Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang
menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut dan kuku
pada manusia dan hewan. Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan
membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi
untuk membentuk kolonisasi.
ETIOLOGI
Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton, yang dikelompokkan dalam kelas Deuteromycetes. Dari ketiga genus tersebut
telah ditemukan 41 spesies, terdiri dari 17 spesies Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2
spesies Epidermophyton. Dari 41 spesies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi
jamur pada manusia, 5 spesies Microsporum menginfeksi kulit dan rambut, 11 spesies
Trichophyton meninfeksi kulit, rambut dan kuku, 1 spesies Epidermophyton menginfeksi hanya
pada kulit dan jarang pada kuku. Spesies terbanyak yang menjadi penyebab dermatofitosis di
Indonesia adalah: Trichophyton rubrum (T. rubrum), berdasarkan penelitian di RS Dr. Cipto
Mangun Kusumo Jakarta tahun 1980.
EPIDEMIOLOGI
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting, di mana prevalensi
infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Namun demikian tinea
kapitis karena T. tonsurans lebih sering pada wanita dewasa dibandingkan laki-laki dewasa, dan
lebih sering terjadi pada anak-anak Afrika Amerika. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh
kebersihan perorangan, lingkungan yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi dalam
penyebaran infeksinya. Jamur penyebab tinea kapitis ditemukan pada sisir, topi, sarung bantal,
mainan anak-anak atau bahkan kursi di gedung teater. Perpindahan manusia dapat dengan cepat
memengaruhi penyebaran endemik dari jamur. Pemakaian bahan-bahan material yang sifatnya
oklusif, adanya trauma, dan pemanasan dapat meningkatkan temperatur dan kelembaban kulit
meningkatkan kejadian infeksi tinea. Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tekanan
temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat meningkatkan
kejadian tinea pedis dan onikomikosis.
KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK DERMATOFITOSIS
Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi infeksi atau ciri tertentu, sebagai berikut:
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dermatofitosis pada umumnya dilakukan secara klinis, dapat diperkuat
dengan pemeriksaan mikroskopis, kultur, dan pemeriksaan dengan lampu wood pada spesies
tertentu. Tabel 2 menunjukkan karakteristik dermatofit penyebab tinea kapitis.
Pada pemeriksaan dengan KOH 1020%, tampak emeriksaan dengan KOH 1020%, tampak
dermatofit yang memiliki septa dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur dilakukan untuk
menentukan spesies jamur penyebab dermatofitosis (Tabel 3).
PATOGENESIS DERMATOFITOSIS
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu: Antropofilik, transmisi dari
manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai
kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent
carrier). Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung
maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau
sebagai kontaminan pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan.
Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit. Geofilik, transmisi dari
tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.6
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non
spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa
pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam
lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat
berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. (Gambar 1) Terjadinya infeksi
dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan
di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.3,6
CMI
Pertahanan utama dalam membasmi infeksi dermatofit adalah CMI, yaitu T cell-mediated DTH.
Kekurangan sel T dalam sistem imun menyebabkan kegagalan dalam membasmi infeksi
dermatofit. Penyembuhan suatu penyakit infeksi pada hewan dan manusia, baik secara alamiah
dan eksperimental, berkorelasi dengan pembentukan respon DTH. Infeksi yang persisten
seringkali terjadi karena lemahnya respon transformasi limfosit in vitro, tidak adanya respon
DTH, dan peningkatan proliferasi kulit dalam respon DTH. Reaksi DTH di mediasi oleh sel Th1
dan makrofag, serta peningkatan proliferasi kulit akibat respon DTH merupakan mekanisme
terakhir yang menyingkirkan dermatofit dari kulit melalui deskuamasi kulit. Respon sel Th1
yang ditampilkan dengan ciri pelepasan interferon gamma (IFN- ), ditengarai terlibat dalam
pertahanan pejamu terhadap dermatofit dan penampilan manifestasi klinis dalam dermatofitosis.
Respons T Helper-1 (Th1). Sitokin yang diproduksi oleh sel T (Sitokin Th1) terlibat dalam
memunculkan respon DTH, dan IFN- dianggap sebagai faktor utama dalam fase efektor dari
reaksi DTH. Pada penderita dermatofitosis akut, sel mononuklear memproduksi sejumlah besar
IFN- untuk merespon infeksi dermatofit. Hal ini dibuktikan dengan ekspresi mRNA IFN- pada
lesi kulit dermatofitosis. Sedangkan pada penderita dermatofitosis kronis, produksi IFN- secara
nyata sangat rendah yang terjadi akibat ketidakseimbangan sistem imun karena respon
Th2.6,14,15 SelLangerhans.Infiltrat radang pada dermatofitosis terutama terdiri dari sel T CD4+
dan sel T CD8+ yang dilengkapi oleh makrofag CD68+ dan sel Langerhans CD1a+. Sel
Langerhans dapat menginduksi respon Sel Langerhans dapat menginduksi respon sel T terhadap
trichophytin, serta bertanggung jawab dalam pengambilan dan pemrosesan antigen pada respon
Th1 pada lesi infeksi dermatofit. 6,15 Imunitas humoral. Pejamu dapat membentuk bermacam
antibodi terhadap infeksi dermatofit yang ditunjukkan dengan teknik ELISA. Imunitas humoral
tidak berperan menyingkirkan infeksi, hal ini dibuktikan dengan level antibodi tertinggi pada
penderita infeksi kronis. 5,7
BEBERAPA FAKTOR LAIN YANG BERKAITAN DENGAN DERMATOFITOSIS
Produksi substansi mannan, yaitu suatu komponen glikoprotein dinding sel jamur, dapat
menekan respons inflamasi terutama pada kondisi atopik atau kondisi lain. Mannan dapat
menekan pembentukan limfoblast, menghambat respon proliferasi limfosit terhadap berbagai
rangsangan antigenik, serta menghambat proliferasi keratinosit yang memperlambat pemulihan
epidermis.7 Tidak ada bukti yang menyokong adanya kerentanan secara khusus pada kelompok
golongan darah ABO, dan pada penderita diabetes. Pada kondisi malnutrisi dan sindroma
Chusing mudah mengalami infeksi dermatofit dimungkinkan karena depresi imunitas seluler.3,5
Kemampuan spesies dermatofit tertentu untuk memproduksi penicillin-like antibiotics
memungkinkan jamur ini memanfaatkan flora normal, Staphylococcus aureus dapat betindak
sebagai ko-patogen yang men ingka tkan deraja t ke radangan in feks i dermatofit.5 Gambaran
klinis yang bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil dari kombinasi kerusakan
jaringan keratin secara langsung oleh karena dermatofit, dan proses keradangan akibat respon
pejamu.5 Pada bentuk klasik tinea yang annular, tepi lingkaran lesi ditandai oleh adanya infiltrat
limfosit perivaskular, karena proses pembersihan jamur dari stratum korneum akibat surveilans
sistem imun, dan pertumbuhan jamur yang sentrifugal. Kecepatan epidermal turn over berjalan
normal di dalam area cincin, namun pada daerah infeksi bisa menjadi lebih dari 4 kali lipat. Pada
tinea imbrikata karena T. concentricum, terjadi semacam gelombang pertumbuhan jamur pada
kulit dengan perluasan infeksi yang sentrifugal.
Kurniati, Cita Rosita SP.2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis (Etiopathogenesis of
Dermatophytoses).Surabaya : FK UNAIR
[file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/BIKKK_vol%2020%20no%203_des
%202008_Acc_3.pdf]
2.1.2. Epidemiologi Menurut Berman (2011) dan Wiederkehr (2012), pria lebih sering terkena
Tinea kruris daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan terjadi pada
golongan umur dewasa daripada golongan umur anak-anak
2.1.3. Etiologi dan Patogenesis
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah golongan
jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan
keratin (Budimulja, 1999).
Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula
oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum
(Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada
keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai
dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis (Boel, 2003).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang
sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan
untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium dengan
variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan
apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat
berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya terutama menyerang
hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan
menimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya
suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan
debris keratin yang mengandung hifa jamur (Graham-Brown, 2002)
2.1.4. Gambaran Klinis
Menurut Budimulja (1999), Nasution M.A. (2005), Berman (2011), dan Wiederkehr (2012),
gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa gatal hebat pada daerah kruris. Ruam kulit
berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa
bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Berikut
ini gambaran klinis dari Tinea kruris :
A. Dermatomikosis
1. Pengertian Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang
disebabkan infeksi jamur (Mawarli, 2000). Dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua
penyakit jamur yang menyerang kulit (Juanda, 2005).
2. Faktor faktor yang mempengaruhi Dermatomikosis. Menurut Petrus 2005 & Utama 2004
faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi
yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan
obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali.
3. Macam Macam Dermatomikosis
a. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat tanduk, seperti kuku,
rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita
(Mawarli, 2000). Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species
microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian
superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan
jarang kuku (Sutomo, 2007). Menurut Emmons, 1994 (dalam Juanda, 2005) dermatofita
penyebab dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatifita
termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa
bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung
lokasi anatominya.
Bentuk Bentuk gejala klinis Dermatofitosis
1) Tinea Kapitis Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur
golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan microsporum.
Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal sering disertai rambut
rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu
wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan mikroskopis terlihat
spora diluar rambut atau didalam rambut. Pengobatan pada anak peroral griseofulvin 10-25
mg/kg BB perhari, pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu.
2) Tinea Favosa Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini,
trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea kapitis yang
ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada kulit kepala, lesi menjadi
sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan berupa kemerahan
pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan hingga skutula dan
kerontokan rambut serta lesi menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan lebih
luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan parut permanen. Diagnosis dengan
pemeriksaan mikroskopis langsung, prinsip pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan
tinea kapitis, hygiene harus dijaga.
3) Tinea Korporis Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah
muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes.
Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit, berbatas
tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda
peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan,
sementara tepi lesi meluas sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh,
tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan
mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur.
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, itrakenazol
100mg sehari selama 2 minggu, obat topikal salep whitfield.
4) Tinea Imbrikata Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan
gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkarlingkar dan gatal. Disebabkan oleh
dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang seluruh permukaan kulit
halus, sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula
eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan
susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian
tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris. Pengobatan
sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 4 minggu, sering kambuh setelah pengobatan
sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama, ketokonazol 200 mg sehari, obat
topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.
5) Tinea Kruris Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus,
yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-
kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri
mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat
meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%.
Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, ketokonazol, obat topikal
salp whitefield, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCL.
6) Tinea Manus et Pedis Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita
didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki
serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum.
Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering dijumpai yaitu: (a) Bentuk intertriginosa
berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela jari tampak warna keputihan basah terjadi
fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki
lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V. (b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya
vesikula-vesikula dan bila terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang
sering adalah telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah. (c) Bentuk
moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi sampai punggung kaki terlihat
kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan
KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur. Pengobatan cukup topikal saja dengan obat-
obat anti jamur untuk interdigital dan vesikular selama 4-6 minggu.
7) Tinea unguium Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab
tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai tinea
pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram tergantung
penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan. Diagnosis
ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau
biakan untuk menemukan elemen jamur. Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan,
pengertian kerjasama dan kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan
lama. Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 bulan untuk jari tangan untuk jari
kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat diberikan dalam bentuk losion atau crim.
8) Kandidiasis Adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur intermediate
yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alatalat dalam. Penyebab jamur golongan
candida yang patogen dan merupakan kandidiasis adalah candida albicans. Gambaran klinik
berbentuk kandidiasis sistemik dan lokal, kandidiasis lokal terdiri dari: (a) Kandidiasis oral
dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa bercak putih seperti membran pada
mukosa mulut dan lidah bila membran tersebut diangkat tampak dasar kemerahan dan erosif.
(b) Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh makanan atau air. (c)
Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa yang eritematosa erosif,
mulai dari servik sampai introitus vagina, didapatkan fluor albus putih kekuningan disertai
semacam butiran tepung kadan seperti susu pecah terasa gatal serta dispareuni karena ada
erosi. (d) Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal disertai
timbulnya membran atau bercak putih pada gland penis.
Kandidiasis kulit terdiri dari: (a) Kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang gemuk
menyerang lipatan kulit yang besar seperti inguinal, aksila, lipat payudara, yang khas adalah
bercak kemerahan agak lebar dengan dikelilingi oleh lesi-lesi satelit. (b) Kandidiasis kuku
infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitar terasa nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak
dan menebal lesi berwarna kehijauan. (c) Kandidiasis granulomatosa bentuk ini jarang
dijumpai, manifestasi berupa granuloma terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertropi
setempat, biasa terdapat dikepala atau ektremitas. (d) Kandidid adalah suatu alergi terhadap
elemen jamur atau metabolit candida SSP. Diagnosis dengan pemeriksaan langsung kerokan
kulit atau usap mukokutan dengan larutan KOH 10% atau pewarnaan gram yang terlihat sel
ragi, blastospora atau hifa semu. Pengobatan kandidiasis kulit dan kandidiasis selaput lendir
yang lokal dengan memberi obat anti jamur topikal. Pengobatan kandidiasis oral berupa
lozenges atau oral gel yang mengandung nistatin atau mikonazole, pengobatan kandidiasis
vaginal obat yang dipakai adalh preparat khusus intravaginal yang mengandung imidasol
selama 1-5 hari, terapi oral juga diberikan 1-5 hari.
b. Non Dermatofitosis Pitiriasis versikolor (Panau) Adalah penyakit jamur superfisial yang
kronik biasanya tidak memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna putih
sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan,
tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Menurut Ballon (1889 dalam Juanda
2005) Disebabkan oleh malassezia furfur robin. Gambaran klinik kelainan terlihat
bercakbercak warna warni, bentuk teratur sampai tidak teratur batas jelas sampai difus kadang
penderita merasa gatal ringan. Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan
KOH 20 % terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok.
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh tekun dan konsisten. Obat yang dapat dipakai
suspensi selenium sulfida ( selsun ) dipakai sebagai sampo 2-3x seminggu. Obat lain derivat
azol misal mikonazole, jika sulit disembuhkan ketokonazole dapat dipertimbangkan dengan
dosis 1x 200 mg sehari selama 10 minggu.
Epi Mulyani. 2000. Dermatomikosis .[file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/jtptunimus-
gdl-epimulyani-6151-2-bab2.pdf]
Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh jamur dermatofita dari
famili arthrodermataceae dengan lebih dari 40 spesies yang dibagi dalam tiga genus :
Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton. Kemampuannya untuk membentuk ikatan
molekuler terhadap keratin dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan
mereka mampu berkolonisasi pada jaringan keratin. Pada penamaan infeksi klinis dermatofitosis,
kata tinea mendahului nama latin untuk bagian tubuh yang terkena.
Tinea kapitis merupakan infeksi jamur menular pada kepala yang menyarang batang rambut3
dan merupakan penyebab kerontokan rambut yang sering dijumpai pada anak-anak. Secara klinis
dapat ditemukan bercak bundar berwarna merah, bersisik dan kadang menjadi gambaran klinis
yang lebih berat disebut kerion.
Tinea barbae hanya terjadi pada pria. Umumnya menimbulkan lesi yang khas unilateral dan lebih
sering melibatkan area janggut daripada kulit atau bibir bagian atas.
Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan pada daerah lipat paha, genitalia,
daerah pubis, perineum dan perianal. Kelainan ini dapat bersifat akut atau kronis, bahkan dapat
berlangsung seumur hidup.
Penamaan penyakit ini merupakan istilah yang tidak cocok, karena dalam bahasa Latin kruris
berarti kaki. Penyakit ini merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal,
yaitu sekitar 65-80% dari semua penyakit kulit di inguinal, sehingga beberapa kepustakaan
menyatakan inguinal intertrigo sebagai sinonim dari tinea kruris.
Tinea pedis merupakan infeksi jamur pada kaki. Sering dijumpai pada orang yang dalam
kesehariannya banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja
dengan kaki yang selalu atau sering basah . Tinea pedis biasanya menyerang sela-sela kaki dan
telapak kaki. Tinea pedis atau ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang sering
terjadi. 8 Penyebab paling sering ditemukan yaitu Trichophyton rubrum yang dapat
mengakibatkan kelainan menahun. Infeksi jamur dermatofita yang menyerang kulit telapak
tangan, punggung tangan dan jari tangan disebut tinea manum.
Tinea unguium disebut juga dermatophytic onychomycosis, ringworm of the nail) 1, 7 adalah
kelainan pada kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering tinea
unguium yaitu T. mentagrophytes dan T. rubrum.
Tinea imbrikata merupakan dermatofitosis dengan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan
sisik yang melingkarlingkar dan terasa gatal. Tinea imbrikata disebabkan oleh T.concentricum.
Penyakit ini dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi,
Papua, Kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi Tengah. Penyakit ini dapat menyerang seluruh
permukaan kulit halus, sehingga sering digolongan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai
makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal dan terletak konsentris
dengan susunan seperti genting. Lesi makin lama makin melebar tanpa meninggalkan
penyembuhan di bagian tengah. Pruritus yang hebat dan dapat terjadi likenifikasi. Lesi kadang
hipopigmentasi.
Tinea inkognito merupakan infeksi dermatofita yang mengalami modifikasi sehingga tidak
tampak bentuk klinis yang khas oleh karena telah diobati dengan kortikosteroid topikal kuat.
Tinea fasialis dan tinea aksilaris penamaan yang menunjuk ke daerah kelainan dan merupakan
varian tinea korporis. Tinea sirsinata, arkuata juga merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Infeksi penyakit oleh jamur dapat ditemukan hampir di seluruh daerah Indonesia karena
merupakan wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur.10 Iklim dan kondisi geogafis di
Indonesia memudahkan pertumbuhan jamur sehingga menyebabkan banyaknya kasus infeksi
jamur.
Cyndi E. E. J. Sondakh , Thigita A. Pandaleke , Ferra O. Mawu. 2016. Profil dermatofitosis di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember
2013.[ file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/ipi432075.pdf]