Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan kondisi dimana kita berada jauh atau terbebas dari penyakit.
Merupakan suatu yang mahal jika dibandingkan dengan hal-hal yang lain. Bagaimana tidak,
harta yang melimpah, memiliki paras tampan atau cantik, memiliki badan tegap dan gagah,
semuanya itu akan sirna dengan sekejap jika kita terserang penyakit atau tidak sehat. Dengan
penyakit harta bisa habis digunakan untuk berobat, paras tampan atau cantik berubah menjadi
pucat dan tidak enak untuk dipandang, badan yang tegap dan gagah seketika roboh
dikarenakan lemas dan lesu akibat kondisi tubuh yang menurun drastis.
Beginilah alur kehidupan, semuanya menjadi seimbang. Ada sehat dan ada sakit, kita
tidak akan selalu sehat dan kita juga tidak akan selalu sakit. Semuanya itu bagaimana kita
bisa menjaga diri untuk terhindar dari penyakit sehingga kesehatan itu merupakan hal yang
mutlak harus dijaga.
Mencegah sakit adalah lebih mudah dan murah dari pada mengobati seseorang
apabila jatuh sakit. Hal tersebut disadari benar karena kesehatan adalah kebutuhan dasar dan
modal utama untuk hidup, karena setiap manusia berhak untuk hidup dan memiliki kesehatan.
Kenyataannya tidak semua orang memperoleh atau mampu memiliki derajat kesehatan yang
optimal, karena berbagai masalah bersama secara global. Diantaranya adalah kesehatan
lingkungan yang buruk, social ekonomi yang rendah, yang menyebabkan tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup dalam memenuhi kebutuhan gizi, pemeliharaan
kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.Oleh karena itu PHC merupakan
salah satu pendekatan dan alat untuk mencapai kesehatan bagi semua pada tahun 2000
sebagai tujuan untuk pembangunan kesehatan semesta dalam mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Di Indonesia bentuk operasional PHC adalah PKMD dengan berlandaskan
kepada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan ketetapan MPR untuk
dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama lintas sektoral dan instansi-instansi yang
berwenang dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
Selain adanya PHC, guna menyejaterahkan serta memberikan jaminan kesehatan
yang pasti terhadap seluruh masyarakat Indonesia perlu adanya implementasi dari PHBS atau
perilaku hidup bersih dan sehat dengan mengacu pada Kepmenkes 741 tahun 2008 (SPMK &
SPMBK).
1.2 RUMUSAN MASALAH

1
1. Apa yang dimaksud dengan PHC ?
2. Bagaimanakah Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS) ?
3.

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui secara garis besar mengenai salah satu materi tentang Kebijakan
Kesehatan Nasional yang berlaku di Negara Indonesia
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui apa itu PHC
2. Mengetahui tentang Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)
3.

1.4 MANFAAT
a. Memperkokoh landasan teoritis Kebijakan Kesehatan Nasional
b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik topik
yang berkaitan dengan PHC, PHBS, SPMK & SPMBK.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Primary Health Care (PHC)


2.1.1 Definisi
Adapun beberapa pengertian mengenai Primary Health Care adalah :
1. Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan
kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan social yang dapat diterima secara
baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat, melalui partisipasi mereka
sepenuhnya, serta dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup
mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination)
2. Primary Health Care (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk mencapai
tingkat minimal dan pelayanan kesehatan semua penduduk
PHC adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metoda
dan teknologi praktis, ilmiah, dan social yang dapat diterima secara umum baik
oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat, melalui partisipasi mereka
sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara
untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk
hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination).
2.1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Adalah mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
yang diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada
masyarakat yang menerima pelayanan.
2. Tujuan khusus
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dan populasi yang dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber-
sumberdaya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
2.1.3 Fungsi
1. Pemeliharaan kesehatan
2. Pencegahan penyakit

3
3. Diagnosis dan pengobatan
4. Pelayanan tingkat lanjut
5. Pemberian sertifikat
2.1.4 Falsafah
1. PHC merupakan bagian integral dari kesehatan nasional
2. PHC merupakan bagian integral dari perkembangan social ekonomi menyeluruh
dari masyarakat
3. PHC memusatkan perhatian pada masalah kesehatan utama komunitas
2.1.5 Sasaran
Sasaran dari PHC adalah individu, keluarga, masyarakat dan pemberi pelayanan
kesehatan
2.1.6 Prinsip Dasar
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Ata ditetapkan prinsip-prinsip PHC
sebagai pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima
prinsip PHC sebagai berikut :
a. Pemerataan upaya kesehatan
Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu perawatan primer dan
layanan lainnya untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam masyarakat harus
diberikan sama bagi semua individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, kasta,
warna, lokasi perkotaan atau pedesaan dan kelas sosial.
b. Penekanan pada upaya preventif
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan
kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dengan peran serta
individu agar berprilaku sehat serta mencegah berjangkitnya penyakit.
c. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak dan
diterima budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas untuk vaksin cold
storage).
d. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan maksimal dari
lokal, nasional dan sumber daya yang tersedia lainnya. Partisipasi masyarakat adalah
proses di mana individu dan keluarga bertanggung jawab atas kesehatan mereka
sendiri dan orang-orang di sekitar mereka dan mengembangkan kapasitas untuk
berkontribusi dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi bisa dalam bidang
identifikasi kebutuhan atau selama pelaksanaan.

4
Masyarakat perlu berpartisipasi di desa, lingkungan, kabupaten atau tingkat
pemerintah daerah. Partisipasi lebih mudah di tingkat lingkungan atau desa karena
masalah heterogenitas yang minim.
e. Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh intervensi hanya dalam
sektor kesehatan formal; sektor lain yang sama pentingnya dalam mempromosikan
kesehatan dan kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini mencakup, sekurang-
kurangnya: pertanian (misalnya keamanan makanan), pendidikan, komunikasi
(misalnya menyangkut masalah kesehatan yang berlaku dan metode pencegahan dan
pengontrolan mereka); perumahan; pekerjaan umum (misalnya menjamin pasokan
yang cukup dari air bersih dan sanitasi dasar) ; pembangunan perdesaan; industri;
organisasi masyarakat (termasuk Panchayats atau pemerintah daerah , organisasi-
organisasi sukarela , dll).
2.1.7 Kendala yang Mempengaruhi Penerapan PHC
1 Masalah kependudukan
2 Masalah lingkungan sosial budaya
3 Masalah lingkungan fisik dan biologi
4 Masalah ekonomi
5 Masalah upaya kesehatan yang meliputi : jangkauan upaya kesehatan, sumber daya,
peran serta masyarakat, pengadaan da pengendalian obat-obatan, manajemen upaya
kesehatan dan kerjasama lintas sector
2.1.8 Tanggung Jawab Tenaga Medis
a. Perawat
1 Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi
pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
2 Kerjasama dengan anggota masyarakat, keluarga, dan individu
3 Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada
masyarakat
4 Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas pelayanan kesehatan dan
kepada masyarakat
5 Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
b. Bidan
1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi
pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan

5
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada
masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan dan
kepada masyarakat
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
Bidan sebagai anggota tim kesehatan harus dapat membina kerjasama
dengan anggota tim kesehatan lainnya dan masyarakat khususnya dalam hal :
1. Melaksanakan pelayanan esensial
2. Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan diri sendiri melalui
penyuluhan kesehatan dan asuhan keperawatan terhadap individu, keluarga, dan
masyarakat
3. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
4. Mengaplikasikan kebijaksanaan tentang kesehatan masyarakat
2.1.9 Tiga Unsur Utama PHC
1. Mencakup upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat
3. Melibatkan kerja sama lintas sektoral
2.1.1O Elemen dan ciri-ciri PHC
Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit harus memiliki 8 elemen, yaitu :
1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
2. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit endemik setempat
6. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
7. Penyediaan obat-obat esensial
Ciri-Ciri PHC
1. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
2. Pelayanan yang menyeluruh
3. Pelayanan yang terorganisasi
4. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
5. Pelayanan yang berkesinambungan

6
6. Pelayanan yang progresif
7. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
8. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja
2.1.1 Perkembangan Konsep PHC
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran pengalaman dalam pembangunan
kesehatan di banyak negara, yang diawali kampanye massal pada tahun 1950 an
dalam pemberantasan penyakit menular, karena pada waktu itu banyak negara tidak
mampu mengatasi dan menanggulangi wabah penyakit TBC, Campak, Diare dan
sebagainya. Oleh Karena itu dibentuklah suatu forum internasional yang menekankan
pentingnya memperhatikan aspek social, kesehatan, dan penyakit di semua negara
untuk menekan angka kesakitan dan kematian.
Pada tahun 1960 teknologi kuratif dan preventif dalam infrastruktur pelayanan
kesehatan telah mengalami kemajuan. Oleh Karena itu, timbulah pemikiran untuk
mengembangkan konsep Upaya Dasar Kesehatan
Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan mengungkapkan bahwa
banyak negara tidak puas atas sistem kesehatan yang dijalankan, dan banyak issue
tentang kurangnya pemerataan pelayanan kesehatan di daerah-daerah pedesaan. Dan
tahun 1977 pada sidang kesehatan sedunia dicetuskan kesepakatan untuk melahirkan
Healthy for All by the Year 2000 yang sasaran semesta utamanya dalam bidang
social pada tahun 2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara social maupun ekonomi oleh karena itu dituntut
perubahan orientasi dalam pembangunan kesehatan, yang meliputi perubahan-
perubahan dari :
1. Pelayanan ke kuratif dan preventif
2. Daerah perkotaan ke daerah pedesaan
3. Golongan mampu ke golongan masyarakat berpenghasilan rendah
4. Kampanye massal ke upaya kesehatan terpadu
5. Kesehatan vertical
Tahun 1978 konferensi Alma Ata menetapkan PHC sebagai pendekatan atau
strategi global guna mencapai kesehatan semua.
2.12 Implementesi PHC di Indonesia
Primary Health Care (PHC) diperkenalkan oleh World Health Organization
(WHO) sekitar tahun 70-an, dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Di Indonesia, PHC memiliki 3 (tiga)

7
strategi utama, yaitu kerjasama multisektoral, partisipasi masyarakat, dan penerapan
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dengan pelaksanaan di masyarakat.
Menurut Deklarasi Alma Ata (1978) PHC adalah kontak pertama individu,
keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan. Pengertian ini sesuai dengan
definisi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009, yang menyatakan bahwa Upaya
Kesehatan Primer adalah upaya kesehatan dasar dimana terjadi kontak pertama
perorangan atau masyarakat dengan pelayanan kesehatan.
Dalam mendukung strategi PHC yang pertama, Kementerian Kesehatan RI
mengadopsi nilai inklusif, yang merupakan salah satu dari 5 nilai yang harus diterapkan
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif,
efektif, dan bersih.
Strategi PHC yang kedua, sejalan dengan misi Kementerian Kesehatan, yaitu :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk swasta dan masyarakat madani;
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan;
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Di Indonesia, pelaksanaan Primary Health Care secara umum dilaksanakan
melaui pusat kesehatan dan di bawahnya (termasuk sub-pusat kesehatan, pusat
kesehatan berjalan) dan banyak kegiatan berbasis kesehatan masyarakat seperti Rumah
Bersalin Desa dan Pelayanan Kesehatan Desa seperti Layanan Pos Terpadu (ISP atau
Posyandu). Secara administratif, Indonesia terdiri dari 33 provinsi, 349 Kabupaten dan
91 Kotamadya, 5.263 Kecamatan dan 62.806 desa.
Untuk strategi ketiga, Kementerian Kesehatan saat ini memiliki salah satu
program yaitu saintifikasi jamu yang dimulai sejak tahun 2010 dan bertujuan untuk
meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap obat-obatan. Program ini
memungkinkan jamu yang merupakan obat-obat herbal tradisional yang sudah lazim
digunakan oleh masyarakat Indonesia, dapat teregister dan memiliki izin edar sehingga
dapat diintegrasikan di dalam pelayanan kesehatan formal. Untuk mencapai
keberhasilan penyelenggaraan PHC bagi masyarakat, diperlukan kerjasama baik lintas
sektoral maupun regional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Dalam penerapannya ada beberapa masalah yang terjadi di Indonesia.
Permasalahan yang utama ialah bagaimana primary health care belum dapat dijalankan

8
sebagaimana semestinya. Oleh karena itu, ada beberapa target yang seharusnya
dilaksanakan dan dicapai yaitu:
a Memantapkan Kemenkes berguna untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas
pelayanan dan mencegah kesalahpahaman antara pusat keehatan dan masyarakat
b Pusat Kesehatan yang bersahabat merupakan metode alernatif untuk menerapkan
paradigma sehat pada pelaksana pelayanan kesehatan.
c Pelayanan kesehatan primer masih penting pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan.
d Pada era desentralisasi, variasi pelayanan kesehatan primer semakin melebar dan
semakin dekat pada budaya local.

2.2 Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)


2.2.1 Definisi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma
sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat,
bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik,
mental, spiritual, maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan
sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, kelompok, keluarga, dengan membuka jalur komunikasi, informasi, dan
edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku sehingga masyarakat
sadar, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui
pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI,
2002).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/kelompok
dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat (DinkesJabar, 2010).
Menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor
lingkungan, faktor perilaku, faktor keturunan dan faktor pelayanan kesehatan. Dari ke-
4 faktor tersebut, faktor ke-2 yaitu faktor perilaku sangat berpengaruh dalam kesehatan

9
seseorang, terutama dalam penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baik
dilingkungan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah yang harus
dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi
sehat tidak serta merta terjadi, tetapi harus senantiasa kita upayakan dari yang tidak
sehat menjadi hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang sehat. Upaya ini
harus dimulai dari menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita
kepada masyarakat dan harus dimulai dan diusahakan oleh diri sendiri. Upaya ini
adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya sebagai satu
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Dalam
mengupayakan perilaku ini dibutuhkan komitmen bersama-sama saling mendukung
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya keluarga sehingga
pembangunan kesehatan dapat tercapai maksimal.
2.2.2 Tujuan
Menurut Depkes RI (1997), PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) memiliki
tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia
usaha berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2.2.3 Strategi PHBS


Strategi adalah cara atau pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
PHBS. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan dan PHBS yaitu:
1. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran
agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga serta kelompok
masyarakat. Bilamana sasaran sudah pindah dari mau kemampu melaksanakan boleh
jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan
dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang sering kali dipraktikkan adalah dengan
mengajaknya kedalam proses pengorganisasian masyarakat (community

10
organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu
sejumlah individu yang telah mau dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama
memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga
memerluka bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau daridermawan). Disinilah
letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan
yang didukungnya.
2. Bina Suasana (Social Support)
Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial
dimanapun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya,
kelompok arisan, majelis agama, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau
mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu kefase
mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana
yaitu: pendekatan individu, pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum.
3. Pendekatan Pimpinan (Advocacy)
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitme dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).
Pihak-pihak yang terkai ini bisa brupa tokoh masyarakat formal yang umumnya
berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah.
Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh
pengusaha, dan yang lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan
(tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah.Perlu
disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang
diperoleh dalam waktu yang singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung
tahapan-tahapan yaitu:
a. Mengetahui atau menyadari adanya masalah
b. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah
c. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif
pemecahan masalah
d. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah, dan
e. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
2.2.4 Tatanan PHBS

11
1. Sepuluh Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga:
a. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan.
b. Memberi bayi ASI eksklusif.
c. Menimbang bayi dan balita.
d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
e. Menggunakan air bersih.
f. Menggunakan jamban sehat.
g. Memberantas jentik di rumah.
h. Makan sayur dan buah setiap hari.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
j. Tidak merokok di dalam rumah.
2. Indikator PHBS di Tatanan Sekolah :
a. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.
b. Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah.
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
d. Olahraga yang teratur dan terukur.
e. Memberantas jentik nyamuk.
f. Tidak merokok.
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
h. Membuang sampah pada tempatnya.
3. Indikator PHBS di Tatanan Tempat Kerja :
a. Kawasan tanpa asap rokok.
b. Bebas jentik nyamuk.
c. Jamban sehat.
d. Kesehatan dan keselamatan kerja.
e. Olahraga teratur.
4. Indikator PHBS di Tatanan Tempat Umum :
a. Menggunakan jamban sehat.
b. Memberantas jentik nyamuk.
c. Menggunakan air bersih.
5. Indikator PHBS di Tatanan Fasilitas Kesehatan :
a. Menggunakan air bersih.
b. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
c. Membuang sampah pada tempatnya.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meludah sembarangan.
f. Memberantas jentik nyamuk.
Namun yang akan dibahas disini adalah Penerapan PHBS Ditatanan
Pelayanan Kesehatan
2.2.5 PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan
Institusi kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta
atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik swasta. PHBS di institusi kesehatan
merupakan upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas
agar tahu, mampu, dan mampu mempraktikkan hidup perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam mewujudkan intitusi kesehatan ber-PHBS. PHBS di

12
Pelayanan Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah
penularan penyakit, infeksi nosokomial dan mewujudkan Institusi Kesehatan yang
sehat. Syarat institusi sehat yaitu :
Menggunakan air bersih
Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
Menggunakan jamban
Membuang sampah pada tempatnya
Tidak merokok di Institusi Kesehatan
Tidak meludah sembarangan
Memberantas jentik nyamuk
2.2.6 Perlunya Pembinaan PHBS di tatanan Pelayanan Kesehatan
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Kesehatan sangat
diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan
mewujudkan Institusi
KesehatanSehat.Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut
rnemelihara, menjaga dan mendukung terwujudnya Institusi kesehatan Sehat.
PHBS Di Institusi Kesehatan :
PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien,
masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi
Kesehatan Sehat.
2.2.7 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat PHBS di Tatana Pelayanan Kesehatan Tujuan PHBS di
Tatanan Pelayanan Kesehatan:
Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.
Sasaran PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan:
Pasien.
Keluarga Pasien.
Pengunjung.
Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
Karyawan di institusi kesehatan.
Manfaat PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan:
Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi
Kesehatan yang sehat.
Terhindar dari penularan penyakit.
Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
Peningkatan kesehatan pasien.
Bagi Institusi Kesehatan :
Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.

13
Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
Bagi Pemerintah Daerah :
Peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra
Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam
pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.
2.2.8 Dukungan untuk PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan
kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi
kesehatan dan lintas sektor terkait
Beberapa contoh perilaku di atas terlihat sangat sederhana, seperti halnya
pengertian PHBS sendiri yang terasa begitu mudah dimengerti, namun diperlukan
ketekunan dan kedisiplinan dalam penerapannya.
Untuk mengoptimalkan promosi tersebut maka para provider kesehatan yang
memiliki andil terbesar untuk menyadarkan masyarakat.
Diharapkan untuk terus berkreasi mensosialisasikan pentingnya perilaku yang
tepat pada masyarakat.

2.3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
perlu menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
b. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota tidak sesuai lagi;
c. Bahwa berdasarkan huruf a dan huruf b tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3495);

14
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan & Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama
Antar Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;

15
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.
Mengingat : Hasil Rekomendasi Sidang Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah tanggal 11 Juni 2008
M E M U T U S K A N:
Menetapkan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah
tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan
mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
rakyat.
3. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Menteri Kesehatan.
4. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah Kabupaten/Kota dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
6. Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

16
7. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau sarana dan
prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/atau SPM Kesehatan
secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang
baik.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
BAB II
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN
Pasal 2
(1) Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan.
(2) SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berkaitan dengan pelayanan
kesehatan yang meliputijenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target
Tahun 2010 Tahun 2015:
a. Pelayanan Kesehatan Dasar :
1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada Tahun 2015;3. Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
90% pada Tahun 2015;
4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun 2010;
6. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010;
8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga
miskin 100 % pada Tahun 2010;
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010;
11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada Tahun 2010;
12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2010;
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015.
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan

17
1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun
2015
2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di
Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB Cakupan
Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam
100% pada Tahun 2015
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.
Pasal 3
Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Kabupaten/Kota
tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi
daerah.
Pasal 4
SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diberlakukan juga
bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
BAB III
PENGORGANISASIAN
Pasal 5
(1) Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai
SPM Kesehatan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dan
masyarakat;
(2) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota;
(3) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan dilakukan oleh tenaga
kesehatan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan
BAB IV
PELAKSANAAN
Pasal 6
(1) SPM Kesehatan yang ditetapkan merupakan acuan dalam perencanaan program
pencapaian target masing-masing Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksuddalam perencanaan program pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan Pedoman/Standar Teknis yang ditetapkan.
BAB V

18
PELAPORAN
Pasal 7
(1) Bupati/Walikota menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian
SPM Kesehatan kepada Menteri Kesehatan.
(2) Berdasarkan laporan teknis tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penerapan SPM Kesehatan
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 8
(1) Menteri Kesehatan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM
Kesehatan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan
dasar kepada masyarakat.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur
sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 9
Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dipergunakan sebagai:
a. Bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam pencapaian SPM
Kesehatan;
b. Bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Kesehatan,
termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang berprestasi sangat baik;
dan
c. Bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang tidak berhasil mencapai SPM Kesehatan dengan baik dalam batas
waktu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi khusus Daerah yang
bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan
BAB VII
PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pasal 10
(1) Menteri Kesehatan memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan
kemampuan sistem, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di tingkat pemerintah
maupun Kabupaten/Kota.

19
(2) Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan
pelatihan, dan/atau bantuan lainnya meliputi:
a. Perhitungan sumber daya & dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM Kesehatan,
termasuk kesenjangan pembiayaan;
b. Penyusunan rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan target tahunan
pencapaian SPM Kesehatan;
c. Penilaian prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan; dan
d. Pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan.
(3) Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan
pelatihan, dan/atau bantuan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personal dan keuangan negara serta
keuangan daerah.
BAB VIII
PENDANAAN
Pasal 11
(1) Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau sub
sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung
penyelenggaraan SPM Kesehatan yang merupakan tugas dan tanggung jawab
pemerintah, dibebankan kepada APBN Departemen Kesehatan.
(2) Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/target, pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem
informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas dan
tanggung jawab pemerintahan daerah dibebankan kepada APBD.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 12
(1) Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM
Kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyusun
Petunjuk Teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
(3) Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dapat

20
mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur
selaku wakil pemerintah di daerah.

21
Pasal 13
(1) Menteri Kesehatan dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian
SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan.
(2) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan teknis atas
penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat Provinsi
berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten/Kota.
(3) Bupati/ Walikota melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sesuai SPM Kesehatan di daerah masing- masing.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
(1) Pada saat peraturan ini mulai berlaku semua peraturan yang berkaitan dengan SPM
Kesehatan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Dengan berlakunya peraturan ini, maka keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI KESEHATAN
Dr.dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan merupakan kondisi dimana kita berada jauh atau terbebas dari penyakit.
Merupakan suatu yang mahal jika dibandingkan dengan hal-hal yang lain. Bagaimana
tidak, harta yang melimpah, memiliki paras tampan atau cantik, memiliki badan tegap
dan gagah, semuanya itu akan sirna dengan sekejap jika kita terserang penyakit atau
tidak sehat. Dengan penyakit harta bisa habis digunakan untuk berobat, paras tampan
atau cantik berubah menjadi pucat dan tidak enak untuk dipandang, badan yang tegap
dan gagah seketika roboh dikarenakan lemas dan lesu akibat kondisi tubuh yang
menurun drastis.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.Oleh
karena itu, penulis menharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umum

23
DAFTAR PUSTAKA

Syafrudin, dkk. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. TIM. Jakarta


Soemirat, Juli.2004. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gajah Mada University Pres
Sumijatun, et al.2005. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai