungan tetap diberikan terhadap
pesawat udara yang menjadi sasaran tindakan melawan hukum
tersebut.

10.7 Bantuan Spesialis/Ahli

Apabila dibutuhkan tenaga spesialis/ahli dapat dilibatkan dalam penanganan


tindakan melawan hukum penerbangan seperti negosiator, juru bahasa,
satuan penanggulangan bahan peledak, dan pasukan penyerbu bersenjata
dari Kepolisian atau TNI, serta tenaga bantuan dari Luar Negeri yang
dikoordinasikan (ICAO) dapat dihubungi melalui Direktur Jenderal.

10.8 Media Pemberitaan

10.8.1 Ketua Komite Nasional Keamanan Penerbangan menginformasikan


tindakan melawan hukum kepada media pemberitaan di pusat
pengendalian insiden (incident control centre);

10.8.2 Ketua Komite Pengamanan Bandar Udara sesuai batas


kewenangannya menginformasikan tindakan melawan hukum di
bandar udara kepada media pemberitaan di pusat pengendalian
operasi darurat (emergency operation centre).

10.9.1 Dalam hal terjadinya tindakan melawan hukum, informasi yang terkait
harus segera disampaikan kepada:

10.9.1.1 negara dimana pesawat udara tersebut didaftarkan;


10.9.1.2 negara dari operator pesawat udara; dan
10.9.1.3 negara yang warga negaranya menjadi korban dari peristiwa
tersebut.
10.9.2 Direktur Jenderal menyampaikan informasi tindakan melawan hukum
kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) sesuai
format ICAO, dalam bentuk :

10.9.2.1 laporan awal disampaikan selambat-Iambatnya 30 hari


terhitung sejak kejadian;
10.9.2.2 laporan akhir disampaikan selambat-Iambatnya 60 hari
terhitung sejak kejadian.

Anda mungkin juga menyukai