HABIBIE
Keberhasilan Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yaitu :
1. Berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000
Rp 15.000.
2. Memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui
pembentukanBPPN dan unit Pengelola Aset Negara
b. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
c. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
d. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
f. Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan yang Tidak Sehat
g. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Namun pada sisi lain, banyak juga hal yang gagal dicapai Megawati dalam masa
pemerintahannya. Salah satu hal yang paling mencolok dalam pemerintahan Megawati
Soekarnoputri adalah tentang maraknya privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh
negara dihilangkan atau paling tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan
berpindah ke tangan swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini
dapat dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana
pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan privatisasi PT. Semen Gresik dan PT
Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang merugikan negara triliunan
rupiah akibat harga jualnya yang terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk
menjual PT Semen Gresik dan PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar
guna menutupi defisit APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang
ingin dicapai pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya di sektor
industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat
luas dalam hal kepemilikan saham.
Tanpa disimpulkan, kegagalan dapat pula terlihat dengan menurunnya suara PDI-P pada
pemilu 2004 dan kegagalan Megawati untuk terpilih menjadi presiden pada periode
berikutnya. Hal ini adalah indikasi kepercayaan rakyat yang menurun dengan melihat
penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya.
Masalah-masalah lainnya bisa dijelaskan sebagai berikut :
KEBERHASILAN
1. Dalam ketahanan dan keamanan, keberanian menyeret sebagian koruptor-koruptor, baik
pejabat pemerintah di daerah maupun di pusat terhadap lembaga legislatif dan eksekutif
telah dilakukan. Perang melawan korupsi dalam kabinet SBY terlihat jelas dan
menggembirakan. Instrumen hukum UU No.31/1999 tentang Korupsi, UU No.36/2003
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Instrumen presiden 2005, tentang Tim
Pemberantas Korupsi (Timtas-TIPIKOR) yang memiliki kewenangan luar biasa. Sebagai
satu contoh, Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dihukum 10 tahun adalah bukti komitmen
tersebut.
2. Kesungguhan penegakan keamanan dan ketahanan itu, juga bisa terlihat atas
keberhasilan penandatanganan MoU antara pemerintah RI dengan GAM, 15 Agustus
2005 di Helsinki. Meskipun MoU tidak sederajat dengan Perjanjian Internasional, praktek
di lapangan telah memperlihatkan kedua pihak mematuhinya. Pemusnahan senjata oleh
GAM dengan pengawasan Aceh Mission Monitoring (AMM) terus dilaksanakan.
Pemberlakuan amnesti terhadap tahanan praktek juga telah dilakukan. Ribuan TNI non-
organik sebagian telah dikembalikan dari Aceh ke daerah masing-masing. Akibat
penandatanganan MoU situasi keamanan, kedamaian dan masyarakat Aceh telah pulih.
Keberhasilan ini mustahil dapat dicapai sekiranya kedua belah pihak tidak memiliki
komitmen. Telah lama TNI bercokol di Aceh dan jelas-jelas kebijakan tersebut kontra
produktif terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM secara internasional dan nasional.
3. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum
menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa
Indonesia.Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk
kekuatan kelompok.
KEGAGALAN
1. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009, pemerintah dan DPR
tidak berhasil menetapkan satu pun undang-undang bidang pertahanan nasional.
2. Pertahanan dan keamanan yang terasa masih menjadi nilai raport merah SBY adalah
rendahnya komitmen mereka terhadap penciptaan sistem keamanan masyarakat. Tragedi
Bom Bali II 1 Oktober (jatuh pada hari Kesaktian Pancasila) yang diklaim oleh Wapres
Yusuf Kalla sebagai kecolongan tidak terbantahkan. Sebelumnya juga teror bom di
Tentena Poso di wilayah tentara Sulawesi Tengah bukti kegagalan tersebut. Sementara
Dr. Azhari dan Nurdin Top juga tidak akan tertangkap jika cara kerja aparat penegak
hukum tidak professional.
Kita percaya, sistem hukum terpadu tentang pencegahan dan penanggulangan terorisme
diperlukan, tetapi kejahatan teorisme juga belum tentu akan berkurang. Sejatinya UU
NO.15/2003, tentang Tindak Pidana Terorisme sesungguhnya tidak memadai. Untuk itu
Presiden SBY perlu mengusulkan UU Keamanan dan Intelejen Nasional cukup
proporsional dan tepat momennya. Tiadanya institusi yang kredibel dalam
mengkoordinasikan berbagai aparat pemerintah dan penegak hukum dalam
menanggulangi terorisme menyisakan soal ancaman keamanan sebagai masalah utama.
Namun, tidak salah jika kita menengok Amerika, Malaysia dan Singapore.
Terlindunginya masyarakat dari rasa aman, tentram merupakan segi-segi positif dari
adanya instrumen hukum tersebut. Kinerja aparat keamanan khusunya dalam pencegahan
terorisme perlu ditingkatkan melalui para TNI-POLRI dan Intelejen tanpa harus
menaksirkan KOTER. Validitas Keppres tentang kebijakan menaikkan BBM 100% oleh
pemerintah secara sepihak hanya logis dalam tatanan kepentingan ekonomi nasional.
Namun, kenaikan BBM yang dibarengi oleh kenaikan harga-harga bahan pokok itu
artinya justru menyengsarakan masyarakat. Sampai saat ini, pemerintah belum mampu
memperlihatkan upaya untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat melalui
jumlah pengangguran.
3. Kegagalan pemerintah SBY dalam menciptakan rasa aman dan tentram masyarakat tak
terhindarkan melalui pembagian kompensasi BBM sebesar Rp 300.000 KK per bulan
terhadap masyarakat miskin. Kenaikan itu menjadi tidak berarti, mengingat harga bahan
pokok menjadi naik pula. Lagi pula, kenaikan harga BBM sungguh telah memicu
kegelisahan masyarakat. Memang niat memberikan kompensasi BBM terhadap orang-
orang miskin tidak diragukan nilai baik dan manfaatnya. Akan tetapi, upaya untuk
mensejahterakan masyarakat sesuai pasal 33 dan 34 UUD 1945 menjadi tidak kena
sasaran bilaman tidak dipersiapkan secara matang.
Bukti lemahnya persiapan itu tidak sekedar ditentukan oleh rumusan kemiskinan dan
data-data yang akurat di lapangan. Tapi juga dampak-dampak negatif dari pemberian
uang tunai tidak menjamin sama sekali. Bencana sosial ini tampak dalam penderitaan dan
kesengsaraan masyarakat miskin. Sampai saat ni tidak kurang dari empat orang tewas
dalam prosespengambilan kompensasi BBM. Beberapa kepala desa dan kepala RT yang
juga tewas ditusuk dan juga bunuh diri. Jika disana puluhan penegak hukum dalam
konteks pemberantasan korupasi, terorisme dan mensejahterakan masyarakat. Dengan
kata lain, nilai raport merah SBY-YK tidak akan berubah jika dikemudian hari tidak
mengalami perubahan.
4. Reformasi Sektor Pertahanan dan Keamanan selama kurang lebih tujuh tahun di
Indonesia meski mengalami kemajuan yang relative baik, tapi masih membutuhkan kerja-
kerja politik yang serius bagi proses SSR yang lebih baik. Masalah oportunisme elit sipil
dan penolakan dari internal masing-masing lembaga sektor keamanan dan pertahanan
tersebut masih mendominasi permasalahan bagi penguatan negara demnokratis, dan
profesionalisme lembaga-lembaga tersebut. Setidaknya bila kita mengacu pada tiga
kerangka peran, yakni: sektor pertahanan dan keamanan, sektor sosial-politik, dan sektor
ekonomi, dapat dilihat bagaimana perjalanan SSR di Indonesia berjalan tertatih-tatih.
Dari ketiga kerangka peran tersebut, lembaga-lembaga sektor pertahanan dan keamanan
masih masih dilingkupi oleh ketiga kerangka peran tersebut. Artinya masih belum
profesional dalam merumuskan peran masing-masing, meski sudah merevisi doktrin.
Masih ada yang harus dipertegas pada peran dan fungsi dari masing-masing lembaga.
Salah satunya misalnya penempatan TNI dan Polri yang belum pas dalam struktur
pemerintahan. Apakah di bawah atau di dalam Departemen Pertahanan untuk TNI, atau
apakah di bawah Presiden, masuk ke salah satu departemen, atau bahkan menjadi
departemen tersendiri.
5. Ketidak tegasan dan konsistenan inilah yang menyebabkan banyak sekali cela bagi TNI,
Polri, maupun lembaga intelejen melalui perundang-undangan yang dihasilkan untuk
melakukan kerja atau fungsi-fungsi di luar kewajibannya.
Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah buruknya konsepsi strategis pertahanan dan
keamanan, sehingga dalam konsepsi operasional pun juga mengalami kendala yang
relatif serius. Apalagi reformasi kultural di ketiga lembaga tersebut belum berubah.
Masih menggunakan mindset lama, sehingga menghambat langkah dan jalan bagi
suksesnya reformasi sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia.
6. Penegakan hukum berjalan di tempat. Kasus-kasus besar selalu diakhiri dengan drama
transaksional. Bahkan tebang pilih menjadi gaya penegakan hukum pemerintah di bawah
komando SBY. Kegagalan itu diwakili Kementerian Hukum dan HAM dalam
pembebasan 29 napi koruptor atas nama remisi (HUT RI dan Lebaran).
7. Sektor kelautan juga dinilai masih banyak terjadi pencurian-pencurian sumber daya alam
Indonesia seperti ilegal fishing.
8. Rasa aman dan damai makin jauh di tengah tingginya pelanggaran HAM, kekerasan,
perusakan lingkungan hidup, serta hukum yang tidak berdaulat.
9. Pemerintahan SBY-Boediono gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer
melalui Revisi Undang-undang No. 31 Tahun 1997. Pemerintahan SBY tidak memiliki
niatan dan upaya sungguh-sungguh untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di
sector keamanan.
10. SBY dianggap lamban menyikapi kisruh KPK vs Polri. SBY baru mau turun setelah
rakyat mendesak. Selain itu, menurut mereka, kebijakan ekonomi yang dilegitimasi SBY
juga dinilai berpihak pada kepentingan kapital, kebijakan energi nasional
mengesampingkan aspek kemandirian, skandal bailout Bank Century yang tak kunjung
selesai, penegakkan supremasi hukum, serta gagalnya SBY mewujudkan Indonesia
sebagai rumah yang aman bagi masyarakatnya.
11. Pemerintah SBY juga telah gagal melindungi kekayaan rakyat berupa minyak dan gas
bumi, barang tambang maupun yang lainnya tidak banyak dinikmati oleh rakyat, tapi oleh
segelintir orang, termasuk pihak asing melalui regulasi dan kebijakan yang tidak pro
rakyat. Pemerintah SBY juga gagal memberantas korupsi dan mafia hukum. Iironinya
banyak dilakukan oleh para pejabat yang berlangsung makin massif dan sistemik. Sekitar
148 kepala daerah sekarang ini jadi tersangka korupsi, dan diantaranya adalah 17
Gubernur. Kasus korupsi melahirkan korupsi baru melalui mafia hukum yang bisa
mengatur Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan pengacara. Itulah yang membuat
banyak kasus korupsi yang tidak terungkap. Kasus skandal Bank Century atau mafia
Perpajakan adalah salah satunya.